Home / Romansa / CALON MERTUAKU / Wewangian Memabukkan 1

Share

Wewangian Memabukkan 1

Author: Rosa Rasyidin
last update Last Updated: 2023-05-04 16:02:10

Aku masih berbaring di atas ranjang kapuk ini, dengan dia. Iya, dia yang sama sekali tidak aku lihat wajahnya karena berada dalam kegelapan. Bahkan bau tubuhnya saja tidak ada. Aku mulai kesal padanya, karena dia tidak melakukan hal yang lebih jauh. Bahkan bajuku saja masih melekat tanpa tersingkap sama sekali. Terasa ada keraguan, aku tahu itu.

Lebih anehnya lagi aku. Anggap saja aku pengemis cinta, bukan cinta, tepatnya penghamba kenikmatan semu. Kenapa semu? Karena yang aku lakukan adalah dosa lagi. Isi kepalaku antara ingin menyudahi lebih dahulu atau biarkan saja dia menguasai diri ini. Atau biarkan saja dia berbuat sesuka hati. Bodoh sekali aku jadi orang. Harusnya aku punya harga diri, tapi aku terlihat murahan sekali.

Dia mengembuskan napas hangat dan menerpa wajahku. Dia ingin beranjak, aku menahannya. Aku memeluk dia sangat erat, ingin mencari tahu bentuk tubuh siapa ini. Lagi-lagi aku bersikap konyol. Lelaki yang pernah aku peluk erat hanya Bang Angga saja dan orangnya su
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • CALON MERTUAKU    Wewangian Memabukkan 2

    “Dulu, waktu mendiang Nora Syafitri masih hidup, dia punya cita-cita ingin punya rumah tingkat dua dengan kayu paling mahal. Di tingkat dua nanti ada empat kamar. Supaya anak-anak kami kalau pulang kampung membawa istri dan anak-anaknya tidak bingung lagi tidur di mana.” Again dia bercerita tanpa aku minta. “Om, Indah nggak nanya loh?” “Kalau tidak bertanya, terus kenapa ada di lantai dua kemarin malam?” “Kepo aja, emang nggak boleh?” “Om nggak tahu ada semua bahasa anak muda, Nora. Jadi pakai istilah biasa-biasa saja.” “Cuma ingin tahu, Om.” Aku ingin membuka satu pintu kamar yang tertutup. Lekas Om Andi memegang telapak tanganku. “Tidak semua yang kamu ingin tahu, harus dicari tahu. Ingat kamu tamu di sini.” “Iya, tahu, Om, besok juga Indah bakalan pulang.” “Sudah pesan tiket speed boat?” tanyanya lagi. “Belum. Nggak tahu mau pesan sama siapa.” “Ya sudah, biar Om yang urus semua. Kamu sedang tidak ada kerjaan, bukan? Tolong masak di dapur, sudah Om belikan bahan. Jangan bi

    Last Updated : 2023-05-04
  • CALON MERTUAKU    Keinginan Untuk Pulang 1

    Di dalam kamar, aku tidak bosan-bosannya memandang perhiasan emas pemberian Om Andi. Ke mana tadi marahku dengan dia? Semua menguap begitu saja tanpa ada jejak. Ingin kasihan dengan diri sendiri sebenarnya. Betapa mudahnya aku dibujuk dengan kilau harta dunia. Ya, orang hidup juga butuh biaya. Aku mendengar suara Om Andi memanggilku. Lekas aku rapikan rambut yang berantakan dan baju aku turunkan agar menutupi pinggang. Aku minta beliau menunggu sebentar. Satu set perhiasan emas itu aku gunakan agar aku terlihat lebih cantik. Apakah wajar yang aku lakukan hal seperti ini? “Iya, Om, kenapa?” tanyaku dengannya, nada bicaraku tidak lagi tinggi seperti tadi. Kurasa bukan Om Andi pelakunya. Mungkin saja … iya, bisa jadi itu arwah Bang Angga. “Ini tiket speed boat untuk pulang besok.” Calon mertuaku menyodorkan lembaran tiket yang masih baru. Senyumku langsung sirna.“Oh, iya ,ya, besok Indah sudah pulang.” Aku mengambil dan mengucapkan terima kasih. Ingin kuganti uang tiketnya tapi dia t

