"Bagaimana tantangannya Pak?" tanya sekretaris Dad.
Darell pun menyerahkan amplop yang telah terbuka segelnya pada Bu Anita. Sambil senyum, Bu Anita pun menunjukkan tantangan pada Ayah Darell yang duduk melipat tangan di balik meja kerja jatinya.
"Silakan Pak," katanya menyodorkan amplop yang sudah terbuka itu.
Sementara Darell menoleh ke arah Kirana sambil menunjukkan ibu jarinya yang mengarah ke bawah. Kemudian menyunggingkan senyuman sinis ke arah Kirana.
Tantangan yang didapat kali ini memang terasa mudah oleh Darell. Make profits in a day, hal itu tentu saja dapat dilakukan oleh Darell hanya dalam beberapa jam saja.
Meski sudah berpengalaman, namun Kirana terlihat was-was dengan tantangan yang diberikan Ayah Darell. Ia belum punya ide bagaimana menjalani tantangan pertamanya.
James Maxwell mengangguk memberi tanda pada sekretarisnya untuk menjelaskan tantangan lebih lanjut.
"Baik, akan say
[Bagaimana kabarmu?] tulis Louis dalam Bahasa Perancis.[Aku baik, hanya sedikit bingung mempersiapkan tantangan,] balas Kirana juga dalam Bahasa Perancis.[Tantangan?]Kirana pun menceritakan panjang lebar mengenai tantangan dari James Maxwell pada Louis. Juga menceritakan kebingungannya dan berharap pria berkebangsaan Perancis ini bisa memberikannya solusi.Bukan Kirana manja, tapi saat ini ia benar-benar buntu dengan apa yang harus dilakukan. Kirana tidak mengenal siapapun di sini selain keluarga Maxwell. Bingung mencari produk apa yang bisa dijual, menjual produk miliknya sendiri pun tidak bisa, karena tidak diperkenankan dalam kompetisi.[Sulitkah menjual makanan di Indonesia?] tanya Louis.Sepengetahuan Louis, menjual makanan di Eropa sedikit sulit karena membutuhkan perijinan dan tes kualitas makanan. Dari pengalamannya di Indonesia, saat ia banyak melihat pedagang makanan keliling dan di pinggir jalan, ia pun
"Apa maumu?" tanya gadis itu sambil memberi isyarat dengan telapak tangan pada pria berdasi yang berdiri tak jauh darinya."Huh si pelakor ini punya nyali ternyata?" cibir Jenny diikuti tertawaan teman-temannya."Aku nggak ada urusan denganmu, asal kau tahu kalau aku tak berminat dengan suamimu," jawab gadis itu ketus kemudian berbalik meninggalkan Jenny dan antek-anteknya.Namun Jenny meraih pundak gadis itu dan menariknya mundur hingga hampir terjungkal. Beruntung gadis penjaja makanan itu bisa menjaga keseimbangan."Mau apalagi?""Heh anak kampung, aku belum selesai. Aku peringatkan sekali lagi ya, jangan coba-coba untuk mengganggu suamiku!" katanya sambil mengulurkan telunjuk di wajah gadis itu.Tanpa takut gadis itu pun meraih telunjuk Jenny dan menepiskannya. Lalu menatap Jenny dan kawan-kawannya satu per satu dengan tatapan nanar."Kamu bilang aku gadis kampung lalu perbuatanmu padaku saat ini
"Masuklah Ki!" pinta Mas Darell membukakan pintu mobilnya untukku."Mas kita mau kemana?" Kirana masih bingung dengan sikap Darell yang tiba-tiba manis.Ada prasangka kurang baik darinya jika melihat Darell seperti ini. Sekali Darell melakukannya beberapa waktu lalu. Untung saja ada Louis yang saat itu menyelamatkan dirinya."Apa Mas mau menurunkan aku di jalan?" tanya kirana hati-hati.Jelas gadis berambut panjang ini harus waspada. Bukankah Darell pernah menelantarkannya di stasiun, saat pria itu seharusnya menjemput.Darell tertawa mendengar penuturan Kirana yang polos. Walaupun penampilan Kirana saat ini telah berubah dan menunjukkan kecerdasan yang dimiliki. Namun kepolosannya tak pernah hilang.Terus terang, melihat Kirana seperti ini membuat Darell merasa gemas. Ingin sekali pria berusia tiga puluhan itu mencubit pipi Kirana."Lucu juga dia," batin Darell kemudian menggeleng kepala
Beberapa Jam sebelumnya, saat Darell belum berangkat ke kantor.Jenny bergelanyut manja di lengan Darell. Tentu saja ini membuatnya sangat risih dan menepiskan tangan perempuan yang terpaksa dinikahi olehnya."Apaan sih?" protes Darell."Iih galaknya gak kelar-kelar.""Bilang aja apa yang loe mau, gue mau berangkat ngantor.""Ok, gini Rell, gue mau ajak temen-temen gue ke sini, ya cuma ngobrol-ngobrol aja sambil pesen menu delivery, boleh ya please!" rayu Jenny."Karena hari ini gue lagi seneng, jadi gue ijinin loe untuk ngundang temen loe tapi ada saratnya.""Apaan?""Pertama, gue nggak mau ada orang lain masuk kamar atau ruang kerja gue. Kedua, gue mau begitu temen-temen loe pulang, tempat gue bersih lagi.""Ok deal," jawab Jenny kemudian segera mengirim pesan pada teman-temannya.Kali ini Jenny memang minta izin pada Darell tak seperti sebelumnya. Sebab sebelumnya Darell me
