“Makanlah …” Ramon menaruh nampan berisi makanan di atas ranjang Nancy.Kembali pada saat kejadian Nancy meludahi Baron Hayden, seharusnya Ramon membawa Nancy kembali ke penjara bawah tanah. Tetapi denyutan di dadanya, malah meluluhkan Ramon untuk menggiring Nancy ke kamar wanita itu, di mansion para pelayan.Atas kebaikan hati Ramon itulah Gabriel mengijinkan pria itu untuk mengantarkan makanan ke kamar Nancy.“Aku tidak lapar.” Nancy membuang muka sambil menunduk rendah-rendah.“Sejak seharian kemarin, kau belum juga makan. Lihat dulu … Gabriel membuatkanmu pudding coklat dengan cetakan bunga mawar. Hanya untukmu. Kalau kau tidak mau – aku yang akan memakannya.”Nancy menghela nafasnya dan berkata, “makan saja …”“Ooh tidak – tidak! Pudding ini khusus untukmu. Dia akan menangis kalau aku yang memakannya.” Ramon berdecak, lalu mengangkat piring pudding beserta sendoknya.“Siapa yang menangis, uncle?”“Bukan! Puddingnya … lihat, Nancy … lihat … dia berair.”“Bodoh!” Nancy menggulum se
Seorang pria paruh baya dengan penampilan berkilau di bawah sinar matahari terik, berjalan paling depan dengan dada membusung. Dua orang pengawal berjaga di sisi kiri dan kanannya. Dekat di belakangnya, seorang pria muda dengan rambut mengkilap berjalan sama sombongnya dengan pria tua ituRichie menarik sudut bibirnya, memperlihatkan cengiran ala bajingan. Jauh di depan, Jack nantinya akan bergerak lebih dulu pada waktu yang tepat untuk beraksi. Pemimpin lapangan mereka memulai pidato pembukaan dengan memperkenalkan Edmond Hawk sebagai pemilik pertambangan tersebut.“Gasper – mereka para penjudi ulung. Aku dengar di pertambangan ini juga sudah ada ruangan khusus bagi para penjudi. Hanya orang tertentu yang boleh masuk.”Dua orang pria yang di depan Richie saling berbisik. “Ketua tim yang memilih mereka. Kalau kau terlihat menggilai uang, kau juga akan terpilih ke sana.”Richie memasang telinga untuk mendengar lebih banyak lagi. Gossip di belakang layar jauh lebih menarik ketimbang pid
Dua ledakan di pertambangan Hazen Hills sukses meluluhlantakkan sebagian besar area pertambangan. Ratusan pekerja tambang menjadi korban dalam ledakan tersebut.Tidak terkecuali Edmond dan Gary Hawk. Meski keduanya sempat berlindung ke dalam gudang yang terletak agak jauh dari pusat ledakan, namun mereka tetap mengalami luka-luka di sekujur tubuh.“Bajingan!! Keparat!! Siapa yang melakukan ini? Siapa?” Edmond mengamuk dan menendang satu persatu anak buahnya yang masih hidup.“Ampuni kami, Tuan Hawk. Kami tidak tahu perbuatan siapa.” Seorang pria dengan pakaian yang berlumuran darah menjawab sambil menundukkan wajah dalam-dalam.“Tolol! Manusia-manusia tidak berguna! Bisa-bisanya kalian tidak sadar kalau pertambangan ini telah disusupi musuh?” Hawk melayangkan tendangannya ke wajah dan tubuh sisa anak buahnya dan terus mengumpat kasar.“Ampuni kami, Tuan. Kami telah lalai. Ampun, Tuan!”Di sudut belakang gudang, Gary mengamati dengan jelas apa yang dilakukan ayahnya terhadap para peker
