Bab84Jeremy Alexander mengepalkan tinju. Sungguh, dia sama sekali tidak menyangka, jika Deslim akan berbuat gila seperti ini.Sulit baginya untuk memaafkan. Jeremy berusaha kuat untuk sabar dan berniat membalas perbuatan Deslim dengan cara yang akan dia kenang seumur hidupnya."Jika kelak kamu sudah bisa melihat. Maka, lihatlah kenyataan dengan baik. Agar kamu tahu, bukan hanya dunia yang penuh tipu- tipu, tapi orang terdekatmu sekalipun, bisa melakukan hal itu."Begitulah ucapan Aluna Welas yang selalu diingat Jeremy, ketika Jeremy akan melakukan operasi pencangkokan mata."Sayang ...." Deslim memasuki kamar dan meletakkan segelas jus mangga di atas nakas."Itu minumannya di samping. Aku mau keluar bentar ya," kata Deslim lagi, sembari mengecup kening Jeremy."Mau kemana?" tanya Jeremy. Lelaki itu berpura- pura masih tidak bisa melihat, demi mengetahui sejauh mana kebusukkan Deslim."Aku harus ke kantor! Ada kerjaan dikit."Deslim mengganti baju dengan cepat dan meraih tas cantiknya
Bab85"Marbella, katakan padaku, bagaimana cara menahan diri? Sungguh, aku merasakan kepala ini sebentar lagi akan meledak!" lirih Jeremy mengepalkan tinju. Tanpa menyahut, Marbella gegas mendekat dan memeluk tubuh tegap Jeremy.Jeremy tersentak. "Diamlah dan tenang! Aku tahu saat ini Anda sedang bertarung keras melawan ego. Tenanglah, semua akan baik- baik saja. Jika kita menghadapi orang yang berbuat licik, bukankah kita harus lebih licik?" gumam Marbella sembari mengusap pelan rambut Jeremy.Lelaki itu terdiam, memejamkan mata sembari merasakan belaian lembut yang penuh ketenangan dari Marbella."Tidak kusangka, dia melakukan hal sekejam ini," lirih Jeremy lagi. "Beda orang beda kepala, Tuan. Terkadang, yang nampak manis di luar, belum tentu manis di dalam. Tapi apapun itu, kembali kepada diri kita masing- masing, dalam menyikapinya. Wanita itu pilihan Anda, Tuan.""Aku harus bagaimana?" gumam Jeremy, masih tetap berada di pelukan wanita dewasa itu."Anda hanya harus bersabar da
Bab86"Ada apa?" Marbella berpura- pura bingung."Apa yang Jeremy cari? Dia buta, untuk apa dia keruangan kerja ini," desis Deslim kesal."Awas kamu!" bentak Deslim, sembari mendorong Marbella, wanita itu gegas meraih gagang pintu."Keluar!!" Suara teriakkan Jeremy mengejutkan Deslim. Wanita itu kembali menutup pintu ruangan dengan cepat, ketika nyaris botol kaca yang Jeremy lempar mengenai wajahnya."Ada apa dengannya? Mengapa dia sampai mengamuk seperti itu?" bentak Deslim dengan panik."Tuan sedang stress berat, karena hingga detik ini, tidak satu pun ada orang yang dapat dia temukan untuk mendonorkan mata.""Shiit, dasar lelaki bodoh itu," geram Deslim. "Marbella, ingat kamu! Jangan katakan apapun pada suamiku, tentang kejadian yang kamu lihat. Jika sampai dia tahu, akan kubuat kamu dan keluargamu menanggung akibatnya.""Baik." Marbella menjawab dengan anggukan hormat."Sekarang kamu urus lelaki cacat itu dengan baik, aku mau ke kamar.""Baik, silahkan." Kembali Marbella menjawa
Bab87"Mengapa aku harus kembali mendadak seperti ini, Paman?" tanya Case, ketika Mantako Jordan menjemputnya di Negeri Awan."Ini perintah Nyonya. Demi kebaikan bersama, mohon Nona ikuti saja.""Ini aneh sekali, Ibu aneh- aneh saja."Case merasa kesal, karena permintaan Ibunya yang terkesan mendadak ini, membuat janjinya bertemu Khan Wilson mendadak batal.Padahal, Khan Wilson baru sampai di bandara Negeri Awan, hanya untuk bertemu dengannya."Baiklah, Paman." Case pun akhirnya mempersiapkan semua barang- barangnya, yang akan dia bawa kembali pulang.Sebelum pergi, Case menghubungi Khan Wilson terlebih dahulu."Mendadak? Padahal aku sudah sampai apartemen Negeri Awan.""Entahlah, Ibu sangat aneh," jawab Case tak berdaya."Baiklah, aku pun akan mengambil tiket penerbangan ke kota Monarki lagi saja," kata Khan Wilson dengan nada kecewa.________Kepulangan Case di sambut suka cita Aluna Welas dan Zaki sang putra kecilnya."Ibu ada apa? Mengapa mendadak aku harus kembali?""Seminggu lag
