“Mas, kalau aku banyak kekurangan disana sini, kamu sabar ya bimbing akunya. Aku nggak pandai dalam hal agama, aku nggak bisa masak, aku orangnya nggak punya rencana.”
Alif menyandarkan bahunya di tembok kamar, memejamkan matanya dan mengingat perkataan Nurul yang pernah disampaikan kepadanya. Ia kemudian membuka binder yang berisi berbagai rencana hidupnya. Ia tatapi semua lembar demi lembar. Alif menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan, ia rasakan betul tiap oksigen yang masuk ke dalam tubuhnya. Alif meminum teh pahitnya perlahan.
Alif menuliskan kendala-kendala yang ia hadapi dari rencana yang telah ia buat dan memikirkan beberapa cara untuk menyelesaikannya lengkap dengan alternatifnya.
Saat ini, ia tengah dihadapkan pada keraguan pak Handoko yang belum juga memberikan izin kepadanya untuk memberikan restu menikahi Nurul. Lalu, Alif menuliskan rencana-rencana yanng dapat ia komunikasikan kembali kepada pak Handoko hingga membuatnya y
Alif dan Nurul menyantap menu yang telah mereka pesan, pembicaraan yang tadi telah dimulai harus dijeda. Gerimis mulai menampakan dirinya melalui suara yang beradu di atap, wangi petrikor kesukaan Alif tercium.Alunan musik terdengar ramah di telinga dari suara pemain band yang disediakan oleh pemilik cafe untuk menghibur pengunjung. Pengunjung yang datang pun fokus dengan urusan masing-masing, tak nampak mata-mata usil yang memandangi urusan orang lain. Entah memang tiap orang yang datang membawa dunianya sendiri atau kecenderungan untuk tidak mengurusi hidup orang lain yang lebih nampak.“De, suasana hati kamu lagi baik nggak?”“Udah baik kok mas, masa aku mau nangis terus.”“Tapi kok hari ini dari awal ketemu mukanya lebih banyak cemberut de?”“Nggak tahu kenapa kalau ketemu kamu aku bawaannya jadi nggak enak mas.”“Kamu nggak suka mas disini de?”“Bukan mas, bukan g
"Mas berharap ada solusi yang bisa kita pecahkan bersama, ada titik temu yang bisa membuat kita bisa intens lagi komunikasi seperti sebelumnya de.”Nurul memandangi coretan pulpen Alif di atas lembar demi lembar kertas buku catatannya. Begitu terencana, sistematis, dan penuh perhitungan. Nurul semakin merasa tak enak hati, ia semakin merasa bersalah. Ingin rasanya ia ungkapkan hal yang sebenarnya terjadi, saat itu juga mulutnya malah enggan untuk sekadar menghentikan pembicaraan Alif.“Kamu lagi nggak enak badan de? Kok malah diam aja? Apa dari rencana-rencana yang udah mas buat nggak ada solusi ya untuk kamu?”Suasan hening, Alif menghentikan pembicaraannya dan menyeruput kembali kopi pahitnya.“Mas, kenapa kamu tempo hari nggak ngizinin aku untuk pamit?”Pahit kopi yang baru saja Alif tenggak menjadi tiada rasa.“Kok kamu malah kesitu lagi sih de? Kalau lagi ada masalah yang berat banget kasih tahu ke ma
Alif pulang ke rumahnya dengan suasana hati yang tidak baik. Namun, karena rasa capek yang begitu mendera ia pun mengabaikan pikirannya yang tengah kalut. Perjalanannya dengan sepeda motor kali ini dipenuhi berbagai drama, mulai dari kaca spion kirinya yang diserempet pengendara motor lain di lampu merah simpang empat Lebak, tumpahnya kopi yang baru ia pesan karena tersempar kaki akibat ulah konyol anak motor yang baru saja datang di perumahan Citra Maja saat akan memesan kopi, dan yang paling membuatnya kehilangan semangat adalah saat tahu gawainya hilang saat akan mengisi bahan bakar kendaraannya si Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum. Sore itu Alif hanya ingin secepatnya merebahkan badannya di kasur.Alif baru bangun tidur saat waktu menunjukan pukul 21:15WIB, setelah ia makan, mandi, dan salat barulah ia mulai menyalakan laptopnya untuk membackup data di gawainya yang hilang. Ia memastikan kopi hitam di cangkirnya masih panas.“Ya salaaam, ada-a
