"Percaya diri sekali kamu menolak tawaranku. Jika demikian, selamat membusuk di penjara. Dan jangan lupakan Anakmu karena Anakmu akan hidup denganku," ucap Alice dengan Sinis. Alice memutar tubuhnya, berlalu meninggalkan Evelyn yang masih berdiri. Kepergian Alice, membuat Evelyn terduduk lunglai di atas lantai penjara yang lembab dan dingin. Entahlah keputusan yang diambil oleh Evelyn adalah keputusan yang baik atau mungkin, dirinya akan kehilangan Raizel. Dan kenyataan yang lebih buruk, Evelyn mungkin tidak akan pernah keluar dari penjara ini. Satu Minggu kemudian, Diana selalu pulang—pergi menjenguk Evelyn. Sama seperti hari ini, Diana tengah mengantarkan beberapa makanan untuk Anaknya itu. "Evelyn, bagaimana jika kita ajukan banding?" tanya Diana membuka obrolan saat dirinya kini berada di ruangan pengunjung."Percuma, Bu, kita tidak akan pernah menang jika yang kita lawan adalah Ethan. Dia punya segalanya, lantas kita?" "Apakah Ethan sama sekali tidak mengunjungimu? Setidakny
"Bagaimana dengan lukamu?" Tanya Evelyn saat dirinya bertatap dengan Rully. "Aku sudah sehat dan jauh lebih baik. Evelyn, ku harap kau bersabar ya, Aku akan menebusmu sebagai penjamin," ucap Rully. "Syukurlah jika kamu sudah membaik. Rully, terima kasih karena kamu begitu peduli kepadaku. Tapi, untuk kedepannya, ku mohon, jangan lagi ikut campur dengan masalahku." pinta Evelyn.Hari ini Evelyn dijenguk oleh Rully. Evelyn hanya membatu, ia Tidak banyak bicara. Karena dirinya tidak ingin menyeret Rully dalam masalahnya lagi. Jika mengingat, bahwa Rully hanyalah orang asing yang tidak sengaja masuk ke ke dalam kehidupan Evelyn sebagai teman."Mengapa aku tidak boleh mencampuri masalahmu lagi? Apa aku melakukan kesalahan? Evelyn, aku sungguh ingin membantumu. Setelah pulang dari sini, aku akan segera mencairkan uangku dan membebaskan mu dari sini," ucap Rully. "Rully tolong, jangan melakukan apa-apa lagi kepadaku. Aku tidak ingin ada hutang budi di antara kita. Cukup! Aku sudah tidak i
"Bagaimana keadaan Raizel, Dok?" Ethan bertanya saat bertatap dengan Dokter yang memeriksa keadaan Raizel. "Hanya demam dan sedikit stress. Kalau bisa, buat Raizel jangan sampai tertekan. Karena itu sangat berdampak pada pertumbuhannya." Mendengar penjelasan Dokter, Ethan tampak berpikir. Bagaimana bisa Raizel tertekan. Sedangkan apa yang diinginkan Anak itu selalu Ethan penuhi. Atau, mungkin karena Alice? Sepertinya Ethan harus memeriksa keadaan CCTV karena Ethan selalu percaya kepada Manda. Dan tidak tahu bagaimana Alice bersikap kepada Raizel selama dirinya tidak berada di kediaman. "Terima kasih Dokter. Aku akan membuat Raizel lebih nyaman ke depannya," ucap Ethan. "Aku tambahkan. Mungkin Raizel sedang merindukan Ibunya. Sehingga membuat Raizel menjadi sedih dan tertekan saat anda membawanya pergi dari Ibunya." tambah Dokter. Lagi-lagi, Ethan harus mengalami dilema dengan perasaannya. Sejak dirinya menceraikan Evelyn, Ethan memendam perasaan bersalah. Entah sejak kapan Ethan
