Selena, Rangga, Linggar, Ustadz Sholeh, dan ayah Rangga duduk dalam hening di ruang tamu. Ayah Rangga tampak seperti bayangan dirinya yang dulu wajahnya kosong, matanya redup, seperti seseorang yang telah kehilangan semangat hidup.Setelah mendengar semua ucapan Selena sebelumnya, hatinya yang gelap seperti menemukan seberkas cahaya. Kata-kata Selena menjadi cermin yang memantulkan kesalahannya. Kenapa dia harus menjadi penjahat, sementara orang lain hanya menebar kebencian dan iri hati?Namun, meskipun hatinya mulai terbuka, kenyataan pahit tetap menghantui. "Sudah terlambat," gumamnya berulang kali dalam pikiran. Perjanjiannya dengan siluman monyet telah berjalan. Uang yang melimpah dan kios-kios buah yang kini ia miliki adalah hasil dari kesepakatan terkutuk itu."Saya akan bantu semampu saya, Pak Warsono. Semoga Allah memberi jalan," ujar Ustadz Sholeh, suaranya penuh harapan."Selamatkan Bude, Pak Ustadz. Aku juga akan bantu sebisa mungkin," Selena menambahkan dengan nada tegas,
Hingga fajar menyingsing, ayah Rangga masih belum juga kembali. Usaha pencarian tak membuahkan hasil. Di sisi lain, ibunya Rangga mulai menunjukkan tanda-tanda kesembuhan. Dia sudah bisa berbicara kembali seperti biasa, meskipun tubuhnya masih lemas karena rangkaian proses ruqyah yang intens untuk mengusir energi gelap yang menguasainya."Bude, makan yang banyak ya, biar cepat sehat," ujar Selena dengan lembut, menyuapi ibunya Rangga yang masih tampak lemas.Rangga duduk di pojok ruangan, sibuk memijat kakinya yang terasa pegal, sementara Linggar duduk di sofa, menatap penuh perhatian kepada ibu Rangga. Linggar pun merasa iba, mengingat betapa dekatnya ibunya Rangga dengan bahaya menjadi tumbal. Beruntunglah, Ustadz Sholeh dan para Ustadz lainnya berhasil menyelamatkannya dari cengkeraman gelap tersebut.Linggar masih teringat bagaimana dia dan ayahnya pernah teror oleh siluman ular di rumah mereka, sebuah perasaan yang sangat menakutkan. Untungnya, Selena ada di sana untuk menolong,
Semua orang panik mencari keberadaan Selena, bahkan malam telah menyelimuti mereka, namun keberadaannya masih misteri. Linggar, Rangga, Ustadz Sholeh, dan seluruh anak pondok berkeliling mencari, tetapi Selena bagaikan lenyap ditelan bumi. Hingga akhirnya, Ayah Nicholas tiba dengan terburu-buru, langsung melangkah masuk ke pondok."Assalamu'alaikum," sapa Ayah Nicholas dengan suara cemas."Wa’alaikumussalam. Sudah menemukan Selena, Pak?" tanya Ustadz Sholeh dengan wajah penuh kekhawatiran."Belum, Pak. Kami sudah mencari ke seluruh kampung, bahkan ke kampung sebelah, tapi Selena masih belum ditemukan," jawab Ustadz Sholeh dengan suara lemas."Astaghfirullah... Selena, kamu di mana, nak?" gumam Ayah Nicholas, hatinya tercekik cemas.Dia meninggalkan kliniknya yang kebetulan sedang sepi, bahkan menugaskan dokter lain untuk menggantikan tugasnya di rumah sakit, demi mencari putri angkatnya yang hilang. Semua orang berusaha keras, tetapi Selena bagaikan menghilang tanpa jejak. Tak ada yan
Esok harinya, Ayah Rangga pulang ke pondok dengan wajah penuh kelelahan dan ekspresi yang menunjukkan rasa sedih yang mendalam. Begitu sampai, ia langsung disambut oleh Rangga yang terlihat bingung dan cemas."Ayah kemana aja!? Semua orang nyariin ayah, ibu juga nyariin ayah," tanya Rangga dengan penuh kekhawatiran. Ayah Rangga tertegun mendengarnya, seperti tak percaya dengan apa yang dikatakan anaknya."Ibumu? Ibumu sudah sadar?" tanya Ayah Rangga dengan raut wajah penuh kebingungan."Ibu sadar dari kemarin, dia nyariin ayah. Ayah jangan pergi lagi, ayah kan mau dibersihin," jawab Rangga, matanya penuh dengan harapan.Mendengar itu, Ayah Rangga langsung bergegas pergi mencari istrinya. Ia berjalan dengan langkah cepat menuju ruangan tempat ibunya Rangga duduk, termenung sambil menatap keluar jendela. Ketika merasakan kedatangan seseorang, ia menoleh dan melihat suaminya yang berdiri tak jauh darinya."Bu.." suara Ayah Rangga bergetar, matanya mulai berkaca-kaca."Ayah kemana saja?"
