"Kamu yakin gak mau ngasih tahu ke Zizi kalau kamu mau nikah?"Fina menggeleng. "Gak usah.""Heh! Aku gak ngerti deh sama kamu dan Zizi. Kalian aneh. Suka tapi pada gedein gengsi."Fina tersenyum. "Bukannya kamu juga? Udah jelas suka sama Mas Abi tapi masih jaga gengsi. Mau nikah kapan?""Au Ah."Fina tertawa. Setidaknya mengganggu Risa sedikit menghilangkan kegundahan hatinya. Kedatangan sahabat-sahabat Fina membuat kesedihan yang mendera beberapa hari ini sedikit berkurang."Fin, nomer Zizi kok gak bisa dihubungi ya? Udah tahu kan kamu mau nikah?" tanya Yuni yang sekarang sedang hamil anak pertamanya. Akhirnya Yuni bisa menemukan tambatan hati dan move on dari Kahfi.Fina tersenyum lalu menggeleng."Lah, kok gak ngasih tahu?""Mungkin dia sibuk. Gak papa, lagian belum tentu bisa datang." Fina kembali mengulas senyum. Yuni dan Emi saling menatap, lalu keduanya menatap Risa yang memberi kode untuk jangan membahas Zio. Emi dan Yuni pun paham dan memilih mengajak Fina bicara banyak hal
Nathan keluar dari ruangan Mr. Oliver dengan hati yang terasa lapang. Pembicaraan selama dua jam di dalam telah menghasilkan banyak poin-poin penting yang intinya, mereka akan bekerja sama untuk dua tahun mendatang."Yes! Aku sukses Fina. Sukses." Nathan berteriak lalu dia segera mengendarai mobilnya untuk mencari makan.Nathan segera mencari restoran termahal yang bisa dia temukan. Beberapa makanan khas Jerman dia coba. Selesai makan, Nathan membuka ponselnya. Ada banyak chat dan misscalled dari Fina dan keluarganya. Nathan memutuskan untuk cuek dulu ."Maaf Fin. Kata Mom, aku harus fokus. Dan aku memang akan fokus. Setelah ini selesai, percayalah aku akan mengganti semua kesedihanmu dengan kebahagiaan."Selesai dari Jerman. Nathan langsung bertolak ke Paris. Di Paris, dia benar-benar menghindari pertemuan dengan Zio. Dia bersyukur hampir satu bulan di sana, dia tak bertemu dengan Zio."Dad.""Iya.""Dad tidak bekerja sama dengan perusahaan Evrard kan?""Tidak. Mereka kan bergerak d
Antony berdiri kaku pun wanita di depannya. Meski garis wajah sang wanita sudah merujuk usia tua tapi garis-garis kecantikan di wajahnya masih terlihat. Padahal usianya sudah mendekati usia tujuh puluh tahun. "Grandma, mana Dad? Kok belum kelihatan?" Seorang remaja putri berusia lima belas tahunan bersuara."Iya Grandma, kenapa Dad belum kelihatan?" Dan di samping remaja putri terlihat sosok lelaki yang lebih muda 2-3 tahun dari remaja putri."Sabar Darrel. Beatrice. Dad mungkin baru turun dari pesawat. Kita tunggu saja ya.""Oke." Kompak kedua cucu sang wanita tua.Amber nama wanita tua itu, mengajak kedua cucunya menuju ke bagian kedatangan pesawat untuk penumpang. "Itu Dad. Yeeeee. Dad akhirnya pulang, Grandma." Si remaja perempuan terlihat senang sekali.Dari kejauhan tampaklah sosok pria berusia dua puluh enam tahun dan lelaki berusia empat puluh tahunan berjalan bersama sambil sesekali bercerita. Teriakan sang putri membuat Mr. Oliver yang tadinya fokus ke Nathan jadi teralih
