Mega menatap samar mobil miliknya yang terbakar beberapa meter di depannya. Dia sangat beruntung karena sempat melepaskan sabuk pengaman dan membuka pintu, sehingga berhasil terlempar keluar mobil tepat lima detik sebelum mobil itu berguling dan meledak.
'Terima kasih atas perlindungan-Mu, Tuhan. Sialan, kalau bukan karena dua bajingan itu. Aku pasti tidak akan seperti ini,' batinnya dengan sangat geram.
Beruntung Mega terjatuh di rerumputan sehingga walau tubuhnya terluka setidaknya tidak terlalu parah. Namun, tidak dengan kepalanya yang tetapi yang terluka cukup parah karena terbentur sebuah batu sehingga banyak darah yang keluar dari sana. Dia masih sadar untuk beberapa detik sebelum akhirnya kesadarannya menghilang ketika rass sakit yang teramat menyerangnya.
Kecelakaan itu mengakibatkan jalan raya menjadi macet karena proses evakuasi masih berlangsung. Bukan hanya mobil Mega yang terbakar, tetapi beberapa mobil lain pun ikut rusak parah karena terjadi kecelakaan beruntun setelah mobil Mega meledak.
..........................................................................
Alex melihat jam di pergelangan tangan kirinya lalu mendesah kesal karena dia yakin akan terlambat pulang karena terjebak kemacetan yang cukup panjang.
Alex terus menggerutu mengeluarkan kekesalannya karena sudah tidak sabar ingin segara sampai rumah.
"Kim, sebenarnya apa penyebab kemacetan di sini? Seharusnya jalan ini tidak macet, 'kan?" Alex bertanya dengan sangat penasaran. Tidak biasanya jalan yang dia lewati mengalami macet parah seperti sekarang.
"Sepertinya di depan terjadi kecelakaan, Tuan. Mungkin saja ada mobil yang terbakar karena saya melihat ada asap hitam di depan sana, sedangkan beberapa mobil yang lain rusak parah karena kecelakaan beruntun." Kim menjawab dengan cepat dan akurat walau tidak melihat berita kecelakaan itu sudah menjadi trending topik sekarang.
Alex mengerutkan dahi seraya mengangguk pelan, dia sama sekali tidak tertarik untuk bertanya lebih detail lagi. Perlahan mobil pun mulai berjalan, ketika mobil mereka berhasil melewati kerumunan, ada sesuatu yang berhasil menarik perhatiannya.
Seorang wanita cantik masih dengan pakaian kerjanya yang lengkap tidak sengaja Alex lihat. Wanita yang sangat tidak asing untuknya sedang dievakuasi menuju ambulan dengan wajah berlumuran darah.
'Bukankah dia Mega?' Alex sangat yakin jika dirinya tidak salah melihat. Namun, yang dia ingat sekarang malah pesan yang dia kirim untuk Mega.
"Tuan, sepertinya wanita yang sedang di bawa ke ambulan itu Nona Mega. Tuan ingat, 'kan dengan wanita cantik yang berani membentak Anda ketika di dalam lift satu minggu yang lalu?" Ucapan Kim semakin meyakinkan Alex jika dia tidak salah melihat orang.
"Kim ikuti ambulan itu sekarang!" perintahnya dengan nada yang sangat khawatir.
"Kenapa, Tuan?" Kim sangat penasaran.
"Ikuti saja dan jangan banyak bertanya jika kau masih sayang dengan nyawamu!" bentak Alex dengan sangat kesal. Kenapa dia punya sekretaris sangat bodoh sehingga emosinya sering kali diuji.
Kim mengangguk, dia diam dan melakukan apa yang diperintahkan Alex kepadanya. Beberapa menit kemudian mereka telah sampai di rumah sakit. Alex langsung membuka pintu mobil dan berlari turun menghampiri perawat yang sedang memindahkan Mega ke brankar dorong.
Alex ikut mendorong brankar Mega ke ruang gawat darurat. Namun, karena tidak diperbolehkan masuk dia pun menunggu di luar ruangan.
Dokter senior yang hebat langsung menangani Mega dengan sangat baik, semua orang yang bekerja di rumah sakit sudah sangat mengenal Mega karena wanita itu adalah anak dari pemilik rumah sakit tersebut.
Lima menit berlalu, dokter dan perawat membawa Mega ke ruang operasi karena hanya itu jalan satu-satunya yang bisa mereka lakukan.
