Mega sadar sebelum mereka sampai di rumah sakit. Dia terlihat bingung ketika menyadari dirinya berada di dalam sebuah mobil asing dan hanya berdua saja dengan pria yang telah melibatkan dirinya ke dalam masalah besar.
"Kau sudah sadar?" Suara Alex yang lembut dan penuh dengan kekhawatiran membuat Mega merinding.
"Apa dia khawatir kepadaku?" gumamnya lirih seraya menahan sedikit perasaan kesal dalam hatinya.
Mega memilih diam, dia malas menjawab pertanyaan pria yang membuat kepalanya terasa hampir pecah.
Alex menoleh sebentar ke belakang karena pertanyaannya di abaikan. "Kau bisu?" sindirnya dengan nada tinggi.
Mega masih bungkam, dia malah dengan sengaja mengalihkan pandangan ke luar kaca mobil.
"Aku bertanya pada manusia, bukan patung." Alex membanting setir kemudi dengan kasar dan berhenti di pinggir jalan.
"Aduh!" Mega memegang dahinya yang terbentur jok depan karena ulah Alex yang membaha
"Huh, wanita itu membuat aku membuang waktu sia-sia." Alex memijit pelipisnya. Dia tidak sadar kalau waktunya terbuang sia-sia bukan karena Mega, tetapi karena dirinya sendiri yang membuat masalah dengan wanita itu. 'Kalau dia membuang waktumu, kenapa kau masih mau mengurusnya?' batin Harun keheranan. "Tuan, aku sungguh penasaran dengan hubungan kalian." Harun bertanya, dia berharap pria di depannya itu akan khilaf saat menjawab nanti. "Menurutmu apa ikatan yang cocok untuk hubungan kami?" Alex tersenyum smirk, dia tidak akan terjebak dalam pertanyaan dokter muda itu. "Sepertinya kau menyukai wanita itu, tetapi tidak dengannya." Harun tertawa kecil setelah mengatakan pendapatnya. "Apa maksudmu?" Alex sedikit tersinggung. Berani sekali Harun mengatakan demikian, memangnya ada wanita yang mampu menolak pesonanya? Ada, wanita itu adalah Mega. Dia tidak akan mudah terpesona dengan tampang Alex yang bagi Mega sangat p
"Oma tidak akan berpikir seperti itu, aku sangat mengenalnya dan kau sudah menjelekkan omaku padahal kalian baru bertemu satu kali." Entah kenapa Alex merasa sangat tersinggung dengan pemikiran rendah Mega. "Tapi bisa saja beliau-" "Kau sedang menjelek-jelekkan omaku?" Alex membentak dan menyela. Dia mendadak murka, bahkan mengepalkan tangan dengan sangat kuat, otot-otot wajahnya menegang, garis-garis yang bergelombang terlihat samar di dahinya. Mega terkejut, dengan perasaan takut dia melihat wajah Alex. Sungguh, auranya saat ini benar-benar berhasil membuat Mega sangat ketakutan. Wanita itu bahkan tidak lagi berani menatap wajah tampan Alex. "Bu-bu-kan begitu—" Mega menggeleng, kenapa masalahnya jadi semakin rumit sekarang? Mega hanya mengutarakan apa yang ada di dalam pikirannya. Dia sama sekali tidak memiliki maksud untuk menjelek-jelekkan wanita paruh baya itu. Alex semakin murka, senyuman sinis penuh penghinaan dia berikan
Alex menatap tajam Kim yang sedang merintih menahan sakit akibat ulahnya. "Aaargh!" Kim meringis menahan rasa sakit di lengan kanannya. Tangan kirinya ia gunakan untuk menekan tangan lain yang terluka. Bisa dipastikan dalam beberapa menit ke depan lengan itu akan memar. Kim tidak siap ketika Alex tiba-tiba mendorongnya sehingga dia tidak melakukan perlindungan diri, bahkan pria itu sangat tidak menyangka kalau tuan mudanya akan melalukan hal seperti itu. Pandangan mata Kim saat ini tertuju kepada Mega, dia bisa menyimpulkan kalau wanita itu sedang merasa bersalah kepadanya. Dari sorot mata Mega sudah terlihat kalau wanita itu juga mengkhawatirkan Kim. "Kenapa kau .... kau be-ru-bah?" tanya Mega kepada Alex dengan nada datar dengan suara yang hampir tidak terdengar karena tertutup suara isak tangis yang cukup kencang. Sungguh, baru pertama kali dia menangis seperti itu karena seseorang melukainya dengan sengaja. Alex benar-benar psikopat tidak