Selanjutnya ada beberapa status terbaru yang terlanjur terbaca oleh Alif, yaitu aktivitas saling balas komentar postingan antara Nurul dengan akun yang sudah lama ia ikuti. Saat Alif mengklik histori postingan yang Nurul sukai, barulah Alif menyadari sesuatu bahwa selama ini ada hal besar yang ditutupi oleh Nurul mengenai hubungannya dengan orang dari masa lalunya yang ternyata masih berlanjut.Nurul memang sudah memberitahu sebelumnya, saat masih awal-awal pendekatan komunikasi dengan Alif, ia memiliki masa lalu pernah dekat dengan seseorang namun dikecewakan. Tapi dari semua hal yang sudah ia lakukan bersama dengan Nurul, dari segala ucapan yang telah disepakati, dari tiap curhatan yang selalu ia dengarkan dengan baik, dari waktu yang dihabiskan berdua, dari tiap langkah dan jarak yang sudah ia tempuh untuk merawat hubungannya dengan Nurul. Apakah tidak ada artinya sama sekali? Berbagai pertanyaan besar mengisi ruang di pikiran Alif. Apakah ini jawaban dari us
Hari-hari yang dilalui Alif kian monoton, ia bahkan lebih banyak diam. Mustafa yang terbilang dekat dengannya pun sudah menanyakannya beberapa kali keadaannya tapi Alif enggan bercerita, sementara Zulham lebih memilih menunggu Alif bercerita. Kedua sahabatnya itu perlahan mulai paham dan mengerti situasinya. Bagi seorang Alif yang biasanya senang bercanda, jelas menjadi hal yang tidak biasa jika ia lebih banyak diam. Apalagi kalau bukan soal asmara.Alif sebenarnya sudah tersadarkan jika perasaannya kepada Nurul memang harus segera dihilangkan, ia bukan tipe orang yang mau berlama-lama menghabiskan waktu tanpa tujuan yang jelas. Namun, ternyata cara-cara yang dilakukan Nurul terhadap dirinya merupakan pukulkan yang keras.****“Udah sih bang, kayak nggak ada perempuan lain aja. Orang jahat kayak gitu kok masih bisa-bisanya loe pikirin,” ucap Fatma saat melihat Alif dengan tatapan kosong di meja kerjanya.“Dia bukan orang jahat Fat.&rdquo
“Kamu apaan sih ngomongnya gitu.”“Yaudah besok kalau butuh apa-apa hubungi aku lagi aja, gih balik KRL kamu ke Rangkas udah mau jalan tuh.”Nurul meninggalkan Stasiun Duri dengan hati yang bimbang. Namun demikian, ia tidak menyangkal pertemuannya dengan Furqon membuatnya senang, terlebih Furqon telah membantunya membuatkan alat peraga untuknya.****“Eh kok aku nggak ngerti ya ngerjain beginian,” ucap Nurul dari balik Gawai.“Apaan sih emangnya?”“Ini loh laporan akhir tahunan aku.”“Yaaah kayak gituan aja nggak bisa.”“Yeeee aku kan masih baru terjun di dunia kerja kayak gini, kamu enak udah lebih dulu jadi gampang aja ngomong kayak gitu.”“Mau dibantuin nggak?”“Nggak ah, aku nggak mau ngerepotin kamu.”“Yudah kirim aja filenya, nanti aku kerjain sekalian deh. Aku juga lagi nyusun laporan akh