Jack dengan berat hati harus merelakan Roll-Royce curiannya di persimpangan jalan, tak jauh dari Jeep yang mereka parkirkan di gang. Richie melemparkan kunci Jeep yang ditangkap dengan mulus oleh Jack. Mereka pun melanjutkan perjalanan menuju rumah sambil menyusun strategi berikutnya. “Kita tidak bisa menginap lebih lama lagi di sana. Crudelis atau Gasper – salah satu dari mereka pasti ada yang akan menemukan kita lebih dulu,” ucap Jack. “Begitu yang seharusnya dan aku harap bajingan itu akan segera datang dan menghadapiku. Aku tidak akan menunda lebih lama lagi untuk membalaskan kematian keluargaku!” sahut Richie berapi-api. “Bagaimana dengan gadis itu? Bagaimana kalau tiba-tiba dia menghilang atau mengkhianatimu? Bukankah itu kebiasaan seorang wanita?” “Itu tidak mungkin terjadi, Jack. Maaf, tapi dia berbeda dengan Elisa.” “Cih!” Jack berdecak. “Kita lihat saja. Jangan menyesal kalau dia juga memberikan kejutan pahit untukmu.” Richie mendengus mendengar perkataan Jack. Sesunggu
Jack menggali kuburan bagi Dokter Martin di pekarangan belakang rumah dokter itu sendiri. Mengucapkan salam perpisahan dengan tetesan air mata penyesalan karena terlambat datang. Lalu meletakkan selusin roti yang tadi dibelinya, di atas gundukan tanah yang masih basah itu. “I’m sorry, dok. Aku berjanji akan membalaskan dendam kematianmu. Bajingan itu dan kelompoknya harus mati di tangan Caedis!” ucap Jack dengan kemarahan yang mengepak di jantungnya. Ketika Jack sudah selesai dengan air matanya, dia menunggangi motor klasik Martin dan melajukannya ribuan kilometer ke arah Barat. Dengan mengesampingkan luka hatinya, Jack memutuskan untuk menghimpun pasukan di tempat yang paling sempurna. Mansion Alfa Boss – Markas Caedis. Jack melewati gerbang mansion yang menjulang dan tanpa penjagaan dengan mudah. Kemudian memarkirkan motor klasik Martin tepat di sebelah kekasih besi Richie. Jack tidak langsung masuk ke dalam bangunan megah itu. Dia lebih dulu menguatkan hatinya untuk kemungkinan a
“Dokter Martin tewas. Aku yang menemukan jasadnya dan aku juga yang menguburkannya.” Jack memulai perbincangan dengan Alfa Boss tanpa basa-basi. Alfa Boss membalikkan tubuhnya, setelah sebelumnya dia berdiri menghadap sebuah lukisan yang tingginya lebih besar dua kali dari ukuran tubuhnya. Alfa Boss mengerucutkan bibirnya dengan raut wajah menjijikan. Pikirnya, dia telah berhasil memprovokasi Jack dan Richie untuk saling membunuh dan melenyapkan mereka dari muka bumi. Tapi seorang dari mereka sekarang malah berdiri di tengah ruang kerjanya. “Kau datang sendirian?” tanya Alfa hampir tanpa emosi. “Seperti yang kau lihat …” Jack merentangkan kedua tangannya. “Apa tujuanmu datang ke sini hanya untuk mengabarkan kematian dokter itu?” “Sudah jelas, kan?” “Kau ingin bertemu dengannya?” “Aku tidak ingin membahasnya. Lakukan saja apa yang kau inginkan bersamanya. Wanita bukan lagi menjadi prioritasku.” Jack mengepalkan tangannya. “Alfa, aku butuh bantuanmu.” “Apa itu berkaitan dengan k
