Sejak pagi Arana hanya duduk melamun memandang keluar jendela kamarnya. Sesekali dia menghela nafasnya sepenuh dada untuk menghilangkan rasa sesak yang beberapa hari ini mulai ia rasakan kembali. Sudah lebih dari satu jam dia berdiam seperti ini tapi belum ada niatan untuknya melakukannya hal lain. "Mbak Arana,, Sarapan dulu." suara Bibi dari balik pintu untuk yang ketiga kalinya namun tak mendapat respon apapun dari Arana. Terdengar helaan nafas dari wanita paruh baya yang sudah hampir satu tahun menemani Arana di rumah besar Saga. Dia sangat prihatin dengan keadaan kedua majikannya tersebut. Baru beberapa hati mereka akur, sekarang perang dingin lagi. Padahal Bibi merasa jika mereka berdua sebenarnya saling mencintai tapi sangat sulit untuk bersatu. "Mbak, sarapan dulu, ini sudah saya bawakan. Saya takut nanti Tuan pulang marah lagi kalau tau Mbak Arana belum makan" Bibi berusaha membujuk Arana. Dia tidak ingin sampai terjadi pertengkaran seperti tiga hari yang lalu. "Nanti aku
Cekle.. "Nanti saya atur ulang jadwalnya Pak." suara wanita dari arah belakang Arana. Arana membulatkan matanya terkejut setelah membalikkan badannya. Nampak seorang wanita keluar dari sebuah pintu didekat rak buku. Sepertinya itu sebuah ruangan rahasia. Yang lebih membuat Arana tercengang adalah pakaian yang wanita itu kenakan dan seorang pria yang berdiri di belakangnya. Dia memakai kemeja kebesaran dan seperti tak memakai bawahan atau mungkin memakai bawahan yang terlalu pendek sehingga tertutup kemeja. Wanita itu tersenyum manis sambil menundukkan kepalanya sopan saat melihat keberadaan Arana. Seperti sebuah bom terjatuh tepat di hati Arana yang seketika meluluh lantahkan hatinya jadi berkeping-keping. Arana membatu kakinya seperti tertanam kuat sehingga tak dapat bergerak. Pandangannya tertuju pada seseorang yang ada di belakang belakang wanita itu.Seorang pria yang sangat dia kenal berjalan sambil menundukkan kepala dengan tangannya yang sibuk mengancingkan kancing kemejany
Arana pov. Aku berlari keluar menuju lift. Rasanya seperti sedang bermimpi. Benar ini seperti sebuah mimpi buruk disiang hari. Aku sudah tahu jika mereka memiliki hubungan tapi melihat dengan mata kepalaku sendiri ternyata sangat menyakitkan. Apa katanya tadi 'Sedang apa kamu disini?' Sepertinya dia merasa terganggu dengan kehadiranku di kantornya. Aku juga tidak akan pernah datang kesini jika bukan karena Mama yang memaksa. Ting... Pintu lift terbuka. Nampak lobi kantor yang ramai dengan beberapa orang yang berpakaian formal. Aku keluar lift lalu berjalan cepat tak menghiraukan beberapa orang yang memandang aneh ke arahku. Pasti bukan pemandangan biasa bagi mereka melihat seseorang berjalan di lobi kantor dengan air mata yang mengalir tanpa henti wajahnya. Aku sudah berusaha untuk tidak menangis tapi tidak bisa, seperti nya mataku sedang tidak bisa di ajak kompromi sekarang sehingga air mata ini tidak bisa aku kendalikan. Beberapa kali aku mengusap kasar pipiku. sambil berjalan t
Pov Arana. "Rendra menunjukkan video Mas Saga dengan kekasih nya ke Papa Bima dan Mama Miranda. Karena itu Mama Miranda mengajak ku kekantor Mas Saga untu membuktikan kebenarannya." Aku menjelaskan. "Aku kok malah curiga sama Rendra ya?" Reza berkomentar sambil memicingkan matanya."Itu orang kadang kayak aneh tau gak. Tatapannya kadang-kadang itu dingin seperti psikopat" tambahnya mengungkapkan penilaian nya. "Ck. Jangan ngomong aneh-aneh kamu!" kataku memukul lengannya memberi peringatan. Tapi kalau dipikir-pikir apa yang dikatakan Reza ada benarnya juga"Tapi,, Mas Saga pernah cerita kalau dulu Rendra pernah di bawa ke psikiater" ungkap ku. "Berarti bener ada yang gak beres sama itu orang" sahut Reza sambil menggaruk dagunya, berpikir. "Sebenarnya beberapa hari yang lalu aku nemuin foto-foto Mas Saga sama Tania di kamar Rendra. Foto yang sama yang dikirim ke aku dulu" aku menceritakan apa yang ku temukan beberapa hari yang lalu. "Aku yakin Rendra merencanakan sesuatu" kata Rez