Dua jam berlalu dengan cepat, Alex membawa Mega pulang dari rumah sakit setelah berdebat panjang dengan dokter Harun karena dokter muda itu tidak mengizinkan Mega dibawa pulang hari itu karena kondisinya yang semula sudah membaik kembali seperti sebelumnya. Namun, dengan terus memaksa dan mengancam dokter muda itu. Akhirnya Alex bisa membawa Mega pulang dari rumah sakit itu. "Ikut aku!" Alex menarik kasar tangan wanita itu dan membawanya keluar dari ruangan inap. "Aku tidak mau, tolong lepaskan tanganmu!" Mega menggeleng, dia menarik-narik tangannya dari genggaman Alex. Jujur sekarang dia memiliki rasa takut berlebihan kepada pria itu setelah apa yang dilakukannya. "Papa dan oma sudah menunggu kita terlalu lama, aku tidak mau membuat mereka menunggu lebih lama lagi." Alex terus menarik tangan wanita itu sampai di parkiran rumah sakit walau mendapat tatapan bermacam-macam arti dari beberapa perawat, dokter, dan pengunjung yang berada di rumah sak
Mega tidak membuka mulutnya di sepanjang perjalanan karena bentakan Alex tadi. Dia bahkan dengan sengaja mengabaikan Alex yang terus berusaha memancingnya untuk bicara. 'Tadi dia membentak agar aku diam, tetapi nyatanya dia terus memancingku untuk bicara. Dasar pria plin-plan!' batinnya penuh kebencian. Mega menatap ke arah luar kaca mobil, pemandangan jalanan jauh lebih indah daripada pria berwajah tampan di sebelahnya. "Lain kali kalau kau berani mengabaikan aku maka ayahmu yang akan menerima hukumannya," ucap Alex sengit saat mereka telah sampai di rumah utama. "Kau selalu mengancam." Akhirnya Mega bicaranya dengan nada yang sangat geram. "Itu karena kau tidak akan menurut jika tidak diancam," sahut Alex dengan wajah dingin. "Rasanya aku ingin mati saja," gumam Mega dengan mata memerah mulai berkaca-kaca. Dia sudah lelah terus menerus menghadapi takdir yang membuatnya sering terluka. "Kalau kau mati p
"Sepertinya aku terlalu memanjakan dirimu, ya, sampai kau memiliki keberanian yang besar untuk membantah setiap keputusan yang aku buat?" Alex menatap dingin Mega, seulas senyum jengkel terlukis di wajah tampannya.'Keputusan yang kau buat secara sepihak itu?Sebelumnya kita belum membicarakan masalah serius ini, bahkan tidak ada perjanjian untuk melanjutkan sandiwara ini ke jenjang pernikahan.' Mega balas menatap Alex sampai padangan keduanya bertemu."Kenapa kau diam?" Alex bersuara lagi.Mega menggeleng. "Kau salah paham padaku, aku tidak membantah, hanya sedikit tidak setuju karena kita belum membahas masalah ini sebelumnya." Mega membela diri, dia tidak mau dipojokkan seolah-olah memang dialah yang bersalah.Walau baru bertemu Alex beberapa kali dan mengetahui sifat pria itu sedikit demi sedikit. Namun, Mega sudah bisa menilai dan membedakan macam-macam arti senyuman Alex. Dan sekarang pun dia tahu kalau Alex tersenyum karena pria itu kesal."B
