"Tan, kita makan siang dulu, yuk," ujar Alea. Jika bukan karena Jonathan, mana mungkin dirinya mau mengikuti acara amal seperti tadi. Berkumpul dengan anak-anak yang tidak jelas asal-usulnya. Lelah, panas, lebih baik jalan-jalan dan belanja, tetapi ini semua demi Jonathan semata. Ia mengikuti untuk membuat citra baik di depan Bu Santi. "Sama Tante juga lapar," ujar Bu Santi. Bu Santi dan Alea, memarkirkan mobil di sebuah restoran yang letaknya cukup strategis dan sudah terkenal dengan cita rasa masakannya yang lezat. Mereka turun dan mulai memasuki restoran yang cukup ramai itu. Tidak terduga ternyata Berlian berkerja di sana, meliahat wanita itu, Alea merasa kesal karena sempat mendengar kalau Jonathan pernah membesarkan kenapa wanita itu resign di kantor.Bibir Alea tersenyum sinis, ia terpikirkan sebuah rencana untuk membalas sakit hatinya karena Berlian membuatnya dalam masalah dengan Jonathan. Bu Santi sama sekali tidak tahu wajah Berlian, karena waiters sedang sibuk semua,
"Oh, iya, bagaimana kamu kok bisa kenal sama anak Tante, Alva?" tanya Bu Shafira. Jujur sebagai seorang ibu walaupun sebatas sambung dirinya sangat memperhatikan anaknya. Ia juga ingin mengetahui bagaimana Alva bisa mengenal Berlian. Wanita lugu ini. "Oh, kami kenal sejak SMA, Tante. Terus baru ketemu lagi sekarang," ungkap Berlian. Pertemuannya dengan Alva tidak direncanakan dan pertemuannya dengan lelaki itu membawa keberuntungan. "Wah, kalian sudah berteman cukup lama berarti," ungkap Bu Shafira. Berlian mengangguk, ia juga menceritakan bagaimana pertemuannya dengan Alva kembali. "Aku ketemu Alva di kantor lama saat masih menjadi office girl."Bu Shafira begitu humble pantas saja para karyawan selalu menyanjungnya."Oh, sebelumnya kamu bekerja jadi office girl, kenapa keluar?" tanya Bu Shafira. Berlian terdiam. Tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya tentang Jonathan yang berada di kantor itu. Bisa panjang jalan ceritanya, lebih baik sedikit orang yang tau tentang Jonatha
"Jo, kenapa diam?"Bu Santi sengaja memancing pembicaraan, ia tak yakin jika Jonathan akan bicara jujur. Hanya saja wanita yang di lihatnya di restoran itu apa mungkin yang di cari putranya atau bukan pikir Bu Santi. Wanita sederhana yang hanya menggunakan lipstik tipis dan bedak natural, tapi mampu memancarkan kesan cantik dan pastinya membuat Jonathan berpaling. Tidak ada yang tidak mungkin, seorang Alea yang berkelas dan kaya raya juga cantik dengan polesan make up mahal bisa terabaikan dan kalah dengan wanita yang mungkin hanya menggunakan bedak bayi di wajahnya."Aku hanya tidak sedang ingin berdebat dengan Mama. Bukan hanya pekerjaan yang membuat aku sakit kepala, tapi pertanyaan Mama dan Papa. Dan, tolong jangan bicara tentang pernikahan lagi," pinta Jonathan."Jo, Mama mengerti perasaan kamu. Maaf, kalau Mama membuat kamu tidak nyaman," ujar Bu Santi. "Maaf, Ma. Permisi.""Tunggu Jo, apa benar Berlian yang membuat kamu membatalkan pernikahan dengan Alea?" "Ma, sejak awal a
