"Apa kalian sudah menyelesaikan tugas yang aku berikan?" Di ruangan dengan cahaya yang remang, Elsa duduk di kursi kulit sambil memperhatikan 7 orang pria berperawakan kekar. Pakaian pria-pria itu seperti para begundal yang berdiri di depan Elsa."Sudah, Nyonya. Kami sudah melakukan sesuai arahan yang Nyonya perintahkan," Jawab seorang pria memiliki jenggot yang terlihat tidak terlalu lebat itu."Kalian yakin jika tidak ada yang melihat aksi kalian?" "Tidak, Nyonya. Karena kami melakukannya sebelum matahari terbit." Elsa menyunggingkan senyumnya. Wajah puas terlukis di wajah wanita berparas Latin tersebut. "Ini bagian kalian!" Elsa melempar segepok uang yang ia kemas di dalam amplop coklat. "Terima kasih Nyonya." satu orang pria meraih amplop yang diberikan oleh Elsa. "Enyahlah kalian dari sini. Jika sewaktu-waktu aku membutuhkan kalian, segera datang dan temui aku," ucap Elsa. "Baik, Nyonya." jawab pria-pria tersebut membungkuk kemudian berlalu. Elsa berdiri dari duduknya. Ju
Evelyn berdiri dari duduknya. Penasaran siapa yang membuat kegaduhan di depan pintu dimana Raizel dirawat. Raizel, yang melihat Ibunya berdiri pun segera menahan tangan Evelyn. "Mama, jangan keluar. Itu pasti Bibi Siluman," ucap Raizel dengan raut gelisah. Evelyn menepuk punggung tangan Raizel dengan memberikan seuntai senyuman kepada Anaknya itu. "Tidak apa-apa, Rai. Mama akan baik-baik saja," jawab Evelyn. Raizel melepaskan tangannya ketika Ibunya sudah berkata demikian. Evelyn, segera melangkah ke arah pintu dan membuka pintu itu. "Apa yang terjadi?" Alice yang melihat Evelyn muncul di ambang pintu yang baru terbuka itu sontak mengepalkan kedua tangannya kuat. Pantas saja dirinya tidak diijinkan masuk. Ternyata ada wanita yang telah merusak impiannya yang berada di dalam ruangan tersebut. Evelyn pun terdiam ketika melihat kehadiran Alice. Entah di posisi ini siapa yang paling tersakiti dan siapa yang salah. Jika harus disalahkan, salahkan saja orang yang menjebak Evelyn malam
"Satu Vodka," Ucap Rully saat dirinya tiba di meja bartender. Rully langsung duduk di sebuah kursi Lucia Bar Stool yang terdapat meja panjang di depannya. Rully akan datang di Bar atau di tempat club malam jika dirinya memiliki beban pikiran. "Silahkan, Tuan." Bartender itu memberikan satu botol Vodka dan satu gelas Sloki kepada Rully. Tanpa menjawab terima kasih, Rully meraih minuman beralkohol itu lalu menuangkannya ke gelas mini itu. Rully segera mengeringkan isi gelas itu dengan gesit. Tampak suram wajah Rully saat ini."Haa… kenapa Evelyn harus ikut dengan pria yang sudah menginjak-injak harga dirinya? Apakah Ethan begitu penting untuk dirinya? Padahal, tidak ada kebaikan terlihat dari pria itu. Pria itu hanya pria Arogan yang kejam. apa yang Evelyn lihat, sehingga dirinya mau kembali kepada pria Bajingan itu? Apakah wanita itu sangat gampang di bodohi?" rutuk Rully kesal saat ia harus menelan kenyataan jika Evelyn benar-benar tidak tertarik kepadanya. Kepala pria itu tertundu
“Apa yang terjadi di sini?”Evelyn dan Alice dengan panik memberi sekat jarak diantara mereka berdua. Saat mereka menemukan Ethan sedang berjalan dengan wajah dingin ke arah mereka. Evelyn menundukkan wajahnya. Sedangkan Alice, tengah sibuk merapikan penampilannya yang tampak kacau. Sebagai Istri Ethan, tentu Alice sangat menjaga penampilannya agar tetap sempurna.“Evelyn.” panggil Ethan.Evelyn dengan pelan mengangkat wajahnya, ketika pria itu memanggilnya. Dilihatnya wajah Ethan begitu amat datar tanpa Ekspresi sedikitpun dari pria pemilik mata Hazel itu.“Aku menyuruhmu untuk menjaga Raizel. Beginikah, sikapmu saat aku pergi?”“Maaf, aku lalai.” hanya itu yang keluar dari mulut Evelyn. Walaupun sudah berpisah sejak 6 Tahun lamanya, Evelyn sangat tahu watak pria Arogan yang berdiri tidak jauh dari hadapan Evelyn. Ethan, Pria yang paling tidak suka jika ucapannya di sela, dibantah, atau diancam. Pria ini tentu akan mencari cara untuk selalu menang.“Bunny, dia berani memukulku—”