Dua hari sudah berlalu sejak Selena menghilang, dan pencarian tak henti-hentinya dilakukan oleh semua orang. Mereka menyusuri setiap sudut, bahkan menjelajahi hutan lebat yang seakan tak ada ujungnya. Saat ini, ayah Nicholas, Linggar, Rangga, Ustadz Sholeh, dan beberapa anak pondok lainnya kembali menapaki jalan yang sama, berharap dapat menemukan jejak Selena.Berbekal petunjuk dari Linggar yang melihat sebuah persimpangan jalan, mereka terus mendalam ke dalam hutan, menyusuri wilayah yang kemarin belum sempat dijelajahi.“Semoga hari ini kita bisa menemukannya,” ucap ayah Nicholas dengan nada cemas, wajahnya penuh kekhawatiran. Ia sudah melakukan shalat Istikharah berulang kali, berharap Allah memberikan petunjuk tentang keberadaan putrinya yang hilang.Dalam mimpi yang dialaminya, ayah Nicholas melihat bahwa Selena masih hidup, dan meskipun hatinya sedikit lega, kecemasan itu belum juga hilang. Keberadaan Selena yang masih belum ditemukan membuatnya semakin gelisah.“Selena pasti b
Di rumah Rangga, suasana terasa mencekam. Ayahnya, yang biasanya sehat dan kuat, kini tampak sangat berbeda. Sejak kemarin, ia mengalami hal-hal aneh yang membuatnya mengurung diri di rumah. Yang lebih mencurigakan lagi, dia tampak terganggu setiap kali mendengar suara adzan, bahkan marah-marah seolah mendengar suara itu sangat menyakitkan bagi telinganya.Semalaman, terdengar teriakan ketakutan dari kamar ayah Rangga. Dia terus berteriak, mengatakan bahwa ia melihat gorila besar bertanduk yang menakutkannya, sambil berteriak meminta ampun dan berkeringat deras. Ibu Rangga, yang melihat suaminya dalam kondisi seperti itu, menjadi sangat khawatir. Sejak kejadian aneh itu, ayah Rangga menolak makan nasi, hanya mau makan pisang dan kacang."Ayah, bangun dulu, yah. Makan dulu," ujar ibu Rangga dengan lembut, berusaha membangunkan suaminya yang terbaring lemah.Wajah ayah Rangga sangat pucat, dan saat dia bangun, matanya terbelalak dan tidak berkedip sama sekali. Ketika ibu Rangga menyentu
Selena akhirnya kembali ke rumah. Tanpa menunggu lama, ia segera masuk ke kamar mandi, membasuh tubuhnya sebersih mungkin. Bau anyir darah yang menempel di kulitnya membuatnya mual. Ia menuangkan sampo dan sabun berkali-kali ke tubuhnya, seakan ingin menghapus jejak mimpi buruk yang baru saja dialaminya. Namun, bau itu tetap terasa, samar tapi nyata, menghantui pikirannya.Usai membersihkan diri, Selena duduk di ruang tamu bersama ayahnya dan Ustadz Sholeh. Di hadapannya, sepiring makanan tersaji. Perutnya yang kosong selama dua hari terakhir akhirnya mendapat asupan selain air sungai. Dengan lahap, ia menyantap setiap suapan, sementara ayah Nicholas dan Ustadz Sholeh hanya bisa menatapnya dengan perasaan campur aduk, antara lega dan prihatin."Alhamdulillah..." Selena menghela nafas lega setelah meneguk air."Nak, kamu pasti kelaparan... Kasihan sekali kamu." Suara bibi yang sedari tadi memperhatikan nya terdengar lirih.Selena tersenyum, menatap bibinya yang tampak berkaca-kaca. "Ma