Kim dan Alex pun juga ikut ke ruang operasi dan menunggu Mega di depan ruangan. Kim dibuat sangat bingung dengan sikap Alex yang terlihat sangat cemas dan khawatir.
Kim tidak tahu kenapa atasannya itu bisa mengkhawatirkan orang lain yang bukan keluarganya. Kim jadi curiga kalau Alex memiliki perasaan kepada Mega.
Alex berjalan mondar-mandir di depan ruang operasi. Sesekali dia melihat jam di pergelangan tangan hanya untuk mengetahui sudah berapa lama Mega berada di dalam sana. Alex tidak sadar jika sikapnya itu menimbulkan Kim salah paham.
"Tuan, sebaiknya kita pulang sekarang. Tuan besar sudah menghubungi saya berkali-kali dan menanyakan keberadaan Anda saat ini." Kim terpaksa memberitahu Alex karena dia takut jika hubungan antara Alex dan keluarganya semakin renggang jika Alex tidak menemui papanya sekarang.
Alex sangat bingung antara menunggu atau pulang. Namun, setelah berpikir cukup lama dia memilih pulang dan mengutuki kebodohannya sendiri yang mengkhawatirkan seorang wanita yang bukan siapa-siapanya.
..........................................................................
Pyar! Suara cangkir yang pecah menjadi beberapa bagian membuat Mahendra terkejut dan mengusap dadanya pelan. Dia sedang menikmati secangkir kopi, tetapi tiba-tiba merasa sangat tidak tenang.
Cangkir yang berada di tangannya pun terlepas dan pecah begitu saja dan pikirannya langsung tertuju kepada putri tercinta.
"Apa yang terjadi kepadamu putriku?" gumamnya lirih seraya menatap foto Mega yang berada di meja sebelahnya.
Masih dengan rasa terkejutnya. Mahendra mendapat kabar dari orang suruhannya yang bertugas mengawasi Mega jika putrinya itu mengalami kecelakaan dan sudah di bawa ke rumah sakit.
Laki-laki paruh baya yang masih terlihat tampan dan gagah itu langsung menghubungi rumah sakit untuk menanyakan kebenarannya. Ponselnya lepas dari tangan ketika mengetahui fakta menyederhanakan itu.
Mahendra pun dengan cepat mengambil kunci mobil dan pergi ke rumah sakit untuk melihat keadaan putrinya.
Sesampainya di rumah sakit, dia langsung menanyakan di mana Mega sekarang. Setelah mengetahuinya, Mahendra langsung pergi ke ruang operasi dan tanpa sengaja dia melihat Alex dan Kim yang baru saja pergi dari sana.
"Kenapa mereka berada di sana? Laki-laki itu terlihat sangat familiar untukku." Mahendra menatap kepergian Kim dan Alex dengan rasa penasaran yang dalam.
Bersambung ...
Mahendra menunggu Mega di depan ruang operasi. Pikirannya sedang menerka-nerka alasan apa yang membuat pengusaha muda yang sangat terkenal itu bisa berada di rumah sakitnya, tepatnya di depan ruangan tempat Mega di operasi.'Mungkinkah Alex dan Mega saling mengenal, atau yang membawa Mega ke rumah sakit Alex? Tapi, kenapa bisa Alex?' Mahendra belum tahu kalau Mega bekerja di perusahaan milik Alex karena dia tidak terlalu ikut campur kehidupan pribadi putrinya.Mahendra memijit pelipisnya saat kepalanya terasa pening memikirkan hal yang belum tentu benar. Sekarang dia memilih untuk fokus kepada Mega.Setelah cukup lama menunggu, seorang dokter keluar dari ruang operasi. Mahendra langsung bangkit dari kursinya, kemudian menanyakan keadaan Mega."Dokter, bagaimana keadaan putriku?" Nadanya terdengar sangat cemas. Dokter melihat tangan Mahendra saling meremas dan sedikit bergetar, bisa dibaca dari sana kalau pemilik rumah sakit itu benar-b