Saat akhir pekan, tidak biasanya Alif ikut pulang ke Kota Tangerang berbarengan dengan teman-temannya yang akan kembali ke Jabodetabek. Namun, teman-teman Alif maklum setelah melihat stelan mendaki gunungnya.Jika teman-temannya kembali ke rumahnya masing-masing ada yang membawa oleh-oleh khas Sumur Pandeglang atau barang bawaan lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan. Jumat sore itu, Alif kembali membawa carier 65liternya saat pulang ke rumah.“Bang bro, gue kayaknya hari Minggu sampai di Tangerang sekitaran Asar. Tungguin yak hehehe.”“Emang mau naik gunung mana bang?” Tanya Fatma.“Belum tahu nih, ya sedapatnya aja deh.”“Lha, ini orang kok mau naik gunung tapi belum tahu tujaunnya,” Mustafa menimpali.“Paling mau ambil sekitaran Jawa Barat bang, antara Gunung Pangranggo atau Gunung Gede deh.”“Terus ini pulang ke rumah dulu kan?”“Ya iyal
Alif berangkat menuju titik temu yang telah diberitahukan Rizal, yaitu di ring road Alam Sutra Tangerang Selatan. Sesampaikanya di tempat titik temu, ia melihat Rizal dan seorang lagi sedang asyik dengan gawainya.“Assalamualaikum,” sapa Alif.“Walaikumsalam, kak Alif sendirian aja?” Rizal menghampiri Alif untuk bersalaman. “Nanda, loe fokus banget sama game.”“Eh kak Alif, maaf kak hehehehe.”“Gimana persiapan bro?”“Beres kak, nesting, tikar tambahan per orang, flyhseet, dan kompor udah masuk packing semua. Sisanya sih ya tambahan aja,” jawab Rizal.“Berarti tinggal logistik ya?”“Iya kak.”“Okay nanti kita berhenti di minimarket sekitaran puncak aja ya biar nggak terlalu berat bawaannya.”Alif, Rizal, dan Nanda lalu berangkat menuju puncak ke kawasan Gunung Gede Pangrango. Mereka melewati rute BSD ke ar
Di sepanjang jalan Alif terus-terusan kepikiran, duduknya tak tenang, tangannya berkali-kali melihat gawai. Baru saja Alif merasakan indahnya kebersamaan yang sedang ia bangun dengan Fatimah, tanpa ada angin dan badai tiba-tiba Nurul malah kembali membuka komunikasi dengannya. Alif tentu tidak asing dengan profil WA yang tadi mengirim pesan kepadanya, itu jelas Nurul. Meskipun nomernya sudah ia hapus, tapi tetap mudah ia kenali.Alif tidak membalas pesan yang ia dapat, ia berusaha untuk tetap menjaga rumah tangganya dengan Fatimah. Setelah semua yang ia alami saat dahulu bersama Nurul, rasanya sudah cukup ia merasakan pahitnya dikhianati. Alif hanya bisa mendoakan agar Nurul selalu baik-baik saja, bukan semata karena ia ingin membalas sakit hati yang pernah ia alami, tetapi ia pun sadar jika menyimpan rasa kesal dan sesal yang berkepanjangan hanya akan menjadi penyakit di hatinya.****“Kamu mau kemana lagi?”“Kamu kenapa sih nanya terus? Udah kayak anak kecil aja.”“Eh, aku ini istr
Hari Alif kembali ke Sumur Pandeglang, atas masukan dan dukungan Fatimah, ia akhirnya tidak jadi resign dan masih bekerja seperti biasa. Untungnya Alif masih bisa berangkat bersama dengan Mustafa dan Zulham. Teman-temannya itu lewat Tol Serang-Panimbang, jadi Alif bisa menunggu mereka di pintu keluar tol, di Rangkasbitung. Tol Serang-Panimbang memang belum sepenuhnya selesai, jalan yang sudah selesai baru sampai Rangkasbitung.Alif mendapat kabar jika proyek yang dipegang oleh timnya sudah mendapat izin dari pemerintah setempat dan dinas pariwisata, sehingga objek wisata air Wahangan yang ditugaskan padanya bisa mulai dibuka untuk umum.“Kapan nih makan-makannya, Lif? Ucap Mustafa.“Lah, loe belum makan, Bang?”“Bukannya belum makaaaaan, panjul. Proyek loe kan lancar tuh.”“Hehehe, hayuk. Nyobain ikan nila di Bendungan Cikoncang gimana?”“Dimana tuh?”“Daerah munjul, nanti ambilnya dari arah pasar Panimbang belok kiri.”“Makin jauh dong kita.”“Yah, itu sih penawaran, Kalau mau ya hay