"Mereka sangat cocok, 'kan, Mahes?" tanya Oma sebelum pergi ke kamarnya. Dia menatap punggung Alex dan Mega yang telah menjauh. "Ya, Ma." Mahesa mengangguk, tetapi ada perasaan tidak nyaman di hatinya karena melihat Mega sama sekali tidak terlihat kalau mencintai putranya. "Kapan kau akan menemui sahabat lamamu itu?" tanya oma lagi, kali ini dia menatap putranya penasaran. "Secepatnya, aku ingin berbicara banyak dengannya." Mahesa menjawab cepat, seulas senyum tipis terbit di bibirnya. "Bagus, kalau begitu sekarang kau tidurlah!" perintah oma penuh perhatian walau putranya itu sering sekali membuatnya naik darah karena pendapat mereka sering sekali tidak sama. "Ya, Ma. Selamat istirahat." Mahesa melangkah pelan menuju kamarnya. *** Alex terus menarik tangan Mega dan membawa wanita itu ke lantai tiga dengan berjalan kaki. Pria itu sepertinya tidak merasa kasihan dengan Mega yang sedang sakit d
Cahaya matari menerobos masuk melewati celah gorden yang sedikit terbuka. Ternyata keadaan di luar memang sudah terang, tetapi tidak membuat dua manusia yang masih lelah karena pertempuran nikmat tadi malam bangun.Mereka berdua masih asik meringkuk di tempat tidur empuk dengan balutan selimut tebal yang hangat dan enggan meninggalkannya.Ketika matahari semakin tinggi, salah satu dari mereka membuka matanya perlahan. Orang itu adalah Mega, dia merasakan rasa perih di pusat tubuhnya ketika akan melakukan sedikit gerakan untuk meregangkan otot-ototnya seperti yang biasa dia lakukan ketika bangun tidur.Namun, yang membuatnya merasa tidak nyaman bukan hanya rasa sakit di intinya, tetapi juga karena seseorang memeluknya dengan erat. Kakinya juga ditindih oleh kaki lain yang membuatnya kesulitan bergerak. Dengan mengerutkan dahi dalam-dalam, dia mencoba mengingat semuanya.Matanya berhasil melebar nyaris
"Apa isi kepalamu hanya membuat bayi?" dengan sedikit kesal Mega mendorong dada Alex sehingga pria itu menjauh dan tidak lagi menindihnya. "Daripada kau hanya tidur sampai malam, lebih baik melayaniku dan mendapat pahala," balas Alex yang kini sudah pindah posisi berbaring di sebelah sang istri seraya menarik wanita itu ke dalam pelukan. Dia juga mengecup dahi istrinya lama karena merasa sangat mencintai wanita yang diperkirakan sedang mengandung anaknya itu."Lebih baik pergi ke dokter daripada melayanimu yang tidak pernah tahu waktu. Aku juga ingin beristirahat karena kamu setiap hari selalu melakukan itu," balas Mega sedikit mendongak dan menatap mata suaminya yang juga sedang menatapnya hangat. "Kalau begitu, seperti yang aku katakan tadi silakan ganti bajumu dulu kalau benar-benar memilih untuk tetap pergi!" perintah Alex lirih kemudian mencubit hidung mancung istrinya sampai sedikit memerah ujungnya. "Baiklah, aku akan mengganti pakaianku dan kita pergi ke rumah sakit karena