Ethan tercengang saat telapak tangan yang besar itu mengenai rahang Evelyn. Ia terpaku, tanganya masih di udara tampak gemetar saat melihat Evelyn langsung terduduk di atas lantai—kepala tertunduk, dan sebagain rambut terurai bebas menutupi wajah wanita yang Ethan tampar.Evelyn meringis pelan. Saking pelannya, suara itu tidak terdengar saat dirinya mencoba melindungi Alice dari tamparan yang akan Ethan berikan. Entah apa yang Evelyn pikirkan, saat itu, hanya ada naluri spontan ingin menghadang tangan mantan suaminya itu."Hahaha, mampus! Kau ingin menjadi jagoan dan mengambil simpati Suamiku? Rasakan! Bagaimana, Sakit?" Alice mengejek. Raut wajahnya terlihat begitu puas ketika melihat Evelyn terkena gamparan sampai tubuhnya oleng Ethan yang syok dengan apa yang terjadi, menjadi tersadar saat mendengar ocehan Istrinya, Alice. "Kau benar-benar wanita yang paling tidak bisa diajak dengan cara yang lembut, Alice." Suara Ethan terdengar menekan.Ethan dengan kuat mencengkram lengan bagian
"Bedebah! Keluarkan aku dari sini, hei! Kalian berani sekali mengurungku di sini!"Alice menjerit. Dengan kuatnya, ia menggedor pintu kamar dimana ia dikurung. Begitu murka dirinya saat diperlakukan seperti seorang rendahan dengan statusnya yang kini menjadi sebagai Nyonya Zoldyck. "Aaarrrgg!" Alice frustasi. Dengan langkah gusar, ia berjalan menuju ke arah ranjang dan menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang itu."Evelyn, kamu memang wanita tidak punya urat malu. Bisa-bisanya kau datang kepada pria yang sudah berstatus Suami orang. Apakah wanita kamu begitu rendah?" Gumam Alice mencibir. Alice memandang langit-langit kamar itu dengan tatapan tanpa nalar. Pikirannya sibuk mencari cara agar Ethan tidak berpaling darinya. Sudah sekian lama Alice selalu mencoba mengembalikan kehangatan pria yang ia cintai. Namun, dirinya selalu gagal setelah perceraian itu terjadi.Saat pikirannya berkelana, kedua sudut bibir merah itu terangkat lalu terbentuk seringai. "Untuk apa aku harus mengeluarkan oto
"Tidak ada yang aku bicarakan. Tadi, aku dan Raizel hanya membicarakan mengenai Festival kembang api. Bukan mengenai dirimu." Evelyn begitu panik saat melihat Ethan berjalan ke arah. Entah sejak kapan Ethan masuk ke dalam ruangan ini. Perasaan, Evelyn tidak mendengar suara derit pintu dibuka. "Aku percaya," jawab Ethan dengan wajah datar. Ethan mengalihkan pandangannya ke arah Raizel. "Kau sudah bisa pulang. Dan mulai saat ini, yang mengasuh mu adalah Ibumu sendiri dan ingat, jika diluar, jangan sekali-kali memanggil pengasuhmu Mama—""Aku Ibunya, dan kau menganggapku hanya seorang pengasuh?" Evelyn memotong ucapan Ethan dengan cepat. Ethan dengan wajah datarnya mengalihkan pandangannya ke arah Evelyn. "Jika kau tidak ingin menjadi pengasuh, apakah kau ingin menjadi seorang Nyonya?"Evelyn kebingungan menerima pertanyaan Ethan. Benar, dirinya tidak mempunyai status apa-apa di keluarga Zoldyck lantas apa yang aku keluhkan? Jika aku kembali ke Desa, apa yang harus aku kerjakan? Seme
"Apa yang ingin anda bicarakan denganku, Nyonya Rosalie?" Sedikit memberikan senyuman untuk menyambut wanita tua itu. Ternyata Rosalie yang menghadang tubuh Evelyn membuat Evelyn terkejut dengan kehadiran wanita itu. Karena sudah sangat lama, Evelyn tidak bertemu dengan wanita tua tersebut. "Ikut denganku!" Rosalie memutar tubuhnya—melangkah. Evelyn dengan rasa penasaran apa yang ingin dibicarakan oleh Rosalie pun mengekori wanita tua yang kini memimpin jalan."Duduklah!" Rosalie mempersilahkan Evelyn duduk saat mereka sudah tiba di sebuah ruangan. Ruangan itu terlihat seperti ruang diskusi untuk keluarga. Evelyn pun duduk berhadapan dengan wanita sepuh tersebut. "Aku tidak ingin basa basi lagi, 100 juta! segeralah pergi dari sini dan biarkan Raizel dengan kami. Kau bisa menggunakan uang ini untuk keperluanmu." Rosalie memberikan sebuah cek kepada Evelyn yang ia letakkan di atas meja.Evelyn mengulum senyum pahit melihat cek yang masih tergeletak di atas meja tanpa Evelyn sentuh.