Alif masih berada di Cikokol Kota Tangerang, di rumahnya. Ia sudah janji dengan teman-temannya akan berbarengan untuk kembali bertugas ke Sumur Ujung Kulon pada hari Minggu. Sisa waktu yang masih ada ia manfaatkan betul untuk melihat taman-taman kota yang tersebar di kawasan Cikokol.
Ia kembali mengingat masa-masa saat masih dengan bebas bisa berlama-lama membahas berbagai rencana kegiatan dengan teman-teman organisasi kepemudaan dan aktivis sosial lainnya di Taman Potret. Rasanya baru kemarin ia berada di sana, Alif melemparkan pandangannya dari tempat ia duduk menikmati kopi di Taman Bambu yang berada di seberang Taman Potret, menuju bangunan-bangunan tinggi menjulang yang mengelilingi Taman Potret.
Awan sesekali nampak pasrah terbawa angin, biru dari lukisan langit begitu padu. Hanya saja, bising kendaraan yang lalu lalang di depannya kembali menyadarkan ia bahwa antara begitu melompongnya langit sangat kontras dengan padatnya lalu lintas. Alif sebenarnya menikmati
Tepat pukul 07:15WIB mobil yang dikendarai Zulham memasuki Tol Kebon Nanas, pagi ini seperti biasanya Alif dan kawan-kawan selalu mengisi perjalanan mereka dengan berbagai cerita untuk mengisi kebosanan dalam perjalanan.“Loe nggak bawa oleh-oleh mas bro,”tanya Mustafa“Iya bang, abis keliling jatim mana nih oleh-olehnya”, timpal Fatma.“Ada nih kaki pada pegel.”“Wuuuuu, nggak sama pakaian kotor juga?” Arini yang awalnya diam ikut menimpali.“Eh ntar lewat yang rute lewatin Terminal Pakupatan yak, mau ada perlu dikit.”“Bisa aja, masih pagi kok kita otwnya.”Lalu lintas Tol Serang masih sepi, akan berbeda jika nanti siang atau terlebih menjelang malam. Kendaraan dari arah Serang berplat B akan sangat ramai hingga tidak jarang menimpulkan penumpukan kendaraan. Orang-orang yang berada di Jabodetbek biasanya baru pulang berwisata dari kawasan Anyer dan Carita.
“Ammiiiiin.” Jawaban serentak dari teman-temannya saat mendengarkan prakata pembuka dan arahan dari Alif. Setelah peserta kegiatan memasuki jam malam dan waktunya untuk tidur, Alif meminta waktu kepada timnya untuk mengevaluasi kegiatan yang sudah berjalan dan memetakan kegiatan selanjutnya. “Kemarin memang saya sudah menyerahkan estafet komando pengambilan keputusan ke kak Dedi, tapi nanti saya juga mau dengar temuan-temaun dan masukan dari kakak-kakak yang lain ya, untuk yang pertama saya mau dengar laporan dari kak Dedi. Silakan kak.” Dengan lukisan langit malam yang dihiasi hamparan gemintang, rasi bintang dan planet-planet di gugusan tata surya begitu nampak menakjubkan menemani hangatnya perbincangan anak-anak muda di bawah kaki Gunung Pulosari. Angin gunung yang berhembus dari puncak gunung melewati Curug Putri dan kebun-kebun timun tidak menyurutkan mereka berbaur dalam pekatnya malam, dingin seolah tidak kebagian ruang untuk sekadar duduk sebentar.