"Om Jo, mana Ma?" Cinta kembali bertanya, sedangkan Berlian sempat melirik ke arah Alva. Ia merasa tidak enak dengan pria itu karena Cinta membahas orang lain."Ma, om Jo sudah pulang belum? Kok gak ke sini-sini. Ayo telpon," ujar Cinta lagi.Berlian melirik ke arah Alva lagi yang terdiam, seolah-olah bingung tentang apa yang baru saja Cinta tanyakan. "Ma, telpon om Jo," ujar Cinta merengek kembali. "Om Jo, masih kerja Sayang nanti, ya, sekarang Cinta mainan dulu," ujar Berlian. Nenek Lastri pun memilih untuk mengajak Berlian masuk, dengan alasan mengajaknya mandi. Alva menatap Berlian, jujur ia sangat penasaran dengan sosok lelaki yang baru saja disebutkan oleh Cinta. Sepertinya Cinta sangat dekat dengan orang itu. Namanya seperti tidak asing, ia seperti pernah mendengarnya, ada hubungan apa mereka? "Siapa Jo itu?" tanya Alva. Berlian memejamkan mata, ia bingung harus menjawab apa.Benar dugaan dirinya, setelah menjawab Cinta, Berlian di hadapkan sebuah pertanyaan dari pria it
"PT Rubia Angkara, Jonatan Alxander sebagai CEO di perusahaan itu," tutur Alva. Kakinya kini melangkah di gedung di mana Berlian pernah menjadi karyawan dan menjadi tempat awal pertemuan pertama mereka kembali. Awalnya ia tidak menyangka, tapi mungkin ini takdir pikirnya. Namun, jika mengingat Cinta menyebut nama Jo rasanya ia seperti goyah dan seperti ingin menyerah. "Pak Alva, kenapa masih berdiri di sini? Lift sudah terbuka," sapa seseorang."Oh, iya."Alva melangkah masuk lift menuju tempat di mana beberapa perusahaan akan membicarakan tander bersama perusahaan Jonathan. Kali ini tidak seperti biasanya, Alva yang biasanya tak memikirkan banyak hal, kini seolah-olah sedang berada di masalah yang sangat pelik.Bahkan ia membayangkan akan menjadi rival dalam memperebutkan hari Berlian. Walau sesungguhnya dia saja tidak tahu apa hubungan wanita yang berhasil membuat hatinya tak tenang itu dengan Jonathan. Ke luar lift, terlihat tubuh tegap tinggi dan gagah Jonathan. Sepeti biasa,
"Om Jo." Jonathan melihat tangan kecil yang melingkar di pinggangnya lalu membalikkannya badan. Tubuh kecil itu langsung memeluk pria yang mengenakan jas hitam dengan dasi senada. "Cinta, sama siapa di sini?" Terbayar wajah semringah dan bahagia Jonathan saat ia berusaha mencari malah takdir yang bergerak memberikan kejutan padanya. "Sama Uyut, mau beli susu strawberry," paparnya. Jonatan kembali memeluk Cinta, ia kali ini memeluk sebagai seorang ayah yang baru saja mengetahui kalau dirinya memiliki anak.Sementara, Nenek Lastri yang melihat pertemuan itu pun terharu. Wanita tua itu tidak menyangka jika ayah dari Cinta cicitnya memang benar-benar orang kaya. "Saya Uyutnya Cinta. Neneknya Berlian," ujar Nenek Lastri.Jonathan mencium punggung Nenek Lastri walau masih dengan keadaan bingung bisa bertemu mereka di sini. "Kalian sedang berbelanja atau bagaimana?" tanya Jonathan."Mau beli makanan, enggak sengaja Cinta melihat Anda di dalam mobil saat kaca jendela itu terbuka. Dia be
"Tidak ada yang menghalangi kamu bertemu dengan Cinta." "Lalu, kenapa kamu menghilang?" tanya Jonathan.Berlian menarik napas dalam, menghadapi Jonatan membutuhkan tenaga dan pikiran. Bisa salah dikit, akan membuat bumerang baginya. Apalagi kini pria itu sudah menjadi calon Papa idaman sang putri.Keduanya kembali saling menatap tajam. Berlian lebih dulu membuang muka, pesona pria tampan itu memang membuat setiap wanita terpesona. Bahkan, sampai saat ini hati Berlian sering tidak karuan pada ayah sang anak. "Aku punya privasi yang harus di jaga. Hanya itu saja," ujar Berlian. "Tidak mungkin, apa yang di katakan Papaku hingga kamu pergi. Aku tahu, setelah bertemu dia, kamu mengundurkan diri." Sontak Berlian terkesiap mendengar ucapan dari Jonathan. Pria itu sungguh mencari tahu hingga ia mengumpat ke lubang semut pun pasti akan bertemu dengan dirinya.Apa yang dibicarakan dengan Pak Ferdinand tidak mungkin ia katakan pada Jonathan. Kepergiannya hanya untuk menghindari sebuah masala
