Minggu pertama di bulan Januari Alif telah mengabari orang rumahnya bahwa ia tidak pulang. Setiap awal tahun, di tempat kerjanya banyak sekali rapat-rapat penyusunan agenda dan program kerja. Segala hal yang akan ia kerjakan selama satu tahun kedepan akan disusun dalam agenda penyusunan program tahunan.
Kedua orang tua Alif maklum dengan anaknya, terlebih sebagai “orang baru” yang bekerja di kampung orang Alif harus bisa menujukan kinerjanya dengan baik.
“Iya Mas, Nggak apa-apa kalau minggu ini nggak pulang dulu, lagian kamu juga harus jaga kesehatan. Bolak-balik Ujung Kulon Tangerang dengan motoran kan nggak sejam dua jam. Ibu selalu doakan kamu dari sini.”
Penat dan suntuknya efek dari rapat akhir tahun akhirnya Alif rasakan. Biasanya ia akan melampiaskan rasa suntuknya dengan traveling atau sekadar ke tempat-tempat alam terbuka.
“Bang Zul, Minggu ini kan nggak balik nih. Otw kemana gitu yuk!”
“Iya nih bt
Sesampainya di indekost, Alif baru memeriksa telepon pintarnya. Sejak sampai di Ujung Jaya yang merupakan desa terakhir di ujung Banten, ia menonaktifkan data internetnya. Beberapa notifikasi masuk, baru saja Alif menyandarkan tubuhnya di tembok kamar matanya menangkap pesan beruntun dari ibunya.----/Assalamualaikum, mas ini siapa yang datang ke rumah?----/Mas Alif, kamu ada janji apa sama Khairunnisa?----/Mas, mbo yo dibalas pesan ibu. Ini ada Nisa di rumahEmangnya kamu jadi pulang?----Jedaggh, Alif menjadi kebingungan dibuatnya. Alif belum membalas pesan dari ibunya, ia mengingat-ingat kembali apa memang ia punya janji atau mengundang Nisa ke rumahnya.----//Walaikumsalam, ibu maafin Alif baru sempat balasAlif baru pulang dari Taman Nasional Ujung KulonAlif nggak janji apa-apa atau mengundang Nisa bu, Alif mau salat dulu ya bu----Alif menenangkan pi
“Udahlah, coba aja dulu, nggak ada salahnya kan?” Mustafa merapikan dokumen kerjanya. “Emang mau sampai kapan loe nutup diri gitu mas?”“Gue nggak nutup diri bang, lagi ngerasa nggak pas aja gitu untuk sekarang.”“Mas bro, Coba deh loe pikir baik-baik. Apa ada seorang perempuan yang datang jauh-jauh dari Pasar Rebo Jakarta Selatan cuma buat numpang ngeteh doang di rumah seorang cowok, ke rumah loe?”
Makjleeebbbbb, Nisa tidak pernah menyangka orang seperti Alif bisa berkata demikian, mendengarnya saja Nisa bagai tersambar petir.“Kok kak Alif ngomongnya gitu sih?”“Kamu terlalu baik buat aku, apa mesti harus ada diksi kayak gitu Nis? Ada apa dengan orang baik, atau mengarah jadi orang baik, emangnya salah Nis?”
