Beranda / Thriller / Bus Penyelamat / Part 24 : Sebuah Cerita dari Tanjo

Share

Part 24 : Sebuah Cerita dari Tanjo

last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-01 04:26:33
“Selamat pagi adik-adik semuanya, apakah gerangan yang membuat kalian datang ke tempat ini? Apakah ada suatu hal yang bisa saya bantu?” tanya sang penerjemah. Dia mempersilahkan Sindi dan dua orang temannya itu duduk di kursi kayu yang melingkar di ruangan tamu rumahnya. Setelah itu, kemudian muncullah Nenek tua dari dalam kamarnya. Beliau juga ikut duduk di hadapan mereka.

“Maaf jika kedatangan kami yang mendadak ini sedikit membuat Paman dan keluarga menjadi kaget.” Sindi membenahi tempat duduknya. Pria yang bernama Tanjo itu hanya tersernyum kecil sembari menganggukkan kepalanya. Menyimak.

“Jadi, maksud kedatangan kami kesini hari ini ialah untuk meminta bantuan kepada Paman Tanjo untuk menemani kami mewawancarai para warga di desa ini, karena di pagi ini Buyung dan Ole tidak muncul sama sekali, entah kemana pergi mereka, kami tidak tahu” Sindi mengutarakan maksud dari kedatangannya. Meri juga turut mengangguk kecil sambil tersenyum mengiyakan perkataan Sindi.

“Owh begitu, tentu
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Bus Penyelamat   Part 25 : Penelitian di Hari Terakhir

    “Begini, dengarkan aku dulu, sebenarnya aku dan Meri sedang mencari cara untuk memberitahumu, karena kami takut apa yang kami katakan nantinya itu akan membuatmu menjadi kaget, sehingga membuat penyakitmu itu menjadi kambuh, itulah yang membuat kami berdua memutuskan untuk menutupinya darimu dan menunggu waktu yang tepat untuk memberitahumu. Mungkin inilah waktu yang tepat untuk membuka semuanya, karena keadaan sudah mulai terasa tidak aman. Sekali lagi kami berdua ingin meminta maaf kepadamu, kami tidak punya maksud lain sedikit pun.” Meri meletakkan tangannya di atas paha Irma, ia sedang berusaha untuk membujuknya. Syukurlah Irma segera memahami situasi.“Paman, selain dari buku ini, apakah Paman juga punya barang bukti lain seperti foto misalnya?” Meri menaikkan alis matanya. Paman Tanjo hanya menjawabnya dengan gelengan kecil. Tidak ada.“Baiklah, begini, Paman. Kami punya sebuah rencana.” Sekali lagi Sindi membenahi posisi duduknya. Tatap matanya tampak begitu dalam dan serius, se

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-01
  • Bus Penyelamat   Part 26 : Ketukan Misterius

    Sindi terdiam seribu bahasa tanpa kuasa untuk berkutik walau sedikit pun. Ternyata suara yang menyeramkan itu keluar dari mulut Buk Tiah. Ia tak pernah menyangka wanita yang biasanya sangat ramah dan selalu menyajikan makanan siang dan malam untuk mereka itu ternyata punya sisi lain yang sangat menakutkan. “Anu.. Iya, buk, iya... Kami terpaksa meminta bantuan Pak Tanjo untuk menemani kami mewawancarai beberapa warga, karena Buyung dan Ole tidak ada, jadi kami pun memutuskan untuk meminta bantuannya” dengan setengah gugup Sindi memberikan jawaban. Dari raut wajahnya itu, terlihat jelas bahwa ia sedang gemetar dan teramat gugup. Tanpa sepatah kata pun, wanita itu kemudian segera minggat dari mulut pintu di lantai dua. Masuk ke dalam rumah tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Saat itu Sindi dan dua orang temannya tidak tahu harus berbuat apa, mereka bertiga terlihat bagaikan orang asing yang ditolak bertamu oleh tuan rumah. Terusir. “Ssst... Jangan dihiraukan. Buk Tiah sedang ada masala

