Fina menatap seluruh bangunan SMADA yang dapat ia tangkap melalui netra matanya. Ada kebahagiaan tersendiri dalam hati Fina karena selangkah lagi cita-citanya akan segera terwujud.
"Yok." Reihan segera menghampiri Fina setelah memarkirkan mobilnya.
"Bisa parkir tadi Mas."
"Bisa."
Kedua kakak beradik itu segera memasuki tempat pengumpulan berkas siswa baru. Berhubung sekarang pendaftaran sudah menggunakan sistem online, jadi Fina hanya tinggal menyerahkan berkas fisik saja yang memang diminta untuk dikumpulkan.
Fina duduk dengan manis di samping sang kakak. Mau tak mau, banyak mata yang melihat ke arah Fina dan Reihan. Ya mau gimana lagi, wajah blasteran dengan iris mata cokelat terang terlalu berharga buat dilewatkan. Fina dan Reihan yang sudah biasa menjadi pusat perhatian memilih cuek. Apalagi Reihan, dia memasang sikap cool dan fokus pada ponselnya. Fina sendiri sibuk celingak celinguk kanan kiri. Dia terlalu antusias mengamati keadaan sekitar.<
Keluarga Nara sedang berkumpul semua. Seperti biasa minimal sebulan sekali, keluarga Elang dan Royyan menginap. Bagi anak-anak Nara, mengunjungi dan menginap di rumah orang tua adalah suatu keharusan sekaligus sebagai tanda bakti kepada orang tua yang telah melahirkan dan merawat mereka sejak kecil."Gimana Fin, sekolahnya?" tanya Elang."Lancar, Mas El.""Udah dapat gebetan belum Fin?" tanya Royyan dengan mimik muka jahil."Ckckck. Fina masih kecil ya Mas, belum mikir ke situ.""Masih kecil kok tingginya udah 160 lebih. Kecil dari mana coba?""Terserah Mas Roy deh, asal Mas bahagia aja. Kan kalau bahagia jatah belanja Mbak Aya aman sentosa. Ya 'kan Mbak?" Fina menoleh ke arah kakak iparnya."Betul, Fin. Apalagi skincare lagi mahal sekarang. Jadi Mbak harus pastikan, papinya anak-anak senang biar uang yang mengalir gak tersendat-sendat hahaha.""Mbak Aya keren, pokoknya.""Harus, punya suami sukses harus dimanfaatk
Menjadi sosok yang pendiam, kurang populer dan tak dianggap keberadaannya itu menyedihkan. Tetapi terlalu populer dan sering disorot pun tak kalah menyebalkan. Itulah yang dirasakan oleh Fina. Fina mengakui dia cantik, soalnya kaca di rumahnya setiap hari sudah ngasih tahu. Bahkan baru bangun tidur dengan rambut awut-awutan dan ada bekas iler di bibir aja dia masih terlihat cantik.Fina mendesah, baru saja kakinya menginjak bumi SMADA, beberapa pasang mata yang berpapasan dengannya langsung menyoroti langkahnya. Fina hanya bisa memasang senyum manis dan memamerkannya pada semua orang yang ia temui."Hai, Fin," sapa salah satu kakak senior. Jelas cowok lah yang nyapa."Hai.""Hai, Fin.""Hai.""Halo, Fina.""Halo.""Pagi Fina.""Pagi.""Hai, Cantik."Fina hanya tersenyum menanggapi salah satu teman seangkatannya mulai melancarkan jurus rayuan gombal bekas jemuran yang sudah jamuran.Fina mengemb
Fina menatap Reihan yang sedang membuka dompetnya dengan penuh perhatian. Mereka sedang berada di Mall untuk membeli tas dan sepatu. Karena Reihan masih single, dia yang paling sering membelikan Fina ini itu. Sedangkan kedua kakaknya yang lain jarang karena sudah berkeluarga. Kalau Papah dan Mamah Fina jelaslah sebagai donatur utama segala kebutuhan Fina."Ke mana lagi?" tanya Reihan setelah memasukkan kembali dompetnya ke saku celana.Fina mengerjapkan matanya beberapa kali kemudian nyengir mendapati Reihan menatapnya penuh selidik."Ngapain lihatin dompetnya Mas kayak gitu?""Hehehe, lihatin dollarnya Mas. Hehehe," jawab Fina ngaco."Kan udah mas kasih semua pecahan dollarnya, Fin."Fina cuma tertawa dan memilih segera membawa tas dan sepatu yang baru dibelikan Reihan. Fina tidak mau tertangkap basah sedang mengamati potret di dompet Reihan. Fina sangat-sangat yakin di bawah foto keluarga Nara tersimpan sesuatu karena secara tidak se
