Mobil Sports Lamborghini kebanggaan Darell segera melaju meninggalkan kantor Maxwell Group. Ia akan menuju cafe Red Mapple yang biasa dijadikan tempat hang out bersama teman-temannya.
Sebenarnya di lobby kantornya sendiri sudah disediakan tempat untuk menjamu tamu yang datang. Dengan tata ruang berdesain minimalis dan modern serta fasilitas snack bar lengkap dengan kopi, teh dan air mineral. Sedangkan untuk tamu VIP tentu saja akan dijamu khusus oleh Darell sendiri, sesuai dengan kebutuhan tamunya.
Karena pertemuannya kali ini bersifat pribadi dan rahasia, tentu saja Darell memutuskan untuk tidak melakukannya di kantor. Tak ingin ada yang mengetahui perihal rencananya, setidaknya sampai waktunya tiba.
Sambil tersenyum, Darell memegang kemudi mobilnya dan bergumam, "Sebentar lagi tiba saatnya Kirana."
Ia pun terus melaju sampai berhenti tepat di parkiran khusus VIP. Kunci mobilnya segera diserahkan pada petugas valle
Juwita terlihat sibuk saat Darell masuk ke dalam ruangannya. Sekretaris yang menggulung rambutnya itu hanya mengangguk menyapa saat melihat Darell, tanpa menyunggingkan senyum genit yang biasa ia sajikan.Sekilas Darell melirik apa yang dikerjakan oleh Juwita. Monitor computernya menunjukkan email yang harus diperiksa olehnya."Hmm, good girl," gumam Darell namun berhasil membuat Juwita menoleh dan berdiri menatapnya."Bapak perlu sesuatu?" tanyanya formal, sikap yang selalu ditunjukkan tiap kali berada di luar ruang kerja Darell."Tidak, ya sudah lanjutkan lagi pekerjaanmu. Oiya, tolong untuk jadwalku dua hari lagi kamu atur ulang. Aku baru bisa ditemui setelah jam makan siang ya!""Baik Pak!"Juwita pun kembali menekuni pekerjaannya sambil tersenyum begitu Darell masuk ke dalam ruangan. Seyuman yang sangat misterius.  
"Huuh sial nasib gue, di hari pernikahan gue harus ngerasa kayak gini. Gini kali ya nasib cewek yang dikawin kontrak. Nggak ada harganya sama sekali," Jenny berjalan menyusuri apartemen sambil bergumam penuh kekesalan.Beruntung selasar apartemen sedang tak ada orang. Jadi Jenny tak perlu merasa malu berjalan tergesa-gesa dengan kebaya pengantin yang masih melekat erat di tubuhnya yang ramping."Huh awas kamu Darell, aku bakal bikim kamu benar-benar jatuh cinta padaku."Dengan kasar Jenny membuka pintu apartemennya dan melemparkan selop tingginya ke sembarang arah. Batinnya dipenuhi perasaan dongkol.Ia sangat mengerti kalau statusnya hanyalah istri kontrak Darell. Dia tahu kalau sewaktu-waktu CEO Playboy itu membutuhkan dirinya untuk menemani ia harus siap. Namun tak pernah ia menyangka kalau Darell akan mengusirnya dari kediamannya satu jam setelah mereka resmi menjadi pasangan suami istri.