"Assalamualaikum, Nathan.""Waalaikumsalam."Zio mendongak pada gadis yang mengucap salam untuknya. Namanya Aisyah. Dia adalah mahasiswa kedokteran yang sudah menempuh kuliah selama tiga tahun di kampus yang sama dengan Zio. Gadis itu anak dari rekan bisnis sang ayah yang merupakan warga Arab tetapi menikahi perempuan Perancis.Aisyah bisa dikatakan sangat cantik. Dia berkerudung juga. Tapi mau secantik apa pun Aisyah, mau tampilannya bagai bidadari surga, selama dua tahun mengenalnya, Zio merasa biasa saja. Berbeda dengan Aisyah yang sejak awal merasakan debaran setiap bertemu Zio."Nathan sedang mengerjakan tugas?""Iya.""Oh. Aisyah duluan ya?"Nathan hanya mengangguk dan kembali menekuri laptop dan buku-bukunya. Sementara Aisyah pergi ke bagian perpus yang lain. Fatih, yang memiliki darah Yaman dan Perancis mengkode sang sahabat."Aisyah kayaknya suka sama kamu loh, Nat. Gerak-geriknya kelihatan banget tahu. Kamu ngerasa gak?”“Gak.”“Masa sih?”Zio hanya mengedikkan bahu lalu kem
Zio sampai di rumahnya pukul sebelas malam. Seharian dia mencari Fina tetapi sosok itu sudah menghilang entah kemana. Menurut panitia penerima studi banding, rombongan UGM memang sedang mengunjungi beberapa wilayah di negara Perancis tetapi mereka tak paham bagian wisata mana saja yang dikunjungi.Zio juga sudah menghubungi nomer Fina. Sayangnya nomer itu sudah tak aktif lagi. Mau menghubungi teman-teman yang lain, Zio tak hapal nomernya. Wajah kuyu Zio membuat Gemma khawatir."Tuan baik-baik saja? Apa saya perlu menghubungi Tuang Besar dan Nyonya?""Gak usah, Gemma. Kasihan mereka pasti baru sampai di tempat Grandpa.""Tapi, Tuan Nathan tampak tidak baik-baik saja. Apa perlu saya panggil dokter?"Zio menoleh pada Gemma, dia tertawa."Kalau kamu lupa, aku juga dokter Gemma. Aku hanya butuh ke kamar dan istirahat."Gemma meringis. Dia lupa jika tuan mudanya adalah dokter. Tapi kan kalau dokter sakit mereka juga membutuhkan dokter yang lain kan? Gemma sekali lagi menawarkan dipanggilkan
(Baca saat sedang tidak puasa)Gila! Itu adalah yang dipikirkan oleh Fina. Dia tak pernah menyangka ciuman pertamanya akan diambil oleh sahabat sablengnya. Dan yang lebih gila adalah dirinya. Bukannya merenggut diri lalu menampar atau memukuli si Zizi, dia justru menikmati ciuman dari sahabatnya yang begitu lembut dengan menutup mata. Tiap kecupan Zio membuatnya serasa di awan. Jantungnya bertalu-talu gara-gara lumatan-lumatan hangat, basah, lembut yang diberikan Zio pada bibir atas maupun bibir bawahnya. Bahkan saat Zio menggigit bibir bawahnya secara pelan, Fina hanya memekik, membuka mulut dan matanya sebentar lalu kembali menikmati kecupan-kecupan dari sahabatnya. Fina semakin meleyot. Kakinya tiba-tiba jadi bergetar dan terasa akan ambruk. Beruntung si perjaka, menarik pinggangnya. menjaganya dengan posesif lewat pelukan. Sementara lidahnya kini bergerak menerobos mulut Fina yang terbuka. Dengan lihai, lidah Zizi malah masuk ke rongga mulut Fina. Mengabsen setiap inci deretan gig
Sudah lima belas menit perjalanan menuju ke hotel tempat Fina dan teman-temannya menginap. Selama itu pula, Fina tak bersuara. Wajahnya ditekuk, kedua tangannya bersedekap dan pandangan matanya hanya fokus ke samping. Seakan Fina tak mau menatap wajah Zio."Aku mau ambil sepatu untuk teman-temanmu dulu."Fina tak menjawab dan hanya mengangguk. Zio membawa Fina menuju ke rumah salah satu pekerjanya yang paling dekat dengan hotel. Setelah semua sepatu masuk ke bagasi, dia pun segera melajukan mobil ke hotel. Mereka sampai pukul delapan lebih sepuluh menit. Semua orang terlihat bahagia sekali. Ucapan terima kasih terus didapati oleh Zio sementara si gadis galak malah memilih ke kamarnya buat siap-siap."Lah habis sama Yayang kok mukanya cemberut gitu? Gak dikasih jatah kamu?" tanya Megan tanpa dosa."Sembarangan. Kamu pikir aku cewek apaan?" Fina melempar bantal ke arah Megan membuat sang gadis tertawa."Lah gimana gak tertawa, orang kamunya manyun begitu. Hahaha."Fina tak menggubris g