Nasha dan Rania, memekik keras ketika Reihan datang sambil membopong Zaza yang tak sadarkan diri. Mereka semua panik, namun Reihan menenangkan semuanya dan meminta waktu untuk memeriksa Rana lagi.Nasha dan Rania bergerak gelisah, sedangkan Rayyan malah menatap geli tingkah istri dan adiknya. Fina hanya diam, bingung harus bagaimana. Tadi ketika Nasha dan Rania mencecarnya, Fina hanya bisa bilang kalau melihat Zaza tergeletak di kamar mandi. Fina tidak berani bilang kalau penyebab gurunya jatuh akibat kedatangan Reihan yang tiba-tiba nongol di depan kamar Zaza. Fina takut, papahnya bakalan menghajar sang kakak karena bertingkah tidak sopan tapi memang Reihan gak sopan sih. Fina aja kesal dengan sang kakak yang main nyelonong aja.Tapi, ada dua hal yang membuat rasa kesal Fina pada sang kakak hilang yaitu raut ketakutan di wajah Reihan dan panggilan Reihan pada Zaza. 'Rana' panggilan yang diucapkan sang kakak pada Zaza mau tak mau menyadarkan Fina jika sang kakak sepert
Fina sedang menatap sang kakak yang dari tadi diam. Garis kerutan di dahinya terlihat jelas. Tadi siang, Fina juga melihat guru tersayangnya nampak pucat dan tidak bergairah."Kenapa Fin?""Tuh." Fina menunjuk ke arah Reihan."Hehehe. Itu udah biasa. Sindrom mau nikah ya begitu.""Beneran, Mah?""Iya. Makanya dalam tradisi Jawa ada pingitan. Biar kedua mempelai tidak bertemu dulu dan meminimalisir masalah sebelum hari-H.""Oh gitu." Fina manggut-manggut tanda mengerti."Kira-kira bakalan pada baikan gak ya Mah?""Kita lihat aja nanti. Mamah penasaran apa yang akan dilakukan oleh Rei buat mengembalikan kepercayaan Zaza. Hihihi."Sekali lagi Fina hanya manggut-manggut."Lihat Fin."Nasha kembali menunjukkan foto kegiatan fitting baju pengantin Reihan-Zaza."Wow, cantik dan ganteng, Mah. Romantis lagi. Apalagi gaya pas Mas Rei meluk Mbak Zaza dari belakang. Ih, suwer. Tatapan mereka berdua dalam banget
Sebuah mobil berwarna silver berhenti tepat di depan gerbang SMADA. Zaza dan Fina bersiap-siap turun."Nanti pulangnya, Mas jemput. Kalau ada operasi mendadak, Mas hubungi.""Iya, Mas."Zaza mencium tangan Reihan dan Reihan membalas mencium kening Zaza penuh sayang kemudian Reihan beralih ke arah Fina dan mengulurkan tangannya. Fina pun menyambut tangan sang kakak dan menciumnya."Belajar yang rajin ya Fin.""Ashiap, Mamas," ucap Fina sambil memeragakan pose menghormat ke arah Reihan.Fina dan Zaza segera turun dari mobil, mereka melambaikan tangan pada Reihan dan dibalas Reihan dengan lambaian tangan juga serta senyum manisnya.Zaza menatap mobil Reihan sampai tak terlihat lagi. Senyum tak pernah lepas dari bibir Zaza. Zaza masih tidak percaya kalau kini dia menjadi istri dari kulkas paling tampan menurut versinya."Cieee, orangnya udah pergi Mbak. Kok masih disenyumin," goda Fina pada kakak iparnya."Hehehe.""B