Jarak, ternyata begitu memiliki pengaruh yang besar dalam suatu hubungan. Termasuk bagi Alif yang kini menjalani hubungan dengan Nisa. Hubungan jarak jauh dengan komunikasi melalui telepon memang masih bisa dilakukan. Namun, untuk tetep mengenal satu sama lain tidak cukup hanya dengan komunikasi telepon semata.Sebelumnya, tubuh Alif sudah sangat mengenal dan hafal rasa lelah menempuh perjalanan Sumur Pandeglang ke Rangkasbitung. Kini, apa Alif akan sanggup jika untuk sekadar bertemu dengan Nisa, ia harus ke Pasar Rebo Jakarta Selatan.Untunglah, Alif mendapat kabar kalau Nisa baru saja diterima bekerja di daerah Gintung Kabupaten Tangerang. Nisa diterima menjadi guru di pondok pesantren modern terbesar di Kabupaten Tangerang. Ia tidak menjadi guru mengaji, melainkan guru untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk tingkat SMA.----/Kak, Aku udah sampai nih di pondok----//Selamat menjadi santriwati ya kamu----/Heheh
Alif sengaja berangkat dari hari Sabtu agar ia bisa mampir untuk pulang dan istirahat, setelahnya di Minggu pagi ia menjadi pengisi materi, dan siangnya kembali ke Ujung Kulon dengan terlebih dahulu singgah di Bitung untuk sekadar bertemu dengan Nisa.----/Iya, besok Minggu bisa kok kita ketemuKak Alif mungkin sampai di Bitungnya siang, itu pun sebentar karena mau lanjut kerja----//Emang kerja dimana kak?Di daerah Pandeglang Nis----Alif sengaja tidak pernah menampilkan identitasnya sebagai pegawai negeri atau pun label lainnya. Ia paling tidak suka dengan label atau title. Pernah dalam satu kesempatan, selesai mengisi kegiatan organisasi kepemudaan ia mendapatkan pesan dari peserta perempuan seminar. Sebagai orang yang sudah terlanju dikenal oleh peserta kegiatan tersebut, Alif kerap membalas beberapa pesan dari si perempuan. Hingga akhirnya dalam percakapan yang mengarah kepada hubungan lawan jenis, Alif dibuat mati ras
Dengan kehadiran Nisa saat ini, Alif belum sepenuhnya bisa menerima sosoknya secara utuh. Bayang-bayang dari kekecewaan di masa lalu tetap membekas, terlebih ia dikejutkan oleh tindakan Nisa yang membuat status WA seperti anak-anak SMP atau SMA yang ingin membuktikan eksistensinya.-/ Inilah aku apa adanya, yang masih senang berhahahihiStatus WA lengkap dengan berpose yang menampilkan keceriaan itu sedikit pun tidak Alif tanggapi. Biarlah, Alif hanya menduga memang Nisa nampak ceria di balik cadarnya yang senanda dengan jarinya membentuk victory.Alif membuang jauh segala pikiran yang hanya membuatnya ragu terhadapa apa pun yang saat ini sedang ia capai. Ia mengerti betul posisinya yang telah melewati kisah asamara dengan sosok seperti Nurul. Baginya saat ini, apa pun itu yang hanya melemahkan semangatnya, tak akan ia gubris lagi.“Nis, keseriusan dalam suatu hubungan bisa berarti adanya upaya yang ditempuh untuk mendekatkan diri kepada hal-hal yan
Alif bermaksud ke Dampit, ada pamannya yang tinggal disana dan sudah lama ia tidak berjumpa. Namun, karena perjalanan kali ini adalah kali pertamanya ia ke Malang, Alif masih belum tahu persis rute dan kendaraan mana yang akan ia cari. Biasanya, paman Alif yang berkunjung ke Tangerang.“Pintu keluarnya sebelah sana mas.” Petugas pintu kereta nampak sopan dengan senyumnya.Alif mencari kursi tunggu di stasiun dan duduk sejenak, ia mengeluarkan gawainya dan mulai membuka peta. Alif biasa menentukan segala hal yang akan ia lakukan di perjalanan saat masih ada di dalam aera stasiun, tujuannya adalah demi keamanan dan keselamatan. Bagi orang awam atau orang baru yang datang ke suatu tempat dan terlihat bingung biasanya akan mudah mengundang tindak kejahatan, tetapi sejauh ini jika ia keliling ke daerah Jawa Timur situasi masih aman.Setelah mengetahui rute yang harus ia tempuh untuk sampai ke Dampit, Alif mulai mencari kendaraan umum yang melintas k