"Kau sudah selesai berkemas, Sayang?" Alex yang baru saja masuk ke kamar mereka langsung memeluk Mega dari belakang, menyandarkan dagunya di bahu kanan Mega yang telanjang. "Kau cantik sekali, Sayang." Alex menatap wajah cantik Mega dari pantulan cermin di depan mereka."Sudah selesai dari tadi. Kau dari mana tadi?" tanyanya lembut, walau menahan rasa kesal karena ditinggal suaminya keluar kamar tanpa diberitahu."Membicarakan masalah pekerjaan dengan papaku. Kau tahu kan kalau aku ini orang yang sibuk?" Alex mengecup leher Mega dan meninggalkan tanda merah di sana, tidak hanya satu, tetapi ada beberapa."Apa yang kau lakukan?" kesal Mega ketika melihat lehernya merah karena ulah suaminya. Dia akan sangat malu kalau sampai orang lain melihat tanda merah itu."Memberi tanda kepemilikan." Alex tersenyum manis tanpa merasa bersalah sama sekali. Dia sengaja melakukan itu dengan harapan Mega mengganti pakaiannya yang sekarang."Orang lain juga tahu kala
"Suapi aku!" pinta Mega dengan sangat manja. Dia menatap Alex dengan ekspresi wajah yang imut sehingga membuat Alex sangat gemas dengannya."Baiklah, tapi sebelum itu kau harus membasuh wajahmu dulu karena kau baru bangun tidur. Ya, walau tidurmu hanya sebentar!" perintah Alex yang dibalas anggukan oleh Mega.Alex kemudian membantu Mega berdiri dan mengantar wanita itu ke kamar mandi yang tidak jauh dari dapur. "Apa kau mencintaiku?" tanya Mega sebelum dia membasuh wajahnya."Kenapa kau bertanya tentang hal itu?" Alex menatap mata istrinya lekat, dia tidak ingin menjawabnya."Jawab saja pertanyaanku, Hubby!" desak Mega yang dibalas gelengan suaminya. "Kenapa tidak mau menjawabnya?" Mega mengerucutkan bibirnya kesal."Basuh saja wajahmu sekarang dan tidak usah banyak bertanya!" ucap Alex dengan nada datar.Dengan menahan perasaan kesal Mega langsung membasuh w
"Oh, Hubby ... kenapa kau terlihat sangat tampan jika sedang fokus seperti ini." Mega beranjak berdiri kemudian memeluk suaminya dari belakang. Rasanya dia tidak ingin melepaskan pelukannya dan ingin terus bertahan dalam posisi itu."Aku memang selalu tampan di setiap waktu, Sayang. Apa kau baru menyadarinya sekarang?" Alex terkekeh dengan rasa bangga. Entah kenapa dia merasa sangat senang dipuji istrinya sendiri."Aku rasa tidak karena dulu kau tidak setampan ini." Mega menempelkan pipinya di punggung lebar sang suami. Hangat dan nyaman rasanya."Dulu kau pasti rabun," ledek Alex seraya mencubit tangan istrinya pelan."Kau yang rabun atau mungkin kaca di rumahmu yang rusak." Mega tidak mau diejek."Yang rusak mungkin kaca yang kau pakai, Sayang. Semua barang di rumahku itu mahal dan berkualitas bagus. Jadi, tidak mungkin kalau rusak." Alex membela diri, dia sangat percaya diri dan sedikit sombong."Terserah kau saja, aku m
"Kau bilang sikapku seperti seperti wanita hamil? Apa alasannya?" Mega menatap suaminya lekat. "Coba kau pikir, selama beberapa hari ini aku selalu mual-mual padahal tidak sedang sakit-""Iya, tetapi kita kan belum tahu kau memang tidak sakit atau sakit tapi kau tidak tahu," potong Mega langsung membantah ucapan suaminya."Dengarkan dulu sampai aku selesai bicara!" pinta Alex dengan nada rendah dan lembut. Dia sebenarnya tidak suka jika seseorang memotong ucapannya dengan sengaja."Baiklah ... ayo kita keluar dari sini dan duduk!" Mega berjalan keluar dari kamar mandi kemudian duduk di tepi ranjang kamar mereka.Alex memilih untuk berlutut di depan istrinya. Dia lebih nyaman bicara dengan posisi itu karena bisa langsung menatap wajah istrinya dari depan."Dengar dan jangan potong ucapanku, oke!"Mega mengangguk, dia menatap suaminya lagi dan kali ini dia diam sesuai permintaan suaminya.