Fina hanya mampu melongo melihat kebaya putih yang tergeletak rapi di ranjangnya. Cantik dan elegan, dia bahkan sampai harus mencubit pipinya yang cubby untuk menegaskan kalau dia itu sedang tidak bermimpi. "Masya Allah cantik banget kebayanya. Ini aku beneran mau nikah?"Fina yang baru mandi tak bisa tak merasa takjub. Dia bahkan sampai bingung dia ini sebenarnya sedih atau happy? Setelah mendapat penjelasan dari kedua orang taunya tadi pagi. Fina dikejutkan dengan banyaknya seserahan yang dia dapat, belum lagi tadi dia habis mendapati ada dua pegawai salon yang khusus melakukan pijatan dan perawatan pranikah selama dua jam. Alhasil Fina mendapatkan perawatan dari pukul enam pagi dan berakhir pukul delapan. Dan kini, Fina mendapat kejutan lagi dengan keberadaan sebuah kebaya cantik di kamarnya.Tok tok tok.Pintu kamar Fina diketuk dan Fina mempersilahkan orang yang mengetuk untuk masuk. Ternyata pegawai MUA yang datang."Pagi Mbak Fina, saya Endang dan ini teman saya Lusi. Kami di
Sepuluh Tahun Kemudian Zio baru selesai bertugas. Dia segera membereskan barang-barangnya, memasukkan ke dalam tas, menaruh jas dan sneli pada tempatnya lalu segera keluar dari ruangannya. Di sepanjang koridor dia menyapa para perawat, rekan kerja atau tersenyum pada pasien atau pengunjung yang berpapasan dengannya. Sampai di parkiran dia segera masuk ke dalam mobil. Satu jam kemudian dia sudah sampai di rumah. "Sore Tuan Nathan." "Sore Gemma. Fin Fin sudah pulang?" "Belum, Nona Fina masih harus menunggu satu pasiennya yang mau melahirkan." "Oh, anak-anak mana?" tanyanya sambil melirik ke arah jam dinding yang menunjuk angka setengah empat. "Jalan-jalan bersama Tuan Besar dan Nyonya." "Oke. Aku mandi dulu ya Gemma." "Baik, Tuan." Zio segera masuk ke kamarnya. Zio dan Fina akhirnya tidak LDR-an lagi sejak sembilan tahun yang lalu. Baik Fina dan Zio menyelesaikan program spesialis tepat waktu. Di sini Zio harus mengacungkan trofi buat sang istri. Di saat dia hanya memikirkan ku
Tarik napas hembuskan. Fina berkali-kali mencoba mengontrol napasnya dan menahan agar tidak mengejan duluan. Sesuai perkiraan ternyata hari kelahiran putrinya hanya maju tiga hari dari HPL. Sang suami sudah diberitahu sejak Fina sering mengalami kontraksi palsu dua hari yang lalu. Zio bilang akan mengusahakan pulang, tetapi Fina paham jarak Paris-Purwokerto sangat jauh. Tapi tetap saja dia berharap sang suami segera pulang. "Suamimu katanya pakai jet pribadi lagi. Biasa nyewa punya temennya Mr. Oliver." Emma yang sejak satu minggu yang lalu sudah di Purwokerto menemani Fina bersama Nasha. Bahkan Ibu Arini juga sedang perjalanan menuju ke rumah sakit. "Sakit Sayang?" tanya Emma. Fina hanya mengangguk. Dia hampir mewek tapi berusaha tegar. Sang ibu yang paham apa yang dirasakan putrinya. Mengelus punggung sang anak yang sedang rebahan dalam posisi miring ke kiri. "Banyak istighfar ya Nduk. Mamah tahu rasanya. Kamu kuat." Fina tak bisa menahan tangisnya. Dia menarik tangan sang ibu