Bab88Semenjak kejadian penolakkan itu, sikap Deslim kepada Jeremy semakin dingin. Jeremy merasa sudah terbiasa, dengan sikap wanita itu. Seakan tidak paham apa- apa, Jeremy membiarkan sikap Deslim.Panggilan telepon masuk ke ponsel Jeremy. "Ada apa?" Lelaki itu bertanya datar."Tuan, Ibu Deslim dan para pemegang saham hari ini mengadakan rapat. Menurut yang saya dengar, Bu Deslim mengadakan petisi untuk melengserkan posisi Tuan muda sebagai CEO di perusahaan.""Apa?" Jeremy sangat terkejut, mendengar penuturan orang kepercayaan dalam perusahaannya."Ya, Tuan Khan Wilson juga terlibat dalam hal ini. Sepenuhnya, dia mendukung Ibu Deslim, dengan alasan permasalahan yang sedang menimpa Anda.""Kurang ajar! Kamu pantau terus mengenai hal ini, biarkan aku fokus mencari solusinya."Sambungan telepon pun berakhir, kemudian Jeremy menghubungi Ibunya meminta bantuan.Aluna Welas sudah menduga, bahwa Jeremy cepat atau lambat, akan menghubunginya.Ketika sambungan telepon tersambung, Jeremy mul
Bab89Deslim White tersenyum. "Selamat tinggal lelaki bodoh," ejek Deslim, kemudian wanita itu berbalik badan dan melangkah pergi. Jeremy mengepalkan tinju dan melayangkan pukulan ke pintu kamar. Sedangkan Marbella nampak meringis menahan sakit. Tanpa Jeremy sadari, wanita itu telah babak belur dengan luka lebam di wajahnya.Bahkan untuk bersuara saja, dia tidak bisa. Jeremy mengeram, sembari menahan emosinya yang seakan mau meledak.Kemudian lelaki itu menoleh ke arah Marbella yang masih bersimpuh di lantai."Marbella," lirih Jeremy. Wanita itu tidak beraksi, hanya terdengar suara rintihan yang sangat pelan.Jeremy kemudian berjongkok dan memeriksa kondisi Marbella."Aastaga, apa yang mereka lakukan padamu?" pekik Jeremy, syok melihat kondisi wajah Marbella yang di penuhi luka lebam.Marbella tidak menyahut, hingga kemudian wanita itu pingsan tidak sadarkan diri.________"Kamu dimana?" tanya Case pada Khan Wilson melalui sambungan telepon. "Sudah sangat lama kita tidak bertemu! Ak
Bab90Jeremy ikut terkejut dan tidak bisa banyak bersuara."Benar nyonya! Saya sudah meminta team untuk mencari keberadaan Nona Case, namun tidak juga kunjung di temukan.""Astaga ...." Aluna menahan dirinya yang kini mulai pusing."Nyonya tenangkan diri Anda! Tolong tenang dulu," pinta Mantako Jordan, ketika melihat wajah Aluna Welas mulai memerah."Ibu kenapa?" tanya Jeremy, yang kebingungan dengan perubahan wajah Ibunya yang mendadak merah."Diamm ...." Aluna berteriak. Kini otot- otot badannya mulai terlihat membesar. Jeremy semakin tersentak dan mundur."Nenek ...." Zaki yang berada di gendongan pengasuh pun terkejut.Aluna Welas terdiam, dengan emosi yang masih sangat kuat menggebu. Hingga kedatangan Deslim ke istana Welas, mengejutkan Jeremy."Untuk apa kamu kemari?" tanya Jeremy, ketika melihat Deslim datang bersama Khan Wilson."Apa itu?" tanya Deslim, yang heran melihat penampakan fisik Aluna yang tiba- tiba bertubuh besar, dengan wajah memerah.Aluna Welas menoleh ke arah K