Zio meringis karena kupingnya sedang dijewer oleh Fina."Ampun, Fin. Galak amat, sih!"Fina akhirnya melepas jewerannya dan menatap Zio galak. Zio sendiri langsung mengelus kupingnya dengan sayang."Kamu tuh kebiasaan ya Zizi. Jadiin aku tameng buat patahin hati orang. Aku gak suka ya!" Fina langsung mengomeli Zio sambil berkacak pinggang."Habis kamu cantik Fin. Jadi mereka bakalan percaya.""Gak mau. Pokoknya jangan jadiin aku tameng terus-terusan. Sana kamu cari yang lain!""Susah Fin. Belum ada yang klop. Misal kita pacaran aja gimana Fin?" ucap Zio sambil memainkan alisnya."Gak! Aku mau jadi orang waras. Kalo sama kamu nanti aku tambah gak waras.""Ckckck. Iya, nanti kalau aku udah ketemu cewek yang aku suka. Aku gak bakalan jadiin kamu tameng lagi, kok. Tapi kita tetep friend, kan?""Ya iyalah. Sahabat selamanya. Kita buktikan kalau cewek cowok bakalan tetep bisa sahabatan asal nanti cewek kamu jangan cembur
Fina baru saja keluar dari kompleks masjid sekolah area putri. Dia segera mengambil sepatu dan memakainya. Fina berdiri dan hendak berjalan menuju ke ruang PMR. Sayang gerakannya terlalu cepat dan kurang hati-hati sehingga tanpa sengaja dia menabrak seseorang.Bruk!"Maaf," ucap Fina."Astaghfirullah," lirih remaja cowok seumuran Fina.Fina segera menjauh kemudian menatap siapa yang tadi ditabraknya. Kedua mata remaja beda jenis itu saling bertemu. Remaja pria segera memalingkan pandangannya. Hatinya berdebar bahkan berulang kali dia beristighfar. Fina sendiri menatap sang cowok dengan senyum melebar lalu geleng-geleng kepala."Pantas si masnya nyebut terus, orang anak rohis alias ikhwan sholeh yang dia tabrak," batin Fina."Sorry, Mas. Mari duluan." Fina memilih segera pergi daripada membuat Mas Ikhwan Sholeh semakin malu dan semakin menunduk serta semakin banyak beristighfar. Emangnya Fina makhluk halus apa? Makhluk cantik lah
Sepuluh Tahun Kemudian Zio baru selesai bertugas. Dia segera membereskan barang-barangnya, memasukkan ke dalam tas, menaruh jas dan sneli pada tempatnya lalu segera keluar dari ruangannya. Di sepanjang koridor dia menyapa para perawat, rekan kerja atau tersenyum pada pasien atau pengunjung yang berpapasan dengannya. Sampai di parkiran dia segera masuk ke dalam mobil. Satu jam kemudian dia sudah sampai di rumah. "Sore Tuan Nathan." "Sore Gemma. Fin Fin sudah pulang?" "Belum, Nona Fina masih harus menunggu satu pasiennya yang mau melahirkan." "Oh, anak-anak mana?" tanyanya sambil melirik ke arah jam dinding yang menunjuk angka setengah empat. "Jalan-jalan bersama Tuan Besar dan Nyonya." "Oke. Aku mandi dulu ya Gemma." "Baik, Tuan." Zio segera masuk ke kamarnya. Zio dan Fina akhirnya tidak LDR-an lagi sejak sembilan tahun yang lalu. Baik Fina dan Zio menyelesaikan program spesialis tepat waktu. Di sini Zio harus mengacungkan trofi buat sang istri. Di saat dia hanya memikirkan ku
Tarik napas hembuskan. Fina berkali-kali mencoba mengontrol napasnya dan menahan agar tidak mengejan duluan. Sesuai perkiraan ternyata hari kelahiran putrinya hanya maju tiga hari dari HPL. Sang suami sudah diberitahu sejak Fina sering mengalami kontraksi palsu dua hari yang lalu. Zio bilang akan mengusahakan pulang, tetapi Fina paham jarak Paris-Purwokerto sangat jauh. Tapi tetap saja dia berharap sang suami segera pulang. "Suamimu katanya pakai jet pribadi lagi. Biasa nyewa punya temennya Mr. Oliver." Emma yang sejak satu minggu yang lalu sudah di Purwokerto menemani Fina bersama Nasha. Bahkan Ibu Arini juga sedang perjalanan menuju ke rumah sakit. "Sakit Sayang?" tanya Emma. Fina hanya mengangguk. Dia hampir mewek tapi berusaha tegar. Sang ibu yang paham apa yang dirasakan putrinya. Mengelus punggung sang anak yang sedang rebahan dalam posisi miring ke kiri. "Banyak istighfar ya Nduk. Mamah tahu rasanya. Kamu kuat." Fina tak bisa menahan tangisnya. Dia menarik tangan sang ibu