"Apa aku tidak terlalu jahat berbuat seperti itu?" tanya Jonathan."Hanya menggertak, tidak mungkin kamu mengambilnya karena dia yang mengurus sejak kecil. Bahkan, sedikit hak saja sepertinya tak akan diberikan," timpal Rara. Jonatan merasa serba salah, apa yang harus di lakukannya. Pasti Berlian pun akan marah jika tahu dirinya mengambil sampel rambut Cinta.Jonathan mengusap wajah kasar, apa lagi ini pikirnya. Teringat ucapan Cinta yang dengan semangat ingin dirinya menjadi ayahnya. "Kecuali kamu menikahinya, tapi itu tidak mungkin," papar Arnold. Ia yakin kedua orang tuanya tidak akan mengizinkan adiknya menikah dengan wanita yang jauh di bawah mereka. "Iya, banyak hal yang harus aku bereskan, terutama Alea dan keluarganya."Jonathan kembali menjelaskan. "Kalau bisa, Papa dan Mama jangan sampai tahu hal ini." Arnold pun menyetujui apa yang di katakan oleh Jonathan. Adiknya berhak bahagia walau dengan wanita yang biasa saja. Mungkin jalannya akan sangat lama mendapatkan restu."J
6Hari ini adalah hari ulang tahun Al Bara, ya hari ulang tahunnya adalah hari di mana anak kandung Jonathan lahir. Tak mungkin Jonathan akan membedakan hari ulang tahun tersebut karena bagaimanapun juga anak lelaki itu adalah pengganti anak kandungnya. Pengganti kebahagiaan keluarganya, dan ia juga benar-benar menyayangi Al Bara seperti putranya sendiri.Apalagi juga dirinya benar-benar sangat menyayangi anak tersebut, kecerdasannya, serta kepiawaiannya membuat ia benar-benar merasakan kasih sayangnya. Entahlah mungkin itulah yang menjadi alasan mengapa dirinya saat itu lebih memilih albara untuk menjadi anaknya, padahal di panti asuhan sangat sekali bayi-bayi lain. Namun, ia tetap saja memilih Al Bara untuk menjadi putranyaMereka semua sibuk menata ruangan. Dengan semringah dan gembira. Terlihat Berlian juga, Cinta dan Al yang sedang ikut mendekorasi. Memang wanita itu sengaja ingin mendekorasi ruangan itu bersama-sama dengan keluarga, tanpa menggunakan jasa. Berlian hanya ingin me
Jonathan duduk sembari memangku Al Bara. Anak laki-laki itu tadi berceloteh dan didengarkan sang ayah. Lucu, mulut kecil itu selalu mengatakan akan menjadi seperti papa Jo ketika besar. Apa yang selama ini dirinya niatkan jika lahirnya albara itu untuk membuat bahagia dirinya dan juga keluarganya, tetapi di saat ia tersenyum tiba-tiba senyuman itu lenyap seketika. Dimana dirinya kembali lagi mengingat detik-detik saat putranya hilang. Saat itu kebahagiaannya sudah tidak sempurna lagi. Walaupun ia tertawa karena kamu tetapi kebahagiaan itu bisa lenyap tiba-tiba.Jonathan memejamkan matanya, mengapa rasanya benar-benar begitu sangat sakit. Rasanya jauh lebih sakit saat dirinya dan juga berlian berpisah waktu itu. Pernyataan benar-benar merasa jika ia gagal menjadi seorang ayah karena dirinya tidak bisa menemukan dimana keberadaan putranya itu. Namun, Jonathan pun sudah melakukan berbagai macam cara untuk bisa menemukan di mana putranya berada, tapi semuanya hanya berakhir dengan sia-sia