"Ya, kau boleh mengantarku pulang."Jawaban beberapa menit disaat Ethan meminta jawaban pasti dari Evelyn. Kini mereka berdua hanya terdiam saat mobil itu membela jalan sepi. Hening, tidak ada dari mereka yang memulai percakapan. Hanya bunyi deru mesin mobil yang terdengar meraung. 'Entah situasi seperti apa yang aku alami sekarang? Mengapa pria ini masih saja beku? Apakah rasa bencinya begitu mendarah—daging sampai-sampai, beberapa Tahun berlalu pun, sikap dinginnya tidak pernah berubah untukku,' Evelyn membatin. Sesekali, ekor matanya sering mencuri pandang ke arah pria yang sorot matanya itu tidak lepas dari gawai yang ia pegang. "Tidak perlu melirik. Jika ada sesuatu yang ingin kau katakan, katakan saja." Evelyn membuang wajahnya dengan cepat ketika dirinya ketahuan mencuri pandang. Evelyn nampak kikuk dengan pipi yang terasa panas. Ia begitu malu sehingga Evelyn pun menjadi salah tingkah. 'Evelyn… dasar bodoh, pria Arogan ini tidak mungkin berubah. Kau saja yang terlalu berha
"Evelyn! Evelyn!" "Diana! Diana!" Masih pagi sekali tetapi sudah terdengar gaduh di depan pintu utama rumah Evelyn. Evelyn terlonjak ketika mendengar suara ketukan pintu yang menghentakkan gendang telinga. Cepat-cepat, Evelyn turun dari tempat tidurnya berlalu dari kamar. "Mengapa sangat berisik?" tanya Diana dengan paras kusut saat berpapasan dengan Evelyn yang sedang menuruni anak tangga. "Tidak tahu, Bu. Coba kita lihat," jawab Evelyn. Ibu—Anak itu melangkah cepat menuju pintu. Sesampainya di pintu, dibukanya pintu ruang utama itu. "Evelyn, perternakanmu…," ucap seorang wanita warga di tempat Evelyn tinggal. Raut wanita itu terlihat begitu carut-marut karena panik. Dahi Evelyn mengkerut mendapati ekspresi wanita di hadapannya. "Ada apa dengan peternakan?" tanya Evelyn. "Peternakanmu kebakaran!" jawab Wanita itu. Deg! Seperti disambar petir, Evelyn bergegas segera berlari tanpa menjawab apa-apa lagi. Peternakan sapi milik Evelyn terletak di halaman belakang rumah Evelyn. S
"Jalan!" Perasaan yang menyelimuti kian sakit. Ethan meminta supirnya itu agar segera meninggalkan kawasan tersebut. Dirinya sempat bingung dengan rasa sakit yang hadir. Berulang kali Ethan mencoba menjamah rasa sakit yang tiba-tiba muncul begitu saja dan jawabannya, Ethan tidak suka jika melihat Evelyn berada dipelukan pria lain. "Ethan, tunggu!" Evelyn berlari saat mobil hitam itu hendak melaju. Dengan mengeluarkan segala kekuatan di kakinya, Evelyn terus mengejar. Evelyn tidak ingin jika Ethan berpikir buruk. Tidak ingin jika Ethan beranggapan jika Evelyn adalah wanita sembarangan yang dengan mudah menyerahkan tubuhnya ke pria lain. Rully menatap lirih melihat sikap Evelyn. Benar, hanya satu pria yang bersemayam di hati wanita yang begitu ia kasihi dan pria itu tidak akan beranjak dari hati Evelyn 'Ethan' nama pria yang selalu Evelyn simpan dengan rapat di dalam hati wanita itu. "Aww!" Evelyn terjatuh saat mengejar mobil yang melaju. Ethan yang melihat Evelyn dari kaca dasbor
"Apa kalian sudah menyelesaikan tugas yang aku berikan?" Di ruangan dengan cahaya yang remang, Elsa duduk di kursi kulit sambil memperhatikan 7 orang pria berperawakan kekar. Pakaian pria-pria itu seperti para begundal yang berdiri di depan Elsa."Sudah, Nyonya. Kami sudah melakukan sesuai arahan yang Nyonya perintahkan," Jawab seorang pria memiliki jenggot yang terlihat tidak terlalu lebat itu."Kalian yakin jika tidak ada yang melihat aksi kalian?" "Tidak, Nyonya. Karena kami melakukannya sebelum matahari terbit." Elsa menyunggingkan senyumnya. Wajah puas terlukis di wajah wanita berparas Latin tersebut. "Ini bagian kalian!" Elsa melempar segepok uang yang ia kemas di dalam amplop coklat. "Terima kasih Nyonya." satu orang pria meraih amplop yang diberikan oleh Elsa. "Enyahlah kalian dari sini. Jika sewaktu-waktu aku membutuhkan kalian, segera datang dan temui aku," ucap Elsa. "Baik, Nyonya." jawab pria-pria tersebut membungkuk kemudian berlalu. Elsa berdiri dari duduknya. Ju