Dalam beberapa hari belakangan, Alif ternyata nampak biasa saja. Biasa dalam artian setelah kejadian pembatalan sepihak pertemuannya dengan orang tua Nisa, tidak nampak dirinya murung dan sejenisnya. Ia kini lebih bisa bersikap dengan dirinya sendiri. Teman-temannya bahkan tidak pernah tahu cerita antara ia dan Nisa. Kekesalan terhadap Nisa bagai buih, ia sudah anggap seperti angin lalu. Dalam hal ini, ia lebih berkaca pada dirinya karena dengan mudah kembali membuka hati kepada seseorang. Adapun orang-orang seperti Nisa maupun Nurul, biarlah mereka demikian. Di dunia ini memang butuh orang-orang seperti mereka yang mungkin butuh hal-hal seperti yang dialami Alif untuk sensasi atau kesenangan tersendiri. Alif kembali menghabiskan waktunya ke tempat-tempat yang membuat suasana hatinya membaik dan mulai kembali menyibukan diri kepada kegiatan-kegiatan sosial dan kepemudaan. Ia merasa tertinggal dengan teman-temannya di kota, selama ia ditugaskan di Sumur Ujung Kulon, i
Alif dalam penyusunan agenda untuk kegiatan beberapa bulan ke depan. Timnya akan kembali menjadi pendamping edukasi wisata kekinian di tempat yang berbeda, kegiatannya di awal bulan lalu menjadi pilot proyek yang ternyata mulai diminati.----/Kereenn----Lagi dan lagi, notifikasi dari Nisa yang mengomentari status WA Alif. Kali ini adalah status mengenai foto keberhasilan Alif mendampingi lomba edukasi wisata. Pesan dengan emotikon love itu membuat Alif tidak habis pikir.----//Terima kasih kak----/Eh salah emotnya ulanginKerenn----Kali ini tiga gambar emotikon love sebelumnya diganti dengan gambar bintang dan tepuk tangan. Alif membalas dengan kata yang sama.----//Terima kasih----/Semoga selalu jadi yang terbaik diantara yang terbaik----//AminKakak juga----/Apanya?----//Semuanya kak----/Saya mah
Sesekali ia kembali ke halaman sebelumnya. Binar matanya tidak sebening dahulu, napasnya diatur pelan sekali.Alif membaca lekat tiap aksara yang pernah ia tulis. Ada senyum sesekali, ada mulut yang terkunci, ada pula gigi yang beradu saat membaca tulisan demi tulisan di buku catatannya. Ia berhenti sesaat untuk menikmati kopinya.Di letakannya kembali cangkir putih yang ada di tangan kanannya, ia kembali melihat isi catatan dan dirobeknya beberapa lembar.“Memang benar, manusia hanya bisa membuat rencana. Namun, pada akhirnya Allah juga yang menentukan rencana mana yang akan dijalani tiap hambanya,” lirihnya.Pukul 02:05WIB dan Alif masih terjaga, ia jadi susah untuk tidur. Alif memeriksa telepon pintarnya. Ada jadwal pertandingan bola dari klub yang ia jagokan akan bertanding. Ia mengetik status di WA.----/Yok bisa yokkk, final nih----Ia kembali lagi ke binder yang berisi tiap rencana dalam hidupnya. Gawainya
Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Alif langsung pulang ke indekos. Mustafa, Zulham, Fatma, dan Arini masih belum pulang. Ada beberapa obrolan ringan sepulang kerja yang biasanya saling dibagikan sekadar melepas penat dalam kerjaan. Alif sudah memberikan alasan jika ia pulang lebih awal, sejak siang ia sudah menahan kantuk luar biasa karena bergadang semalaman menggarap proyek yang sedang ia kerjakan.Kejadian demi kejadian dalam tiga tahun belakangan membuat Alif mendapat pelajaran yang sangat berharga, dalam waktu yang begitu singkat sudah banyak hal yang berubah dalam hidupnya, ia menyadari sepenuhnya. Alif tidak henti mengucap syukur, istigfar, dan meminta ampunan atas segala lalai dan kesalahan yang pernah ia perbuat. Sebagai manusia biasa yang memang tidak memiliki apa-apa, ia kini hanya ingin damai dan tenang saja dalam hidupnya.Begitupun saat beberapa kali status WAnya masih dikomentari oleh Nisa, tanpa basa basi Alif langsung membuat pertanyaan mengenai maks