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-02
  • Bus Penyelamat   Part 27 : Hilang

    Waktu terasa berputar dengan begitu pelan. Angin malam di luar sana masih berdesis meniupi daun-daunan yang rimbun. Pintu depan terus berdendang digedor-gedor oleh Buk Tiah yang sepertinya sudah tidak sabaran lagi ingin segera masuk ke dalam rumah. Tidak mau berlama-lama dan menimbulkan masalah yang baru, Sindi pun segera membukannya. “Huuuuhhhhhff” Suara angin malam yang bertiup masuk ke dalam ruangan. Tidak ada siapapun yang berada di luar sana. Balkon depan tampak kosong. Halaman depan juga lengang. Sekujur bulu kuduk Sindi langsung berdiri tegak. Ia segera kambali masuk ke dalam rumah dengan tergesa-gesa. Sebelum ia menutup pintu, tiba-tiba matanya melihat sesuatu yang aneh. Ternyata kayu jemuran di balkon rumah sudah terlepas dari talinya, sehingga membuatnya terhuyung-huyung ditiup oleh angin dan kemudian menghantam pintu depan. Ternyata kayu itulah yang menggedor-gedor pintu rumah sejak tadi. Sindi menarik nafas yang dalam setelah mengetahui hal tersebut. Setelah itu ia pun se

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-02
  • Bus Penyelamat   Part 28 : Menembus Kabut Malam

    “Oh tidak, di mana kamu, Irma!” Meri benar-benar panik. Berbagai dugaan pun mulai berdatangan menghujam kepala mereka. Apakah dia telah diculik oleh kaum pemuja setan yang kejam itu? Jangan-jangan Irma telah dibunuh oleh mereka untuk dijadikan tumbal dan penyubur tanaman? Dua orang sekawan itu benar-benar diselimuti oleh rasa takut yang begitu luar biasa.“Oh tidak, dia pasti sleep walking lagi. Ini semua adalah gara-gara kejadian yang terjadi menimpa kita di siang tadi, dia tidak bisa mengalami hal-hal yang menegangkan seperti itu” Sindi mencemaskan temannya. Mereka berdua masih berada di balkon rumah sambil mengarahkan cahaya senter ke arah jalan dan juga halaman rumah. Irma benar-benar sudah lenyap.“Kenakkan pakaianmu, cepat! Ayo kita cari dia keluar sana” Meri berlari menuju kamar untuk mengambil jacketnya. Sindi juga menyusul dari belakang. Setelah itu, mereka berdua segera keluar dari rumah itu untuk mencari Irma yang telah menghilang entah kemana.Saat itu jarum jam sudah men

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-03
  • Bus Penyelamat   Part 29 : Rumah Kosong

    “Hey, lihat itu..” Meri memberitahu para warga yang lain tentang sosok yang dilihatnya tersebut. Saat itu juga, satu dua tetes hujan mulai berjatuhan dari langit. Sangat cepat, dalam bebrapa detik kemudian hujan rintik-rintik itu pun telah berubah menjadi hujan yang begitu deras. Ayah Rame dan para warga yang lain segera berlarian menuju sebuah atap rumah kosong untuk berteduh di bawahnya.Saat Meri kembali menoleh ke ujung jalan, ternyata sosok yang berdiri di balik gelap itu telah lenyap entah kemana. Tiba-tiba salah satu dari tetangga Ayah Rame yang berdiri di posisi paling ujung sana berjalan mendekati Sindi dan kemudian menanyakan sesuatu dalam bahasa mereka. Setelah itu, Rame kemudian segera menerjemahkan ucapan dari pria tersebut. Pria itu bertanya mengenai warna baju yang dikenakkan Irma. Sindi pun kemudian memberitahu mereka, bahwa Irma mengenakkan baju kaos yang berwarna hitam. Pria itu pun tampak sedikit mengeluh setelah mendengar penjelasan dari Rame. Tampaknya mencari ses