    Last Updated : 2023-05-05
  • CALON MERTUAKU    Keinginan Untuk Pulang 2

    “Om besok mengantar kamu agak siang ke pelabuhan. Karena pagi harinya harus mengurus getah untuk ditimbang. Kamu sendirian pagi di rumah, ya.” “Oke, Om,” jawabku santai aja.Sampai di rumah aku memasak bahan yang diantar oleh orang ke rumah Om Andi. Walau sebenarnya aku sangat lelah. Ada kepiting, lalu aku buat saja sup ditambah dengan jagung rebus. Makan malam kami berlangsung cepat. Kata Om Andi dia kelelahan. Kami masih ke kamar masing-masing. Aku mengganti baju tidur dengan gaun yang pendek sampai ke lutut. Tidak ada lapisan luar lagi karena malam ini cuaca agak hangat. Terasa dari ujung rambut sampai kaki. Aku membaringkan diri di kasur kapuk. Selama di sini ponselku seperti tidak ada gunanya. Detik demi detik mataku berkedip. Perlahan-lahan wewangian menyejukkan itu datang lagi dan membuatku lemas. Aku tidak bisa bergerak dibuatnya. Kembali dalam kepasrahan dan kepatuhan. Namun, tidak ada yang datang, sangat lama aku menunggu. Malam semakin gelap dan aku tidak bisa melihat

    Last Updated : 2023-05-05
  • CALON MERTUAKU    Mimpi Berjalan

    Bagian 9 Mimpi Berjalan Satu hari ini aku sudah melewatkan keberangkatan speed boat ke kota. Tiga hari kapal kecil itu akan kembali mengangkut penumpang. Sejujurnya aku menyesal tidak mengikuti nasehat abang awak speed itu. Agar langsung pulang satu jam kemudian. Mana sekarang aku sakit, dan harus diurus orang pula, yang tak lain adalah calon mertuaku sendiri. Dari tadi pagi, sudah terhitung dua kali beliau membantuku makan. Bubur yang dibuat rasanya berbeda-beda terus. Tidak tahu dengan malam ini. Kenapa dia sangat sibuk? Mungkin karena dia kasihan denganku. Aku tidak bisa bangun, kecuali urusan ke kamar mandi. Itu pun jalan memegang dinding. Om Andi melihat tapi tidak mau menolong. Ya, mungkin dia lelah. “Nora, Om boleh izin masuk?” Suaranya membuyarkan lamunanku. “Iya,” jawabku. Lagi pula dia sudah bolak-balik ke sini dari pagi. Apa yang harus aku curigakan?“Sudah bisa makan sendiri. Ini ada bubur pakai kepiting. Kamu harus makan baru bisa minum obat.” Ceramah yang sama, suda

    Last Updated : 2023-05-06
  • CALON MERTUAKU    Penghuni Cermin 1

    Aku turuti saja apa kata Om Andi. Rumah benar-benar aku asapi semuanya dari lantai bawah dahulu. Di kamarku tidak usah saja, karena aku merasa seram. Masih teringat dengan sosok yang mendekap hingga membuatku kecanduan. Semoga saja dia tidak pernah datang lagi, karena kalau datang aku takut aku yang akan menyambutnya. “Permisi, Om, Indah masuk kamar, ya.” Aku berbicara sendirian agak kuat seolah-olah orangnya ada di rumah. Ya, si Om sudah pergi karena ada pekerjaan katanya. Tadi dia sempat bertanya apakah aku ada titip. Tentu saja, aku meminta bolu atau apalah roti begitu. Sudah kusodorkan uang tapi dia tidak mau. Ya, terserah saja asalkan barang datang. Jengkal demi jengkal kamar Om Andi aku asapi. Mulai dari sudut ke sudut. Lalu aku memutari kasurnya yang ditutup kelambu. Apa, ya? Pikiranku jadi ke mana-mana. Tadi malam aku tidur di sana. Persis seperti pengantin, untung saja bajuku masih tertutup. Ah, sebenarnya apa yang aku harapkan? Isi kepalaku tidak jelas. Aku memegang sprei