Zio sedang mengangguk-angguk sambil mendengarkan perkataan dosennya. Sejak satu jam yang lalu sang dosen yang sedang marah memarahi Zio karena berani membolos dari ujian. Fina yang kasihan kepada suaminya, turut membantu. Dengan jurus rayuan maut, Fina meminta ijin pada sang dosen untuk bicara. Dia bercerita apa adanya kalau dia dan Zio bertengkar hebat yang menyebabkan Zio langsung ke Indonesia demi menyelesaikan masalah rumah tangga. Cukup lama keduanya bicara.Zio padahal sudah pasrah jika harus mengulang satu tahun lagi. Tapi rupanya aksi heroik Zio membuat dosennya, prof. Louisa yang terkenal killer jadi simpati. Bahkan menyebabkan Zio harus mendengarkan kisah cinta sang dosen dengan suaminya yang juga penuh liku drama. Zio antara harus bersyukur dan siap kuping. Bersyukur dia diberi keringanan dan kesempatan untuk mengikuti ujian susulan tapi dia juga harus membayar kebaikan hati sang dosen dengan mendengarkan cerita sang dosen selama hampir dua jam. Fina sendiri hanya menyaks
Flo tertawa saat melihat ponselnya menampilkan nomer Fina. Rupanya Fina mengajaknya melakukan panggilan video call. Flo segera memposisikan dirinya di samping pria yang semalaman berbagi peluh, cairan dan kenikmatan bersamanya. Dia segera menekan tombol terima dan tampaklah wajah Fina yang menatap Flo dengan tatapan membunuh."Hai Fin, gimana kabarmu? Masih sehat kan? Hahaha. Eh, suamimu semalam hebat banget tahu. Kemarin dia semalaman bersama Aisyah, dan tadi malam dia menghabiskan malam bersamaku. Hahaha. Kita habis kamu tahu lah ... bercinta." Flo menunjukkan leher dan bagian tubuh atasnya yang penuh tanda merah. Dia bahkan sengaja masih belum memakai baju dan menutupi bagian tubuhnya dengan selimut. Bukan itu saja, Flo bahkan sengaja memancing kemarahan Fina dengan mengecup punggung toples lelaki yang kini masih tidur di ranjangnya.Fina menampilkan ekspresi marah dan air matanya sudah meleleh, meluber-luber bersamaan dengan ingusnya."Brengsek kamu, Flo," desis Fina."Hahaha. Ya
Fina baru saja menyelesaikan sholat subuhnya. Dia menatap jam yang menunjuk angka lima. Fina memegang perutnya yang sudah meronta-ronta ingin makan. Mau marah terus sama suami dan ngumpet terus di kamar juga bukan pilihan yang baik. "Kamu lapar ya Dek? Umi juga, tapi Umi masih marah sama Abi kamu. Nyebelin." Fina mengelus perutnya, tapi dasarnya sudah sangat lapar, perutnya sampai berbunyi. Fina sudah tak peduli dengan aksi marahnya pada suami. Dia memutuskan bangkit dan keluar kamar. "Bodo amat. Aku marah tapi aku lapar, ya aku mau makan." Fina segera membuka pintu kamarnya, namun dia kaget mendapati sesosok tubuh terjatuh mengenai kakinya. Fina berteriak dan meminta Zio bangun. Saking marahnya dia hendak menggunakan kakinya untuk membangunkan sang suami tapi sadar itu gak sopan dan dosa pula. Akhirnya Fina berjongkok dan membangunkan suaminya. "Hei bangun. Jangan tidur di sini. Sana tidur di kamar tamu." Fina mengguncang-guncang tubuh suaminya. "Zi, bangun Zi. Hei bangun." Ta
Sebuah pesan mampir di ponsel Fina. Tubuhnya bergetar akibat menahan amarah.[Kamu lihat, suamimu di sini banyak yang naksir. Dan dia selalu ada waktu untukku, putriku dan wanita lain. Jadi jangan berpikir kalau kamu itu cuma satu-satunya. Ya mungkin kamu satu-satunya di Indonesia tapi di Paris, Nathan punya kami]Fina hampir membanting ponselnya saat lagi-lagi Flo mengiriminya foto. Tadi foto Zio sedang berpelukan dengan Aisyah dan sekarang giliran foto toples lelaki yang mirip Zio sedang tiduran bersama Florence.[Kami sering menghabiskan waktu berdua, di tempat tidur. Dia memang hebat, selalu bikin puas dan dia sangat suka kalau aku di bawah. Dia bilang suka melihat ekspresiku saat mengerang di bawah tubuhnya. Hahaha. Dia juga bilang kalau sekarang kamu gak bisa menuhin hasrat dia gara-gara lagi hamil. Dan dia bilang kini kamu terlalu gendut, gak enak buat dipandang apalagi diajak gelut di kasur hahaha]Florence bahkan sampai mengirimkan emoticon tertawa mengejek membuat Fina marah