“Dalam rangka apa nih emangnya?” Alif masih belum mengetahui duduk persoalannya. Sebagai anak indekos, makan di rumah makan ikan bakar bukan hal yang direkomendasikan jika setiap hari. Begitu pikir Alif.“Dalam rangka mengisi perut yang keroncongan bang,” jawab Mustafa.“Lah iya juga ya. Kenapa nggak sering-sering aja nih.”“Iya boleh banget, tapi emang tanggal sepuluh dan seterusnya loe mau makan mie instan terus-terusan?”“Ett dah tipes bang.”“Ya kita mau makan, makan aja bang. Kalau lagi ada rejekimah mau makan apa aja udah, nikmati.” Fatma menimpali.“Ini kita sengaja ngajak makan kayak gini biar ada obrolan sambil makan bro, loe belakangan kebanyakan diemnya sih, kita kan jadi khwatir. Kita ini disini kerjanya sama-sama jauh dari keluarga, ya kayak biar bagaimanapun kita udah kaya keluarga walau nggak satu nasab. Jadi, kalau ada satu dari kita yang lagi punya
Hari ini Alif kembali ke Sumur Ujung Kulon seorang diri, karena ia baru bisa berangkat setelah Salat Subuh. Teman-teman Alif sudah berangkat lebih dulu kemarin, Hari Minggu. Kebetulan Hari Senin ia sedang tidak ada jadwal di bagian divisi kerjanya.Alif berangkat dari Kebon Nanas Kota Tangerang, ia biasa menunggu di halte dekat RS Primaya. Dari Kebon Nanas, Alif akan menaiki bus jurusan Terminal Kalideres menuju Terminal Labuan, ada beberapa bus yang jalurnya ke Labuan. Pukul 05:45WIB bus yang Alif naiki sudah jalan.Rekor sementara bagi Alif saat berangkat ke Sumur Ujung Kulon di pagi hari adalah setelah azan Salat Subuh, setelah ia salat dua rakaat dan langsung berangkat dengan bus dari terminal di Kebon Nanas, hari dimana Alif harus ke Kota Serang untuk mendapatkan pengarahan penempatan tugas beberapa tahun lalu. Saat itu acara dimulai pukul 07:30WIB.Alif berangkat dengan stelan mahasiswa, akan ada perlakuan berbeda saat menaiki bus sejauh yang Alif ketahui.
Di sepanjang jalan Alif terus-terusan kepikiran, duduknya tak tenang, tangannya berkali-kali melihat gawai. Baru saja Alif merasakan indahnya kebersamaan yang sedang ia bangun dengan Fatimah, tanpa ada angin dan badai tiba-tiba Nurul malah kembali membuka komunikasi dengannya. Alif tentu tidak asing dengan profil WA yang tadi mengirim pesan kepadanya, itu jelas Nurul. Meskipun nomernya sudah ia hapus, tapi tetap mudah ia kenali.Alif tidak membalas pesan yang ia dapat, ia berusaha untuk tetap menjaga rumah tangganya dengan Fatimah. Setelah semua yang ia alami saat dahulu bersama Nurul, rasanya sudah cukup ia merasakan pahitnya dikhianati. Alif hanya bisa mendoakan agar Nurul selalu baik-baik saja, bukan semata karena ia ingin membalas sakit hati yang pernah ia alami, tetapi ia pun sadar jika menyimpan rasa kesal dan sesal yang berkepanjangan hanya akan menjadi penyakit di hatinya.****“Kamu mau kemana lagi?”“Kamu kenapa sih nanya terus? Udah kayak anak kecil aja.”“Eh, aku ini istr
Hari Alif kembali ke Sumur Pandeglang, atas masukan dan dukungan Fatimah, ia akhirnya tidak jadi resign dan masih bekerja seperti biasa. Untungnya Alif masih bisa berangkat bersama dengan Mustafa dan Zulham. Teman-temannya itu lewat Tol Serang-Panimbang, jadi Alif bisa menunggu mereka di pintu keluar tol, di Rangkasbitung. Tol Serang-Panimbang memang belum sepenuhnya selesai, jalan yang sudah selesai baru sampai Rangkasbitung.Alif mendapat kabar jika proyek yang dipegang oleh timnya sudah mendapat izin dari pemerintah setempat dan dinas pariwisata, sehingga objek wisata air Wahangan yang ditugaskan padanya bisa mulai dibuka untuk umum.“Kapan nih makan-makannya, Lif? Ucap Mustafa.“Lah, loe belum makan, Bang?”“Bukannya belum makaaaaan, panjul. Proyek loe kan lancar tuh.”“Hehehe, hayuk. Nyobain ikan nila di Bendungan Cikoncang gimana?”“Dimana tuh?”“Daerah munjul, nanti ambilnya dari arah pasar Panimbang belok kiri.”“Makin jauh dong kita.”“Yah, itu sih penawaran, Kalau mau ya hay