Evelyn berdiri dari duduknya. Penasaran siapa yang membuat kegaduhan di depan pintu dimana Raizel dirawat. Raizel, yang melihat Ibunya berdiri pun segera menahan tangan Evelyn. "Mama, jangan keluar. Itu pasti Bibi Siluman," ucap Raizel dengan raut gelisah. Evelyn menepuk punggung tangan Raizel dengan memberikan seuntai senyuman kepada Anaknya itu. "Tidak apa-apa, Rai. Mama akan baik-baik saja," jawab Evelyn. Raizel melepaskan tangannya ketika Ibunya sudah berkata demikian. Evelyn, segera melangkah ke arah pintu dan membuka pintu itu. "Apa yang terjadi?" Alice yang melihat Evelyn muncul di ambang pintu yang baru terbuka itu sontak mengepalkan kedua tangannya kuat. Pantas saja dirinya tidak diijinkan masuk. Ternyata ada wanita yang telah merusak impiannya yang berada di dalam ruangan tersebut. Evelyn pun terdiam ketika melihat kehadiran Alice. Entah di posisi ini siapa yang paling tersakiti dan siapa yang salah. Jika harus disalahkan, salahkan saja orang yang menjebak Evelyn malam
Beberapa minggu kemudian, keluarga ini mulai mempersiapkan perayaan ulang tahun Raizel yang ke-7 di panti asuhan yang sebelumnya dijanjikan oleh Evelyn. Tak ingin mengecewakan Raizel, Evelyn dan Ethan, Rosalie, Diana serta Kakek James saling bahu-membahu menyiapkan berbagai perlengkapan dan makanan untuk pesta tersebut."Sayang, apa kamu yakin makanan ini cukup untuk semua anak-anak di panti asuhan?" tanya Evelyn khawatir pada suaminya.Ethan tersenyum, meyakinkan istrinya. "Tenang saja, sayang. Aku sudah berbicara dengan pengelola panti asuhan, mereka menyediakan makanan tambahan jika dibutuhkan. Jadi, semua anak pasti akan kenyang."Di hari H, keluarga ini tiba di panti asuhan dengan membawa berbagai perlengkapan pesta dan makanan. Mereka disambut hangat oleh pengelola panti asuhan dan anak-anak yang tinggal di sana."Selamat datang, Tuan Ethan, Nyonya Evelyn, dan keluarga!" sambut salah satu pengelola. "Terima kasih banyak atas kebaikan hati kalian merayakan ulang tahun Raizel bers
Kehamilan Evelyn menjadi berita yang membawa berkah bagi keluarga ini. Raizel begitu bahagia ketika mengetahui akan memiliki adik. Diana dan Rosalie pun tak dapat menyembunyikan kebahagiaan mereka dengan hadirnya calon anggota keluarga baru."Seharusnya kita merayakannya!" seru Rosalie ketika semua anggota keluarga berkumpul di ruang tamu."Aku setuju!" sahut Diana, "Terlalu lama kita tidak merayakan sesuatu yang istimewa. Mari kita mengadakan pesta kecil untuk merayakan kebahagiaan ini."Semua anggota keluarga pun bersemangat untuk mempersiapkan pesta tersebut. Mereka semua bekerja sama, menghias rumah dengan balon berwarna-warni dan bunga-bunga indah. Diana dan Rosalie mengatur menu makanan untuk pesta tersebut, sementara Evelyn dan Ethan mengundang beberapa sahabat dekat mereka untuk merayakan momen bahagia ini bersama-sama."Huek!" disaat pesta sedang berlangsung, Ethan mengalami mual yang hebat. Evelyn yang melihat hal itu pun segera meletakkan makanannya dan mengusap punggung s