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-03
  • Bus Penyelamat   Part 30 : Bau Busuk

    Lantai ruangan itu telah berlumpur, bahkan beberapa rumput liar pun juga sudah banyak yang tumbuh di dalamnya. Aroma busuk semakin menyeruak tajam. Pandangan mereka tertuju pada tumpukan daun-daun layu yang terletak di sudut ruangan. Sepertinya ada sesuatu di bawahnya, begitu simpul mereka. Semakin dekat mereka dengan tumpukan daun-daun tersebut, aroma busuk pun menjadi semakin kuat menyeruak. Itu adalah bau bangkai yang sudah dipenuhi oleh belatung, begitulah perkiraan mereka. Bahkan saat itu Meri sampai muntah-muntah karena sudah tidak tahan lagi mencium aroma busuk tersebut.Ketika Sindi menyingkirkan daun-daun layu itu dengan ujung bilah kayu yang ada ditangannya, terlihatlah bangkai seekor babi yang telah membusuk dan dipenuhi oleh kerumunan para belatung. “Buuuaak” Sindi langsung muntah seketika. Mereka berdua segera berlari meninggalkan ruangan kamar itu menuju ruangan tamu.“Kenapa bangkai babi itu bisa ada di sana? Siapakah yang telah menutupinya dengan daun-daun itu?” Dengan

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-04
  • Bus Penyelamat   Part 31 : Luluh

    “Cepat!” Seru Meri dari arah depan sembari terus berlari dengan senter hp nya yang kecil itu. Sindi pun segera menambah kecepatan larinya. Dengan tunggang langgang mereka berdua berlari melewati jalan setapak yang licin itu dalam kecepatan yang penuh. Meski beberapa kali tergelincir dan jatuh ke tanah, namun secepat itu pula mereka kembali bangun dan terus berlari sejauh-jauhnya meninggalkan rumah tersebut. Setelah terasa cukup jauh dari tempat itu, mereka pun akhirnya berhenti di tepi jalan untuk mengatur nafas. Sau dua tiga pohon manggis yang rindang berjajar di tepi jalan. “Suara apa itu? Keras sekali” Tanya Meri dengan kerongkongan yang setengah tercekik. Nafasnya ngos-ngosan. Ia tampak masih begitu shock atas kejadian yang baru saja terjadi menimpa mereka. Ia kemudian menyandarkan tubuhnya itu pada sebatang pohon yang tumbuh di tepi jalan sambil menekan pinggangnya untuk mengatur nafas. “Huhh, entahlah, aku juga tidak tahu” Sindi menggelengkan kepalanya. Ia juga tampak kelelahan

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-05
  • Bus Penyelamat   Part 32 : Dilema

    Pagi sudah tiba. Sang matahari terbit dengan cahaya terindahnya di ufuk timur. Satu dua burung-burung mulai terdengar berkicau riang dari atas pepohonan, seakan tak peduli dengan kondisi Meri dan Sindi yang pada saat itu masih juga dilanda badai yang dahsyat.Sudah lebih dari setengah jam waktu berlalu, satu dua warga mulai berdatangan dan kemudian berkumpul di depan rumah Buk Tiah, termasuk juga dengan Pak Karay sang Kepala desa. Saat jalan dan halaman depan rumah Buk Tiah sudah ramai dipenuhi oleh para warga yang terus berdatangan, maka Buyung pun segera maju ke tengah-tengah mereka untuk memberikan sebuah pengumuman. Dia berdiri dan kemudian berbicara dalam bahasa setempat dengan sesekali memainkan tangannya. Meri dan Sindi hanya duduk dalam keadaan lesu melihatnya dari atas balkon rumah sambil berharap emoga teman mereka itu dalam keadaan baik-baik saja. Pak Karay menemui mereka berdua ke atas balkon, beliau menyuruh mereka berdua untuk beristirahat dan menyuruh mereka untuk tidak