Malam semakin larut. Di ruang tamu rumah Rangga, suasana begitu sunyi, hanya suara detak jam yang terdengar samar. Selena, Rangga, Linggar, Ustadz Sholeh, dan Ayah Nicholas duduk melingkar, masih diselimuti ketegangan.Di sofa, Ayah Rangga terbaring tak sadarkan diri. Bukan sekadar pingsan, tapi tubuhnya kaku seperti orang yang terkena stroke. Raja monyet itu memang telah terusir, namun jiwa Ayah Rangga seolah ikut terbawa. Napasnya tersengal-sengal, wajahnya pucat, seperti bayangan hidup tanpa jiwa. Harapan untuknya kembali sadar terasa semakin tipis.Selena menghela nafas panjang. "Rangga, kami pulang dulu. Udah malam banget, besok kita coba lagi. Siapa tahu ada keajaiban, ayahmu bisa sadar," ujarnya lembut.Rangga mengangguk pelan, tapi matanya masih dipenuhi kebingungan. "Sel, makasih… Aku seneng banget kamu selamat. Tapi siapa yang nyulik kamu? Kamu tau orangnya?" tanyanya hati-hati.Sebelum Selena sempat menjawab, Linggar sudah lebih dulu menyahut dengan nada penuh amarah. "Boka
Selena dan Linggar sedang duduk di dalam mobil, Selena masih memikirkan apa yang dilihatnya di alam astral dan yang terjadi di dunia nyata berbeda tapi berujung sama. Kini harapan mereka yang bisa menolong Intan sudah tidak ada, lalu apa Intan bisa ditolong?Sebelumnya, ibu-ibu yang mereka temui itu memberitahu kematian nenek Darsih yang tidak normal juga.(Kisah Balik Bermula)"Kami di kampung ini semua tahu nenek Darsih tuh siapa, dia ilmunya tinggi sampe banyak pelanggan yang dateng. Tapi seminggu lalu, nggak tau kenapa dia nggak pernah keluar dari rumah." Ujar ibu-ibu itu."Terus baru tiga hari lalu semua warga di sini curiga dengan rumah nenek Darsih yang baunya banget-bangetan, bau bangke! Semua orang pun akhirnya mendobrak masuk dan mereka menemukan jasadnya nenek Darsih yang udah busuk dibelatungin." Ujar ibu-ibu itu lagi."Inalillahi.." Selena bergumam."Nggak tau itu nenek meninggalnya dari kapan, ditemuinnya udah busuk dan belatungan. Baunya beeuuhh.. Naudzubillah!""Nggak
Selena dan Linggar serta ibunya Intan sudah sampai di sebuah rumah yang tampak sangat asri, rumahnya juga tipikal rumah lama era 80 an dengan taman yang hijau dan pohon-pohon yang rindang."Ini bener rumahnya, Sel?" Tanya Linggar."Menurut maps sih iya, Jalan xx no 44." Sahut Selena."Bentar gue telpon dulu." Ujar Selena, dan ia menghubungi seseorang."Assalamu’alaikum, Om. Selena di depan rumah nomor 44 sesuai yang Om kasih." Ujar Selena."Oh, iya-iya Om." Sahut Selena.Tak lama ada seorang pria yang membuka kan pintu gerbang, dan mobil Linggar dipersilahkan masuk. Selena, Linggar dan ibunya Intan pun turun dari mobil."Non Selena, ya?" Tanyanya, dengan logat sunda."Iya pak, Om Hasannya ada?" Sahut Selena."Panggil mamang aja, Pak Hasan aya di dalam, silahkan masuk atuh." Ujar si bapak tadi."Oh, iya mang." Sahut Selena dengan senyumnya.Selena terkesima dengan rumah Hasan yang sangat adem, nyaman dan asri. Beda dengan rumah-rumah jaman sekarang yang modern tapi terlihat panas, ruma
Selena sudah bersama ibunya Intan, saat ini ibunya Intan sedang menangis tersedu-sedu karena kondisi Intan makin tidak normal. Ibunya Intan juga menceritakan pada Selena tentang kejadian kemarin saat ada belatung yang keluar dari kemaluan Intan, Selena dan Linggar sampai ngeri mendengarnya."Tiap malem dia selalu merintih kesakitan, minta ampun, minta tolong, tapi dia sama sekali nggak kebangun dan sadar. Tante ngaji, dia makin kesakitan. Tante nggak ngerti lagi harus gimana.." Ujar ibunya Intan."Kita ke rumah Faaz dulu ya, tan. Aku semalem udah ngomong sama orang tuanya. Abis itu aku kenalin tante sama temen papaku yang bantu nolongin Faaz waktu itu." Ujar Selena, dan ibunya Intan mengangguk."Iya nak, tante berharap ada yang bisa nolong Intan." Ujar ibunya Intan.Akhirnya Selena dan Linggar membawa ibunya Intan itu ke rumah orang tua Faaz, dimana di sana juga ada Faaz yang senang dengan kedatangan Selena. Selena salim dengan kedua orang tua Faaz dan kini mereka duduk di ruang tamu.