Zio sedang mengangguk-angguk sambil mendengarkan perkataan dosennya. Sejak satu jam yang lalu sang dosen yang sedang marah memarahi Zio karena berani membolos dari ujian. Fina yang kasihan kepada suaminya, turut membantu. Dengan jurus rayuan maut, Fina meminta ijin pada sang dosen untuk bicara. Dia bercerita apa adanya kalau dia dan Zio bertengkar hebat yang menyebabkan Zio langsung ke Indonesia demi menyelesaikan masalah rumah tangga. Cukup lama keduanya bicara.Zio padahal sudah pasrah jika harus mengulang satu tahun lagi. Tapi rupanya aksi heroik Zio membuat dosennya, prof. Louisa yang terkenal killer jadi simpati. Bahkan menyebabkan Zio harus mendengarkan kisah cinta sang dosen dengan suaminya yang juga penuh liku drama. Zio antara harus bersyukur dan siap kuping. Bersyukur dia diberi keringanan dan kesempatan untuk mengikuti ujian susulan tapi dia juga harus membayar kebaikan hati sang dosen dengan mendengarkan cerita sang dosen selama hampir dua jam. Fina sendiri hanya menyaks
Flo tertawa saat melihat ponselnya menampilkan nomer Fina. Rupanya Fina mengajaknya melakukan panggilan video call. Flo segera memposisikan dirinya di samping pria yang semalaman berbagi peluh, cairan dan kenikmatan bersamanya. Dia segera menekan tombol terima dan tampaklah wajah Fina yang menatap Flo dengan tatapan membunuh."Hai Fin, gimana kabarmu? Masih sehat kan? Hahaha. Eh, suamimu semalam hebat banget tahu. Kemarin dia semalaman bersama Aisyah, dan tadi malam dia menghabiskan malam bersamaku. Hahaha. Kita habis kamu tahu lah ... bercinta." Flo menunjukkan leher dan bagian tubuh atasnya yang penuh tanda merah. Dia bahkan sengaja masih belum memakai baju dan menutupi bagian tubuhnya dengan selimut. Bukan itu saja, Flo bahkan sengaja memancing kemarahan Fina dengan mengecup punggung toples lelaki yang kini masih tidur di ranjangnya.Fina menampilkan ekspresi marah dan air matanya sudah meleleh, meluber-luber bersamaan dengan ingusnya."Brengsek kamu, Flo," desis Fina."Hahaha. Ya
Fina baru saja menyelesaikan sholat subuhnya. Dia menatap jam yang menunjuk angka lima. Fina memegang perutnya yang sudah meronta-ronta ingin makan. Mau marah terus sama suami dan ngumpet terus di kamar juga bukan pilihan yang baik. "Kamu lapar ya Dek? Umi juga, tapi Umi masih marah sama Abi kamu. Nyebelin." Fina mengelus perutnya, tapi dasarnya sudah sangat lapar, perutnya sampai berbunyi. Fina sudah tak peduli dengan aksi marahnya pada suami. Dia memutuskan bangkit dan keluar kamar. "Bodo amat. Aku marah tapi aku lapar, ya aku mau makan." Fina segera membuka pintu kamarnya, namun dia kaget mendapati sesosok tubuh terjatuh mengenai kakinya. Fina berteriak dan meminta Zio bangun. Saking marahnya dia hendak menggunakan kakinya untuk membangunkan sang suami tapi sadar itu gak sopan dan dosa pula. Akhirnya Fina berjongkok dan membangunkan suaminya. "Hei bangun. Jangan tidur di sini. Sana tidur di kamar tamu." Fina mengguncang-guncang tubuh suaminya. "Zi, bangun Zi. Hei bangun." Ta
Sebuah pesan mampir di ponsel Fina. Tubuhnya bergetar akibat menahan amarah.[Kamu lihat, suamimu di sini banyak yang naksir. Dan dia selalu ada waktu untukku, putriku dan wanita lain. Jadi jangan berpikir kalau kamu itu cuma satu-satunya. Ya mungkin kamu satu-satunya di Indonesia tapi di Paris, Nathan punya kami]Fina hampir membanting ponselnya saat lagi-lagi Flo mengiriminya foto. Tadi foto Zio sedang berpelukan dengan Aisyah dan sekarang giliran foto toples lelaki yang mirip Zio sedang tiduran bersama Florence.[Kami sering menghabiskan waktu berdua, di tempat tidur. Dia memang hebat, selalu bikin puas dan dia sangat suka kalau aku di bawah. Dia bilang suka melihat ekspresiku saat mengerang di bawah tubuhnya. Hahaha. Dia juga bilang kalau sekarang kamu gak bisa menuhin hasrat dia gara-gara lagi hamil. Dan dia bilang kini kamu terlalu gendut, gak enak buat dipandang apalagi diajak gelut di kasur hahaha]Florence bahkan sampai mengirimkan emoticon tertawa mengejek membuat Fina marah