Darell keluar dari kamar tidurnya. Ia akan melakukan olahraga ringan di mesin threadmill sebelum berangkat ke kantor.Sejenak ia melirik ke arah sofa tempat Jenny tertidur terbungkus selimut sebatas leher."Nekat juga anak ini," gumamnya dan mulai berlari di atas treadmill dan menimbulkan suara hentakan kaki yang membangunkan Jenny."Uuuh siapa sih berisik banget," keluh Jenny yang terpaksa bangun dari tidurnya.Perempuan yang baru menikah itu pun menoleh ke belakang, dan mendapati suaminya yang tengah berolahraga. Wajahnya yang mengantuk perlahan-lahan berubah cerah dan ia segera bangun mendekati Darell."Sayang," panggilnya namun tak digubris oleh Darell yang ternyata masih mengenakan headset.Merasa diabaikan, Jenny pun segera menekan tombol off pada mesin treadmill Darell."Apaan sih loe!" keluh Darell melepas headset."Kenapa sih kamu nyuruh ak
Pagi ini, kesibukan hadir di rumah keluarga Maxwell. Bukan hanya anggota keluarga dan pekerja tapi ada beberapa orang luar yang datang. Petugas catering, dekor dan juga teknisi yang akan mengatur perangkat elektrik.Di kamar Kirana sendiri tiga orang wanita tengah sibuk merias wajah dan menata rambutnya. Jelas Kirana yang tak terbiasa dengan perlakuan seperti ini merasa canggung. Kulit dan rambutnya terasa sedikit berat karena belum terbiasa.Hari ini adalah hari istimewa baginya. Keluarga besar Maxwell akan memperkenalkan dirinya sebagai calon istri Darell di depan kerabat dan rekan bisnis mereka.Rasa gugup tak juga menjauh dari Kirana, meski semalam ia sudah belajar menyesuaikan diri dengan sepatu tumit tinggi pemberian Mom. Entahlah semenjak bangun tidur tadi ia merasa tidak tenang. Sepertinya takut kalau ia akan menjadi bahan tertawaan tamu-tamu orang tua Darell karena tak terbiasa dengan kemewahan yang melekat pada tubuhnya.Dengan bantuan perias, Kiran
Kirana terus saja berlari masuk ke dalam dengan linangan air mata. Tak peduli langkahnya yang terseok karena sepatu tumit tingginya dan membuatnya tersungkur.Siapapun yang melihat kejadian itu pasti ingin beraksi entah itu tertawa, menahan tawa atau iba. Termasuk Jenny dan juga Darell yang tertawa melihatnya sambil mencibir dengan sebutan anak kampung. Sedangkan Audrey memalingkan wajah agar tidak tertawa."Tu vas bien (Kau baik-baik saja)?" tanya Louis yang sedari tadi pelan-pelan mengikuti Kirana.Kirana hanya memandang ke arah pria asing berambut pirang yang mengejutkannya itu."Louis," katanya perlahan.Louis pun mengusap bawah mata Kirana dengan punggung tangannya. Kemudian melepaskan sepatu pada kedua kaki Kirana secara perlahan."Ini bisa membuatmu berlari lebih baik," balas Louis setelah melepaskan kedua sepatu Kirana."Aku tidak tahu apa yang dibicarakan perempuan itu, tapi sepertinya itu tak bagus. Apa kau ingin bercerita pa
"Kak Kirana! Kakak mau kemana?" seru Audrey saat mendapati Kirana baru turun dari tangga dengan membawa tas besar.Kirana berhenti dengan sedikit melengos. Senenarnya dia malas untuk bertemu dengan anggota keluarga Maxwell lagi, namun bagaimanapun ia harus berusaha menyembunyikan kekesalan."Kak, apa Kakak mau pulang?" Audrey meraih pergelangan tangan Kirana."Maafkan saya kalau sudah merepotkan keluarga kalian. Terima kasih karena telah mengundang saya menginap di sini.""Kakak kecewa soal tadi?"Kirana hanya memandang wajah Audrey yang sedikit tirus kemudian mengalihkan pandangan pada tas yang ia bawa tadi. Lalu kembali pada Audrey yang kali ini tampak berbeda dari biasanya. Ingin rasanya ia mengungkapkan kekecewaannya pada adik perempuan Darell ini, namun entah kenapa ia tak bisa."Maaf Audrey, aku tak ingin membicarakannya, permisi!"Hanya itu kalimat yang mampu meluncur dari bibir Kirana yang kini sudah tak lagi diolesi lupstick.