Namun, kali ini saat hal yang sama terjadi, ia hanya diam seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Ada kegetiran dalam hatinya, kini ia tidak lagi merasakan manisnya kata-kata indah dan penuh harap dari suaminya.Udara di kamarnya tak kunjung sejuk, keberadaan AC 2pk ditambah kipas angin seakan percuma. Guratan kecewa nampak jelas di wajahnya, tapi tetap ia coba sembunyikan saat bertemu orang lain.Saat di awal pernikahan, betapa ia merasa diperlakukan bak seorang ratu. Ia yang merupakan anak bungsu dari keluarganya, memang sangat nyaman saat dihadirkan kasih sayang. Belakangan, ia jarang mendapatkannya.Di tengah kepenatan dari sikap suaminya dan untuk menghilangkan rasa suntuknya, ia sengaja membuka gawainya, dengan maksud pikirannya bisa teralihkan. Jemarinya digerakan naik turun, lalu berhenti di salah satu status media sosial seseorang yang ia kenal di instagram.Semula ia hanya melihat kata-kata yang tertera di bawah foto itu, akhirnya ia klik juga dan masuklah ke akun si pemilik fo
/Assalamualaikum, selamata ya Mas. Aku turut berbahagia atas pernikahanmu. Maaf baru ngucapin selamat, aku baru liat foto profil kamu, hehehe.Btw minat maaf lagi baru tiga bulan berselang ngucapinnya.----Manisnya masa-masa awal pernikahan Alif hanya berlangsung tiga bulan, sebelum pesan dari Nurul terdampar di WAnya. Semula, ia tidak menggubrisnya. Tapi, saat pesan yang sama ia dapatkan tiga kali dalam waktu satu hari. Dengan berat hati, Alif membalasnya.----//Walaikumsalam. Terima kasih, ya.----Alif telah sepakat dengan Fatimah, mereka memulai perjalanan keluarga kecilnya tetap tinggal di lingkungan pesantren. Bukan tanpa alasan, Fatimah memang sudah meminta izin kepada Alif untuk bisa tetap dekat dengan Abahnya, yang saat ini sendirian. Sementara Alif, ia sedang mencari cara untuk mutasi ke Lebak atau memutuskan untuk resign dari pegawai negeri.Alasannya untuk mutasi, jelas karena ingin dekat dengan Fatimah dan bisa meluangkan waktu dengannya. Sebagai keluarga yang baru seum
Proyek revitasilasi kawasan wisata yang beberapa bulan lalu disurvei oleh Alif, ternyata harus memenuhi dua dokumen lagi untuk bisa dibuka untuk masyarakat umum. Kawasan wisata yang ia tangani adalah wisata air yang memiliki potensi besar jika bisa dikelola dengan baik, yaitu berupa sungai yang di sisinya berdiri tebing tinggi mirip Grand Canyon. Masyarakat sekitar menyebutnya dengan istilah “wahangan”. Semula lokasi tersebut luput dari perhatian penduduk sekitar karena memang tempat-tempat sejenis wahangan dianggap sungai biasa yang airnya biasa dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari. Namun, dengan ketelitian dari tim yang dibawahi oleh Alif, masyarakat sekitar akhirnya menemui titik temu untuk sepakat dikelola sebagai objek wisata agar bisa menggerakan roda ekonomi warga.Hanya tinggal menunggu dokumen yang kelengkapan ternyata bisa ditangani oleh rekan kerjanya, Akif memutuskan kembali ke indekost. Besok ada hal besar yang tengah menantinya.Alif menda