"Darell! Tungguin!" panggilnya, namun Darell tetap bergeming. Menganggap panggilan Jenny hanya angin lalu.Pria itu justru memilih berbelok menuju entrance room."Kau sudah mendengar semuanya?" tanya Darell."Sudah Mas, aku sudah tahu semuanya. Aku akan bicarakan dengan Dad.""Tak perlu Ki, ayo kita pergi dari sini!" ajak Darell yang tanpa disadari meraih pergelangan tangan Kirana."Heh kamu!" panggil Jenny tiba-tiba mencengkeram bahu Kirana.Kirana kemudian melepas tangan Darell dan berbalik menghadap Jenny."Ada apalagi Mbak? Apa Mbak nggak puas sudah buat Mas Darell dimarahi Ayahnya?" tanya Kirana."Loe bener-bener nggak tahu malu ya. Loe pikir dengan penampilanmu sekarang yang udah seperti orang kantoran bisa bikin laki gue milih loe daripada gue?"Kirana hanya tersenyum sinis dan menoleh pada Darell yang
Rachel mengalihkan pandangan pada dua perempuan di sampingnya. Berdiri sambil melipat tangan di dada.Gadis itu tertawa meremehkan. Ia terlihat bahagia karena keinginannya menjatuhkan Jenny terlaksana sudah.Sejak kedatangannya ke apartemen pertama kali sesungguhnya ia sudah menduga ada yang janggal. Sangat aneh jika mesin cuci masih dibiarkan menyala dan peralatan makan masih terlihat basah. Sementara tak ada seorang asisten rumah tangga di sana.Kuat dugaan Rachel saat itu, bahwa Jenny bekerja di rumah Darell. Namun melihat foto pernikahan yang diposting Jenny dan terlihat asli, Rachel pun sedikit sangsi. Meragu akan status pernikahan Jenny.Hari ini semuanya terkuak dari mulut Darell. Namun Jenny tetap bungkam, merasa sangat malu sepertinya."Laki loe? Laki yang bayar loe maksudnya?" balas Rachel diikuti tawa yang tertahan oleh kedua t
"Tenang ... Tenang ya Ki," Darell tampak berusaha untuk membuat Kirana tenang. Akan tetapi Kirana tak Henti-hentinya menangis sesenggukan.Perlahan Darell pun mulai mengambil ponselnya dan menyalakan senter untuk menyalakan lampu dan lift kembali. Namun, setiap kali Darell bergerak, Kirana semakin mencengkeram tangan Darell erat.Mungkin jika lampu menyala, wajah Kirana sudah terlihat sangat pucat sekali. Sambil menggandeng tangan Kirana, Darell pun menekan tombol lift, tapi sayang tombol itu tak juga berfungsi."Huh sial!" maki Darell."Mas," panggil Kirana masih terisak."Kamu tenang ya Ki, kita terjebak dan tak punya pilihan lain selain menunggu."Seketika itu tubuh Kirana terasa lemas. Gadis itu pun kembali menangis sejadinya. Darell yang sigap pun langsung menahan tubuh Kirana.Perlahan-lahan ia membimbing Kirana untuk duduk di ata
Darell memutuskan untuk mengantar Kirana pulang setelah kejadian di lift tadi. Kembali memperlakukan Kirana dengan lembut seperti saat akan ke apartemen tadi.Sesekali Kirana melirik Darell yang asyik mengemudi. Menikmati betapa indahnya wajah pria blasteran di sampingnya.Saat sudut mata Darell mengarah pada Kirana, saat itulah ia menunduk dan mrmainkan jemari seorang diri. Tak hanya Kirana, Darell pun sama, sesekali mencuri pandang ke arahnya. Saat kepergok, Darell kembali konsentrasi pada kemudi."Ki, kamu mau sesuatu?" tanya Darell."Nggak Mas.""Coklat atau ice cream mungkin. Katanya coklat bisa memberi ketenangan. Aku ada rekomendasi cafe yang menyediakan dessert enak sih," tawar Darell sambil menyunggingkan senyum namun Kirana tetap mematung."Atau mungkin lain kali kita bisa ke sana?" tawar Darell.&nbs
Lima minggu telah berlalu semenjak insiden pesta itu. Meski saat itu sempat heboh, tapi tak ada yang membahasnya di sosial media ataupun media lainnya.Darell berterima kasih pada Stefan Gunawan, tuan rumah pesta. Ia mengultimatum akan memperkarakan siapapun yang mempublikasikan insiden di pestanya pada publik, meskipun melalui sosial media.Biar saja sampai hari ini gadis bergaun hijau dan laki-laki yang bersamanya tetap menjadi misteri. Yang ada dalam pikirannya sekarang, ia bersiap-siap memberi kejutan untuk Kirana.Darell sudah berjanji untuk mengajaknya pergi melihat menara Eifell, sebagai bentuk perayaan perceraiannya dengan Jenny. Darell yang mengerti kalau sejak dulu Kirana mendambakan pergi ke Paris."Kita berangkat sekarang?" tanyanya pada Kirana yang baru saja keluar dari kamar tidurnya.Mereka menyewa hotel di sekitar menara eifell. Menyewa suite room dengan dua kamar tidur.