Patty merasakan tubuhnya berguncang dengan hebat. Ingatan terakhirnya, dia baru saja selesai menjemur kain-kain dan memilih untuk istirahat lebih dulu sebelum memasak untuk makan malam. Gempa – iya, dia juga merasakan gempa. Apakah gempanya berlanjut?Astaga! Dia bisa mati kalau terus berbaring seperti ini. Patty membuka matanya perlahan kemudian menutupnya lagi. Matanya sulit untuk bisa dibuka lebar-lebar. Dia seperti habis mendapatkan sebuah serangan yang mengharuskannya untuk ‘pura-pura mati’ dalam waktu lama.“Seseorang mengejar kita!” Suara seorang pria terdengar dari balik kemudi.Hati Patty tersentak. Dia tidak sendirian. Tetapi, aksen afika yang kental itu jelas bukan Richie. Patty memaksa matanya untuk terbuka. Dia harus memastikan, ada di manakah dirinya saat ini dan bersama siapa? Nyeri di kepala membuatnya kesulitan membuka mata dengan cepat.Patty menggerakkan kepalanya sedikit dan sebisa mungkin tanpa suara. Lalu dalam remang pengelihatannya, dia akhirnya sedikit menyada
Richie menunggangi kuda besinya dengan gagah berani. Melewati pepohonan yang lebat, jalanan ambles dan tanah berbatu. Sekarang jarak antara dirinya dengan Jeep yang membawa Patty hanya beberapa ratus meter saja. Dia harus berhasil menghentikan laju kendaraan itu secepatnya. Dalam menit-menit yang penuh keyakinan, Richie mengangkat sebelah tangannya dengan posisi siap menembak ban mobil di depannya. Namun, sesuatu yang mengejutkan terjadi. Jeep yang menjadi sasannya berbelok sembarangan dengan tiba-tiba ke arah hutan. Kemudian, yang lebih mengejutkan lagi terpampang di hadapannya. Segerombolan Jeep dengan model yang sama melaju berlawanan arah. Bendera Crudelis dengan sombong berkibar pada Jeep yang melaju paling depan. Richie mengerem mendadak kuda besinya. Debu beterbangan ke sekelilingnya. Sebuah Jeep dengan bendera Cudelis berhenti pada sisa jarak di antara mereka, mengkomando kendaraan lain untuk berhenti di belakangnya. Seorang pria berjubah hitam turun dari dalamnya. Pria itu
Jack menoleh ke arah gudang peternakan sebelum berjalan mengikuti Richie. Dia melihat James baru saja keluar sambil membawa dua buah ember berisi air. Tadi Jack memang menyuruh pemuda itu untuk memberi minum sapi-sapi yang baru datang. Jack menyeka peluhnya. Semoga saja James tidak membuat kekacauan lagi. Kalau tidak bisa-bisa kandang ternak itu tidak akan bisa bertahan lebih dari satu bulan. Kemudian Jack mengimbangi langkah Richie menuju sebuah rumah kosong yang tak berpagar. “Duduklah. Di manapun kau bisa duduk …” ucap Richie seraya menaruh bokongnya ke atas sebuah potongan batang pohon tua. “Ceritakan, ada berapa kasus yang dulu pernah kau tangani terkait dengan Sadico?” Jack menyusun dedaunan kering di lantai teras lalu duduk di atasnya. “Seingatku kami hanya dua kali menangani mereka. Pertama, atas kasus keribuatan yang dibuat oleh seorang anggota Sadico di rumah bordil. Kedua – dan yang paling parah adalah saat mereka melakukan penembakan terhadap sepasang bangsawan Amerika.