Bab91"Ini tidak mungkin, Paman. Bagaimana bisa, Ibu pergi lagi meninggalkan aku?" lirih Jeremy terisak."Paman jangan bercanda! Ini kenapa bisa begini? Kondisi Ibu sangat tidak wajar," kata Case tersedu- sedu."Aku gagal menjaga dia, aku telah gagal menjaga janjiku pada mendiang Tuan Wiliam.""Ayah kalian pernah bilang, bahwa Ibu kalian tidak boleh dibuat emosi, maupun hilang kendali. Jika Ibu kalian tertekan berat, maka jantungnya akan berdebar kencang, sehingga cairan yang dulu disuntikan ke tubuhnya akan bereaksi menjadi racun yang menyatu dengan darah. Sehingga berefek dengan tubuhnya yang membesar, begitu pula dengan organ- organ dalam tubuhnya. Terutama jantung, jantung akan semakin membengkak, ketika perasaannya semakin tertekan. Dan kini, meledak," ungkap Mantako Jordan sambil terisak."Cairan apa?" tanya Jeremy."Panjang kalau harus Paman ceritakan. Yang jelas, itu adalah cairan yang membuat Ibumu selalu berusaha pergi dari kehidupan Ayah kalian.""Apakah Ayah yang menyuntik
Bab156"Semua begitu cepat berubah. Dalam hitungan beberapa hari saja, tingkah kamu menjadi begitu tidak biasa. Ada apa? Apa ini ada hubungannya dengan mereka?" tanya Desca pada Jeremy, ketika mereka masuk ke dalam mobil Jeremy."Itu hanya perasaan kamu saja. Sudahlah, tidak untuk di bahas, semua hanyalah kebetulan.""Oh ya? Bagaimana mungkin ini kebetulan. Sedangkan pagi sekali, kamu pergi meninggalkan rumah tanpa pamit. Ini bukan kamu, Jeremy. Aku ini istri kamu, aku kenal kamu dengan baik."Jeremy menarik napas, dan mulai melajukan mobilnya. Desca terdiam, karena Jeremy tidak menanggapi ucapannya. Hatinya jelas gelisah, sebab di selimuti perasaan curiga."Aku mampu mencari tahunya sendiri, jika kamu tidak berani jujur," ujar Desca lagi, membuat Jeremy menelan ludah."Kamu tentu tahu bagaimana sifat burukku. Jika kamu membuat sesuatu yang salah, dan tidak berani mengakuinya, maka aku pun tidak segan- segan, melakukan sesuatu yang tidak bisa kamu perkirakan dampaknya," lanjut Desca l
Bab 155Sebagai seorang istri, Desca jelas merasakan sekali perubahan sang suami. Jeremy yang emosi, menatap tajam kepada Desca yang matanya kini berkaca- kaca."Aku butuh ketenangan, paham!!" tekan Jeremy. Wanita itu hanya terdiam, meski air mata kini jatuh berhamburan membasahi pipinya. Hal itu membuat Jeremy seketika merasa bersalah dan langsung memeluk Desca."Maaf, maaf jika aku berkata kasar dan melukaimu," lirih Jeremy, sembari memeluk istrinya itu.Desca masih tidak bersuara, dia cukup syok dengan perlakuan Jeremy hari ini. "Aku mau istirahat," ujar Desca pada akhirnya, setelah melepaskan diri dengan perlahan dari pelukan Jeremy.Lelaki itu tahu, bahwa kini Desca terluka, dia pun memilih diam dan membiarkan Desca berjalan menuju kasur."Kamu sudah makan?" tanya Jeremy. Namun Desca tidak menyahut dan langsung menenggelamkan diri di dalam selimut.Jeremy terdiam, dan duduk termenung di depan laptopnya yang masih menyala.Bayangan kedua anak kembar Rebecca, membuat pikiran Jere
Bab154"Tidak, aku tidak akan memberitahu mereka," tegas Rebecca. Wanita itu membuang pandangannya dari Jeremy."Oh begitu. Aku yang akan beritahu mereka."Rebecca kembali menatap Jeremy, kemudian tersenyum. "Apakah kamu sudah siap? Jika istrimu mengetahui semuanya?"Jeremy terdiam. Wajahnya nampan gusar, membuat Rebecca tersenyum kecut."Pergilah! Ada baiknya kita, tidak usah saling mengenal lagi. Semua yang pernah terjadi antara kita, anggap saja angin lalu."Jeremy mengernyit. "Angin lalu? Andai tidak ada mereka, tidak masalah bagiku."Mendengar jawaban Jeremy seperti itu, ada perasaan terluka di hati Rebecca. Ingin sekali wanita itu menangis dan mengumpat Jeremy yang berkata selugas itu."Pergilah, aku perlu beristirahat.""Baiklah, tapi ingat, jangan melarangku untuk dekat dan bertemu mereka."Rebecca menatap dalam mata Jeremy. "Akan kupikirkan."Kemudian terdengar bunyi bell. Rebecca beranjak dari duduknya dan menuju pintu. Wanita itu membuka lebar daun pintu dan."Taraaa ...