Arana masih tertidur bersama Rania ketika seseorang memencet bel apartemen. Dengan malas Arana beranjak bangun melihat kearah jam yang menempel didinding. "jam dua pagi" gumamnya pelan kemudian menggoyang-goyangkan bahu Rania. "Rania, bangun!!" suruh nya. "Hemm" Rania bergumam beranjak bangun. "Siapa yang datang pagi-pagi begini?" gerutu Arana sambil berjalan dan diikuti Rania menyusul di belakangnya. "Mungkin itu Reza sama Ryan." sahut Rania dengan suara serak khas orang bangun tidur. "Aku lihat dulu. Beneran Ryan atau bukan," kata Arana sebelum mengintip dari kaca kecil yang ada ditengah pintu apartemen. Arana langsung membuka pintu setelah memastikan yang datang benar-benar Ryan dan Reza. "Kamu beneran sudah sembuh? Aku gak papa kok berangkat sendirian." tanya Arana ke Ryan ketika mereka sudah berada di ruang tengah apartemen. "Aku sudah gak papa. Kalau mereka gak keroyokan, mereka tidak akan bisa menang dari aku" kata Ryan dengan muka sok kuat. "Kamu kan tau, aku pemegang
Saga pov. Sudah berhari-hari aku mencari Arana ke semua tempat yang mungkin saja menjadi tempatnya bersembunyi. Mulai dari ke rumah orang tuanya sampai ke rumah semua teman-temannya yang aku ketahui. Namun hasilnya nihil, tidak ada seorangpun yang tahu kemana Arana pergi. Dari salah satu anak buah Ferdy memberikan informasi bahwa, Arana terakhir terlihat bersama Reza masuk ke sebuah apartemen yang belakangan aku ketahui itu milik Ryan salah satu teman dekat Arana. Ketika mendengar kabar dari anak buah Ferdy tentang keberadaan Arana, Aku yang sedang berada di kota J. Untuk mencari Arana yang awalnya aku pikir mungkin di rumah Ryan. Dari asisten rumah tangga di rumah Ryan aku mendapatkan info jika Ryan sedang dirawat di rumah sakit karena di tusuk orang sejak dua pekan yang lalu sedangkan Arana sama sekali tidak pernah datang ke rumah Ryan. Dari rumah Ryan aku bergegas kembali pulang dan menuju ke apartemen yang di maksud oleh Ferdy. Aku sampai di sana sekitar pukul 6 pagi. Ternyata
Saga pov. Setelah mendengar penjelasan Ferdy. Aku bergegas pulang ke rumahku bersama Ferdy dan beberapa orang anak buah Ferdy. "Kamu ikut naik keatas, lainnya suruh cari info dari Art dan satpam." perintahku ke Ferdy begitu kami memasuki rumah. Ferdy adalah asisten pribadi sekaligus temanku yang sangat bisa diandalkan dalam segala hal. Termasuk menguak fakta dan kebenaran yang sulit untuk terungkap. "Kalian tidak tidur satu kamar?" tanya Ferdy begitu kami masuk ke kamar Arana yang terletak di sebelah ruang kerjaku. "Heem" jawabku sambil memperhatikan isi kamar Arana.Ada dua koper yang berjejer dipojok kamar. Meja yang biasa dia buat untuk membuat desain juga terlihat rapi. Hanya ada beberapa kertas kosong dengan sebuah pensil dan dua pena. "Sepertinya istri kamu sudah bersiap untuk pergi" ujar Ferdy berkomentar. Mendengar komentar Ferdy membuatku menghela nafas, "Salahku juga karena menyetujui permintaannya agar kami bersama hanya untuk satu tahun." sesal ku, "Aku pikir bisa me
"Masalah ini akan menyita banyak waktumu. Kalau boleh kasih saran, hubungi jordan suruh dia menggantikan kamu untuk sementara. Aku sudah dapat info dimana sekarang Tania berada." Ferdy memberi saran pada teman sekaligus bosnya yang sedang mengalami masalah pelik dalam rumah tangganya ketika mereka pulang dari rumah orang tua Saga. Saga hanya mengangguk tanpa berniat menjawab ucapan Ferdy yang sedang fokus menyetir disampingnya. "Ga. Kamu gak lagi putus asa kan?" Ferdy menendang kaki kanan Saga dengan kaki kirinya. Karena melihat Saga hanya diam membisu saja sejak keluar dari rumah orang tuanya. "Hemm, Nanti aku akan menghubungi Jordan. Dia harus bekerja bukan cuma traveling saja." sahut Saga akhirnya bersuara menimpali ucapan Ferdy. "Cepat kirim orang. Bawa paksa Tania kehadapanku" tambanya memerintah. "Siap. Aku juga sudah mengirim orang untuk mengawasi Rania dan Reza. Aku yakin mereka tahu dimana Arana berada sekarang" kata Ferdy sambil fokus menyetir. "Kirim orang untuk menjem