Hai readers ... Sekali lagi aku ucapkan terima kasih kepada kalian yang telah mengikuti novel ini sampai sekarang. Untuk 3 orang yang telah memberikan gem tertinggi aku masih tunggu DM-nya di I* @caffeinated_writer88 yaa. Ada gift dari aku sebagai bentuk ucapan terima kasih karena apresiasi yang telah diberikan atas novel Bunuh Aku, Sayang! ini. Sejujurnya aku sedang mempersiapkan season 2 dari kisah Richie, Patty dan Jack. Kalau kalian mau aku melanjutkan novel ini sampai ke season 2 silahkan tinggalkan komentar kalian yaa. Kalau ternyata tidak ada yang berkomentar, aku akan melanjutkan season 2 ini tapi mungkin di lapak yang berbeda. Terima kasih, readers ... Love/DeyaaDeyaa
“Kau! Sudah aku bilang kau harus mengaturnya seperti ini – bukan begini!” Jack terlihat berada di tengah-tengah kandang sapi bersama dengan James. “Rasanya yang belasan tahun menjadi anak desa itu kau! Kenapa sekarang jadi aku yang lebih tahu darimu?”“Itu karena anda pria yang hebat, paman Jack!” ucap James dengan wajah polosnya yang membuat Jack semakin kesal.“Tidak usah memuji berlebihan! Kerjakan saja apa yang aku perintahkan dengan sebaik mungkin. Baru nanti aku akan menilai dirimu seperti apa.” Jack menggelengkan kepalanya dan berlalu dari hadapan James.Sudah sekitar seminggu lamanya, Jack berkutat dengan ratusan hewan ternak yang datang ke Woodstock. Setelah pembicaraan terakhir Richie dengan James sewaktu itu, pemuda yang hanya tinggal sendirian itupun bersedia menjual tanah dan gudang jerami milik kakeknya. Karena Richie berencana untuk membuat peternakan besar di desa tersebut. Pembangunan kandang-kandang ternak di tanah yang berhektar-hektar itu memakan waktu sekitar sat
Tiga bulan berlalu,Richie melakukan pembenahan dan perombakan besar-besaran terhadap Caedis. Mansion milik Alfa Boss, telah direnovasi dan difungsikan sebagai tempat tinggal para anggota Caedis. Selain itu, mansion itu juga difungsikan menjadi pusat pelatihan dan perekrutan anggota baru.Kini, Caedis tidak lagi menjadi kelompok pembunuh yang menghabisi nyawa seseorang dengan bayaran tinggi. Richie telah mengalihkan pekerjaan sebagian besar anggota Caedis khususnya yang telah terlatih untuk menjadi secret bodyguard. Tentu saja dengan bayaran yang tetap di atas rata-rata karena Caedis berani menjamin keamanan penyewanya.“Besok kita akan membereskan rumah ini. Jika ada bagian rumah yang ingin kau ubah, katakan saja kepadaku,” ucap Richie kepada Patty saat mereka bermalam di rumah lama Patty.“Rumah ini menyimpan banyak kenangan untukku. Kenapa rasanya tidak tega yaa kalau harus mengubahnya.” Patty mengelus perutnya yang mulai membuncit.“Aku masih menganggap rumah ini tidak nyaman untu
“Pastor …” Patty berbicara dari balik sekat bilik pengakuan dosa.“Anakku …” suara serak seorang pria menyambut sapaan Patty.Persis pertama kali Richie menguping pengakuan dosa Patty, dia duduk dalam diam di bilik sebelah kanan dan Patty di sebelah kiri. Sementara Pastor Xavier, Pastor yang masih bertahan untuk menjaga gereja itu, duduk di bagian tengah bilik. Mendengarkan dalam diam semua pengakuan Patty.“Takdir telah membawaku pada sebuah petualangan cinta yang berbahaya. Mencoba kabur tapi aku tidak bisa beranjak sedikitpun dari jerat yang terus menggodaku. Aku sadar, pastor … bahwa aku telah melakukan sebuah dosa besar.” Patty menuturkan pengakuannya dengan nada yang diselimuti perasaan bersalah. Membuat Richie yang ikut mendengarkan menjadi sedikit canggung.“Namun sekarang aku telah menjalani hidup kudus bersama pria yang telah menjeratku dengan pesonanya. Aku memiliki kehidupan yang bahagia. Kiranya Tuhan mengampuni dosaku …”Pastor berdehem kemudian berbicara, “semua orang p