Tiga bulan berlalu, banyak yang berubah dari sifat dan kepribadian Mega setelah dikhianati ibu dan kekasihnya sendiri. Sampai saat ini Mega belum mengetahui siapa pemilik nomor ponsel yang memberitahu dirinya tentang perselingkuhan Sora dan Dimas.Sambil melupakan dan mencaritahu siapa si pemilik nomor ponsel. Mega lebih memilih menyibukkan diri dengan berkerja di perusahaan milik Alex karena bosan jika terus diam di rumah, walau keadaannya belum sepenuhnya pulih."Kau tidak pulang, Mega?" tanya salah satu teman kantornya.Mega melihat jam di tangan kirinya, kemudian dia menggelengkan kepala pelan. "Aku masih banyak pekerjaan, kau pulang saja duluan!" ucapnya ramah."Jangan terlalu sering lembur karena kau masih dalam masa pemulihan pasca kecelakaan!" ucap temannya perhatian.Lagi-lagi Mega hanya tersenyum dan mengangguk.Jarum jam terus berputar,
"Sial!" teriak Mega ketika dugaannya benar.Ada orang yang mengikutinya dan sekarang si penguntit itu mengejarnya dengan sebuah mobil berwarna hitam."Siapa dia, kenapa mengikuti aku?" Mega bergumam gelisah. Jantungnya berdetak sangat cepat karena perasaan takut yang menguasainya. Dia hanya sendiri sekarang, jalanan sudah cukup sepi, kalau yang mengikutinya adalah orang yang memiliki buat jahat, maka dia tidak bisa menjamin akan selamat atau malah sekarat."Berpikir Mega! Berpikirlah yang benar!" Mega semakin takut, tangannya menggenggam erat kemudi mobil. Bayangan kejadian tiga bulan lalu melintas begitu saja di mana karena dia mengemudi dengan kecepatan tinggi mengalami kecelakaan yang cukup parah."Lupakan rasa takutmu, lebih baik kecelakaan lagi dan mati daripada mati di tangan orang lain." Mega telah memantapkan tekatnya. Dengan gerakan pasti kaki kanannya menekan pedal gas mobil dalam-dalam sehingga melaju lebih kencang. Sesekali dia m
Brug!"Arkh!" Dimas jatuh tersungkur kala orang yang menarik bajunya mendorong dengan sangat kasar.Perih rasanya ketika kulit telapak tangan berdarah karena kerikil kecil tajam menancap di sana."Sialan!" Dimas berteriak sambil menyeka ujung bibirnya yang terasa asin karena mengeluarkan darah segar, sedangkan Mega yang menyaksikan kejadian itu hanya bisa melongo karena mengenali orang yang memukul Dimas."Tuan Kim." Mega menutup mulutnya yang terbuka karena tidak menyangka jika orang yang menolongnya adalah asisten dari sang bos yang telah menyusahkan dirinya walau tanpa tatap muka."Selamat malam, Nona." Kim mengangguk dan tersenyum manis. Namun, Mega tidak menyukainya karena Kim terlihat sangat menyeramkan sekarang.Kim kembali menarik kemeja Dimas dan memberikan satu pukulan lagi di sana. Wajahnya terlihat sangat menyeramkan sampai Dimas dan Mega harus menelan ludahnya kasar."Pergi sekarang dan jangan perna
"Oma tidak mau tahu, kalian harus menikah!" Wanita paruh baya itu berjalan mendekat dengan raut wajah yang sulit dimengerti artinya.Entah marah atau bahagia, yang jelas dia ingin pernikahan antara Alex dan wanita yang tidak ia ketahui namanya itu terlaksana. Wanita paruh baya itu masih menatap Alex dan Mega yang masih saling tumpang tindih di lantai."Whaaat?" Mega dan Alex terkejut dengan kehadiran wanita paruh baya itu yang sudah seperti hantu. Terutama Alex, jantungnya mendadak berdetak dengan sangat kencang karena dia yakin akan sulit menghadapi omanya itu."Apa kau memiliki riwayat sakit jantung, Tuan?" bisik Mega dengan suara yang sedikit serak sehingga terdengar sangat seksi di telinga Alex. Apalagi ketika napas hangat dari mulut Mega mengenai telinga Alex, membuat pria itu bergairah.Mega bertanya demikian karena dia bisa mendengar suara detak jantung Alex yang sangat cepat.
