Jemari tangan Jonatan terus mengetuk meja bergantian. Ia masih saja memikirkan betapa bodoh dirinya saat tahu Berlian sudah memilik anak dan membayangkan dirinya mencari dan menunggu kekasihnya itu lalu berharap bisa kembali sampai ia menolak semua wanita.
“Sialan kamu Berlian. Siapa yang berani menikahimu, akan kubuat hidup kalian menderita.”Jonatan kembali teringat ucapan sang ibu. Lima tahun lalu sebuah fakta yang harus ia terima walau sangat berat.“Wanita itu meminta sejumlah uang. Mungkin dia akan menikah dengan pria lain, Mama memang tidak suka dengan dia, lalu dia meminta sejumlah uang agar dia bisa pergi dari kamu.”“Berlian tidak seperti itu.” Jonatan membantah ucapan sang ibu.Lamunannya terhenti saat Alea tanpa mengetuk pintu datang masuk ke ruangannya.“Kenapa tidak mengetuk pintu dulu?” tanya Jonatan.“Ya ampun Sayang, kita akan menikah. Masa aku harus mengetuk pintu atau izin masuk sama calon suami aku. Enggak mungkin, kan?” Alea sudah duduk manis di hadapan Jonatan.Salah satu alasan Jonatan mengulur waktu pernikahan karena dirinya belum bisa melupakan Berlian.“Aku masih banyak kerjaan.” Jonatan kembali membuka file dan laporan keuangan.Alea duduk menatap pria yang memesona dirinya. Entah apa yang membuat wanita sexy itu begitu terpikat dengan sikap dingin dan cueknya.Hubungan mereka adalah sebuah perjodohan yang terjalin atas kerja sama perusahaan. Alea salah model terkenal dan juga selebgram yang terkenal.“Apa kamu tidak lapar?” tanya Alea lagi.“Tidak.”Jawaban singkat itu selalu terlontar dari mulut Jonatan. Pikirannya sedang tidak baik-baik saja, Berlian pun membuat konsentrasinya buyar.“Baik, aku akan menunggumu selesai dan lapar.”“Terserah.”***“Habis di maki sama Pak Jo, ya?” tanya Nunung.“Enggak.”“Tuh mata kamu bengkak kaya habis nangis. Sudah bilang saja, melakukan kesalahan apa lagi sampai kamu di maki Pak Jo?”Mulut Nunung memang tajam, ia pun tahu siapa bosnya itu. Tiada yang bisa lepas jika melakukan kesalahan.“Aku hanya menumpahkan sedikit kopi.” Dengan sengaja Berlian mengatakannya hal itu agar Nunung tidak banyak bicara.Mata Berlian bengkak menangisi nasibnya sebagai orang miskin dan wanita malang. Dirinya yang tersakiti, tapi seolah-olah ia yang menyakiti. Fitnah kejam itu tak henti membuat Jonathan memakinya.Nunung menyelesaikan cucian piring, lalu mengambil tempat duduk di samping Berlian. Wanita dengan tubuh gempal itu selalu saja ingin tahu urusan siapa saja. Apalagi tentang gosip hangat.“Dia bilang apa?” Nunung mulai bertanya.“Memaki seperti biasa.” Berlian menjawab singkat.“Apa?”“Cacian orang kaya pada orang miskin. Sudahlah, aku mau makan siang. Mau nitip apa?” tanya Berlian.“Enggak.”Berlian pun bangkit dari tempat duduk dan melangkahkan keluar pantry. Ia tidak lapar, hanya menghindar dari pertanyaan Nunung yang ingin tahu banyak. Jam istirahat mereka bergantian, lebih baik mengambil dulu dari pada nanti tidak dapat.Berlian berjalan melewati beberapa ruangan dari pantry lalu turun melalui lift barang. Hatinya masih sangat kacau, ia berniat mengadu pada sang maha kuasa di mushola kantor.Lantai basemen terlewat, ia pun harus naik kembali lewat tangga. Saat melewati lobi, wajah tampan yang tak asing ke luar dari lift dengan menggandeng wanita cantik. Sebelumnya Jonathan hanya berjalan, saat melihat Berlian tangan itu menarik pinggang Alea hingga terlihat sangat romantis.Lagi, Berlian harus menerima jika takdirnya memang bukan bersama Jonatan. Ia menunduk hormat saat keduanya lewat, begitu pun karyawan lain.“Serasinya,” ucap wanita berbaju kuning.