Bab153Seakan mengulang masa lalu sang Ayah, Jeremy tidak mengenali Clara, seperti Wiliam dulu tidak mengenali Case.Bedanya Wiliam dan Aluna Welas sempat menikah dan bahagia. Sedangkan Rebecca dan Jeremy? Kandas karena hadirnya sosok Rebecca diantara mereka.Panggilan telepon masuk, ketika Jeremy sedang makan siang bersama keluarganya. Melihat nama orang suruhannya yang menghubungi, Jeremy pun menjawab panggilan itu, dengan menjauh dari meja makan."Tuan ....""Ya, bagaimana?""Dia benar nyonya Rebecca yang anda cari selama ini, dan kedua anak itu adalah anaknya, mereka kembar!" seru lelaki di seberang telepon.Jeremy tertegun, mendengar informasi itu."Kembar!!" "Ya, Tuan. Selama ini, nyonya Rebecca bekerja seorang diri menghidupi kedua anaknya, beliau belum menikah. Hanya saja, ada seorang laki- laki yang memang sangat dekat pada mereka.""Siapa itu?""Zacob Catwalk, Tuan."Hati Jeremy terasa tidak nyaman, mendengar tentang Zacob Catwalk yang dekat dengan Rebecca dan kedua anak k
Bab152Panas dingin, kini Rebecca mendadak kaku, dan seakan kesulitan untuk menoleh ke belakang."Siapa nama kamu?" tanya lelaki itu."Ansel, menghindar! Kamu lupa yang Mami katakan? Jangan bicara dengan orang asing," bentak Clara.Gadis berwajah imut itu menarik tangan Ansel, membawanya menjauh dari Jeremy."Aku bukan orang asing," sahut Jeremy. "Mami, Ansel bicara dengan orang asing," kata Clara mendekati Ibunya. Jeremy yang semula berjongkok karena berbicara pada Ansel, pun kini berdiri.Tidak jauh dari mereka berdiri, seorang wanita yang Clara panggil Mami itu seakan mematung."Ayah," seru Samuel, membuat Jeremy menoleh."Suamiku, kamu di sini? Ayo pulang, pendaftaran sudah selesai," seru Desca.Jeremy serba salah, ingin sekali melihat dan menyapa Rebecca lagi. Ah, bukan hanya itu, dia ingin sekali menanyakan tentang kedua anak ini.Hanya Ansel yang ingin dia tanyakan, sedangkan Clara? Jeremy meyakini, bahwa Rebecca telah menikah lagi, dan Clara anak keduanya."Ansel namanya," gu
Bab151"Kita naik taksi online lagi? Om Zacob nggak jemput kita?" tanya Clara mengulangi pertanyaannya tadi."Betul sayang! Om Zacob itu sibuk!" sahut Rebecca lembut."Ah, orang dewasa selalu saja sibuk," celetuk Clara tak senang."Nanti kalau kita dewasa, kita tidak usah sesibuk itu untuk pergi bekerja," sahut Ansel menimpali.Mereka duduk di sebuah halte."Kalau kalian tidak sibuk bekerja, pastikan kalian memiliki uang yang tidak akan pernah habis." "Tentu saja, aku calon wanita sukses dan kaya! Mam. Lihat wajahku, aku cocok menjadi artis di masa depan." Clara menyahut dengan pongahnya, juga dengan gaya centilnya, membuat Rebecca terkekeh."Baiklah, Mami coba percaya itu, oke." "Ansel, kamu sendiri bagaimana?" tanya Rebecca, menoleh ke arah Ansel."Aku calon dokter, Mam. Jadi, jika Mami sakit, aku bisa mengobatinya." "Oke baiklah, kita perlu pembuktian dari ucapan kalian berdua, oke." "Oke." Ketiganya memasuki taksi online. Di perjalanan, sebuah mobil terlihat mengejar ke arah