Setelah dua jam perjalanan dan sudah beberapa kali tertidur di bus, Alif terbangun dan memastikan tasnya. Ia melihat gawainya, lalu mencari titik keberadaannya di peta digital.“Lampu merah, kiri ya pak!”Alif turun di perempatan lampu merah Dampit, kemudia ia menuju masjid agung yang berada beberapa meter di depan. Dari bayangan matahari yang terlihat memang menujukan waktu salat zuhur.Alif melepas sepatu dan kaos kakinya, ia membiarkan telapak kakinya mencium ubin masjid. Sejuk rasanya, ia bahkan ingin tidur dan meluruskan badannya.Di bagian samping masjid agung Alif meletakan ranselnya, ia kemudian ke kamar mandi dan membersihkan diri untuk salat.“Assalamualaikum, halo Mas Alif.” Alif sedikit kaget dengan suara yang baru dikenalnya dari balik telepon.“Walaikumsalam, iya benar pak.”“Ini Mas Fuad anaknya pakdhemu. Lho, Mas Alif ke Dampit kok nggak minta dijemput. Katanya dari kemarin per
Di sepanjang jalan Alif terus-terusan kepikiran, duduknya tak tenang, tangannya berkali-kali melihat gawai. Baru saja Alif merasakan indahnya kebersamaan yang sedang ia bangun dengan Fatimah, tanpa ada angin dan badai tiba-tiba Nurul malah kembali membuka komunikasi dengannya. Alif tentu tidak asing dengan profil WA yang tadi mengirim pesan kepadanya, itu jelas Nurul. Meskipun nomernya sudah ia hapus, tapi tetap mudah ia kenali.Alif tidak membalas pesan yang ia dapat, ia berusaha untuk tetap menjaga rumah tangganya dengan Fatimah. Setelah semua yang ia alami saat dahulu bersama Nurul, rasanya sudah cukup ia merasakan pahitnya dikhianati. Alif hanya bisa mendoakan agar Nurul selalu baik-baik saja, bukan semata karena ia ingin membalas sakit hati yang pernah ia alami, tetapi ia pun sadar jika menyimpan rasa kesal dan sesal yang berkepanjangan hanya akan menjadi penyakit di hatinya.****“Kamu mau kemana lagi?”“Kamu kenapa sih nanya terus? Udah kayak anak kecil aja.”“Eh, aku ini istr
Hari Alif kembali ke Sumur Pandeglang, atas masukan dan dukungan Fatimah, ia akhirnya tidak jadi resign dan masih bekerja seperti biasa. Untungnya Alif masih bisa berangkat bersama dengan Mustafa dan Zulham. Teman-temannya itu lewat Tol Serang-Panimbang, jadi Alif bisa menunggu mereka di pintu keluar tol, di Rangkasbitung. Tol Serang-Panimbang memang belum sepenuhnya selesai, jalan yang sudah selesai baru sampai Rangkasbitung.Alif mendapat kabar jika proyek yang dipegang oleh timnya sudah mendapat izin dari pemerintah setempat dan dinas pariwisata, sehingga objek wisata air Wahangan yang ditugaskan padanya bisa mulai dibuka untuk umum.“Kapan nih makan-makannya, Lif? Ucap Mustafa.“Lah, loe belum makan, Bang?”“Bukannya belum makaaaaan, panjul. Proyek loe kan lancar tuh.”“Hehehe, hayuk. Nyobain ikan nila di Bendungan Cikoncang gimana?”“Dimana tuh?”“Daerah munjul, nanti ambilnya dari arah pasar Panimbang belok kiri.”“Makin jauh dong kita.”“Yah, itu sih penawaran, Kalau mau ya hay