"Bulannya, indah, ya," ucap Evelyn saat dia dan Ethan kini duduk di atas balkon sambil menatap langit malam. "Iya, seperti kamu. Yang selalu bersinar dalam kegelapan hidup seseorang," sahut Ethan yang saat ini dirinya sedang memeluk tubuh Evelyn dengan erat dari belakang sambil memandang langit yang sama. Sudah satu bulan berlalu saat mereka melakukan perjalanan bulan madu. Dan saat ini, kebahagiaan yang mereka rasakan semakin tajam. Mereka saling melengkapi, bagaikan potongan-potongan puzzle yang sempurna."Evelyn, masih ingat masa-masa sulit yang kau hadapi?" tanya Ethan sambil tersenyum."Tentu saja, aku masih ingat bagaimana kamu menceraikanku. Aku menangis di tengah jalan saat hujan lebat. Dan, kau tidak tahu betapa sulitnya saat aku mengetahui jika aku hamil. Merangkak dan tertatih," jawab Evelyn dengan nada yang sedih. Ethan kemudian melepaskan pelukannya, berdiri tepat di depan Evelyn. "Maaf karena sikapku dulu pada separah itu. Tapi, ada sesuatu yang ingin kutanyakan," uca
"Yey! Mama sama Papa pulang, pasti Rai dibawakan oleh-oleh Adik!" seru Rai sore ini, dia tampak bersemangat. Diana datang membawakan segelas coklat panas dan beberapa cemilan ke arah gazebo di taman depan. Sambil memperhatikan Raizel bermain-main ditemani oleh Manda. "Sayang! Ayo, sini, Nenek bawakan coklat panas!" Diana berteriak. Anak itu segera menoleh, dia pun menjawab, "ya ... Nek!" Raizel berlari dengan senyum yang merekah menuju ke arah Diana, di belakangnya disusul oleh Manda. "Nenek, sebentar lagi, Mama sama Papa akan pulang, kan?" tanya bocah itu antusia. Melihat keringat dari dahi cucunya itu menumpuk, Diana segera menggosoknya dengan telapak tamgan sambil menjawab, "iya, memangnya, Rai menunggu apa?" tanya Diana. "Kata Tuan kecil, dia sedang menunggu kedatangan tuan muda dan nyonya muda. Karena akan membawa Adik!" Manda mencoba menimpali. Diana terkekeh. Bisa-bisanya Raizel berpikir kalau buat adik sama seperti kita membuat adonan kue yang langsung jadi. "Rai Sayang
Ethan melepaskan kimononya, dengan tubuh polos itu, dia melangkah ke arah pemandian air panas yang terlihat mengepul, dia segera merendamkan tubuhnya. Dan perasaan nyaman pun mengalir di tubuhnya saat air panas tersebut mengenai permukaan kulitnya. "Oh … nyaman sekali." Ethan bergumam sambil memejamkan matanya, meresapi setiap sentuhan hangat dari air.Evelyn, dengan malu-malu melangkah ke arah pemandian air panas itu dengan kimono yang masih menempel di tubuhnya.Evelyn pun melucuti kimono yang dia. Dan tubuh polos itu pun terlihat bercahaya tertimpa sinar rembulan. Evelyn pun berkata, "Ethan, aku sudah siap." Ethan yang mendengar suara Evelyn pun membuka matanya. dia dapat melihat Istrinya itu berdiri di sisi kolam pemandian Air panas dengan penuh tatap keanggunan.Ethan tersenyum lalu berkata, "Evelyn, jangan sungkan-sungkan. Kolam air panas ini akan merilekskan otot-otot kita yang tegang setelah berkelana seharian, ayo! Kemari." ajak Ethan.Evelyn tersenyum tipis, kemudian melan
Kyoto-Jepang;"Whoa, Sayang, lihat! Ini begitu cantik!" seru Evelyn sambil berlari dengan kimono di bawah pohon sakura yang sedang mekar. Ethan dan Evelyn memilih Jepang untuk bulan madu mereka. Karena Evelyn suka dengan keindahan bunga sakura. Apalagi waktu senja dari klenteng puncak Kyoto menatap ke arah gunung Fuji. Itu sebuah pemandangan yang sangat menakjubkan. "Hati-hati, nanti kau tersandung, Evelyn!" Seru Ethan. Ethan memperhatikan tingkah Evelyn itu dengan riang. Perasaannya begitu bahagia saat melihat istrinya itu begitu bersemangat. Ethan segera menyusul Evelyn. Saat berjalan beriringan, Ethan menggenggam tangan Evelyn dan berjalan di bawah pohon-pohon sakura. "Setelah ini, kita mau kemana?' tanya Ethan sambil melangkah. Evelyn merenung beberapa detik. Dia memikirkan sesuatu. "Aku ingin pergi ke kuil, Kinkaku-ji, Kiyomizu-dera, dan Fushimi Inari-taisha!" seru Evelyn dengan semangat. Ethan mengusap kepala Evelyn. "Kamu maruk sekali, ya, Sayang! Masa mau dikunjungi semu