“Iya, sama-sama kaya. Sama sama populer.” Wanita baju merah menambahkan.Berlian meremas ujung baju, bibirnya terlihat tersenyum getir. Apa ia harus keluar dari kantor itu agar tidak merasa sakit luar biasa di dada pikirnya. Akhirnya ia melangkah gontai menuju musolah.“Berlian, mau ke mana? Sini, belikan nasi bungkus di warteg depan,” ujar Bu Hera.“Saya mau—““Nih uangnya, kalau sudah langsung ke ruangan marketing. Mereka yang nitip, saya ada kerjaan.” Setelah memberikan uang dan catatan pada Berlian, Bu Hera langsung meninggalkan Berlian.Sementara, Berlian tidak bisa menolak semua perintah karena dia masih baru dan memang sedang dalam pantauan.“Kenapa selalu aku yang di tindas.”Berlian menarik napas panjang, lalu ia pun melangkah untuk membeli nasi di warteg seberang kantor. Seperti biasa, yang kecil yang tertindas.Setelah selesai membeli nasi, ponselnya berdering. Nomor tidak di kenal, seperti biasa ia malah mengangkatnya. Namun, setelah panggilan masuk itu mati ada panggilan masuk lagi.“Bu Raya?”Gegas Berlian mengangkat ponselnya karena Bu Raya adalah orang yang dititipi Cinta sehari-hari.“Halo, Bu Raya. Ada apa?”“Mbak Lian, Cinta kecelakaan sekarang ada di rumah sakit Bunga.”***“Ke—kecelakaan?”Bibir Lian bergetar, ia pun langsung mematikan ponsel dan berlari mengambil tas dan izin pada Bu Hera. Berita paling mengejutkan dan membuat cemas dirinya yang sedang bekerja. “Anak saya kecelakaan Bu Hera. Tolong, izinkan saya untuk pulang,” pintanya dengan memohon. “Belum waktu untuk pulang, bisa nanti.” “Saya mohon, anak saya sakit, Bu.” Berlian kembali memohon walau sepetinya Bu Hera tidak mengizinkannya.“Ini perusahaan bukan milik nenek moyang kamu, biar saja saudara kamu yang mengurus.” Tidak bisa diam saja, ia memohon dan meminta izin pun tidak di izinkan untuk pulang. Berlian pun keluar, ia bertekad ke rumah sakit karena tidak mau terjadi hal yang tidak diinginkan. Melihat ruangan sepi, ia pun gegas mengambil tas dan pergi tanpa izin.“Aku enggak peduli jika kembali di pecat.” Berlian melangkah menuju lift barang dan berharap tidak ada yang melihatnya. Ia takut malah nanti di tahan karena memang menunggu jam pulang. Saat sampai di lobi, Berlian l
“Golongan darah aku O, kebetulan sekali bukan. Suster silakan ambil darah saya,” ujar pria yang baru datang. Pria itu terlihat sangat berkarisma dan tampan. Dengan jas berwarna hitam juga kemeja putihnya memperlihatkan jika dia bukan pria biasa-biasa saja. Berlian menatap pria itu lalu melirik ke arah Bu Raya. Seolah-olah ia bertanya siapa pria itu yang datang langsung mendonorkan darahnya. “Dia Pak Arnold, yang menabrak Cinta. Pak, ini Berlian ibunya Cinta.” Bu Raya memperkenalkan pria itu. “Saya Arnold, Mbak Berlian saya meminta maaf karena keteledoran sopir saya. Kami pun tidak tahu tiba-tiba Cinta berlari tiba-tiba dan terhantam mobil saya,” ujar Arnold. Berlian bergeming ia tidak tahu harus bagaimana sedangkan pria di hadapannya adalah orang yang hampir merenggut nyawa anaknya. Namun pria itu pun ingin mendonorkan darahnya, jika menolak pun dirinya tidak akan memiliki uang untuk membeli sekantong kantung darah. “Pak Arnold sudah mengurus semua administrasi, juga untuk operas