Bab150Jeremy tertegun, melihat kedua anak itu."Clara, Ansel," teriak seorang wanita, dengan suara yang tidak asing di telinga Jeremy.Jeremy menoleh ke arah wanita itu. Wanita yang mengenakan baju kaos hitam ketat, dengan rok lebar bawahannya.Rambut pendek bergelombang, membuat Jeremy sangat terkejut."Rebecca," gumam lelaki itu. Wanita itu pun sama, terkejut karena bertemu pandang dengan Jeremy."Mami ...." Kedua anak itu berlari senang ke arah wanita tadi. Dengan cepat, wanita itu memeluk kedua anak itu dan membawanya menjauh.Jeremy berniat mengejar. Namun suara panggilan Sam dan Desca mengalihkan perhatiannya."Mami kenapa begitu terlihat panik? Dan kenapa kita pulang secepat ini?" tanya Ansel."Iya, Mami nggak asik, baru juga kita mau berenang," celetuk Clara, kesal."Mami lupa, kalau Mami ada urusan. Kita pulang dulu, oke.""Benar- benar jalan- jalan yang mengesalkan, tidak sesuai dengan harapan," ungkap Clara bernada kecewa."Sudahlah, nanti kalau Mami di pecat, kita semua d
Bab149"Suamiku ...." Desca memeluk suaminya dari belakang.Jeremy tersenyum. "Kamu belum tidur?""Belum! Aku pengen makan pizza." "Pesan sayang." Jeremy mengusap lembut tangan sang istri."Sudah, aku mau disuapin sama kamu," bisik wanita itu di dekat telinga suaminya."Untuk malam ini saja, tolong." Jeremy menghentikan aktivitasnya dan melepaskan pelukan Desca, kemudian lelaki itu berdiri, menghadap istrinya sembari tersenyum."Ayo!" Kata Jeremy tersenyum, membuat Desca sumringah. Keduanya keluar kamar, dengan Jeremy yang merangkul mesra istrinya itu.Hari- hari Desca di penuhi kebahagiaan, apalagi saat dia positif hamil kembali, setelah 2 bulan yang lalu dia keguguran._______"Bos yakin akan ke Negeri Fantasy? Bukankah nyonya Jovanka sudah mewanti Anda, untuk tidak muncul di kehidupan nona Desca lagi.""Aku hanya ingin bertemu dia, cuma sekali saja, memastikan dia bahagia. Aku mendengar kabar beberapa bulan yang lalu, dia keguguran anakku.""Bos, ada baiknya untuk kita menjauhi ny
Bab148"Dalam sepanjang hidup masa sulitku, kamu adalah saudara yang begitu kejam, tidak pernah mencariku sama sekali. Aku bertahan hidup dengan berbagai cara, sedangkan kamu hidup dengan nyaman di rumah ini tanpa beban. Kamu pasti tidak pernah merasakan takut akan kelaparan, seperti yang sering aku rasakan," lirih Elvina.Joe dan Case terdiam."Aku marah, sangat marah setelah tahu kamu mengurus seluruh tanah peninggalan kakek, tanpa mencariku terlebih dahulu. Bisakah kukatakan kamu serakah?" Joe menarik napas, dan mengeluarkan ponselnya, menghubungi seseorang."Datanglah, dan bawa seluruh berkas yang aku minta," tegas Joe kepada lelaki di telepon. Usai panggilan telepon di matikan, Joe kembali menatap Elvina."Katakanlah, apa maumu sekarang ini. Jika kamu ingin tinggal di tempat ini, maaf tidak bisa. Biar bagaimana pun juga, aku tahu tabiatmu begitu jelek kepada Case.""Suamiku jangan begitu! Biar bagaimana pun juga, Elvina adalah saudara perempuanmu, dia kerabat kita.""Tidak! Aku