    Last Updated : 2023-05-07
  • CALON MERTUAKU    Penghuni Cermin 2

    “Oh, iya, tadi kamu bilang takut. Takut apa?” tanya Om lagi. “Takut hantu, Om. Yang ada di lantai dua kamar paling pertama. Dia ada di dalam cermin rambutnya acak-acakan, dia suruh Indah pergi dari sini,” jawabku sambil membuka bungkusan kue bolu. Aku potong pakai pisau dapur. Tak lupa aku berikan beberapa potong buat Om Andi. Sepertinya kami akan bercerita banyak. “Terus kenapa kamu tidak pergi setelah disuruh sama dia?” Benar, kan, dia menaggapi cerita soal hantu di atas. “Om pelihara hantu, ya? Apa jangan-jangan hantu kepala terbang itu peliharaan Om, terus yang masuk ke kamar Indah, terus dia …” Aku terpaksa berhenti. Malu menceritakan apa yang sudah terjadi di kamarku. Karena aku tidak menolak sama sekali. Justru aku menahan agar tubuh itu tidak hengkang dari pelukanku. “Terus apa? Kenapa berhenti.” Om Andi meminum air putih usai menghabiskan sepotong bolu. “Terus Indah bangun, makhluknya berniat jahat membunuh Indah.” “Oh, kirain berniat yang lain.” Senyumannya begitu je

    Last Updated : 2023-05-07
  • CALON MERTUAKU    Terduga

    Aku ikut ke mana Om Andi pergi. Tentu saja setelah menggunakan baju yang pantas seperti katanya. Sepertinya aku cari mati saja. Sudahlah di desa ini tidak kenal dengan siapa-siapa selain calon mertuaku. Ikutan pula sok ramah bukan main. Hasilnya aku dipandang oleh ibu-ibu di sini. Bahkan ada anak kecil yang melihat sambil menunjukku. Kemudian mereka bisik-bisik. Duh, kalau sudah seperti ini ingin rasanya aku cari di mana Om Andi, tapi tidak mungkin. Dia tadi sedang sibuk membantu pengurusan jenazah temannya. Aneh sekali kalau dipikir-pikir. Tiba-tiba saja meninggal. Padahal tadi malam saat berkunjung teman Om Andi masih baik walau batuk-batuk.Satu jam kemudian akhirnya calon mertua menyambangiku. Dia terlihat berpeluh di bawah terik matahari, dan aku sempat pangling melihatnya. Astagah, isi kepalaku di tengah orang ramai kenapa harus seperti ini? “Nora, sebaiknya kamu pulang sendirian. Tidak baik kamu di sini lama-lama. Pihak keluarga teman Om tidak suka dengan kamu.” Perkataan Om

    Last Updated : 2023-05-08
  • CALON MERTUAKU    Kedatangan Anton 1

    Aku bangun di pagi hari dengan agak lesu. Sosok misterius itu tak lagi mendatangi kamarku. Ya, sudahlah mungkin dia iseng saja padaku. Aku yang terlalu memainkan perasaan. Padahal wajahnya saja tidak aku lihat. Aku bangkit dari pembaringan dan membersihkan diri di kamar mandi. Rumah terasa sepi, Om Andi sepertinya tidak ada di rumah. Tidak aku dengar suara berisik dari tadi sama sekali. Selesai mandi tiba-tiba saja calon mertuaku datang. Dia masuk menerobos dari pintu depan. Ada yang aneh dari diri Om Andi. “Om, itu kenapa lehernya berdarah.” Ih, aku ngeri melihatnya. Masak, sih, tidak terasa sakit sama sekali. Lekas aku ke kamar dan memberikannya tissue.“Oh, ini tidak apa-apa, Nora. Bukan darah, Om.” Iya, bener, Om Andi membersihkan dengan tissue, tapi bekas goresan atau gorokan pisau gitu, tidak ada sama sekali. Terus, darahnya berasal dari mana? “Jadi darah siapa, Om?” “Om tadi ke kebun pagi-pagi. Ketemu ular, jadi Om bunuh, mungkin darah binatang itu. Kamu tumben pakai baju