Fina mencoba menikmati kehamilannya. Bersyukur kehamilannya tidaklah terlalu rewel karena yang rewel dan ngidam parah adalah bapaknya. Zio yang manja jadi semakin manja. Beberapa hari setelah dia tahu sang istri hamil dan dia sendiri sudah kembali ke Paris, Zio jadi kena sindrom ngidam parah. Setiap pagi dia muntah-muntah dan lemas membuat keluarganya khawatir. Jika siang hari gejala muntahnya sudah reda. Tetapi Zio juga sering ngidam makanan yang aneh-aneh membuat Gemma, Antonio, Emma, Raphael hingga sepupunya si Benyamin kelimpungan mencari makanan yang diinginkan si calon bapak. Tapi diantara semua keinginan si calon bapak, hanya ada satu ngidam yang tidak bisa dituruti oleh semua orang."Fin Fin, Mas Jo kangen. Pengen peluk, Mas Jo ngidam nenen?" rengeknya.Fina hanya bisa meringis mendengarkan rengekan sang suami, setiap hari setiap waktu. Bahkan pernah suatu hari, Zio mengungkapkan keinginannya ketika mereka sedang video call-an dimana ada keponakan-kepanakan yang tentu saja men
Kembali ke rutinitas, mau tak mau Zio dan Fina harus menjalani LDM (Long Distance Marriage) untuk satu tahun lebih ke depannya. Menjalani LDM ternyata tidaklah mudah, ada saja masalah mulai dari gara-gara tidak mengangkat telepon sesegera mungkin hingga cemburu. Ya cemburu. Fina jadi super pencemburu gara-gara sosok Florence yang kini jadi berada di sekitaran Zio dan juga sosok Aisyah yang kini jadi lebih intens berhubungan dengan sang suami dengan alasan pekerjaan. Florence terlihat sekali mencoba memancing Fina lewat update-an status I*-nya yang memasang momen-momen bersama keluarga Evrard dan beberapa kali memposting foto Zio saat menggendong putrinya. Bahkan Aisyah yang kalem juga sepertinya masih berharap jadi madunya. Terlihat dari kehadiran Tuan Ali yang sering membawa sang putri ke rumah Raphael dengan alasan Aisyah sedang belajar bisnis. Sama seperti Fina yang jadi pencemburu, Zio juga cemburu pada sosok Faisal dan Azka yang merupakan teman baru Fina dan usianya lebih tua se
Malam harinya keluarga Nara berkumpul. Mereka semua membicarakan perihal perkataan Winda dan mau tak mau Zio dan Fina bercerita. Meski sedikit menyayangkan sikap sang putri, tapi Rayyan bersyukur, anaknya masih selamat. "Kita jadikan hal ini sebagai bahan pelajaran." Fina dan Zio mengangguk. Semua orang lalu beristirahat. Esok harinya semua orang kembali ke Purwokerto karena dua hari lagi resepsi pernikahan Fina dan Zio akan diselenggarakan. Fina dan Zio jadi ikutan sibuk. Acara resepsi pun digelar dengan meriah, baik Fina dan Zio tak pernah tak menebar senyum. Teman-teman kuliah dan SMA mereka banyak yang datang, kebanyakan pasti akan mengolok-olok dua pasangan. Untung baik Fina dan Zio tahan banting. Zaky, Yudho, Emi, Yuni, Riris dan kawan-kawan dekat Fina-Zio akhirnya datang. Mereka membuat suasana makin heboh apalagi dengan banyolan-banyolan dari Yudho dan Zaky. "Gimana malam hari? Jatah aman?" "Aman, Zak." "Aku yang deg-degan, gak bisa gegayaan." Zaky terlihat nelangsa kare