“Perusahaan yang sangat kejam, seperti pemimpinnya. Dingin dan tidak memiliki perasaan.” Berlian bergumam sendiri. Ia terus memakai karena masih kesal dengan penolakan dirinya pulang cepat.Akhirnya kondisi Cinta sudah membaik, anak perempuan itu pun sudah sadar dari tidurnya. Namun, Cinta masih merengek kesakitan, mungkin badannya yang terasa sakit dan remuk. “Kepala aku sakit,” ujar anak itu. “Yang mana Sayang?” Berlian menghampiri dan mengelus rambutnya. Melihat kondisi sang anak, mana bisa ia tega tidak cepet ke rumah sakit dan tetap bertahan di kantor demi orang-orang jahat sepeti mereka pikir Berlian. Cinta menunjukkan kalau kepalanya sakit, lalu tangan dan kaki. Mungkin wajar karena ia terpental saat tertabrak. Bersyukur masih bisa selamat. “Cinta enggak mau lari-lari lagi. Ma, Cinta janji.” Cinta menangis sesenggukan karena mengingat kecelakaan itu. “Iya, Sayang. Kamu tenang saja. Insyaallah kamu akan baik-baik saja.” Berlian mencoba menenangkan sang anak. Melih
“Aku sudah katakan jika belum siap. Kenapa kalian terus memaksa?” Tidak menyangka kali ini Jonatan begitu marah dan bicara langsung di hadapan keluarga Alea. Mereka semua terkesiap melihat pria yang selama ini diam kini bersuara dan begitu tegas. “Sayang, tenang.” Bu Santi Ibunya Jonatan menenangkan anak mereka. Emosi Jonathan masih tidak stabil, saat pulang ia menghadap masalah yang baginya tidak penting. Pernikahan yang sejak lama ia hindari malah semakin menjadi-jadi. Keluarga Alea begitu gencar ingin menjodohkan mereka apalagi mempercepat pernikahan keduanya.“Jo, jangan bersuara tinggi,” tegur sang ayah. “Aku sudah mengatakan berulang kali, tapi kalian tetap saja memaksa. Apa tujuan kalian melakukan hal ini?” Keluarga Alea bergeming, mereka tak bisa menjawab pertanyaan dari Jonatan. Raut wajah ayah Alea pun menahan emosi, hanya dia tak mau menunjukkan jika dia memang begitu emosi. “Lebih baik kita batalkan saja pernikahannya ini,” ujar Pak Ibnu. “Silakan. Itu lebih
“Maaf saya tidak bisa bicara hal itu. Saya juga meminta maaf pada Tuan Arnold jika Cinta menyinggung Anda.” Pikiran Berlian kalut, mana mungkin ia menceritakan asal usul Cinta pada orang yang baru saja ia kenal. Apalagi, pria asing yang hanya di pikir ayahnya oleh Cinta.“Oke, tidak masalah. Sepetinya saya harus pulang, besok kalau sempat saya kembali ke sini,” papar Arnold.“Eh, Tuan. Tidak usah, tidak apa-apa.” “Loh, kenapa? Saya ingin tahu kondisi Cinta, karena saya dia jadi seperti itu.”“Bukan sepeti itu, saya merasa tidak enak. Lagi pula sebentar lagi mungkin sudah boleh pulang.” Berlian menunduk, ia merasa derajatnya begitu jauh dari pria kaya raya di hadapannya.Arnold pun pamit dan meninggalkan ruangan Berlian. Lalu menuju parkir mobil. Sebelum itu, ada dua pria yang menghampirinya dengan menggunakan baju hitam.“Jaga ruangan yang saya infokan.”“Baik Tuan.”Setelah itu Arnold pun langsung masuk ke mobil dan meminta sopir untuk mengemudikan dengan cepat karena sudah sangat
“Ah mana bisa aku menikahi Alea tanpa cinta, walau untuk pelarian saja, tetap saja akan merepotkan.” Jonathan kembali bergumam.Pria itu pun membuka laptop, kembali fokus dalam pekerjaan yang telah menumpuk. Sejak kedatangan Berlian kembali di hidupnya, membuat pria itu seakan-akan tidak bisa tidur nyenyak. Satu masalah tentang pernikahan saja sudah membuat ia mumet, di tambah Berlian yang sering muncul di hadapannya.“Sayang, boleh aku masuk?” Terdengar suara manja dari balik pintu. Jonathan menepuk keningnya, kenapa bisa sepagi ini Alea sudah ada di kantornya. “Iya, masuk saja.” Alea muncul dengan penampilan sangat menarik. Cantik dengan balutan baju yang lebih sopan dari biasanya. Jonathan sering protes dengan pakaian yang sering ia kenakan. “Ini masih pagi, kenapa kamu sudah ada di sini?” tanya Jonatan sedikit tidak suka.“Aku hanya cemas tentang masalah semalam. Papa sedikit emosi, maafkan ya.” Alea seperti biasa merajuk padanya. “Aku tidak peduli, lagi pula di luar ba