Kabar baik dari Alva di sambut semringah oleh Berlian juga Jonathan. Berlian, tanpa beban dan tidak tahu jika anaknya bukanlah anaknya bisa tersenyum tanpa memikirkan apa pun. Dirinya merasa bahagia karena sekarang saudaranya itu sudah memiliki anak, pasti lengkap sudah kebahagiaan di keluarga mereka itu.Namun, berbeda dengan Jonathan yang walau tersenyum tapi hatinya tetap getir. Setiap memandang bayi itu, ia teringat sang anak. Bahkan, nama yang sudah dia persiapkan pun tak diberikan pada bayi laki-laki itu. Dirinya benar-benar berharap jika ada suatu keajaiban yang membawa putranya bisa kembali lagi, ia tidak mau kehilangan darah dagingnya. Pasti dirinya akan menyesal seumur hidup dan ia akan hidup dalam penyesalan setiap harinya. Sekarang pun ia terus saja berusaha untuk bisa menemukan di mana keberadaan sang anak tanda siang malam dirinya terus saja memikirkan tentang putranya itu.Lagi, Jonathan kembali berbicara pada bayi mungil itu. "Andai kau tahu, aku sesungguhnya belum bi
Mereka semua berkumpul di ruang tamu, Arnold datang bersama Mischa dan Rara yang sudah hamil besar. Putrinya itu sangat merindukan anak Jonathan, sejak tadi siang terus saja merengek sampai-sampai membuat Rara tidak mampu untuk membujuknya lagi dan akhirnya mereka semua datang ke kediaman Jonathan.Arnold langsung saja duduk di sebelah adiknya, dan sang istri langsung saja menghampiri Berlian yang tengah menggendong bayinya itu."Lian, duh jadi deg degan nunggu lahiran," tukas Rara.Rara tidak bisa menyembunyikan rasa khawatirnya, ia juga walaupun ini bukan pengalaman pertamanya melahirkan. Namun, ia merasa begitu sangat takut, karena memang setiap lahiran itu berbeda-beda kontraksinya. Dahulu saja ia benar-benar merasa begitu sangat sakit bahkan Arnold pun menolaknya beberapa kali untuk kembali lagi memiliki momongan."Iya Mbak, kamu sehat-sehat ya." Berlian terus saja memberikan motivasi serta nasehat-nasehat kepada Rara untuk tetap menjaga kesehatannya. Berlian juga merasa jika pen
"Bagaimana, dia pintar kah hari ini?" tanya Jonathan saat pulang dari kantor. Pria itu berusaha bersikap tenang seolah-olah bayi laki-laki itu adalah bayinya. Demi kebahagiaan Berlian, dia tak mau istrinya stres dengan keadaan yang sebenarnya.Walaupun dirinya benar-benar begitu sangat tertekan, ia sangat merindukan anaknya dan juga dirinya belum mengetahui bagaimana nasib dari putranya itu. Apakah putranya semua kebutuhannya terpenuhi, apakah putranya sudah minum susu, apakah putranya bisa tidur dengan nyenyak? "Dia pintar, laki-laki hebat seperti kamu."Berlian benar-benar menjadi Ibu yang terbaik untuk kedua anaknya itu. Ia juga sangat menyayangi putranya tersebut, apalagi anaknya benar-benar tidak menyusahkan, tidak seperti bayi lainnya pada umumnya Rio benar-benar begitu sangat penurut dan jarang sekali menangis. Bahkan malam pun anaknya itu pun menangis hanya meminta susu saja. Berlian benar-benar merasa begitu sangat bahagia karena mendapatkan anak-anak yang sangat pintar sep
Masalah rumah sakit di urus oleh Arnold. Sementara, Jonathan fokus dengan bayi yang sudah berada di tangannya dan hari ini akan pulang bersamanya dan Berlian. Entah, dia jatuh hati dengan bayi tampan yang dia adopsi dari sebuah panti asuhan. Sedikit ada kemiripan, bayi laki-laki itu berkulit putih bersih, bibir tipis juga rambut tebal.Atas bantuan kakaknya, dia bisa menemukan bayi itu dirinya tidak mau membuat keadaan sang istri terpuruk dengan apa yang terjadi kepada bayi mereka biarkan dirinyalah yang bertanggung jawab mencari bayi itu dan ia juga tidak akan pernah melepaskan pihak rumah sakit bagaimana bisa mereka semua berkamuflase menyalahkan rencana alam tentang keteledorannya itu benar-benar tidak bisa memaafkan bagaimanapun juga iya seorang ayah dirinya benar-benar kehilangan bayinya."Satrio Perkasa." Jonathan telah memberi nama bayi yang ia adopsi dari sebuah panti asuhan tentu saja hanya dirinya dan juga sang kakak yang mengetahui hal tersebut ia tidak mau jika banyak ora