"Menunggu di rumah? Apa maksudnya?" Mendadak Mega menjadi linglung. "Iya, di rumah calon mertuamu. Maksud oma, kau akan memperkenalkan diri dengan papanya Alex nanti." Mata Mega sedikit melebar ketika mendengar perkataan oma. Mega langsung mengalihkan perhatiannya dari Alex. Wanita itu berjalan perlahan menghampiri oma, meraih kedua tangannya, dan mencoba meluruskan kesalahpahaman yang dibuat Alex dengan sengaja. "Nyonya, Anda salah paham. Aku benar-benar tidak memiliki hubungan apa-apa dengannya selain sebagai atasan dan bawahan," ucap sungguh-sungguh. Oma bingung, dia memerhatikan mata Mega untuk mencari kejujuran di sana. Namun, oma malah tidak bisa menilai arti tatapan Mega sekarang. "Tapi tadi Alex bilang kalau kau calon istrinya." Oma terlihat agak sedih dan itu membuat Mega merasa sangat bersalah. "Tapi pada kenyatannya aku memang hanya karyawan biasa di sini, Nyonya." Mega tetap menjelaskan yang sebenarnya. "Ah, k
Mega sadar sebelum mereka sampai di rumah sakit. Dia terlihat bingung ketika menyadari dirinya berada di dalam sebuah mobil asing dan hanya berdua saja dengan pria yang telah melibatkan dirinya ke dalam masalah besar. "Kau sudah sadar?" Suara Alex yang lembut dan penuh dengan kekhawatiran membuat Mega merinding. "Apa dia khawatir kepadaku?" gumamnya lirih seraya menahan sedikit perasaan kesal dalam hatinya. Mega memilih diam, dia malas menjawab pertanyaan pria yang membuat kepalanya terasa hampir pecah. Alex menoleh sebentar ke belakang karena pertanyaannya di abaikan. "Kau bisu?" sindirnya dengan nada tinggi. Mega masih bungkam, dia malah dengan sengaja mengalihkan pandangan ke luar kaca mobil. "Aku bertanya pada manusia, bukan patung." Alex membanting setir kemudi dengan kasar dan berhenti di pinggir jalan. "Aduh!" Mega memegang dahinya yang terbentur jok depan karena ulah Alex yang membaha
"Huh, wanita itu membuat aku membuang waktu sia-sia." Alex memijit pelipisnya. Dia tidak sadar kalau waktunya terbuang sia-sia bukan karena Mega, tetapi karena dirinya sendiri yang membuat masalah dengan wanita itu. 'Kalau dia membuang waktumu, kenapa kau masih mau mengurusnya?' batin Harun keheranan. "Tuan, aku sungguh penasaran dengan hubungan kalian." Harun bertanya, dia berharap pria di depannya itu akan khilaf saat menjawab nanti. "Menurutmu apa ikatan yang cocok untuk hubungan kami?" Alex tersenyum smirk, dia tidak akan terjebak dalam pertanyaan dokter muda itu. "Sepertinya kau menyukai wanita itu, tetapi tidak dengannya." Harun tertawa kecil setelah mengatakan pendapatnya. "Apa maksudmu?" Alex sedikit tersinggung. Berani sekali Harun mengatakan demikian, memangnya ada wanita yang mampu menolak pesonanya? Ada, wanita itu adalah Mega. Dia tidak akan mudah terpesona dengan tampang Alex yang bagi Mega sangat p
"Apa isi kepalamu hanya membuat bayi?" dengan sedikit kesal Mega mendorong dada Alex sehingga pria itu menjauh dan tidak lagi menindihnya. "Daripada kau hanya tidur sampai malam, lebih baik melayaniku dan mendapat pahala," balas Alex yang kini sudah pindah posisi berbaring di sebelah sang istri seraya menarik wanita itu ke dalam pelukan. Dia juga mengecup dahi istrinya lama karena merasa sangat mencintai wanita yang diperkirakan sedang mengandung anaknya itu."Lebih baik pergi ke dokter daripada melayanimu yang tidak pernah tahu waktu. Aku juga ingin beristirahat karena kamu setiap hari selalu melakukan itu," balas Mega sedikit mendongak dan menatap mata suaminya yang juga sedang menatapnya hangat. "Kalau begitu, seperti yang aku katakan tadi silakan ganti bajumu dulu kalau benar-benar memilih untuk tetap pergi!" perintah Alex lirih kemudian mencubit hidung mancung istrinya sampai sedikit memerah ujungnya. "Baiklah, aku akan mengganti pakaianku dan kita pergi ke rumah sakit karena