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-05

Bab terbaru

  • Bus Penyelamat   Part 100 : Pulang

    Setelah sekian jauh berlari mendaki bukit, tiba-tiba datanglah helikopter yang kemudian menembaki mereka dari atas. Pak Karay yang sudah begitu lelah, akhirnya memutuskan untuk berhenti dan memberikan perlawanan. Ia memerintahkan semua anak buahnya untuk menembaki helikopter tersebut. Namun belum berhasil mengenai helikopter tersebut, mereka semua sudah terlebih dahulu dihujani tembakan dari atas sana. Sehingga membuat Pak Karay dan beberapa anak buahnya itu pun bertekuk lutut. Sebagian mereka ada yang tewas, dan sebagiannya lagi menyerahkan diri, termasuk dengan Pak Karay yang juga menyerahkan diri. Di sisi lain, Rameng dan Darkis masih terus berlari tanpa henti bersama dengan sebagian anak buah Pak Karay yang masih tersisa. Mereka juga terus memberikan perlawanan jika ada Polisi yang berusaha mendekat untuk menyerang mereka. Saat itu, jumlah mereka diperkirakan hanya tersisa belasan orang. Waktu terus berlalu. Hari sudah mulai memasuki sore. Sudah lebih dari empat jam sejak operasi

  • Bus Penyelamat   Part 99 : Suara Gemuruh Dari Langit

    “Sekarang adalah giliranmu lagi, wahai gadis kecil yang malang, hahahaha!” Rameng menyeringai jahat sembari meraih kedua tangan Sindi dengan kasar. Sindi yang keras kepala itu pun langsung memberontak untuk memberikan perlawanan. Meski kesempatan hidupnya itu sudah berada di ujung kuku, namun semangat juangnya sungguh luar biasa. Akan tetapi tak lama kemudian, Sindi pun terpaksa menyerah ketika Rameng menghantam kepalanya dengan sebalok kayu. Penglihatannya seketika langsung redup, ia tak sadarkan diri. Rameng dan Darkis berhasil menggantung tubuh kedua wanita itu ke tiang penggantungan dengan mudah. Eksekusi mati pun akan segera dimulai.“Sekarang adalah giliranmu, manis” Pak Karay memainkan bibir Dewi dengan telunjuknya. Kau tak perlu takut, sebelum tubuhmu menjadi mayat, aku ingin bersenang-senang dulu denganmu sebentar. Hahaha...” Pak Karay tertawa kegirangan. Tak bisa dipungkiri, Dewi memang punya tubuh yang begitu indah.Buah dadanya yang maha besar itu terlihat kokoh dan padat,

  • Bus Penyelamat   Part 98 : Tiang Penggantungan

    “Dewi.. Hikkss.. Hikkss... Apa yang akan mereka lakukan? Apakah kita akan segera mati?” Tanya Ani dengan terisak-isak. Sepertinya dia sudah mengetahuinya. Dewi tidak menjawab pertanyaan tersebut, dia hanya meneteskan air matanya dengan penuh kesedihan.“Apa yang kalian tangisi wahai anjing-anjing yang malang? Sudahlah, inilah akhir dari riwayat hidup kalian. Anggap saja kalian terlahir ke dunia ini hanya sekedar untuk menjadi binatang pengorbanan kami! Hahahaha.. Hukk hukk” Pak Karay bahkan sampai terbatuk saat menghembuskan asap cerutunya.“Bajingan kau, Karay!” Mati kau bajingan tengik!” Pak Hendri mengutuk pria itu.“Waw waw, luar biasa sekali. Lihatlah si bajingan yang malang ini, biji matanya bahkan sudah terlepas, tapi dia masih punya nyali dan kekuatan untuk mengancamku. Aku akui, kau memang luar biasa, Hendri! Hahaha..” Pak Karay bertepuk tangan sambil tertawa.“Muradi! Bolehkah aku meminjam pisau kecilmu yang tajam itu? Karena pisauku sudah hilang dan mungkin terjatuh di suat