"Gimana akting gue tadi Rel?" tanya Jenny sambil menyeruput mojito di hadapannya.Pasangan suami istri palsu itu tengah duduk di sebuah cafe merayakan keberhasilan mereka."Not bad. Gue akui kehebatan loe Jen," balas Darell dengan senyum."Loe lihat gimana waktu cewek udik itu mewek, itu lucu banget tahu Rell.""Yah semoga aja dia tahu diri setelah kejadian ini.""Sepertinya dia marah sama keluarga loe juga Rel. Dia pasti ngerasa Bokap, Nyokap loe udah ngebohongin dia. Tapi pantes juga sih cewek udik itu dipermalukan, walaupun tarohannya gue dibenci ama Nyokap loe.""Emang loe pernah ketemu nyokap gue?""Pernah lah, gak sengaja ketemu di butik, waktu beliin baju yang dipakai cewek udik itu. Kita sempet ribut gara-gara masalah baju. Nyokap loe akhirnya borong semua baju yang ada di sana," Pengakuan Jenny ini membuat Darell tersenyum meremehkan."Eh tapi beneran gue nggak tau kalau itu Nyokap loe," balas Jenny merasa tak enak."Uda
"Kirana, kamu kembali ke sini Sayang," seru Iswari merangkul Kirana seperti menemukan putrinya yang telah hilang.Kirana pun balas memeluk wanita paruh baya itu dan menyambutnya dengan senyum."Mom dan Dad benar-benar tidak tahu soal pernikahan Darell.""Saya sudah tahu Mom, Audrey mengatakan semuanya," Kirana membalas dengan senyuman dan helaan napas. "Saya pun tak merelakan Mas Darell bersamanya, terlebih saya tahu seperti apa perempuan itu."Sudah tak ada lagi harapan dari Kirana akan Darell. Rasanya sia-sia mencoba menarik perhatian Darell karena pemuda ini tak akan pernah tertarik padanya. Namun melihat kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan didapat oleh keluarga Maxwell membuat Kirana akhirnya memutuskan untuk menunjukkan pada Darell."Mom juga tak menyukai perempuan tak punya tata krama itu."Kirana hanya tersenyum mendengar keluh Is
Lima minggu telah berlalu semenjak insiden pesta itu. Meski saat itu sempat heboh, tapi tak ada yang membahasnya di sosial media ataupun media lainnya.Darell berterima kasih pada Stefan Gunawan, tuan rumah pesta. Ia mengultimatum akan memperkarakan siapapun yang mempublikasikan insiden di pestanya pada publik, meskipun melalui sosial media.Biar saja sampai hari ini gadis bergaun hijau dan laki-laki yang bersamanya tetap menjadi misteri. Yang ada dalam pikirannya sekarang, ia bersiap-siap memberi kejutan untuk Kirana.Darell sudah berjanji untuk mengajaknya pergi melihat menara Eifell, sebagai bentuk perayaan perceraiannya dengan Jenny. Darell yang mengerti kalau sejak dulu Kirana mendambakan pergi ke Paris."Kita berangkat sekarang?" tanyanya pada Kirana yang baru saja keluar dari kamar tidurnya.Mereka menyewa hotel di sekitar menara eifell. Menyewa suite room dengan dua kamar tidur.