"Kami akan bertanggung jawab." Pihak rumah sakit benar-benar tidak menyangka, justru Arnold terlihat lebih berambisius dan berapi-api bahkan sejak tadi lelaki itu terus saja mengomel. Ia menyindir pihak ke rumah sakit yang benar-benar begitu sangat teledor bagaimana bisa keponakannya yang baru saja dilahirkan hilang, padahal rumah sakit ini adalah rumah sakit ternama. Rumah sakit besar, tidak mungkin Jonathan memilih rumah sakit asal-asalan untuk perawatan putra dan juga istrinya. Namun, ternyata rumah sakit yang ternama saja bisa begitu teledor. Sekarang dirinya tidak mengetahui bagaimana kondisi dari keponakannya itu, Arnold benar-benar merasa begitu kasihan dengan adiknya tersebut karena terlihat begitu sangat jelas jika Jonathan begitu emosional dan juga sedih."Tanggung jawab? Kalian pikir, keponakan saya hilang itu bisa di ganti?" Arnold marah. Sejak tadi pihak rumah sakit terus saja mengatakan tentang tanggung jawab tanggung jawab, sedangkan mereka saja tidak bisa bertanggung
"Ada apa kamu memanggilku ke sini, Jo?" tanya Arnold. Arnold memang tadi melihat pemberitaan tentang gempa yang baru saja terjadi di kota mereka itu. Ia juga begitu sangat khawatir apalagi saat mengetahui jika adik iparnya baru saja melahirkan dan berada di rumah sakit, iya saja yang berada di rumah merasa begitu sangat panik saat merasakan gempa bumi itu yang berada di rumah sakit.Akan tetapi, saat dirinya menelpon sang adik untuk menanyakan perihal bagaimana keadaannya serta keluarganya di rumah sakit, tetapi adiknya itu justru memintanya untuk segera datang ke rumah sakit dan terdengar suara dari Jonathan sangatlah panik membuat Arnold langsung saja bergegas ke rumah sakit. Dirinya benar-benar merasa begitu sangat khawatir, takut jika terjadi sesuatu."Bayiku hilang." Wajah Arnold berubah memerah, bukan hanya Jo yang emosi. Sebagai kakak dia pun begitu kesal. Lelaki itu langsung saja menuntut adiknya bercerita bagaimana bisa rumah sakit ini adalah rumah sakit besar dan juga tern
Terjadi kegaduhan di ruang bayi, salah satu bayi hilang karena kejadian gempa bumi. Entah suster mana yang membawanya, mereka semua panik lalu menghubungi pihak rumah sakit.Karena jumlah bayi yang diselamatkan serta jumlah bayi yang ada sebelum kejadian itu pun berbeda. "Bagaimana bisa hilang?" tanya salah satu pemimpin rumah sakit. Keadaan benar-benar begitu sangat gaduh, karena salah seorang bayi tiba-tiba menghilang entah suster mana yang membawanya, karena mereka semua tidak ada yang mau mengaku dan mereka memang memegang bayi satu per orang satu."Kami semua panik, membawa bayi satu orang satu. Bayi yang di inkubator itu entah siapa yang membawa, kami semua membawa sekaligus papan namanya. Tapi, bayi yang satu itu ...."Semua suster sangat ketakutan, karena kejadian gempa bumi tadi benar-benar membuat semua orang panik bahkan mereka semua tidak memperhatikan masing-masing bayi yang ada di inkubator. Mereka menyelamatkan bayi yang belum diselamatkan oleh temannya, membawa bayi