“Kenapa sih mas harus selalu menjadikan alasan segala hal di masa lalu kita untuk sulit melangkah ke depan? Memahami dan belajar ilmu agama itu memang penting, wajib malahan. Tapi kalau kita bukan orang yang diberi kesempatan untuk sama dengan orang-orang yang bisa belajar ilmu agama, kenapa nggak menjadi orang yang mencegah diri dari berbuat yang bisa membuat Allah murka.” Alif masih teringat kata-kata Fatimah saat ia berbincang dengannya beberapa hari yang lalu, saat itu Alif dengan sadar mengakui bahwa ia bukanlah seseorang yang memiliki pengetahuan luas mengenai ilmu agama, ia mengutarakan hal seperti itu karena merasa perlu disampaikan kepada Fatimah, tetapi Fatimah malah memberikan jawaban yang menurut Alif begitu berimbang. Fatimah sepertinya memahami bahwa setiap manusia memiliki perannya masing-masing, tanpa harus mengungkit masa lalu dan mencari-cari alasan mengapa seseorang tidak belajar ilmu agama dengan serius, ia lebih kepada memiliki pemikiran untuk me
Azan subuh belum terdengar, fajar shadiq yang merupakan pertanda datangnya waktu Salat Subuh belum nampak, langit masih pekat. Fajar shadiq menjadi tanda sebagai batas antara akhir waktu malam dengan permulaan waktu pagi. Sayup terdengar suara seseorang yang sedang tadarus dari musala yang terletak di samping bangunan majelis talim.Satu kamar yang berada di rumah utama lingkungan pondok pesantren sudah menyala lampunya. Si pemilik kamar sudah duduk dengan hikmat di atas sajadah, lisannya basah oleh kalimat tasbih.Satu gelas teh hangat berada di meja kamarnya. Saat bangun tidur, rutinitasnya memang memasak air terlebih dahulu, membuat teh manis, satu untuk abahnya yang ia letakan di meja makan dan satu lagi untuknya sendiri. Sejak wafatnya bu nyai, Fatimah sepenuhnya berkhidmat di rumah, menjaga abah yang kesehatannya sedang naik turun.Selepas Salat Subuh, ia melanjutkan aktivitasnya dengan masuk, menyiapkan sarapan untuk abah. Baktinya dengan orang tua, sudah
Hari ini Alif ikut pulang dengan teman-temannya, baik Zulham, Mustafa, Fatma, dan Arini sepakat untuk pulang lewat jalur utama ke alun-alun Pandeglang. Kurang lebih, begitulah rutinitas orang-orang yang bertugas jauh dari rumah. Bagaimanapun kondisinya, jika memungkinkan dan ada kesempatan untuk bertemu keluarga, maka pilihan itulah yang utama. Lika-liku bekerja jauh dari rumah memang masih mereka jalani, ada yang sewaktu-waktu harus pulang lebih awal karena ada keperluan menyangkut keluarga yang amat mendesak, ada pula yang mesti rela tidak pulang hingga beberapa bulan karena banyak pekerjaan atau kondisi kesehatan yang menurun.Walaupun banyak orang-orang yang menyarankan kepada Alif dan teman-temannya untuk menetap di Sumur Ujung Kulon. Namun, tetap saja pada episode ini yang menjadi tokoh utama jelas Alif dan teman-temannya. Terkadang, ketika seseorang memberikan saran, tidak mendalami dan memahami betul kondisi atau pertimbangan mendasar mengapa sampai saat ini Alif dan teman-tem
“Udah nih pakaiannya, pada salin gih.” Pak Nandi memberikan pakaian ganti.“Iya loe bang, sana gih. Mana belum Salat Asar,” Fatma menimpali.“Eh, jam berapa ini ya?”“Udah mau jam lima bang.”Alif menuju kamar mandi yang sekaligus tempat untuk membilas bagi orang-orang yang mandi di pantai. Di Pantai Daplangu disediakan musala panggung yang bersebelahan dengan kamar mandi, tidak jauh dari gerbang pintu masuk.Setelah puas hampir tiga jam Alif bermain air di Pantai Daplangu, mereka sepakat untuk pulang.“Gimana rasanya Lif? Masih penasaran nggak?”“Hahahaha, kalau tahu asyik kayak gini dari kemarin-kemain aja yak nyeburnya.”****Untuk menghilangkan rasa suntuk, Alif sengaja mengupload fotonya saat di pantai.-----/Jalan-jalan terooooos----Satu pesan WA masuk, mengomentari status WA Alif.----//He