"Kau sudah selesai berkemas, Sayang?" Alex yang baru saja masuk ke kamar mereka langsung memeluk Mega dari belakang, menyandarkan dagunya di bahu kanan Mega yang telanjang. "Kau cantik sekali, Sayang." Alex menatap wajah cantik Mega dari pantulan cermin di depan mereka."Sudah selesai dari tadi. Kau dari mana tadi?" tanyanya lembut, walau menahan rasa kesal karena ditinggal suaminya keluar kamar tanpa diberitahu."Membicarakan masalah pekerjaan dengan papaku. Kau tahu kan kalau aku ini orang yang sibuk?" Alex mengecup leher Mega dan meninggalkan tanda merah di sana, tidak hanya satu, tetapi ada beberapa."Apa yang kau lakukan?" kesal Mega ketika melihat lehernya merah karena ulah suaminya. Dia akan sangat malu kalau sampai orang lain melihat tanda merah itu."Memberi tanda kepemilikan." Alex tersenyum manis tanpa merasa bersalah sama sekali. Dia sengaja melakukan itu dengan harapan Mega mengganti pakaiannya yang sekarang."Orang lain juga tahu kala
"Suapi aku!" pinta Mega dengan sangat manja. Dia menatap Alex dengan ekspresi wajah yang imut sehingga membuat Alex sangat gemas dengannya."Baiklah, tapi sebelum itu kau harus membasuh wajahmu dulu karena kau baru bangun tidur. Ya, walau tidurmu hanya sebentar!" perintah Alex yang dibalas anggukan oleh Mega.Alex kemudian membantu Mega berdiri dan mengantar wanita itu ke kamar mandi yang tidak jauh dari dapur. "Apa kau mencintaiku?" tanya Mega sebelum dia membasuh wajahnya."Kenapa kau bertanya tentang hal itu?" Alex menatap mata istrinya lekat, dia tidak ingin menjawabnya."Jawab saja pertanyaanku, Hubby!" desak Mega yang dibalas gelengan suaminya. "Kenapa tidak mau menjawabnya?" Mega mengerucutkan bibirnya kesal."Basuh saja wajahmu sekarang dan tidak usah banyak bertanya!" ucap Alex dengan nada datar.Dengan menahan perasaan kesal Mega langsung membasuh w
"Oh, Hubby ... kenapa kau terlihat sangat tampan jika sedang fokus seperti ini." Mega beranjak berdiri kemudian memeluk suaminya dari belakang. Rasanya dia tidak ingin melepaskan pelukannya dan ingin terus bertahan dalam posisi itu."Aku memang selalu tampan di setiap waktu, Sayang. Apa kau baru menyadarinya sekarang?" Alex terkekeh dengan rasa bangga. Entah kenapa dia merasa sangat senang dipuji istrinya sendiri."Aku rasa tidak karena dulu kau tidak setampan ini." Mega menempelkan pipinya di punggung lebar sang suami. Hangat dan nyaman rasanya."Dulu kau pasti rabun," ledek Alex seraya mencubit tangan istrinya pelan."Kau yang rabun atau mungkin kaca di rumahmu yang rusak." Mega tidak mau diejek."Yang rusak mungkin kaca yang kau pakai, Sayang. Semua barang di rumahku itu mahal dan berkualitas bagus. Jadi, tidak mungkin kalau rusak." Alex membela diri, dia sangat percaya diri dan sedikit sombong."Terserah kau saja, aku m
"Kau bilang sikapku seperti seperti wanita hamil? Apa alasannya?" Mega menatap suaminya lekat. "Coba kau pikir, selama beberapa hari ini aku selalu mual-mual padahal tidak sedang sakit-""Iya, tetapi kita kan belum tahu kau memang tidak sakit atau sakit tapi kau tidak tahu," potong Mega langsung membantah ucapan suaminya."Dengarkan dulu sampai aku selesai bicara!" pinta Alex dengan nada rendah dan lembut. Dia sebenarnya tidak suka jika seseorang memotong ucapannya dengan sengaja."Baiklah ... ayo kita keluar dari sini dan duduk!" Mega berjalan keluar dari kamar mandi kemudian duduk di tepi ranjang kamar mereka.Alex memilih untuk berlutut di depan istrinya. Dia lebih nyaman bicara dengan posisi itu karena bisa langsung menatap wajah istrinya dari depan."Dengar dan jangan potong ucapanku, oke!"Mega mengangguk, dia menatap suaminya lagi dan kali ini dia diam sesuai permintaan suaminya.