Wilson terjungkal untuk kedua kalinya. Kini wajahnya sudah tidak berbentuk lagi. Darah mengucur dari mana-mana dan mengotori pakaiannya yang lusuh. Pria yang menghajar Wilson berdiri tanpa kegentaran sedikitpun. Ibarat semut melawan gajah, mereka dua orang yang sangat tidak seimbang.“Kau pria yang mengacau di pertambangan, bersama kawanmu yang berlagak jagoan itu. Akan aku laporkan apa kau lakukan kepada ketua desa.” Wilson meludahkan darahnya ke tanah.“Silahkan saja! Kebetulan aku baru saja dari rumah beliau. Pie daging buatan istri ketua desa sangat enak. Tampaknya aku akan sering mencari alasan untuk datang ke rumahnya,” ucap pria itu dengan santai.“Sialan! Desa ini sekarang penuh orang-orang berengsek!”“Termasuk kau, tua bangka! Pergi kau dari rumahku atau sahabatku ini akan membuatmu pergi ke neraka! Huuss!! Sana!!” Bernadeth mengibaskan tangannya mengusir Wilson.Pria itu sekuat tenaga mengangkat tubuhnya dari tanah. Mau tidak mau dia harus pergi dari tempat itu, kalau dia m
“Bernadeth …” sontak pria di dalam truk turun kala melihat Bernadeth yang baru saja pulang sehabis mengurus bar. “Bernadeth tunggu!” panggilnya. Wanita yang menggendong tas dan membawa paper bag berisi makanan itupun menengok ke sumber suara. Tampak seorang pria dengan penampilan lusuh, wajah menyedihkan dan rambut awut-awutan, berdiri di depan rumahnya. Penampilan itu membuat Bernadeth mengingat kalau dia pernah punya seorang suami. “Barry Wilson??” Bernadeth terbelalak. “Iya, Bernadeth. Ini aku, sayang … bagaimana keadaan anak-anak? Aku merindukan kalian …” Bernadeth memundurkan langkahnya. Berbulan-bulan pria itu menghilang bak ditelan bumi. Jangankan memberikan uang bagi kebutuhan anak-anak, memberi kabarpun tidak. Padahal ada banyak pekerja tambang lainnya yang masih menyempatkan diri untuk pulang menemui keluarganya. “Rindu? Sekarang baru kau katakan kau rindu dengan mereka? Ke mana saja kau selama ini?” “Maafkan aku, sayang … aku terlalu berambisi dalam pekerjaanku hingga
Rintik hujan mulai turun menyemarakkan keheningan malam yang hanya berisi desahan dua orang yang tengah memadu kasih. Pemilik rumah itu masih menyisakan pertanyaan dia benak Richie ataupun Patty. Sementara Nancy sendiri hanya menduga-duga kalau keluarga rumah tersebut telah menjadi korban kejahatan yang pernah Hayden lakukan.Tetapi apapun kisah dibalik rumah itu, tidak sedikitpun mempengaruhi hasrat yang telah membucah di antara mereka. Richie telah dalam posisi siap di atas tubuh Patty. Sebelum masuk ke pergerakan inti mereka malam itu, Richie lebih dulu memandangi wajah Patty yang berada di bawah kungkungannya.Wajah Patty begitu belia karena usia gadis itu dua kali lebih muda darinya. Sempat berkelebat dalam benaknya, kenapa dia begitu berlama-lama untuk menemukan Patty? Sehingga gadis itu harus merasakan hidup sendirian dalam waktu yang lama.“Andai saja aku menemukanmu lebih cepat, Patty. Kau tidak akan jadi gadis yang kesepian,” bisik Richie.“Cepat atau lama, aku tetap merasa
Desa kecil di selatan Amerika itu tetaplah desa yang asri dan jauh dari hiruk pikuk kota. Kebakaran yang sempat terjadi di pertambangan nyatanya tidak berpengaruh besar terhadap desa tersebut.Karena setelah diselidiki, sebagian besar buruh yang menjadi korban dari kejadian itu bukanlah warga asli Woodstock. Mereka warga pendatang yang hanya tinggal sementara di desa itu untuk bekerja.Karavan itu masih ada di sana, tidak bergerak satu centimeter pun dari tempatnya sejak terakhir kali ditinggalkan Richie. Bar tua itu juga masih beroperasi. Bernadeth kini menjadi satu-satunya wanita yang paling menonjol di bar itu. Kelihatannya pertemuannya dengan Jack waktu itu membuat rasa percaya dirinya meningkat.“Satu burger dan soda!” Bernadeth menyerukan orderan yang telah dia catat. “Hah? Soda? Apa aku tidak salah catat? Siapa yang memesan soda?” serunya lagi seraya melayangkan pandangannya berkeliling bar.Seorang gadis berkaos oblong putih mengangkat tangan dengan senyuman lebar. Patty melam