Arnold keluar dari ruangan Ferdinand, ia melebarkan senyum. Melihat sang ayah yang begitu bersemangat dengan perjodohan Jonatan, dirinya pun merasa bingung juga jika ayahnya tak bisa menahan emosi jika tahu Berlian adalah putri sambung pak Hardian. Namun, Arnold berpikir ide dari Pak Hardian tidak salah. Malah membuat keduanya bersatu demi anak kandung mereka. Ia pun berpikir jika sang adik mencintai Berlian kenapa tidak mereka harus bersatu.Di satu sisi Pak Ferdinand yang masih berada di ruangannya langsung memeriksakan beberapa File masuk. Ia sudah membayangkan bagaimana menjadi besan orang yang sangat pintar dalam berbisnis. Ia tak membayangkan perusahaan miliknya akan ikut menjadi maju dan berkembang. Senyumnya pun tak hilang dari bibir itu. Ferdinand kali ini sangat berharap dari perjodohan itu. Rasanya ia ingin sekali cepat terjadi dua pertemuan itu yang akan membuat ia semakin yakin dengan kemajuan perusahaan. Pak Ferdinan menerima telepon dari sekretarisnya jika Pak Hard
“Aku tidak memperhatikan kamu. Hanya melihat cara kamu menata barang, Melihat barang dan menghitung barang. Hanya itu saja.” Berlian mencoba mencari alasan padahal dia sudah tertangkap basah memerhatikan Alva.Alva kembali merapikan beberapa barang juga bahan yang kadaluwarsanya tidak jauh dari bulan saat itu. Meski berlian mengelak jika dirinya memperhatikannya, tapi apa senang lihat wajah gugup berlian seperti itu. Alva sudah selesai memeriksa semuanya, lalu ia memberikan hasil pemeriksaannya pada Berlian untuk dianalisa diperhatikan apa yang masih kurang atau mau ditambahkan lagi. Wanita itu terkesiap saat tiba-tiba saja Alva memberikannya buku yang dipegangnya tadi. “Jangan melamun saja, apa kamu ragu menikah dengan Jonathan karena baru sadar dengan ketampanan aku?” Alva terkekeh lalu menepuk pundak Berlian dan melewatinya ke luar dari ruangan bahan.Berlian masih belum fokus, ia merasa Alva sedang mencoba menghibur diri dengan cara mengajak Berlian bercanda. Hanya saja wanita d
Walau ibunya mengatakan semua akan berjalan lancar, tapi Berlian terlihat semakin tidak tenang. Ia mencoba menarik napas panjang, lalu membuang kasar. Sejak jam 15.00 ia sudah berada di rumah dan mengajak main Cinta yang sejak kemarin mengajaknya bermain. Sang anak menarik tangannya karena dari tadi ibunya itu berdiri dengan pikiran kosong. “Kenapa Sayang?” Berlian menatap sang anak yang memegangi tangannya. Anak itu menunjukkan wajah masam. Ia kesal karena sejak tadi ibunya hanya diam saat di ajak bicara dan bermain. Berlian sadar jika dirinya salah dan langsung meminta maaf pada anaknya.“Mama minta maaf, ya.”“Bukan masalah minta maaf, Ma. Aku dari tadi ngomong, tapi Mama diam saja. Niat main sama aku enggak sih?”“Iya Sayang, mama minta maaf ya.” Nenek Lastri sejak tadi memperhatikan Berlian dan Cinta. Ia pun menghampiri dan meminta pengasuh Cinta membawanya main di luar karena ia akan berbicara dengan ibunya. Wajah Berlian terlihat sangat cemas, hal itu yang membuat Nenek Last
“Ya, Berlian putri Saya. Tidak ada yang mempermainkan Anda Pak Ferdinand. Sesuai janji saya untuk menjodohkan putriku. Namanya Berlian, anak bawaan istri saya. Apa ada yang salah, mengapa Anda seperti sedang di bohongi?” Pak Hardian berhasil mematahkan ucapan Pak Ferdinand. Di sini memang tak ada yang mempermainkan dirinya. Hanya saja ayah Jonathan itu sudah merasa malu dengan sikap dan perbuatannya selama ini. Dirinya sama sekali tidak tahu jika Berlian adalah anak sambung dari Pak Hardian. “Berlian baru saja bertemu dengan istri saya. Ibunya berpisah sejak lama, kini mereka bertemu. Berlian dan Jonathan juga sudah saling mengenal, ada Cinta di antara mereka. Apa salah jika saya meminta Jonathan untuk menikah dengan Berlian?” Tidak ada yang salah, hanya saja Berlian yang di kenal Pak Ferdinand adalah wanita miskin yang tidak layak untuk anaknya. Namun, kejutan ini sangat menusuk hati Pak Ferdinand. Rasa malu, apalagi jika Pak Hardian tahu semuanya. Hal yang pernah ia lakukan untuk