Namun, kali ini saat hal yang sama terjadi, ia hanya diam seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Ada kegetiran dalam hatinya, kini ia tidak lagi merasakan manisnya kata-kata indah dan penuh harap dari suaminya.Udara di kamarnya tak kunjung sejuk, keberadaan AC 2pk ditambah kipas angin seakan percuma. Guratan kecewa nampak jelas di wajahnya, tapi tetap ia coba sembunyikan saat bertemu orang lain.Saat di awal pernikahan, betapa ia merasa diperlakukan bak seorang ratu. Ia yang merupakan anak bungsu dari keluarganya, memang sangat nyaman saat dihadirkan kasih sayang. Belakangan, ia jarang mendapatkannya.Di tengah kepenatan dari sikap suaminya dan untuk menghilangkan rasa suntuknya, ia sengaja membuka gawainya, dengan maksud pikirannya bisa teralihkan. Jemarinya digerakan naik turun, lalu berhenti di salah satu status media sosial seseorang yang ia kenal di instagram.Semula ia hanya melihat kata-kata yang tertera di bawah foto itu, akhirnya ia klik juga dan masuklah ke akun si pemilik fo
/Assalamualaikum, selamata ya Mas. Aku turut berbahagia atas pernikahanmu. Maaf baru ngucapin selamat, aku baru liat foto profil kamu, hehehe.Btw minat maaf lagi baru tiga bulan berselang ngucapinnya.----Manisnya masa-masa awal pernikahan Alif hanya berlangsung tiga bulan, sebelum pesan dari Nurul terdampar di WAnya. Semula, ia tidak menggubrisnya. Tapi, saat pesan yang sama ia dapatkan tiga kali dalam waktu satu hari. Dengan berat hati, Alif membalasnya.----//Walaikumsalam. Terima kasih, ya.----Alif telah sepakat dengan Fatimah, mereka memulai perjalanan keluarga kecilnya tetap tinggal di lingkungan pesantren. Bukan tanpa alasan, Fatimah memang sudah meminta izin kepada Alif untuk bisa tetap dekat dengan Abahnya, yang saat ini sendirian. Sementara Alif, ia sedang mencari cara untuk mutasi ke Lebak atau memutuskan untuk resign dari pegawai negeri.Alasannya untuk mutasi, jelas karena ingin dekat dengan Fatimah dan bisa meluangkan waktu dengannya. Sebagai keluarga yang baru seum
Proyek revitasilasi kawasan wisata yang beberapa bulan lalu disurvei oleh Alif, ternyata harus memenuhi dua dokumen lagi untuk bisa dibuka untuk masyarakat umum. Kawasan wisata yang ia tangani adalah wisata air yang memiliki potensi besar jika bisa dikelola dengan baik, yaitu berupa sungai yang di sisinya berdiri tebing tinggi mirip Grand Canyon. Masyarakat sekitar menyebutnya dengan istilah “wahangan”. Semula lokasi tersebut luput dari perhatian penduduk sekitar karena memang tempat-tempat sejenis wahangan dianggap sungai biasa yang airnya biasa dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari. Namun, dengan ketelitian dari tim yang dibawahi oleh Alif, masyarakat sekitar akhirnya menemui titik temu untuk sepakat dikelola sebagai objek wisata agar bisa menggerakan roda ekonomi warga.Hanya tinggal menunggu dokumen yang kelengkapan ternyata bisa ditangani oleh rekan kerjanya, Akif memutuskan kembali ke indekost. Besok ada hal besar yang tengah menantinya.Alif menda