Namun, kali ini saat hal yang sama terjadi, ia hanya diam seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Ada kegetiran dalam hatinya, kini ia tidak lagi merasakan manisnya kata-kata indah dan penuh harap dari suaminya.Udara di kamarnya tak kunjung sejuk, keberadaan AC 2pk ditambah kipas angin seakan percuma. Guratan kecewa nampak jelas di wajahnya, tapi tetap ia coba sembunyikan saat bertemu orang lain.Saat di awal pernikahan, betapa ia merasa diperlakukan bak seorang ratu. Ia yang merupakan anak bungsu dari keluarganya, memang sangat nyaman saat dihadirkan kasih sayang. Belakangan, ia jarang mendapatkannya.Di tengah kepenatan dari sikap suaminya dan untuk menghilangkan rasa suntuknya, ia sengaja membuka gawainya, dengan maksud pikirannya bisa teralihkan. Jemarinya digerakan naik turun, lalu berhenti di salah satu status media sosial seseorang yang ia kenal di instagram.Semula ia hanya melihat kata-kata yang tertera di bawah foto itu, akhirnya ia klik juga dan masuklah ke akun si pemilik fo
/Assalamualaikum, selamata ya Mas. Aku turut berbahagia atas pernikahanmu. Maaf baru ngucapin selamat, aku baru liat foto profil kamu, hehehe.Btw minat maaf lagi baru tiga bulan berselang ngucapinnya.----Manisnya masa-masa awal pernikahan Alif hanya berlangsung tiga bulan, sebelum pesan dari Nurul terdampar di WAnya. Semula, ia tidak menggubrisnya. Tapi, saat pesan yang sama ia dapatkan tiga kali dalam waktu satu hari. Dengan berat hati, Alif membalasnya.----//Walaikumsalam. Terima kasih, ya.----Alif telah sepakat dengan Fatimah, mereka memulai perjalanan keluarga kecilnya tetap tinggal di lingkungan pesantren. Bukan tanpa alasan, Fatimah memang sudah meminta izin kepada Alif untuk bisa tetap dekat dengan Abahnya, yang saat ini sendirian. Sementara Alif, ia sedang mencari cara untuk mutasi ke Lebak atau memutuskan untuk resign dari pegawai negeri.Alasannya untuk mutasi, jelas karena ingin dekat dengan Fatimah dan bisa meluangkan waktu dengannya. Sebagai keluarga yang baru seum
Proyek revitasilasi kawasan wisata yang beberapa bulan lalu disurvei oleh Alif, ternyata harus memenuhi dua dokumen lagi untuk bisa dibuka untuk masyarakat umum. Kawasan wisata yang ia tangani adalah wisata air yang memiliki potensi besar jika bisa dikelola dengan baik, yaitu berupa sungai yang di sisinya berdiri tebing tinggi mirip Grand Canyon. Masyarakat sekitar menyebutnya dengan istilah “wahangan”. Semula lokasi tersebut luput dari perhatian penduduk sekitar karena memang tempat-tempat sejenis wahangan dianggap sungai biasa yang airnya biasa dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari. Namun, dengan ketelitian dari tim yang dibawahi oleh Alif, masyarakat sekitar akhirnya menemui titik temu untuk sepakat dikelola sebagai objek wisata agar bisa menggerakan roda ekonomi warga.Hanya tinggal menunggu dokumen yang kelengkapan ternyata bisa ditangani oleh rekan kerjanya, Akif memutuskan kembali ke indekost. Besok ada hal besar yang tengah menantinya.Alif menda