Seorang wanita bergaun hijau dengan lengan tali dan punggung yang terbuka tengah berdansa dengan apik. Kulitnya yang halus dan langsat serta tubuh yang cenderung mungil membuat kaum adam penasaran siapa yang berada di balik topeng.Sayang tak seorang pun dari mereka berhasil untuk mendekatinya. Seorang pria gagah dengan setelan resmi tak henti beranjak dari sisinya. Pria itu juga tak segan-segan untuk merangkul pinggangnya yang ramping bagai biola.Kehadirannya ternyata tak hanya mencuri perhatian kaum Adam, tapi juga Hawa. Para wanita banyak yang mengaguminya tapi ada pula yang mencibirnya. Mungkin mereka iri karena tak bisa menjadi primadona pesta."Siapa dia?" tanya Stefan Gunawan si Tuan rumah pada asistennya yang berdiri di sampingnya.Asistennya hanya mengangkat bahu karena tidak tahu. Namun sebagai asisten yang setia, ia pun menawarkan diri untuk mencari tahu, siapa wanita misterius itu.Asisten Stefan
Kini Kirana pun mendekat ke arah Jenny dan menyalaminya."Selamat ya, kulihat hidupmu sudah lebih banyak berubah sekarang," kata Kirana.Jenny tak bisa membalas ucapan Kirana. Ia justru memeluk gadis itu erat dan mulai berkaca-kaca."Ini semua karena Mbak memberi kesempatan saya untuk jadi lebih baik. Mbak percaya kalau saya mampu. Terima kasih ya Mbak. Maafkan saya jika selama ini selalu menyakiti Mbak.""Yang sudah berlalu lupakan saja, sekarang yang penting hidupmu lebih baik.""Ya Mbak. Aku mengikuti saran Mbak, apartemen kusewakan dan kugunakan uangku untuk membeli pakaian sisa impor dan menjualnya secara daring.""Itu bagus sekali. Semoga kamu berhasil."Tiba-tiba saja Kirana melirik Darell dan terpikirkan sesuatu yang jahil. Ingin sekali mengetahui sampai dimana Darell bisa bertanggung jawab sebagai seorang pria."Hmm bicara soal pakaian, aku membutuhkan b
Darell tak bisa berkata-kata lagi. Kepalanya sangat pening, ia sungguh menyesal pernah terlibat dengan perempuan iblis di depannya.Juwita terus saja terisak, tak peduli lagi seperti apa bentuk riasannya saat ini. Rembesan air menghias di pipinya dan berwarna hitam, maskaranya luntur. Dia sungguh berharap belas kasihan dari Darell.Kemudian ia menangkupkan tangan di depan dada dan menatap Kirana. Berharap calon istri Bos nya dapat memaafkannya."Bu Kirana," katanya lirih."Pak James Maxwell menyerahkan semua keputusan pada Pak Darell, jangan minta padaku," jawab Kirana acuh."Pak Darell, kumohon!" pintanya, sayang Darell bergeming dan malah mengajukan pertanyaan yang lain."Apa kamu juga yang meletakkan darah ayam pada kamar mandi apartemenku?" tanya Darell menatapnya tajam.Juwita pun mengangguk, ia meminta tolong pada petugas kebersihan apartemen dan melakukannya. Juwita pun membaya
Wajah pucat Juwita mulai dipenuhi keringat. Wanita yang tadi menantang Darell pun tak lagi berani mendongakkan wajah. Cuma bisa memilin-milin kedua tangan yang ada di pangkuan."Kenapa Juwita, apakah aku salah bicara?" tanya Kirana mulai menantang.Namun Juwita bergeming, tak sepatah kata pun keluar dari bibir merahnya. Kemudian mencoba untuk menutup mulutnya dan bersiap-siap muntah. Sayangnya Darell mengerti kalau ini sandiwara."Nih, biar nggak muntah!" kata Darell menyodorkan secangkir air soda padanya.Cepat-cepat Juwita menegaknya tanpa memperhatikan air apa yang diberikan Darell. Bahkan tak ada perubahan ekspresi saat ia meminumnya.Darell melirik Kirana yang duduk di lengan kursi kanannya. Mereka pun saling mengangguk saat beradu pandang. Sama-sama mengerti dengan apa yang harus dilakukan selanjutnya."Bagaimana sekarang Juwita?" tanya Darell menyelidik."Sudah lega