    Last Updated : 2023-05-09

Latest chapter

  • CALON MERTUAKU    Akhir yang Keji

    Akhirnya aku bisa bebas dari penggunaan obat anti depresan. Dua tahun ketergantungan malah membuatku semakin mendalami perasaan bersalah. Tapi, sengaja aku tinggalkan satu butir untuk jaga-jaga. Andaikata dia datang lagi dalam ingatanku yang terlalu jauh. Seiring berjalannya waktu penampakan Om Andi mulai jarang muncul. Mungkin karena keinginanku yang begitu kokoh untuk melupakannya. Adrian pula kini sudah besar, sudah mulai masuk sekolah dasar. Sesekali dia bertemu dengan omnya kalau Anton ada perjalanan ke kotaku. “Nggak ada rencana menikah gitu, Kak?” Widuri duduk di rumah makan milikku. Aku tersenyum melihatnya. “Untuk apa juga? Adrian sudah bahagia dengan menganggap kakek dan neneknya sebagai kedua orang tuanya.” Aku menyediakan teh hangat untuk Widuri yang menunggu kedatangan Anton. Anak Om Andi itu membawa Adrian juga dua anaknya pergi membeli camilan. “Sampai kapan, Kak? Gimanapun Kakak itu mamanya Adrian, loh. Nggak boleh kenyataan ditutupi terlalu lama.” “Mungkin dia ag

  • CALON MERTUAKU    Empat Tahun Kemudian

    Aku di sini. Masih di rumah orang tuaku. Aku tidak pergi ke mana-mana, karena tak punya rumah lain untuk kembali. Tepatnya setelah ke luar dari rumah sakit jiwa. Iya, dua tahun lamanya aku mendekam di sana. Bagaimana tidak? Ternyata perbuatan dosa yang aku lakukan selama bertahun-tahun membuahkan hasil yang sangat menyakitkan. Dua tahun di rumah sakit jiwa, aku sering melihat penampakan Bang Angga terkadang juga Om Andi. Iya, aku ingat semua kejadian. Hanya saja aku tidak bisa mengendalikan diri ketika harus menjerit, menangis atau tertawa. Aku tahu Om Andi sudah mati. Aku lihat mayatnya di dalam kantong jenazah. Tapi hati kecilku menolak, karena anak di dalam kandunganku butuh ayahnya.“Adrian, sini, Nak, Kakak bawa mobil-mobilan.” Adrian, nama anakku buah hasil hubungan terlarang bersamanya. Umurnya sudah empat tahun. Dia tumbuh menjadi anak lelaki yang ganteng, mirip seperti ayahnya yang tidak pernah menikahiku. Warga di sini tahunya kalau Adrian anak bungsu mamaku. Ya, sebuah

  • CALON MERTUAKU    Perpisahan

    Kami bertiga menatap Kak Indah dengan rasa iba. Padahal baru beberapa hari dia ditinggal oleh Ayah. Sudah persis, tepatnya aku tebak Kak Indah memang jadi gila.“Om, nanti kita punya anak, Om, harus baik-baik sama anak sendiri.” Begitu kata Kak Indah.“Macem manelah. Akibat bermain hati ditambah berzinah. Rosak sudah akal dan pikiran,” ucap Bang Dani. Dia pun pamit pulang.“Akan kau bawa juga Kak Indah pulang, dengan keadaan dia macam orang tak ade akal?” tanya Bang Rizal yang membawa berkas surat tanah ayahku. “Iyalah, Bang, gimanapun saya udah janji sama kedua orang tuanya. Oh, iya, Bang, hutang rumah sakit tidak usah dibayar lagi. Juga uang hasil jual tanah Ayah nanti ambillah secukupnya untuk memperbaiki kehidupan Abang. Anggap saja balas budi dari saya karena Abang telah membebaskan kami dari cengkeraman ilmu hitam.” Hal itu tadi lupa aku katakan padanya. “Terima kasih, Anton, dah dianggap lunas hutang rumah sakit saya sudah senang. Masalah uang tanah nanti saya serahkan semue