  • Bus Penyelamat   Part 97 : Menguras Darah

    “Rupa-rupanya kau ingin mempermainkanku, hah? RASAKAN INI!” Pak Karay menghantam kepala Hendri dengan tinjunya. Pria itu langsung terkulai dengan tubuh yang terselentang. Seakan masih belum puas, Pak Karay bahkan kambali menaiki tubuh pria malang itu dan menghajarnya berulang-ulang kali.“Ukkkhhh... Ukkhh” Hendri meringis kesakitan. Nafasnya ngos-ngosan.“Aku tidak akan pernah membiarkanmu menyentuh mereka walau sehelai rambut pun!” cecar pria itu sembari bangun dari tubuh Hendri. Pria itu kini bahkan sudah tak mampu untuk bernafas dengan baik, apalagi untuk memprovokasi Pak Karay? Dia benar-benar sudah tidak berdaya.Tulang hidung Hendri benar-benar sudah hancur. Mulutnya telah sobek, dan hanya menyisakan beberapa biji gigi saja. Mata kirinya yang tadi bengkak kini bahkan telah pecah, sehingga membuat biji matanya itu menggantung keluar. Pria malang itu benar-benar babak belur dan nyaris mati.“Jangan sangka aku menghentikan pukulanku hanya karena aku merasa kasihan denganmu, akan te

  • Bus Penyelamat   Part 96 : Penyanyi Misterius Yang Sebenarnya

    “Apa katamu? Kamu pikir kami akan percaya kepadamu yang kini bahkan tidak bisa mengenal wajah putramu sendiri” Pak Karay menendang kepala Tanjo ke hadapan wanita tersebut. Terlihatlah wajah Tanjo yang begitu pucat dengan darah yang memenuhi pangkal lehernya.Nenek tua itu tiba-tiba saja memejamkan kedua matanya. Sementara itu, Sindi, Meri, dan Dewi yang terikat di tiang penggantungan hanya bisa melihatnya dengan tatapan bodoh tanpa mengetahui sedikitpun maksud dari itu semua. Nenek tua itu kembali meracau, kali ini dengan suara yang melengking.Oh Tidak! Apakah selama ini suara nyanyian misterius yang hampir selalu dia dengan di setiap malam selama berada di rumah Buk Tiah itu adalah suara Nenek tua itu? Bagaiamana mungkin wanita yang setua itu masih memiliki suara yang sangat indah dan merdu? Meri dan Sindi saling tatap menatap satu sama lain. Takjub setelah mengetahui sosok sebenarnya di balik suara nyanyian misterius yang seringkali menghibur mereka di beberapa malam yang lalu.“Oh

  • Bus Penyelamat   Part 95 : Nenek Sihir

    “Hey! Hey! Siapa yang suruh kau tidur begitu? Ayo bangun!” Pak Dunto menyiram seember air ke wajah Sindi yang pada saat itu nyaris saja tak sadarkan diri. Lebih baik pingsan dan tidak merasakan apapun, karena dalam keadaan sadar semuanya terasa jauh lebih menyakitkan. Ia sudah tidak sanggup lagi menunggu, dan ingin semuanya segera berakhir.Pria itu mencekik lehernya, dan kemudian mendudukkannya di roda bus. Setelah itu, dia juga melakukan hal yang sama kepada Meri. Dua orang sahabat itu tersandar di dinding bus dalam keadaan yang begitu lemah. Sudah dua hari mereka bahkan belum mengganjal perut mereka.Dari kejauhan, tiba-tiba muncullah Ole bersama dengan dua orang temannya. Dia sedang menyeret tubuh seseorang. OH TIDAK! Sindi dan Meri menjerit. Semoga saja orang yang mereka bawa itu bukanlah Irma.Pak Karay dan kawan-kawannya memandang ke arah yang sama, melihat Buyung dan dua orang temannya yang terus mendekat sembari menyeret tubuh seorang.“Siapa ini? Apakah kau sudah berhasil m