Seorang wanita bergaun hijau dengan lengan tali dan punggung yang terbuka tengah berdansa dengan apik. Kulitnya yang halus dan langsat serta tubuh yang cenderung mungil membuat kaum adam penasaran siapa yang berada di balik topeng.Sayang tak seorang pun dari mereka berhasil untuk mendekatinya. Seorang pria gagah dengan setelan resmi tak henti beranjak dari sisinya. Pria itu juga tak segan-segan untuk merangkul pinggangnya yang ramping bagai biola.Kehadirannya ternyata tak hanya mencuri perhatian kaum Adam, tapi juga Hawa. Para wanita banyak yang mengaguminya tapi ada pula yang mencibirnya. Mungkin mereka iri karena tak bisa menjadi primadona pesta."Siapa dia?" tanya Stefan Gunawan si Tuan rumah pada asistennya yang berdiri di sampingnya.Asistennya hanya mengangkat bahu karena tidak tahu. Namun sebagai asisten yang setia, ia pun menawarkan diri untuk mencari tahu, siapa wanita misterius itu.Asisten Stefan
Kini Kirana pun mendekat ke arah Jenny dan menyalaminya."Selamat ya, kulihat hidupmu sudah lebih banyak berubah sekarang," kata Kirana.Jenny tak bisa membalas ucapan Kirana. Ia justru memeluk gadis itu erat dan mulai berkaca-kaca."Ini semua karena Mbak memberi kesempatan saya untuk jadi lebih baik. Mbak percaya kalau saya mampu. Terima kasih ya Mbak. Maafkan saya jika selama ini selalu menyakiti Mbak.""Yang sudah berlalu lupakan saja, sekarang yang penting hidupmu lebih baik.""Ya Mbak. Aku mengikuti saran Mbak, apartemen kusewakan dan kugunakan uangku untuk membeli pakaian sisa impor dan menjualnya secara daring.""Itu bagus sekali. Semoga kamu berhasil."Tiba-tiba saja Kirana melirik Darell dan terpikirkan sesuatu yang jahil. Ingin sekali mengetahui sampai dimana Darell bisa bertanggung jawab sebagai seorang pria."Hmm bicara soal pakaian, aku membutuhkan b
Darell tak bisa berkata-kata lagi. Kepalanya sangat pening, ia sungguh menyesal pernah terlibat dengan perempuan iblis di depannya.Juwita terus saja terisak, tak peduli lagi seperti apa bentuk riasannya saat ini. Rembesan air menghias di pipinya dan berwarna hitam, maskaranya luntur. Dia sungguh berharap belas kasihan dari Darell.Kemudian ia menangkupkan tangan di depan dada dan menatap Kirana. Berharap calon istri Bos nya dapat memaafkannya."Bu Kirana," katanya lirih."Pak James Maxwell menyerahkan semua keputusan pada Pak Darell, jangan minta padaku," jawab Kirana acuh."Pak Darell, kumohon!" pintanya, sayang Darell bergeming dan malah mengajukan pertanyaan yang lain."Apa kamu juga yang meletakkan darah ayam pada kamar mandi apartemenku?" tanya Darell menatapnya tajam.Juwita pun mengangguk, ia meminta tolong pada petugas kebersihan apartemen dan melakukannya. Juwita pun membaya
Wajah pucat Juwita mulai dipenuhi keringat. Wanita yang tadi menantang Darell pun tak lagi berani mendongakkan wajah. Cuma bisa memilin-milin kedua tangan yang ada di pangkuan."Kenapa Juwita, apakah aku salah bicara?" tanya Kirana mulai menantang.Namun Juwita bergeming, tak sepatah kata pun keluar dari bibir merahnya. Kemudian mencoba untuk menutup mulutnya dan bersiap-siap muntah. Sayangnya Darell mengerti kalau ini sandiwara."Nih, biar nggak muntah!" kata Darell menyodorkan secangkir air soda padanya.Cepat-cepat Juwita menegaknya tanpa memperhatikan air apa yang diberikan Darell. Bahkan tak ada perubahan ekspresi saat ia meminumnya.Darell melirik Kirana yang duduk di lengan kursi kanannya. Mereka pun saling mengangguk saat beradu pandang. Sama-sama mengerti dengan apa yang harus dilakukan selanjutnya."Bagaimana sekarang Juwita?" tanya Darell menyelidik."Sudah lega
