"Emily, Mama sangat senang mendengar kamu hamil. Kalau ada sesuatu yang kamu inginkan, kamu bisa katakan sama Mama, ok?""Iya, Ma," sahut Emily sambil meringis. Dia tidak tahu bagaimana dirinya bisa terjebak dengan sang mertua di sini. Keenan sudah pergi kembali ke kantor, sementara dirinya ditahan di rumah mertuanya. Nyonya Silvi tak henti-hentinya berceloteh tentang Keenan padanya dan tentang masa kecil suaminya, atau bahkan membahas kehamilan. Sungguh, Emily ingin mengatakan kebenarannya, tapi dia tidak bisa. Dia tidak tega. Semua ini benar-benar ulah Keenan dan dia yang harus menanganinya. "Oh, kita sudah sangat lama bicara, ya. Mama jadi lupa, Javier pasti sedang menunggumu.""Javier tadi sedang tidur, Ma. Tidak usah khawatir.""Syukurlah, Mama takut Javier mencarimu." Nyonya Silvi menghela napas lega dan kembali menatap lekat menantunya. "Soal perceraian tadi, Mama harap kamu tidak pernah mengatakannya lagi ya. Bagaimana pun, pernikahan bukan untuk main-main. Apalagi, sekarang
"M-maaf, Nyonya, saya tidak sengaja."Wajah Emily berubah pucat. Dia malu bukan main dan tak tahu harus melakukan apa saat ini. Bukan Keenan yang memergokinya, tapi pelayannya! Itu jauh lebih memalukan dari yang dia duga. Membuat Emily tanpa banyak berpikir, segera merapikan penampilannya dan menjauhi James. "Ini tidak seperti yang terlihat, Bi. Tolong jangan salah paham.""Apalagi yang perlu disalahpahami, Sayang? Kenapa kau harus takut?""James! Hentikan!" Emily mendorong lelaki itu setengah jengkel. Dia tak percaya James tidak mau memahami situasinya. "Tolong pergi sekarang!""Tapi—""Aku mohon."Emily menatap lelaki itu sambil memelas. Dia sudah panas dingin sekarang. Tentu dirinya tidak mungkin bermesraan di rumah bersama lelaki lain. Apalagi sampai dirinya dipergoki oleh pelayannya sendiri. Dia takut ada gosip yang kemudian sampai di telinga ibu mertuanya. "Baiklah, aku pergi."Perhatian Emily beralih saat James akhirnya menyerah. Lalu menatap pelayannya yang masih menunduk syo
"Dok, istri saya kenapa? Apa yang terjadi padanya?" tanya Keenan tanpa basa-basi setelah dokter yang dia panggil selesai memeriksa Emily. Istrinya terbaring lesu di ranjang dan menatapnya tanpa minat. Sementara di sebelah ranjang, Javier terus menggenggam tangan Emily dan menatap penuh rasa khawatir. "Maaf sebelumnya, apa istri Anda sedang mengandung?""Huh?" ucap Keenan dan Emily bersamaan. Keduanya tampak kaget mendengar pertanyaan sang dokter. "Mengandung? Saya, Dok? Seperti tidak." Emily menyahut kebingungan. Dia tidak yakin dirinya tengah mengandung, tapi dia memang belum mengecek soal kehamilannya. Apakah itu mungkin? "Anda yakin, Bu? Saya rasa apa yang Anda alami ini termasuk kontraksi dini yang terjadi di awal kehamilan. Saya sarankan, Anda sebaiknya berkonsultasi tentang hal ini pada dokter kandungan. Saya akan meresepkan obat untuk menurunkan asam lambung dan vitamin.""Baik, Dok, terima kasih."Keenan menerima resep yang diberikan dokter dan segera mengantarnya keluar ka
"Apa maksudmu? Itu anakku." Keenan mengernyit dan menatap tajam Emily. Dia tidak tahu apa yang coba istrinya katakan. Satu hal yang ada di pikirannya sekarang, dia tidak suka mendengar ucapan Emily. Namun kali ini, istrinya tampak diam tanpa banyak bicara lagi. "Jangan mengatakan apa pun yang tidak masuk akal."Emily membuang muka ke luar jendela. Dia terdiam dan membiarkan Keenan melajukan kendaraannya. Sementara dirinya melamun sambil mengelus perutnya. Anak. Anak keduanya dengan lelaki yang berbeda. Emily merasa sangat aneh menyebutnya, tapi semoga ini bisa membuat ibu mertuanya senang. Saat Emily sedang larut dalam pikirannya tentang calon anaknya, ponselnya tiba-tiba berbunyi. Sebuah panggilan membuatnya langsung mengambil ponselnya. Emily menatap si penelepon yang tidak lain adalah Ashley. "Siapa?" tanya Keenan sambil melirik Emily. Dia sedikit cemas memikirkan kalau James mungkin menghubunginya. "James?""Ashley. Kau lihat?" Emily berdecak seraya memperlihatkan layar ponselny