“Kenapa sih mas harus selalu menjadikan alasan segala hal di masa lalu kita untuk sulit melangkah ke depan? Memahami dan belajar ilmu agama itu memang penting, wajib malahan. Tapi kalau kita bukan orang yang diberi kesempatan untuk sama dengan orang-orang yang bisa belajar ilmu agama, kenapa nggak menjadi orang yang mencegah diri dari berbuat yang bisa membuat Allah murka.” Alif masih teringat kata-kata Fatimah saat ia berbincang dengannya beberapa hari yang lalu, saat itu Alif dengan sadar mengakui bahwa ia bukanlah seseorang yang memiliki pengetahuan luas mengenai ilmu agama, ia mengutarakan hal seperti itu karena merasa perlu disampaikan kepada Fatimah, tetapi Fatimah malah memberikan jawaban yang menurut Alif begitu berimbang. Fatimah sepertinya memahami bahwa setiap manusia memiliki perannya masing-masing, tanpa harus mengungkit masa lalu dan mencari-cari alasan mengapa seseorang tidak belajar ilmu agama dengan serius, ia lebih kepada memiliki pemikiran untuk me
Azan subuh belum terdengar, fajar shadiq yang merupakan pertanda datangnya waktu Salat Subuh belum nampak, langit masih pekat. Fajar shadiq menjadi tanda sebagai batas antara akhir waktu malam dengan permulaan waktu pagi. Sayup terdengar suara seseorang yang sedang tadarus dari musala yang terletak di samping bangunan majelis talim.Satu kamar yang berada di rumah utama lingkungan pondok pesantren sudah menyala lampunya. Si pemilik kamar sudah duduk dengan hikmat di atas sajadah, lisannya basah oleh kalimat tasbih.Satu gelas teh hangat berada di meja kamarnya. Saat bangun tidur, rutinitasnya memang memasak air terlebih dahulu, membuat teh manis, satu untuk abahnya yang ia letakan di meja makan dan satu lagi untuknya sendiri. Sejak wafatnya bu nyai, Fatimah sepenuhnya berkhidmat di rumah, menjaga abah yang kesehatannya sedang naik turun.Selepas Salat Subuh, ia melanjutkan aktivitasnya dengan masuk, menyiapkan sarapan untuk abah. Baktinya dengan orang tua, sudah
Hari ini Alif ikut pulang dengan teman-temannya, baik Zulham, Mustafa, Fatma, dan Arini sepakat untuk pulang lewat jalur utama ke alun-alun Pandeglang. Kurang lebih, begitulah rutinitas orang-orang yang bertugas jauh dari rumah. Bagaimanapun kondisinya, jika memungkinkan dan ada kesempatan untuk bertemu keluarga, maka pilihan itulah yang utama. Lika-liku bekerja jauh dari rumah memang masih mereka jalani, ada yang sewaktu-waktu harus pulang lebih awal karena ada keperluan menyangkut keluarga yang amat mendesak, ada pula yang mesti rela tidak pulang hingga beberapa bulan karena banyak pekerjaan atau kondisi kesehatan yang menurun.Walaupun banyak orang-orang yang menyarankan kepada Alif dan teman-temannya untuk menetap di Sumur Ujung Kulon. Namun, tetap saja pada episode ini yang menjadi tokoh utama jelas Alif dan teman-temannya. Terkadang, ketika seseorang memberikan saran, tidak mendalami dan memahami betul kondisi atau pertimbangan mendasar mengapa sampai saat ini Alif dan teman-tem
“Udah nih pakaiannya, pada salin gih.” Pak Nandi memberikan pakaian ganti.“Iya loe bang, sana gih. Mana belum Salat Asar,” Fatma menimpali.“Eh, jam berapa ini ya?”“Udah mau jam lima bang.”Alif menuju kamar mandi yang sekaligus tempat untuk membilas bagi orang-orang yang mandi di pantai. Di Pantai Daplangu disediakan musala panggung yang bersebelahan dengan kamar mandi, tidak jauh dari gerbang pintu masuk.Setelah puas hampir tiga jam Alif bermain air di Pantai Daplangu, mereka sepakat untuk pulang.“Gimana rasanya Lif? Masih penasaran nggak?”“Hahahaha, kalau tahu asyik kayak gini dari kemarin-kemain aja yak nyeburnya.”****Untuk menghilangkan rasa suntuk, Alif sengaja mengupload fotonya saat di pantai.-----/Jalan-jalan terooooos----Satu pesan WA masuk, mengomentari status WA Alif.----//He