  • CALON MERTUAKU    Berakhir

    Aku tidak tahu apa jadinya kalau Bang Rizal dan Bang Dani tidak datang menolongku. Tubuhku sudah terlilit akar pohon getah. Sejak mereka datang langsung saja tanpa basa basi membabat akar tanaman yang melilitku. Selanjutnya mereka menyiramkan pohon rambutan dengan air doa yang diberikan oleh seorang guru. Aroma busuk dan anyir darah seketika menguar. Tawa seorang wanita tua jadi semakin memekakkan telinga. Bang Dani langsung bergerak cepat memotong dahan pohon rambutan dengan parang panjang yang dia bawa. Bang Rizal datang menolong mematahkan apa yang bisa dipatahkan. Aku sendiri masih terduduk lemas akibat hantaman di kepala tadi. Ada kepala yang terbang ke arah mereka berdua. Dengan tertatih aku bergerak. Aku ambil batang kayu rambutan yang telah patah bercabang dan terpaksa menusuk kepala itu dengan kayu. Ya, mengerikan sekali, kepala tersangkut di kayu dan tak bisa lagi terbang. Aku membantu Bang Rizal dan Dani menumbangkan pohon rambutan itu. Batangnya yang sudah berusia sang

  • CALON MERTUAKU    Cinta Buta

    Bang Rizal membawaku berlari, sesekali dia menengok ke belakang. Tak lama sesduah itu Dani menyusul. Di tangannya aku lihat ada pisau panjang dan tajam. Persis seperti yang sering dibawa Om Andi kalau sedang ke kebun, katanya. “Ayo, lekas kite cari di mane pohon rambutan tu.” Dani berlari lebih kencang dari pada kami. Aku menoleh lagi dan melihat ke arah rumah Om Andi. Dia terkurung di sana. Di lantai dua ragam makhluk jadi-jadian dan menyeramkan seolah-olah berkumpul dan ingin lepas dari sana. Kami bertiga akhirnya masuk ke dalam hutan yang kata Dani adalah milik atuknya dulu.“Ini jejak ape?” Bang Rizal melihat ke arah jalan masuk di dalam hutan karet. Untung mereka berdua membawa senter. Aku perhatikan ada jejak darah agak kering dan ada yang segar di tanah. Juga seperti ada benda yang diseret. Dari daun-daunan kering yang menyingkir membentuk jalan setapak.“Ape Anton agaknye yang di dalam sane?” Bang Rizal menatap wajah Bang Dani.Setelah itu keduanya langsung berjalan mengik

  • CALON MERTUAKU    Runtuh

    Aku hanya bisa berharap satu hal, yaitu Anton baik-baik saja. Bukan tidak mungkin Om Andi membunuhnya. Aku … anggap saja sangat memahami calon mertuaku walau baru beberapa bulan kenal. Lalu masalah anak dalam kandunganku? Aku akan jujur pada Mama dan Papa, lalu menerima apa pun hukuman dari mereka. Huuuft, angin dingin di malam hari begitu kencang berhembus. Pemilik kedai menawarkan padaku untuk masuk, tapi aku sangat takut ke dalam rumah orang asing lagi. Cukuplah pengalaman dengan Om Andi aku jadikan pelajaran. “Nah, minum teh hangat ni kalau memang tak nak masuk ke rumah.” Ibu pemilik kedai memberikan segelas teh besar padaku. Aku yang memang lapar dan haus lekas saja meminumnya. Rasanya tenggorokanku lega. “Ibu, ada jual makanan nggak. Kalau ada saya mau pesan?” tanyaku padanya.“Mi rebus, mi goreng, nak yang mane?” “Mi rebus,” jawabku. Aslinya aku kurang suka makan-makanan serba instan, tapi apa daya aku tidak punya pilihan lain. Mi rebus datang dengan telur rebus matang dan