Sontak Jonathan berlari saat melihat Berlian yang jatuh dari ketinggian, kini tubuhnya berhasil terselamatkan oleh bos besar itu. Netra keduanya bersorobak, walau merasa membenci Berlian, hati tidak akan bisa berbohong ketika melihat wanita itu jatuh nalurinya pun langsung bereaksi.Jonathan tersadar dari lamunan dan langsung menurunkan tubuh Berlian. Alea yang melihat hal itu merasa cemburu karena Jonatan menolong karyawannya.“Lagi-lagi kamu!” teriak Jonathan.“Terima kasih Tuan.” Berlian berterima kasih dan menundukkan setengah tubuh.“Heh, kamu lagi. Kenapa sih selalu muncul di hadapan kami, untung calon suami saya baik mau menolong kamu. Kerja itu yang benar, jangan merugikan perusahaan. Kalau kamu jatuh, pasti deh minta sumbangan dari kantor ini,” papar Alea. “Kita pergi saja. Ayo.” Tanpa melirik Berlian, Jonathan melewatinya begitu saja. Sementara, Alea mengikutinya dari belakang. Sejak tadi yang kesal adalah wanita itu.“Kenapa sih kamu menolong dia, biarin saja dia j
“Astagfirullah.” Berlian terkesiap saat masuk ruangan kamar inap Cinta karena berhadapan dengan Jonatan. Bukan Berlian saja yang kaget, tentunya Jonathan yang sejak tadi berpikir keras tentang Cinta buyar begitu saja saat melihat mantan kekasihnya itu datang.“Kamu ngapain di sini?” tanya Jonathan.“Harusnya saya yang tanya Pak Jo sedang apa di sini?” “Mama.” “Mama?” tanya Jo lagi. “Dia anak kamu?” Jonathan menoleh ke arah Cinta saat anak perempuan itu memanggil Berlian dengan sebutan Mama. "Kamu ibunya Cinta?" Jonathan kembali memastikan."Iya, Pak. Pak Jo kenapa sampai bisa ada di sini?" tanya Berlian. Berlian tidak tahu harus bersikap seperti apa, ia berhasil mempertemukan anak dan ayah hanya saja keduanya tidak tahu jika mereka ada hubungan darah. Tidak mungkin ia langsung mengatakan jika Cinta adalah darah dagingnya.Jonathan bersikap dingin saat tahu Cinta itu adalah anak dari Berlian. Padahal awalnya dia sangat menyukai Cinta, ia beranggapan seperti cinta pada p
6Hari ini adalah hari ulang tahun Al Bara, ya hari ulang tahunnya adalah hari di mana anak kandung Jonathan lahir. Tak mungkin Jonathan akan membedakan hari ulang tahun tersebut karena bagaimanapun juga anak lelaki itu adalah pengganti anak kandungnya. Pengganti kebahagiaan keluarganya, dan ia juga benar-benar menyayangi Al Bara seperti putranya sendiri.Apalagi juga dirinya benar-benar sangat menyayangi anak tersebut, kecerdasannya, serta kepiawaiannya membuat ia benar-benar merasakan kasih sayangnya. Entahlah mungkin itulah yang menjadi alasan mengapa dirinya saat itu lebih memilih albara untuk menjadi anaknya, padahal di panti asuhan sangat sekali bayi-bayi lain. Namun, ia tetap saja memilih Al Bara untuk menjadi putranyaMereka semua sibuk menata ruangan. Dengan semringah dan gembira. Terlihat Berlian juga, Cinta dan Al yang sedang ikut mendekorasi. Memang wanita itu sengaja ingin mendekorasi ruangan itu bersama-sama dengan keluarga, tanpa menggunakan jasa. Berlian hanya ingin me
Jonathan duduk sembari memangku Al Bara. Anak laki-laki itu tadi berceloteh dan didengarkan sang ayah. Lucu, mulut kecil itu selalu mengatakan akan menjadi seperti papa Jo ketika besar. Apa yang selama ini dirinya niatkan jika lahirnya albara itu untuk membuat bahagia dirinya dan juga keluarganya, tetapi di saat ia tersenyum tiba-tiba senyuman itu lenyap seketika. Dimana dirinya kembali lagi mengingat detik-detik saat putranya hilang. Saat itu kebahagiaannya sudah tidak sempurna lagi. Walaupun ia tertawa karena kamu tetapi kebahagiaan itu bisa lenyap tiba-tiba.Jonathan memejamkan matanya, mengapa rasanya benar-benar begitu sangat sakit. Rasanya jauh lebih sakit saat dirinya dan juga berlian berpisah waktu itu. Pernyataan benar-benar merasa jika ia gagal menjadi seorang ayah karena dirinya tidak bisa menemukan dimana keberadaan putranya itu. Namun, Jonathan pun sudah melakukan berbagai macam cara untuk bisa menemukan di mana putranya berada, tapi semuanya hanya berakhir dengan sia-sia