  • Bus Penyelamat   Part 94 : Menjadi Korban Amukan Warga

    “Hey, lihat! Sang penyelamat kita sudah kembali datang..” Pria paruh baya yang menenteng senjata itu menghampiri Rameng. Dua orang pria yang bertubuh kekar itu saling berpelukan dan bertukar senyum satu sama lain.“Hahaha, aku sudah menduganya, bahwa polisi korup itu tidak akan bisa menangkapmu.” Pria itu masih berdecak kagum akan kehadiran Rameng. Bagaimana tidak? Ia berhasil lolos dari kepungan para polisi. Bagaimana cara dia melakukannya? Entahlah, itulah yang ingin ditanyai oleh Pak Karay padanya.“Ayo ceritakan, bagaimana kau bisa lolos dari kepungan para polisi yang korup itu? Apakah mereka menembakmu?” Pak Karay melipat kedua tangannya di dada.“Hahaha, tentu saja. Tapi Ninek (dewa) menolongku. Dia datang tepat waku saat salah satu dari mereka hampir saja menemukanku. Aku bersembunyi di dalam rumput berduri, sehingga mereka tidak dapat melihatku. Aku dapat melihat dan mendengar dengan telingaku, mereka menembak beberapa orang dari keluargaku tanpa belas kasih sedikitpun.” Ramen

  • Bus Penyelamat   Part 93 : Kawan Lama

    Tak lama kemudian, dari atas bukit, tiba-tiba muncullah sebuah bus tua yang melaju dalam kecepatan normal. Melihat kemunculan bus tua itu, Pak Murad yang duduk santai di kursi kayu bahkan langsung terbangun pada saat itu Juga. Pria itu segera membenahi kacamata emasnya untuk memperbaiki penglihatannya. Terbitlah segaris senyum kecil di wajahnya.Bus tua itu berhenti tepat di tengah-tengah halaman desa. Suara knalpotnya yang bising perlahan-lahan memelan sebelum akhirnya benar-benar lenyap ketika sang sopir memutar kuncinya. Tak lama kemudian, turunlah beberapa orang pria dari dalam sana.Tangannya yang sibuk memotong tali-tali itu pun langsung terhenti, bahkan pisau itu pun juga terjatuh ke lantai. Dewi shock melihat beberapa orang pria yang baru saja keluar dari dalam bus tua itu. Yang paling membuatnya kaget adalah sosok pria yang yang mengenakkan perban di tangan kanannya. Rameng, pria itulah yang telah menipu mereka berdua saat itu.Waktu itu Rameng datang ke kantor mereka, dia me

  • Bus Penyelamat   Part 92 : Tertangkap

    “Jangan takut! Pria itu sebenarnya sudah tidak punya amunisi lagi untuk menembak kalian. Aku yakin, dia hanya menggertak kita!” Pak Dunto bangun dari tanah. Ia mulai berjalan mendekati pria tersebut. Ia bahkan tidak gentar walau sedikitpun.Belasan orang anak buahnya yang bertiarap di tanah saat itu benar-benar kaget dan juga cemas. Pria itu bahkan berjalan santai tanpa menunjukkan rasa takutnya walau sedikitpun. Bagaimana jika dugaan Pak Dunto salah? Dan ternyata si penyusup itu masih punya puluhan butir peluru? Maka semuanya akan tamat. Pak Dunto akan tewas.“HAHAHA, AYO TEMBAK! MENGAPA KAU DIAM SAJA SEPERTI ITU? AYO TEMBAK!” Pak Dunto menantang si penyusup tersebut. Ia bahkan membusungkan dadanya ke depan menyuruh si penyusup itu menembaknya.Melihat gertakan tersebut, wajah si penyusup pun mulai berubah. Ia tahu betul bahwa saat ini pengaruhnya sudah mulai hancur. Akan tetapi, bagaimana mungkin si pria itu bisa tahu bahwa amunisi senjatanya telah habis? Ia harus segera keluar dari

DMCA.com Protection Status