“Kenapa sih mas harus selalu menjadikan alasan segala hal di masa lalu kita untuk sulit melangkah ke depan? Memahami dan belajar ilmu agama itu memang penting, wajib malahan. Tapi kalau kita bukan orang yang diberi kesempatan untuk sama dengan orang-orang yang bisa belajar ilmu agama, kenapa nggak menjadi orang yang mencegah diri dari berbuat yang bisa membuat Allah murka.” Alif masih teringat kata-kata Fatimah saat ia berbincang dengannya beberapa hari yang lalu, saat itu Alif dengan sadar mengakui bahwa ia bukanlah seseorang yang memiliki pengetahuan luas mengenai ilmu agama, ia mengutarakan hal seperti itu karena merasa perlu disampaikan kepada Fatimah, tetapi Fatimah malah memberikan jawaban yang menurut Alif begitu berimbang. Fatimah sepertinya memahami bahwa setiap manusia memiliki perannya masing-masing, tanpa harus mengungkit masa lalu dan mencari-cari alasan mengapa seseorang tidak belajar ilmu agama dengan serius, ia lebih kepada memiliki pemikiran untuk me
Azan subuh belum terdengar, fajar shadiq yang merupakan pertanda datangnya waktu Salat Subuh belum nampak, langit masih pekat. Fajar shadiq menjadi tanda sebagai batas antara akhir waktu malam dengan permulaan waktu pagi. Sayup terdengar suara seseorang yang sedang tadarus dari musala yang terletak di samping bangunan majelis talim.Satu kamar yang berada di rumah utama lingkungan pondok pesantren sudah menyala lampunya. Si pemilik kamar sudah duduk dengan hikmat di atas sajadah, lisannya basah oleh kalimat tasbih.Satu gelas teh hangat berada di meja kamarnya. Saat bangun tidur, rutinitasnya memang memasak air terlebih dahulu, membuat teh manis, satu untuk abahnya yang ia letakan di meja makan dan satu lagi untuknya sendiri. Sejak wafatnya bu nyai, Fatimah sepenuhnya berkhidmat di rumah, menjaga abah yang kesehatannya sedang naik turun.Selepas Salat Subuh, ia melanjutkan aktivitasnya dengan masuk, menyiapkan sarapan untuk abah. Baktinya dengan orang tua, sudah
Hari ini Alif ikut pulang dengan teman-temannya, baik Zulham, Mustafa, Fatma, dan Arini sepakat untuk pulang lewat jalur utama ke alun-alun Pandeglang. Kurang lebih, begitulah rutinitas orang-orang yang bertugas jauh dari rumah. Bagaimanapun kondisinya, jika memungkinkan dan ada kesempatan untuk bertemu keluarga, maka pilihan itulah yang utama. Lika-liku bekerja jauh dari rumah memang masih mereka jalani, ada yang sewaktu-waktu harus pulang lebih awal karena ada keperluan menyangkut keluarga yang amat mendesak, ada pula yang mesti rela tidak pulang hingga beberapa bulan karena banyak pekerjaan atau kondisi kesehatan yang menurun.Walaupun banyak orang-orang yang menyarankan kepada Alif dan teman-temannya untuk menetap di Sumur Ujung Kulon. Namun, tetap saja pada episode ini yang menjadi tokoh utama jelas Alif dan teman-temannya. Terkadang, ketika seseorang memberikan saran, tidak mendalami dan memahami betul kondisi atau pertimbangan mendasar mengapa sampai saat ini Alif dan teman-tem
“Udah nih pakaiannya, pada salin gih.” Pak Nandi memberikan pakaian ganti.“Iya loe bang, sana gih. Mana belum Salat Asar,” Fatma menimpali.“Eh, jam berapa ini ya?”“Udah mau jam lima bang.”Alif menuju kamar mandi yang sekaligus tempat untuk membilas bagi orang-orang yang mandi di pantai. Di Pantai Daplangu disediakan musala panggung yang bersebelahan dengan kamar mandi, tidak jauh dari gerbang pintu masuk.Setelah puas hampir tiga jam Alif bermain air di Pantai Daplangu, mereka sepakat untuk pulang.“Gimana rasanya Lif? Masih penasaran nggak?”“Hahahaha, kalau tahu asyik kayak gini dari kemarin-kemain aja yak nyeburnya.”****Untuk menghilangkan rasa suntuk, Alif sengaja mengupload fotonya saat di pantai.-----/Jalan-jalan terooooos----Satu pesan WA masuk, mengomentari status WA Alif.----//He