Kabar baik dari Alva di sambut semringah oleh Berlian juga Jonathan. Berlian, tanpa beban dan tidak tahu jika anaknya bukanlah anaknya bisa tersenyum tanpa memikirkan apa pun. Dirinya merasa bahagia karena sekarang saudaranya itu sudah memiliki anak, pasti lengkap sudah kebahagiaan di keluarga mereka itu.Namun, berbeda dengan Jonathan yang walau tersenyum tapi hatinya tetap getir. Setiap memandang bayi itu, ia teringat sang anak. Bahkan, nama yang sudah dia persiapkan pun tak diberikan pada bayi laki-laki itu. Dirinya benar-benar berharap jika ada suatu keajaiban yang membawa putranya bisa kembali lagi, ia tidak mau kehilangan darah dagingnya. Pasti dirinya akan menyesal seumur hidup dan ia akan hidup dalam penyesalan setiap harinya. Sekarang pun ia terus saja berusaha untuk bisa menemukan di mana keberadaan sang anak tanda siang malam dirinya terus saja memikirkan tentang putranya itu.Lagi, Jonathan kembali berbicara pada bayi mungil itu. "Andai kau tahu, aku sesungguhnya belum bi
Mereka semua berkumpul di ruang tamu, Arnold datang bersama Mischa dan Rara yang sudah hamil besar. Putrinya itu sangat merindukan anak Jonathan, sejak tadi siang terus saja merengek sampai-sampai membuat Rara tidak mampu untuk membujuknya lagi dan akhirnya mereka semua datang ke kediaman Jonathan.Arnold langsung saja duduk di sebelah adiknya, dan sang istri langsung saja menghampiri Berlian yang tengah menggendong bayinya itu."Lian, duh jadi deg degan nunggu lahiran," tukas Rara.Rara tidak bisa menyembunyikan rasa khawatirnya, ia juga walaupun ini bukan pengalaman pertamanya melahirkan. Namun, ia merasa begitu sangat takut, karena memang setiap lahiran itu berbeda-beda kontraksinya. Dahulu saja ia benar-benar merasa begitu sangat sakit bahkan Arnold pun menolaknya beberapa kali untuk kembali lagi memiliki momongan."Iya Mbak, kamu sehat-sehat ya." Berlian terus saja memberikan motivasi serta nasehat-nasehat kepada Rara untuk tetap menjaga kesehatannya. Berlian juga merasa jika pen
"Bagaimana, dia pintar kah hari ini?" tanya Jonathan saat pulang dari kantor. Pria itu berusaha bersikap tenang seolah-olah bayi laki-laki itu adalah bayinya. Demi kebahagiaan Berlian, dia tak mau istrinya stres dengan keadaan yang sebenarnya.Walaupun dirinya benar-benar begitu sangat tertekan, ia sangat merindukan anaknya dan juga dirinya belum mengetahui bagaimana nasib dari putranya itu. Apakah putranya semua kebutuhannya terpenuhi, apakah putranya sudah minum susu, apakah putranya bisa tidur dengan nyenyak? "Dia pintar, laki-laki hebat seperti kamu."Berlian benar-benar menjadi Ibu yang terbaik untuk kedua anaknya itu. Ia juga sangat menyayangi putranya tersebut, apalagi anaknya benar-benar tidak menyusahkan, tidak seperti bayi lainnya pada umumnya Rio benar-benar begitu sangat penurut dan jarang sekali menangis. Bahkan malam pun anaknya itu pun menangis hanya meminta susu saja. Berlian benar-benar merasa begitu sangat bahagia karena mendapatkan anak-anak yang sangat pintar sep