"Setiap pagi kau selalu seperti ini, apa sekarang perutmu sudah merasa baik?" tanya Mega sembari memijit tengkuk leher suaminya. Sebagai seorang istri dia sangat tidak tega dan khawatir melihat suaminya selalu mual dan muntah setiap pagi.Alex hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Wajahnya yang tampan kini terlihat sangat pucat, tetapi dia masih bersikap baik-baik saja karena tidak ingin membuat Mega khawatir."Sebaiknya kita pergi periksa ke dokter, Sayang. Aku takut lambung-mu bermasalah," usulnya penuh perhatian."Tidak perlu, aku baik-baik saja." Alex berkumur sampai mulutnya bersih. Dia terlalu malas jika harus pergi ke rumah sakit hanya karena mual biasa."Baik-baik saja itu menurutmu. Ku mohon kau menurut saja padaku karena aku sangat takut jika kau sakit." Mega menatap suaminya dengan mata berkaca-kaca."Aku tidak apa-apa, ini hanya mual biasa. Lagipula nanti siang juga akan sembuh sendiri." Alex meme
'Rasakan ini, bisa-bisanya kau masih memikirkan tentang tubuhku!' gerutu Mega dalam hati. "Akh ... Sayang!" Alex berteriak karena dia mendapat hadiah cubitan kecil dari Mega. "Iya, kenapa kau memanggilku?" Mega tersenyum simpul penuh kemenangan. Baru dicubit saja sudah berteriak, bagaimana kalau digigit coba. "Alex, kau kenapa berteriak?" tanya Oma yang terkejut karenanya. Dia menatap Alex khawatir dan penasaran. "Iya, kau kenapa?" sahut Mahendra dan Mahesa bersamaan. Keduanya menghentikan makan tatapan mereka langsung tertuju ke arah Alex. "Tidak apa-apa, tadi hanya ada serangga kecil yang mencubit pinggang ku. Jadi, aku mengadu kepada Mega," jawab Alex seraya melirik Mega yang melotot padanya. Alex tahu istrinya pasti tidak diterima disamakan dengan serangga. Namun, itu tidak masalah karena wajah kesal istrinya sangat menghibur. "Oma kira ada apa, kau sudah membuat omamu ini khawatir. Lain kali jangan begini lagi, ya!"
Rasanya ... sedikit asin karena tercampur dengan air mata wanita itu. Namun, sama sekali tidak mengurangi kenikmatannya.Mega memejamkan matanya menikmati ciuman Alex yang lembut seperti tidak ada nafsu di dalamnya."Duduk di sini dan jangan turun kalau bukan aku yang menyuruhmu!" pinta Alex setelah mereka menyelesaikan ciumannya.Alex membawa Mega duduk di pangkuannya, sedangkan dirinya duduk di kursi kerjanya. Alex tidak akan keberatan mengetik file ke laptop walau di depannya terhalang Mega."Kakimu akan pegal nanti, apa itu tidak apa-apa?" tanya Mega lirih dengan suaranya yang serak."Tidak! Karena aku akan meminta ciuman setiap lima menit sekali. Rasanya lebih menyenangkan bekerja dengan istri sendiri." Alex mengedipkan sebelah matanya dengan nakal.Mega tersenyum malu, dia awalnya berpikir jika suaminya akan marah besar dan meninggalkannya seperti dulu. Namun, ternyata Alex masih mau memaafkan dirinya.Mega berjanji akan menjadi
"Alex, aku ti-" Mega ingin menjelaskan jika dirinya tidak menyamakan Alex dengan si brengsek Dimas."Diam!" bentak Alex dengan emosi bergejolak dalam dirinya.Mega tersentak hingga dia hanya bisa menundukkan kepala seraya meremas jari tangannya. Matanya pun telah memerah dan berkaca-kaca.Alex sudah marah dan dia tahu itu, akan sangat berbahaya jika dia terus memancing emosi pria itu walau tidak disengaja.Tanpa Mega sadari, butiran air bening menetes di pipinya yang halus dan sedikit berisi. Tidak ada niat sedikitpun dalam hatinya untuk mengusap air mata itu."Kenapa kau malah menangis?" Melihat air mata di pipi Mega membuat Alex merasa iba.Apa dia terlalu kasar pada istrinya tadi. Namun, dia berpikir ulang jika wajah dia marah, suami mana yang tidak akan marah ketika istrinya sendiri meragukan dirinya. Menyamakan dia dengan pria brengsek lain yang juga tidak disukainya.Mega tidak menjawab dan masih be