"Aku pulang! Emily, kau di mana?"Keenan menginjakkan kakinya ke dalam rumah sambil melihat sekeliling. Dia sangat cemas memikirkan Emily diganggu oleh James kembali. Namun sepertinya tidak. Keenan tidak melihat sesuatu yang aneh, kecuali kehadiran Javier yang tiba-tiba muncul di bawah sofa. Dia terkejut. "Javier, kamu lagi ngapa—""Ssstt, Dad, jangan berisik.""Huh?" Keenan menaikkan alisnya, lalu terkekeh pelan mendengar ucapan Javier. Walau tak ayal, dia berusaha untuk tidak mengeluarkan suara dan berjalan menghampiri sang anak. Tak disangka, saat Keenan sampai tepat di depan Javier, dia terkejut saat mendapati kehadiran Emily yang tengah tertidur pulas di sofa. Istrinya terlihat begitu nyenyak. Ternyata Javier menjaga Emily. "Kamu jagain Mommy?""Iya, kasihan, Mommy kecapean. Pasti berat bawa dedek ya, Dad?"Keenan hanya tersenyum dan mengelus kepala Javier. Dia gemas dengan bocah lelaki itu. "Terus kamu udah mandi belum?""Belum, Dad. Iel lupa," ucap Javier sambil cengegesan. "
Brak! Pintu kamar terbuka. Emily yang sedang berbaring seketika menoleh ke arah pintu. Dia terkejut oleh suara yang cukup keras barusan, tapi kemudian dia lebih dibuat terkejut saat melihat kehadiran ibu mertuanya, yang tampak cemas. "Mama?""Emily, kata Keenan kamu mengalami morning sickness? Bagaimana keadaanmu sekarang?"Emily menggeleng dan berusaha untuk duduk saat melihat ibu mertuanya berjalan menghampirinya. Dia memang sedikit pusing pagi ini dan lagi-lagi, dia sulit untuk makan. Hanya sedikit makanan yang masuk ke dalam mulutnya saat Keenan menyuapinya. "Aku tidak apa-apa, Ma. Ini tidak terlalu parah. Aku bisa mengatasinya.""Benarkah? Tapi kata Keenan, nafsu makanmu semakin menurun. Kalau gitu, kamu makan lagi ya sama Mama? Mama siapin sarapan buat kamu?" tawar nyonya Silvi, membuat Emily yang mendengarnya langsung gelagapan dan refleks menggenggam tangannya. "Eh, tidak usah, Ma. Aku akan makan nanti. Sekarang perutku masih sedikit mual."Di kehamilan keduanya, Emily tidak
Sepanjang perjalanan pulang, ekspresi masam terus menghiasi wajah Emily. Dia masih kesal dengan Keenan yang malah menggodanya. Cemburu? Yang benar saja! Untuk apa dia cemburu pada wanita itu? Suaminya sok kegantengan. Walau begitu, tapi kenapa rasa kesalnya masih belum mereda? Emily hanya bisa berdecak sebal dan menatap kawasan menuju rumahnya tanpa minat. Dia memerhatikan rumah James yang tampaknya kosong, lelaki itu tidak menghubunginya lagi setelah kejadian di restoran saat Keenan membawanya pergi. Pasti James sangat marah. Saat Emily sedang mengamati sekitar, tepat ketika mobil yang ditumpanginya tiba di gerbang, dia melihat sesuatu yang tidak biasa. Kehadiran seseorang di pintu gerbang. "Pak, tunggu sebentar!" perintah Emily. Dia meminta sang sopir untuk berhenti. "Ada apa, Nyonya?""Aku akan turun di sini saja."Tanpa menunggu jawaban sopirnya, Emily bergegas turun dari mobilnya dan berjalan menghampiri seseorang yang dia lihat barusan. Orang itu masih ada. Berdiri menatapnya
"Kamu serius?""Ya, aku akan berusaha melakukan yang terbaik untuk perusahaan."Nyonya Sheila bergeming mendengar ucapan James. Kobaran semangat di mata sang anak tampak membara. James terlihat sangat ingin sekali melanjutkan memimpin perusahaan. Dia memang mengharapkan hal tersebut, meski begitu, James harus menunjukkan dirinya kalau anaknya mampu. "Mama senang mendengarnya, tapi kamu harus menunjukkan kesungguhanmu.""Tentu, sampai saat itu tiba, tolong tetap rahasiakan kalau aku adalah anak Mama. Aku tidak mau dituduh memanfaatkan jabatan Mama.""Itu gampang, kalau begitu, apa kamu mau ikut dengan Mama makan malam di luar?""Di luar?" James terdiam sebentar sambil berpikir. Sudah beberapa hari ini dia disibukkan oleh pekerjaan dan tidak bisa menemui Emily. Dia juga ingin kembali ke rumah saat ini. Sayangnya, rasa bingung James dengan cepat disadari oleh sang ibu. "Ayolah, ya? Mana ingin makan bersama denganmu di luar.""Baiklah."James tidak bisa menolak permintaan ibunya kali in