"Kenapa kamu bisa bicara seperti itu, dia kan ayahmu. Kalian tidak percaya?" tanya Berlian."Bukan tidak percaya, dalam situasi seperti ini pasti Papa tidak mungkin akan menolak. Mau gagal mendapatkan investasi dari papamu," papar Arnold."Investasi apa?" tanya Jonathan.Jonathan memang sama sekali belum tahu jika Pak Hardian akan memberikannya beberapa investasi saham untuk memajukan perusahaannya. Namun ayahnya belum menceritakan hal itu pada Jonathan karena belum sempat berbincang banyak pada sang anak. Mendengar hal itu Jonathan hanya menggeleng, entar saja Pak Ferdinan sangat kental menjodohkannya dengan Putri Pak Hardian tanpa mencari tahu siapa dulu wanita itu.Jika berhubungan dengan perusahaan Pak ferdinand selalu nomor satu. Dia tidak ingin perusahaan yang sudah dibangun dia sejak lama menjadi bangkrut atau tidak berkembang pesat. Dengan adanya janji dari Pak Hardian sudah pasti akan memajukan perusahaannya lebih besar lagi. Lagi jika perusahaan mereka berkolaborasi tentunya
Pak Ferdinand dan istrinya sudah sampai di rumah. Bu Santi menyajikan jahe hangat untuk suaminya karena terlihat sedang kurang sehat. Harusnya mereka tidak datang karena Pak Ferdinand sakit meriang. Namun, pria itu memaksakan diri datang. "Di minum dulu baru tidur." Bu Santi meletakkan gelas berisi jahe hangat di meja. "Bagaimana aku bisa tidur sementara memikirkan pernikahan itu. Sialan Berlian, dia berjanji tidak akan mendekati Jonathan lagi. Wanita ular!" Pak Ferdinand terus mengumpat Berlian, padahal sudah jelas jika semua adalah ide dari Pak Hardian bukanlah Berlian. Akak tetapi, tetap saja dia menyalahkan Berlian. "Pa, Pak Hardian sudah bicara jika bukan Berlian yang memiliki ide itu, tapi dirinya. Jangan marah-marah, mau jantungnya kumat?""Kamu menyumpahi aku?" Wajahnya begitu merah, ia merasa tersinggung dengan ucapan sang istri dan menganggap Bu Santi menyumpahinya. Pada dasarnya memang sudah benci, jadi apa pun yang di lakukan Berlian terlihat tetap salah."Papa sensit
Berlian melihat Alva dari kamarnya, malam pun semakin larut tapi pria itu masih saja duduk di halaman rumah. Berlian pun tak bisa tidur malam itu, ia memutuskan untuk turun dan menemui Alva. Suasana rumah sudah gelap, ia pun melangkah berhati-hati takut mengganggu tidur orang lain. “Va, kenapa masih di luar?” tanya Berlian. Alva menoleh, ia tersenyum karena kali kedua ada orang yang bertanya dan menghampirinya. Tadi sang papa, sekarang Berlian yang kini memang sedang ada di pikirannya. Lagi, ia tertawa melihat wajah Berlian yang penuh tanda tanya. Tidak mungkin ia mengatakan jika keberadaannya di sini karena sedang memikirkan dirinya. “Ada yang kamu pikirkan?” Berlian kembali bertanya. “Ada.” “Kalau kamu mau bisa cerita padaku. Mungkin aku bisa membantu.” Alva menarik napas panjang, ia mengambil bungkus rokok. Sayangnya kotak itu sudah kosong. Beberapa putung rokok sudah habis ia hisap dan tidak tersisa satu pun. Kegalauannya di temani dua bungkus rokok. “Apa kamu bisa membantu
“Tidak ada yang salah, tapi Papa tidak suka dengan cara kalian. Melibatkan Pak Hardian untuk mendapatkan Restu.” Jonathan menggeleng, ia kesal karena sang ayah begitu keras kepala. Masih saja menyalahkan Berlian atas semuanya yang sudah jelas ayah sambungnya yang memiliki inisiatif menyatukan mereka dengan cara seperti itu. Pak Ferdinand masih saja tak mau menurunkan egonya. Pria dengan dasi longgar itu terduduk di kursinya dengan masih menahan amarah. Kali ini dia kalah dari sang anak, hal itu tak bisa ia terima. “Terserah apa kata Papa. Semua sudah berjalan, pernikahan aku dan Berlian sudah di urus Pak Hardian. Jika batal karena satu hal, aku akan mencari papa karena aku yakin semua itu pasti ulah papa.” Pak Ferdinand semakin geram dengan tudingan yang belum ia laksanakan. Memang ia berniat menggagalkan pernikahan itu. Hanya saja Jonathan sudah membaca apa yang ada di pikiran sang ayah. Otak Jonathan memang encer, ia kenal siapa sang ayah. Ia tahu Pak Ferdinand akan melakukan a