Masalah rumah sakit di urus oleh Arnold. Sementara, Jonathan fokus dengan bayi yang sudah berada di tangannya dan hari ini akan pulang bersamanya dan Berlian. Entah, dia jatuh hati dengan bayi tampan yang dia adopsi dari sebuah panti asuhan. Sedikit ada kemiripan, bayi laki-laki itu berkulit putih bersih, bibir tipis juga rambut tebal.Atas bantuan kakaknya, dia bisa menemukan bayi itu dirinya tidak mau membuat keadaan sang istri terpuruk dengan apa yang terjadi kepada bayi mereka biarkan dirinyalah yang bertanggung jawab mencari bayi itu dan ia juga tidak akan pernah melepaskan pihak rumah sakit bagaimana bisa mereka semua berkamuflase menyalahkan rencana alam tentang keteledorannya itu benar-benar tidak bisa memaafkan bagaimanapun juga iya seorang ayah dirinya benar-benar kehilangan bayinya."Satrio Perkasa." Jonathan telah memberi nama bayi yang ia adopsi dari sebuah panti asuhan tentu saja hanya dirinya dan juga sang kakak yang mengetahui hal tersebut ia tidak mau jika banyak ora
"Kami akan bertanggung jawab." Pihak rumah sakit benar-benar tidak menyangka, justru Arnold terlihat lebih berambisius dan berapi-api bahkan sejak tadi lelaki itu terus saja mengomel. Ia menyindir pihak ke rumah sakit yang benar-benar begitu sangat teledor bagaimana bisa keponakannya yang baru saja dilahirkan hilang, padahal rumah sakit ini adalah rumah sakit ternama. Rumah sakit besar, tidak mungkin Jonathan memilih rumah sakit asal-asalan untuk perawatan putra dan juga istrinya. Namun, ternyata rumah sakit yang ternama saja bisa begitu teledor. Sekarang dirinya tidak mengetahui bagaimana kondisi dari keponakannya itu, Arnold benar-benar merasa begitu kasihan dengan adiknya tersebut karena terlihat begitu sangat jelas jika Jonathan begitu emosional dan juga sedih."Tanggung jawab? Kalian pikir, keponakan saya hilang itu bisa di ganti?" Arnold marah. Sejak tadi pihak rumah sakit terus saja mengatakan tentang tanggung jawab tanggung jawab, sedangkan mereka saja tidak bisa bertanggung
"Ada apa kamu memanggilku ke sini, Jo?" tanya Arnold. Arnold memang tadi melihat pemberitaan tentang gempa yang baru saja terjadi di kota mereka itu. Ia juga begitu sangat khawatir apalagi saat mengetahui jika adik iparnya baru saja melahirkan dan berada di rumah sakit, iya saja yang berada di rumah merasa begitu sangat panik saat merasakan gempa bumi itu yang berada di rumah sakit.Akan tetapi, saat dirinya menelpon sang adik untuk menanyakan perihal bagaimana keadaannya serta keluarganya di rumah sakit, tetapi adiknya itu justru memintanya untuk segera datang ke rumah sakit dan terdengar suara dari Jonathan sangatlah panik membuat Arnold langsung saja bergegas ke rumah sakit. Dirinya benar-benar merasa begitu sangat khawatir, takut jika terjadi sesuatu."Bayiku hilang." Wajah Arnold berubah memerah, bukan hanya Jo yang emosi. Sebagai kakak dia pun begitu kesal. Lelaki itu langsung saja menuntut adiknya bercerita bagaimana bisa rumah sakit ini adalah rumah sakit besar dan juga tern
Terjadi kegaduhan di ruang bayi, salah satu bayi hilang karena kejadian gempa bumi. Entah suster mana yang membawanya, mereka semua panik lalu menghubungi pihak rumah sakit.Karena jumlah bayi yang diselamatkan serta jumlah bayi yang ada sebelum kejadian itu pun berbeda. "Bagaimana bisa hilang?" tanya salah satu pemimpin rumah sakit. Keadaan benar-benar begitu sangat gaduh, karena salah seorang bayi tiba-tiba menghilang entah suster mana yang membawanya, karena mereka semua tidak ada yang mau mengaku dan mereka memang memegang bayi satu per orang satu."Kami semua panik, membawa bayi satu orang satu. Bayi yang di inkubator itu entah siapa yang membawa, kami semua membawa sekaligus papan namanya. Tapi, bayi yang satu itu ...."Semua suster sangat ketakutan, karena kejadian gempa bumi tadi benar-benar membuat semua orang panik bahkan mereka semua tidak memperhatikan masing-masing bayi yang ada di inkubator. Mereka menyelamatkan bayi yang belum diselamatkan oleh temannya, membawa bayi