Fina mencoba menikmati kehamilannya. Bersyukur kehamilannya tidaklah terlalu rewel karena yang rewel dan ngidam parah adalah bapaknya. Zio yang manja jadi semakin manja. Beberapa hari setelah dia tahu sang istri hamil dan dia sendiri sudah kembali ke Paris, Zio jadi kena sindrom ngidam parah. Setiap pagi dia muntah-muntah dan lemas membuat keluarganya khawatir. Jika siang hari gejala muntahnya sudah reda. Tetapi Zio juga sering ngidam makanan yang aneh-aneh membuat Gemma, Antonio, Emma, Raphael hingga sepupunya si Benyamin kelimpungan mencari makanan yang diinginkan si calon bapak. Tapi diantara semua keinginan si calon bapak, hanya ada satu ngidam yang tidak bisa dituruti oleh semua orang."Fin Fin, Mas Jo kangen. Pengen peluk, Mas Jo ngidam nenen?" rengeknya.Fina hanya bisa meringis mendengarkan rengekan sang suami, setiap hari setiap waktu. Bahkan pernah suatu hari, Zio mengungkapkan keinginannya ketika mereka sedang video call-an dimana ada keponakan-kepanakan yang tentu saja men
Kembali ke rutinitas, mau tak mau Zio dan Fina harus menjalani LDM (Long Distance Marriage) untuk satu tahun lebih ke depannya. Menjalani LDM ternyata tidaklah mudah, ada saja masalah mulai dari gara-gara tidak mengangkat telepon sesegera mungkin hingga cemburu. Ya cemburu. Fina jadi super pencemburu gara-gara sosok Florence yang kini jadi berada di sekitaran Zio dan juga sosok Aisyah yang kini jadi lebih intens berhubungan dengan sang suami dengan alasan pekerjaan. Florence terlihat sekali mencoba memancing Fina lewat update-an status I*-nya yang memasang momen-momen bersama keluarga Evrard dan beberapa kali memposting foto Zio saat menggendong putrinya. Bahkan Aisyah yang kalem juga sepertinya masih berharap jadi madunya. Terlihat dari kehadiran Tuan Ali yang sering membawa sang putri ke rumah Raphael dengan alasan Aisyah sedang belajar bisnis. Sama seperti Fina yang jadi pencemburu, Zio juga cemburu pada sosok Faisal dan Azka yang merupakan teman baru Fina dan usianya lebih tua se
Malam harinya keluarga Nara berkumpul. Mereka semua membicarakan perihal perkataan Winda dan mau tak mau Zio dan Fina bercerita. Meski sedikit menyayangkan sikap sang putri, tapi Rayyan bersyukur, anaknya masih selamat. "Kita jadikan hal ini sebagai bahan pelajaran." Fina dan Zio mengangguk. Semua orang lalu beristirahat. Esok harinya semua orang kembali ke Purwokerto karena dua hari lagi resepsi pernikahan Fina dan Zio akan diselenggarakan. Fina dan Zio jadi ikutan sibuk. Acara resepsi pun digelar dengan meriah, baik Fina dan Zio tak pernah tak menebar senyum. Teman-teman kuliah dan SMA mereka banyak yang datang, kebanyakan pasti akan mengolok-olok dua pasangan. Untung baik Fina dan Zio tahan banting. Zaky, Yudho, Emi, Yuni, Riris dan kawan-kawan dekat Fina-Zio akhirnya datang. Mereka membuat suasana makin heboh apalagi dengan banyolan-banyolan dari Yudho dan Zaky. "Gimana malam hari? Jatah aman?" "Aman, Zak." "Aku yang deg-degan, gak bisa gegayaan." Zaky terlihat nelangsa kare