Seketika pekik tawa tercipta oleh Juwita. Gadis itu mendongakkan kepala dan menantang Darell. Bibir penuh hasil rombakannya sedikit dimajukan, mencoba mencibir."Hmm, jadi Anda tidak mau mengakuinya Pak Darell? Atau Anda ingin seluruh Indonesia tahu seberapa bejat perbuatan Anda?" tantang Juwita mencoba untuk memutar balikkan fakta."Satu lagi Pak, aku masih menyimpan pakaian yang kukenakan saat pertama kali kita melakukannya. Jika Anda ngotot melakukan test DNA, maka itu akan mempermalukan diri Anda sendiri."Darell tampak sedikit memundurkan kursinya. Raut wajah yang tadinya garang perlahan mengendur. Melihat ini, Juwita pun semakin menjadi."Bapak kan tinggal nikahin saya, kalau Bapak nggak mau terus sama saya kan begitu anak ini lahir kita cerai kan beres. Anak ini bisa lahir dengan status yang jelas," tambah Juwita membuat kedua alis Darell semakin terangkat dan mata yang melebar. Ia semakit terkejut dengan permintaan Ju
Sebuah undangan tergeletak di atas meja kerja Kirana. Undangan pesta topeng yang akan datang seminggu lagi. Undangan yang datang dari seoarang pengusaha muda Stefan Gunawan.Pelan-pelan ia mengamati undangan itu sambil membolak-balik. Jika ia datang, ia tak tahu bagaimana harus berada di pesta. Apalagi jika harus berdansa, rasanya susah baginya. Namun jika menolak, sepertinya tak sopan."Huh gimana ini," pikirnya sekejap kemudian meletakkan undangan itu kembali di atas meja dan menekuni pekerjaannya.Tok! Tok!"Masuk!"Pria bertubuh tegap itu pun mengintip kemudian melangkah ke arah mejanya."Ada apa, Mas," sapa Kirana."Hmm," jawabnya kemudian menyeret kursi dan duduk di depan Kirana. Sekilas, ia melirik ke arah undangan di meja Kirana dan mengambilnya."Kamu juga dapat undangan ini?" tanya Darell."Iya, Mas.""Ya sudah kalau gitunkamu datanh
Ini adalah malam terakhir bagi Darell berada di kampung Kirana. Kondisi Oom Ridwan juga sudah sangat membaik. Tekanan darahnya pun sudah mulai stabil.Esok pagi mereka akan kembali ke ibukota dan bersiap menghadapi kehidupan nyata. Masalah keuangan kantor yang menunggu untuk segera diselesaikan.Baru saja Dad mengabari kalau sudah ada titik terang. Kini tinggal selangkah lagi untuk bisa menyingkirkan para parasit itu.Perlahan pria itu pun terpejam dalam kamar tamu. Mempersiapkan hari esok yang telah menunggu gebrakannya. ***"Terima kasih ya kalian sudah datang kemari," kata Oom Ridwan begitu melepas kepergian Kirana dan Darell pagi itu."Sama-sama Oom, yang penting sekarang Oom lebih diatur lagi makannya. Jangan terlalu diforsir untuk beraktivitas," tegas Darell.Darell kembali memperhatikan ka
Selama beberapa detik, Darell merenungi apa yang diucapkan oleh Kirana. Kemudian ia membenarkan perkataan gadis itu, meski cuma dalam hati.Diraihnya lengan Kirana yang hendak mengikuti Bayu ke warung bakso."Ya sudah, Mas mau, tapi kita makan di rumah aja ya," pintanya sambil melirik ke arah warung tenda.Darell berbeda sekali dengan adiknya Audrey yang dengan santai makan di sembarang tempat. Asal menu yang disajikan cocok dengan lidahnya."Ya udah kalo gitu," jawab Kirana memimpin jalan untuk memesan makanan. Tak lupa membawa untuk Sekar dan keluarganya juga. ***"Aseeek bakso!" teriak keponakan Kirana saat mendapatkan oleh-oleh darinya.Gadis berkulit langsat itu segera mengambil mangkok dan memberikan pada Bayu dan Darell. Membuka plastik dan melayani calon suaminya.