"Ya, Sayang, itu adalah Mama kamu. Mama yang menjadi malaikat untukmu. Malaikat yang nyata yang merawatmu disaat Papa tidak berada di sisimu," ungkap Ethan peru haru. Ethan menahan tangis harunya. Saat melihat Evelyn begitu anggun. Lorong waktu kenangan dimana dia menghina Evelyn dan mengusir Evelyn layaknya seorang anjing jalanan membuat penyesalan kini merajai. Dia tidak tahu, sekuat apa Evelyn didera kesedihan saat dia mengusir Evelyn. 'Kau wanita hebat, kau layak untuk mendapatkan semuanya, Evelyn. Kali ini, aku tidak akan pernah menyia-nyiakan wanita sepertimu. Aku akan menebus semua kesalahanku di masa lalu dan membuka masa depan yang indah bersama dirimu dan Anak kita.' Batin Ethan. Sementara di tempat Evelyn, James menyambut putrinya itu dengan wajah sendu. Mengingat bagaimana dirinya memperlakukan anak angkatnya itu. Akan tetapi, Evelyn mampu berdiri tegak layaknya batu karang yang terus terhantam ombak. "Apakah kau sudah siap?" tanya James sebelum menuntut putrinya itu k
Seperti bunga yang mekar di kebun yang subur, Evelyn memancarkan keindahan yang menakjubkan dengan gaun pengantin mewahnya. Saat memandang wajahnya di cermin, ia takjub akan kecantikannya yang mempesona. Namun, di balik kilau cahaya itu, gelombang gugup bercampur dengan degupan jantung yang memekakkan telinga. Ya, ini adalah hari di mana dua jiwa akan bersatu dalam ikatan pernikahan: Evelyn dan Ethan. Asisten Evelyn yang setia, Manda, bertepuk tangan menahan kagum, sementara Diana, menahan tangis bahagia yang menggenang di dalam hatinya.Evelyn menghela nafas, dia memutar tubuhnya dan menatap ke arah Diana. "Bu, rasanya seperti ribuan kupu-kupu berseliweran di perutku, benar-benar gugup! Bagaimana kalau aku tersandung saat berjalan nanti?" ungkap Evelyn. Diana menyeka air mata, sambil tersenyum. "Evelyn, sayangku, kupu-kupu itu adalah rasa cintamu yang menjelma menjadi kegembiraan. Aku tahu kamu adalah wanita yang kuat dan semua akan berjalan dengan lancar. Percayalah, saat kamu me
"Wow, Rully! Danau ini sangat indah! Aku tidak pernah melihat pemandangan seperti ini sebelumnya!"Senja mulai menjelang di Danau Aloeran, dan langit kini tampak berubah menjadi merah jingga yang damai. Rully dan Amelia kini berdiri menatap ke arah danau yang keindahannya tersembunyi oleh rimbunnya pepohonan dan belukar. Saat mereka tiba, mereka disambut oleh angin serta gemericik air dan burung-burung berkicau bersahut-sahutan, menciptakan suasana yang begitu sempurna.Rully tersenyum dan berkata, "Amelia, ini yang ingin aku tunjukan padamu. Danau ini benar-benar tersembunyi, sangat jarang orang yang tahu tempat ini. Ini adalah tempat dimana aku menghilangkan stres dan mengagumi keindahan Sang Pencipta."Amelia menoleh, menatap pria yang berdiri di sampingnya dengan pandangan lurus ke depan. "Apakah kau sering membawa Evelyn kemari?" tanya Amelia, di hatinya terbesit sedikit rasa cemburu. Rully tersenyum kemudian menundukkan kepalanya. Mengingat betapa indah kenangan dirinya bersama