  • CALON MERTUAKU    Mengerikan

    Sambil menunggu kedatangan Bang Rizal serta Dani aku menanyakan beberapa hal pada Kak Indah. Salah satunya nasib anak dalam kandungannya yang tak lain tak bukan tetap adik kandungku. Di usia hampir kepala tiga dapat adik bayi itu adalah hal yang lucu bagiku. Apalagi jalannya sedemikian rupa. “Ya, dilahirin, dibesarin, biar nggak seperti kedua orang tuanya,” jawab Kak Indah sambil mengelus perutnya. “Oh. Terus, ada rencana menikah lagi?” tanyaku penasaran. Model perempuan seperti Kak Indah, agak susah ditebak jalan hidupnya. Bukan lurus-lurus seperti Widuri yang kegiatannya pulang, kerja, pulang, kerja saja. “Nggak, deh, udahan aja. Kalau hanya demi nafsu nggak mau. Pokoknya udah end semua urusan tentang laki-laki. Ketemu sama ayah kamu adalah pelajaran sangat berharga bagi Kakak.”Ya, itu kata dia. Padahal aku yakin juga Bang Angga dan Ayah ketemu Kak Indah juga mendapat pelajaran yang sangat berharga. Lama sekali dua abang ini kembali. Akhirnya aku memutuskan jalan duluan ke rum

  • CALON MERTUAKU    Induk Racun

    Aku duduk di kursi yang ada di dekat kamar ayah. Sembari menunggu dua sejoli ini keluar. Tak lama selang beberapa menit saja Indah terisak dengan air mata yang berlinang, disusul Ayah.Kak Indah melaluiku begitu saja. Dia seperti kecewa denganku. Ya, aku juga bingung harus bersikap apa. Yang satu ayahku, yang satu lagi tidak ada kaitan apa-apa denganku. “Anton, dari mana?” tanya ayahku dengan hanya menggunakan handuk saja. Beliau sudah tidak ada malu lagi berbuat dosa di depan anaknya.“Dari rumah sakit. Menemani Bang Rizal sama Dani. Istrinya tiba-tiba muntah darah,” jawabku.“Oh. Bilang dengan mereka, jangan terlalu usil sama urusan orang lain. Jangan usik ketenangan orang di sini.” Ayah pergi ke dapur dan menenggak segelas air putih. “Apa Ayah penyebab istri keduanya sakit?” Aku jadi berpikir bahwa tuduhan Dani adalah benar. “Kalau iya kenapa, kalau tidak kenapa? Jangan mereka pikir mereka kuat. Ayah jauh lebih kuat,” ujar Ayah dengan bangganya. “Ayah!” Aku sudah tidak tahan la

  • CALON MERTUAKU    Tirakat

    Dua orang istri dari Bang Rizal dan Bang Dani telah dibawa ke ruang UGD. Kami bertiga menunggu di luar. Aku menepati janji mengurus administrasi saudara jauhku, sebab aku tahu uangnya di kantong mungkin tidak banyak. “Dah, tak ape. Untuk Rizal biar saye saje yang bayarkan.” Bang Dani mencegahku menangani pembiayaan. “Nggak apa-apa, saya sudah janji.” Aku harus menjaga ucapanku. “Saye takutnye uang itu ade sangkut pautnya dengan Pak Cik Andi. Bang Rizal nanti bisa jadi korban. Saye butuh Bang Rizal untuk melanjutkan pembangunan pesantren.” Ucapan Bang Dani melukai harga diriku. Tanpa sadar aku membanting pena di depan perawat yang sedang menanti tanda tangan kami. Aku menatap matanya, pun dengan dia. Kami sama-sama berkeras. Uang ini adalah murni uang hasil kerjaku. “Sudah, sudah. Begini, Bang Dani, saye dah sepakat untuk pinjam uang Anton, tak payahlah Abang bayarkan.” Bang Rizal melerai kami. Sesaat setelahnya kami sama-sama menarik napas.Kami menunggu hingga kedua istri dikel

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status