Selena keluar dari ruangan Intan karena sejujurnya dia juga tidak tahan dengan bau dari tubuh Intan, padahal ruangan Intan itu sudah dipasangi pengharum ruangan dengan uap, tapi masih tidak mengalahkan bau dari tubuh Intan.Selena kini sedang berada di luar ruangan Intan bersama ibunya Intan yang masih menangis setelah mendengar cerita dari Selena tentang kelakuan Intan tanpa sepengetahuan dirinya."Besok, tolong anterin tante ke rumah korbannya Intan, mau kan nak? Tante mau minta maaf, barangkali maaf mereka juga bisa mengurangi penderitaan Intan." Ujar ibunya Intan."Iya tante, kebetulan besok libur." Ujar Selena."Tante.. kalau semisal Intan pergi.." Selena menggantung, tidak ingin menyakiti perasaan ibunya Intan."Tante ikhlas kalo emang Intan harus pergi, tante sudah memaafkan semua kesalahan Intan. Tante nggak tega liat Intan menderita, nak.. hiks! Tante nggak menyangka Intan malah jadi salah jalan begini." Ibunya Intan benar-benar terpukul."Insyaallah akan kami bantu, tante. B
Seminggu setelah kejadian itu, akhirnya Faaz dinyatakan sembuh. Tapi meski demikian Faaz harus lebih mendekatkan diri pada yang maha kuasa, sebab hanya itu benteng tertinggi agar dia selamat.Faaz sama sekali tidak mengingat apapun yang pernah dia lakukan dengan Intan selama sebulan menjalin hubungan dengan Intan, bahkan Faaz sama sekali tidak mengenal siapa itu Intan. Begitu efek peletnya hilang, Faaz lupa dengan Intan.Dan juga.. Intan sendiri menghilang begitu saja, sudah seminggu lamanya dia tidak masuk kelas. Selena masih memikirkan apa kiranya yang terjadi dengan Intan sampai satu minggu itu tidak masuk kelas."Sel, gue dapet kabar dari anak kampus, katanya Intan masuk rumah sakit." Ujar Linggar."Intan masuk rumah sakit!?" Selena terkejut."Iya, katanya orang tuanya ngasih surat ke dosen, Intan nggak bisa masuk karena dia sakit keras dan dirawat." Sahut Linggar, Selena terdiam mendengarkan itu."Oiya! denger-denger sakitnya aneh, katanya dia sekarat dan.. seluruh badannya busuk
Intan berlari keluar, ia memesan taksi online dan tak lama taksi itu datang. Tak jauh berbeda dengan supir yang pertama, supir taksi yang kali ini juga merasa terganggu dengan bau dari tubuh Intan yang sangat menyengat."Cepet pak, jalan!" Ujarnya.Mobil taksi pun jalan, supirnya yang kali ini tidak menggunakan masker dan dia menutup langsung hidungnya dengan tangannya. Intan yang melihat itu pun marah dan menegur supirnya."Kenapa bapak tutup hidung!? Emangnya saya bau!?" Tanyanya dengan nada keras."Enggak, kok." Sahut supir itu, tapi masih menutup hidungnya."Kalo enggak kenapa hidungnya ditutupin!? Nggak sopan! Saya ini penumpang loh!" Ujar Intan, dia makin marah."Kalo udah sadar bau ngapain masih nanya, mbak. Mbak nggak sadar, badan mbak itu bau banget? Bau anyir, nanah, menjijikan tau nggak!" Ujar si supir. Kali ini Intan kurang beruntung karena tidak mendapat supir taksi yang baik seperti yang pertama."Bapak berani bentak saya!? Saya bisa kurangin rating bapak loh! Dipecat ba