Seketika pekik tawa tercipta oleh Juwita. Gadis itu mendongakkan kepala dan menantang Darell. Bibir penuh hasil rombakannya sedikit dimajukan, mencoba mencibir."Hmm, jadi Anda tidak mau mengakuinya Pak Darell? Atau Anda ingin seluruh Indonesia tahu seberapa bejat perbuatan Anda?" tantang Juwita mencoba untuk memutar balikkan fakta."Satu lagi Pak, aku masih menyimpan pakaian yang kukenakan saat pertama kali kita melakukannya. Jika Anda ngotot melakukan test DNA, maka itu akan mempermalukan diri Anda sendiri."Darell tampak sedikit memundurkan kursinya. Raut wajah yang tadinya garang perlahan mengendur. Melihat ini, Juwita pun semakin menjadi."Bapak kan tinggal nikahin saya, kalau Bapak nggak mau terus sama saya kan begitu anak ini lahir kita cerai kan beres. Anak ini bisa lahir dengan status yang jelas," tambah Juwita membuat kedua alis Darell semakin terangkat dan mata yang melebar. Ia semakit terkejut dengan permintaan Ju
Sebuah undangan tergeletak di atas meja kerja Kirana. Undangan pesta topeng yang akan datang seminggu lagi. Undangan yang datang dari seoarang pengusaha muda Stefan Gunawan.Pelan-pelan ia mengamati undangan itu sambil membolak-balik. Jika ia datang, ia tak tahu bagaimana harus berada di pesta. Apalagi jika harus berdansa, rasanya susah baginya. Namun jika menolak, sepertinya tak sopan."Huh gimana ini," pikirnya sekejap kemudian meletakkan undangan itu kembali di atas meja dan menekuni pekerjaannya.Tok! Tok!"Masuk!"Pria bertubuh tegap itu pun mengintip kemudian melangkah ke arah mejanya."Ada apa, Mas," sapa Kirana."Hmm," jawabnya kemudian menyeret kursi dan duduk di depan Kirana. Sekilas, ia melirik ke arah undangan di meja Kirana dan mengambilnya."Kamu juga dapat undangan ini?" tanya Darell."Iya, Mas.""Ya sudah kalau gitunkamu datanh
Ini adalah malam terakhir bagi Darell berada di kampung Kirana. Kondisi Oom Ridwan juga sudah sangat membaik. Tekanan darahnya pun sudah mulai stabil.Esok pagi mereka akan kembali ke ibukota dan bersiap menghadapi kehidupan nyata. Masalah keuangan kantor yang menunggu untuk segera diselesaikan.Baru saja Dad mengabari kalau sudah ada titik terang. Kini tinggal selangkah lagi untuk bisa menyingkirkan para parasit itu.Perlahan pria itu pun terpejam dalam kamar tamu. Mempersiapkan hari esok yang telah menunggu gebrakannya. ***"Terima kasih ya kalian sudah datang kemari," kata Oom Ridwan begitu melepas kepergian Kirana dan Darell pagi itu."Sama-sama Oom, yang penting sekarang Oom lebih diatur lagi makannya. Jangan terlalu diforsir untuk beraktivitas," tegas Darell.Darell kembali memperhatikan ka
Selama beberapa detik, Darell merenungi apa yang diucapkan oleh Kirana. Kemudian ia membenarkan perkataan gadis itu, meski cuma dalam hati.Diraihnya lengan Kirana yang hendak mengikuti Bayu ke warung bakso."Ya sudah, Mas mau, tapi kita makan di rumah aja ya," pintanya sambil melirik ke arah warung tenda.Darell berbeda sekali dengan adiknya Audrey yang dengan santai makan di sembarang tempat. Asal menu yang disajikan cocok dengan lidahnya."Ya udah kalo gitu," jawab Kirana memimpin jalan untuk memesan makanan. Tak lupa membawa untuk Sekar dan keluarganya juga. ***"Aseeek bakso!" teriak keponakan Kirana saat mendapatkan oleh-oleh darinya.Gadis berkulit langsat itu segera mengambil mangkok dan memberikan pada Bayu dan Darell. Membuka plastik dan melayani calon suaminya.