"Setiap pagi kau selalu seperti ini, apa sekarang perutmu sudah merasa baik?" tanya Mega sembari memijit tengkuk leher suaminya. Sebagai seorang istri dia sangat tidak tega dan khawatir melihat suaminya selalu mual dan muntah setiap pagi.Alex hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Wajahnya yang tampan kini terlihat sangat pucat, tetapi dia masih bersikap baik-baik saja karena tidak ingin membuat Mega khawatir."Sebaiknya kita pergi periksa ke dokter, Sayang. Aku takut lambung-mu bermasalah," usulnya penuh perhatian."Tidak perlu, aku baik-baik saja." Alex berkumur sampai mulutnya bersih. Dia terlalu malas jika harus pergi ke rumah sakit hanya karena mual biasa."Baik-baik saja itu menurutmu. Ku mohon kau menurut saja padaku karena aku sangat takut jika kau sakit." Mega menatap suaminya dengan mata berkaca-kaca."Aku tidak apa-apa, ini hanya mual biasa. Lagipula nanti siang juga akan sembuh sendiri." Alex meme
'Rasakan ini, bisa-bisanya kau masih memikirkan tentang tubuhku!' gerutu Mega dalam hati. "Akh ... Sayang!" Alex berteriak karena dia mendapat hadiah cubitan kecil dari Mega. "Iya, kenapa kau memanggilku?" Mega tersenyum simpul penuh kemenangan. Baru dicubit saja sudah berteriak, bagaimana kalau digigit coba. "Alex, kau kenapa berteriak?" tanya Oma yang terkejut karenanya. Dia menatap Alex khawatir dan penasaran. "Iya, kau kenapa?" sahut Mahendra dan Mahesa bersamaan. Keduanya menghentikan makan tatapan mereka langsung tertuju ke arah Alex. "Tidak apa-apa, tadi hanya ada serangga kecil yang mencubit pinggang ku. Jadi, aku mengadu kepada Mega," jawab Alex seraya melirik Mega yang melotot padanya. Alex tahu istrinya pasti tidak diterima disamakan dengan serangga. Namun, itu tidak masalah karena wajah kesal istrinya sangat menghibur. "Oma kira ada apa, kau sudah membuat omamu ini khawatir. Lain kali jangan begini lagi, ya!"
Rasanya ... sedikit asin karena tercampur dengan air mata wanita itu. Namun, sama sekali tidak mengurangi kenikmatannya.Mega memejamkan matanya menikmati ciuman Alex yang lembut seperti tidak ada nafsu di dalamnya."Duduk di sini dan jangan turun kalau bukan aku yang menyuruhmu!" pinta Alex setelah mereka menyelesaikan ciumannya.Alex membawa Mega duduk di pangkuannya, sedangkan dirinya duduk di kursi kerjanya. Alex tidak akan keberatan mengetik file ke laptop walau di depannya terhalang Mega."Kakimu akan pegal nanti, apa itu tidak apa-apa?" tanya Mega lirih dengan suaranya yang serak."Tidak! Karena aku akan meminta ciuman setiap lima menit sekali. Rasanya lebih menyenangkan bekerja dengan istri sendiri." Alex mengedipkan sebelah matanya dengan nakal.Mega tersenyum malu, dia awalnya berpikir jika suaminya akan marah besar dan meninggalkannya seperti dulu. Namun, ternyata Alex masih mau memaafkan dirinya.Mega berjanji akan menjadi
"Alex, aku ti-" Mega ingin menjelaskan jika dirinya tidak menyamakan Alex dengan si brengsek Dimas."Diam!" bentak Alex dengan emosi bergejolak dalam dirinya.Mega tersentak hingga dia hanya bisa menundukkan kepala seraya meremas jari tangannya. Matanya pun telah memerah dan berkaca-kaca.Alex sudah marah dan dia tahu itu, akan sangat berbahaya jika dia terus memancing emosi pria itu walau tidak disengaja.Tanpa Mega sadari, butiran air bening menetes di pipinya yang halus dan sedikit berisi. Tidak ada niat sedikitpun dalam hatinya untuk mengusap air mata itu."Kenapa kau malah menangis?" Melihat air mata di pipi Mega membuat Alex merasa iba.Apa dia terlalu kasar pada istrinya tadi. Namun, dia berpikir ulang jika wajah dia marah, suami mana yang tidak akan marah ketika istrinya sendiri meragukan dirinya. Menyamakan dia dengan pria brengsek lain yang juga tidak disukainya.Mega tidak menjawab dan masih be