Selena sedang sarapan dengan ayah Nicholas, dan ayah Nicholas menceritakan pada Selena apa yang kemudian Pak Hasan lakukan pada Faaz. Faaz sudah berhasil diselamatkan hanya tinggal pembersihan saja, dan Selena senang mendengarnya."Alhamdulillah ketemu sama Om Hasan, dia orang yang tepat." Ujar Selena."lya, tapi papa lebih bangga sama kamu, karena kamu sudah berhasil menyelamatkan sukmanya Faaz. Om Hasan bilang, nanti siang akan melakukan pembersihan di rumah Faaz." Ujar ayah Nicholas."Siang ya, pa? Aku nggak bisa bantuin dong." Ujar Selena."Nggak apa-apa, nak.. nggak semua hal harus kamu yang lakuin." Ujar ayah Nicholas, akhirnya Selena mengangguk."Tapi semalem bener-bener serem pa, di alam sana itu bukan kayak alam astral yang biasanya, bukan alam kosong, tapi kayak kota Jakarta asli." Ujar Selena."Mungkin yang kamu lihat memang asli, cuma mereka tidak melihat kamu. Ada sebutannya dulu, orang jawa kuno menyebutnya itu adalah merogo sukmo" Ujar ayah Nicholas, Selena pun mengerny
Selena masuk kedalam kamar-kamar yang ada di ruangan itu, tapi Selena tak menemukan keberadaan Faaz, Selena terus memanggil Faaz, berharap akan ada sahutan. Dan saat itu Selena melihat nenek tua itu sedang muntah-muntah darah."Kak Faaz!" Panggil Selena dengan keras.Selena melihat Intan juga berubah menjadi mengerikan, Intan merangkak kesakitan, seluruh wajah nya berdarah-darah. Nenek tua itu tampak ngesot di lantai dan menuju ke sebuah pintu yang belum Selena masuki, Selena mengikutinya dan dia melihat Faaz."Kak Faaz!" Selena bergegas masuk dan langsung menghampiri Faaz yang sedang tak sadarkan diri."Kak Faaz! Bangun kak!" Selena menepuk Faaz tapi Faaz tetap tidak sadarkan diri."Kak Faaz, bangun ini Selena." Ujar Selena, dan saat itu Faaz membuka matanya."Kak, ayo kita pergi dari sini." Ujar Selena, dia menggandeng tangan Faaz tapi Faaz kebingungan."Kita dimana?" Tanya nya."Aku jelasin ntar, ayo sekarang kita pergi." Ujar Selena, dan menarik tangan Faaz.Faaz menutup mulut nya
Faaz duduk dan keheranan karena semua orang sedang mengaji, dan dia diletakkan di tengah seperti mayit. Tapi dari tatapan nya, Faaz terlihat seperti bukan Faaz.Ibunya hendak bangun dan menghampiri Faaz tapi dilarang oleh Selena."Jangan tante, tante harus tetap duduk." Ujar Selena."Kalian ngapain ngaji kayak gini!?" Faaz marah."Karena kami ingin mengeluarkan kamu, dari tubuh kak Faaz." Ujar Selena."Hei! Kamu pikir siapa kamu!? Suruh mereka berhenti!" Ujar Faaz, tapi tentu Selena tidak mendengarkan nya."Kamu nggak kenal dia, Fa? Dia Selena, bukan nya lo sering bahas dia?" Ujar Doni, dan Faaz tampak mengalami sakit kepala.'Selena?' Faaz seolah berpikir keras, siapa gerangan Selena yang dimaksud. "Kak Faaz nggak bakal inget, dia bukan dia karena di otak nya cuma dipenuhi oleh Intan." Ujar Selena, seketika Faaz menatap Selena."Mana pacar gue! Kalian apain pacar gue!" Faaz hendak menghampiri Selena tapi langkah nya terhenti karena dia seolah menabrak pembatas."Om, tante.. semuanya