Fina menengok ke kiri kanan lorong kampusnya, setelah meyakinkan diri jika sosok yang selalu dia hindari tidak ada, Fina segera bergegas menuju ke parkiran motor.Saat sampai di parkiran pun, Fina tampak seperti maling yang takut ketahuan sedang mencuri. Setelah memastikan keadaan aman tanpa keberadaan Nathan, Fina segera melajukan motornya menuju ke kost-an.Baru saja dia merasa lega karena terlepas dari gangguan Nathan. Rupanya sosok yang dia hindari sudah duduk manis di kursi tamu yang ada di teras kost Fina. Berjejer dengan beberapa pria yang sedang menunggu pacar-pacar mereka. Fina mengumpat dalam hati, segala perkataan sebagai ungkapan sebal dia keluarkan. 'Sebel, nyebelin, muka tembok, narsis, aaaaa!' Itulah kira-kira ungkapan hati Fina."Hai Fin. Baru pulang ya? Niatnya mau nungguin kamu tapi kupikir-pikir mending nungguin kamu di sini aja. Terus kita jalan pakai mobilku."Fina belum menjawab perkataan Nathan. Dia fokus memarkirkan motornya. Setelah selesai, Fina segera mend
Fina mengerjapkan matanya. Hal yang dia lihat adalah dada bidang berbalut kaos warna toska dengan model memiliki kerah. Dia mendongakkan wajah dan merasakan sebuah dagu mengenai keningnya. Fina sedikit tertegun pasalnya dagu yang dia rasakan kini sedikit kasar. Fina tersenyum geli menyadari ada sedikit bulu-bulu halus yang mulai tubuh di area rahang Zio sehingga wajahnya yang awalnya terlihat cute jadi sedikit lebih sangar. Fina baru sadar kalau sahabat sengkleknya sedikit berubah. Wajahnya jelas semakin dewasa, bahunya kian melebar dan dadanya kian kekar. Aneh, padahal mereka selalu bersama tetapi baru kali ini Fina merasa Zio sangat tampan.Dug."Eh.""Egh."Zio dan Fina saling bertatapan intens. Keduanya sedang dilanda semacam kecanggungan karena tanpa sengaja bibir Zio mengenai dahi Fina. Cukup lama keduanya bertatapan hingga suara keras dari lubang belakang Zio membuat Fina menjerit, menutup hidung dan refleks memukul keras bahu Zio."Gila! Kebiasaan kentutmu loh, Zi. Gak perna
Zio beberapa kali menguap. Semalaman dia tak bisa tidur. Sesuatu telah menerjangnya semalam suntuk menyebabkan dia tak bisa tidur. "Kenapa kau?""Ngantuk.""Kecapean nyetir ya?" tanya Adi penasaran."Mungkin."Zio memilih mengiyakan saja dugaan Adi. Tatapannya tanpa sengaja bertubrukan dengan Fina. Keduanya saling melemparkan muka. Sama-sama merasa malu dengan tragedi pertukaran tas di hari minggu kemarin.Fina sendiri tiba-tiba merasa deg-degan. Wajahnya terasa panas dan pipinya merona merah. Membuat Rahma yang duduk di sampingnya sedikit khawatir."Wajahmu merah. Sakit?""Eh."Fina kaget lalu cepat-cepat menggeleng. "Mukamu pucet amat? Kecapean apa?""Kayaknya gitu." Fina pun bersikap sama. Mengiyakan saja dugaan Rahma."Oh." Rahma tak bertanya lagi mebuat Fina bersyukur setengah mati. Kedatangan dosen yang sudah mereka tunggu mengalihkan fokus semua mahasiswa. Fina dan mahasiswa lain kini fokus kepada sang dosen.Selesai mata kuliah hari ini, seperti biasa enam sekawan akan meng
"Jakarta, kami datang!" Fina dan Fiska berteriak senang setelah menginjak kaki di bandara Soetta. Sementara Zio, Ega dan Rafa, tiga calon dokter yang ikut dalam LKTI tingkat nasional mewakili UGM tak kalah heboh."Woi, UI Bro. Gila! Mimpi apa kita bisa sampai ke tahap ini," teriak Rafa."Iya, tapi saingan kita UI loh. Minimal kita nanti pas presentasi kudu bisa juara dua.""Jangan dua, Fa. Satu." Ega berteriak dengan heboh.Kelimanya segera menuju hotel yang sudah disiapkan oleh pihak penyelenggara LKTI. Selama masa istirahat dan menunggu, Fina dan kawan-kawan berkenalan dengan banyak mahasiswa dari berbagai kampus di Indonesia.Fina begitu semangat, berkenalan dari satu orang ke orang lain. Sampai secara tidak sengaja dia menabrak seorang lelaki jangkung sangat tampan. Tetapi sayang, tampilan si lelaki terkesan angkuh dan dingin. Persis seperti Reihan."Maaf." Fina mengucapkan kata maaf yang hanya ditanggapi oleh si lelaki dengan anggukan dan dia pun segera berlalu begitu saja.Fisk
Abizar tak bisa tak senyum. Paska perkenalan dua tahun yang lalu, hubungan dirinya dengan dua adik angkatnya semakin mesra. Apalagi ketiganya sering bertemu lewat penelitian-penelitian yang melibatkan dosen dan mahasiswa UI-UGM."Paketan dari siapa, Bi?" tanya Maira sang ibu."Fina sama Zio, Mah.""Mereka gak datang ke acara wisuda kamu?""Katanya datang Mah. Tapi gak ngerti juga. Kan mereka juga sibuk kuliah.""Oh, kapan-kapan suruh nginep sini, Bi. Kamu bilang mereka adik angkat kamu.""Iya, Mah. Nanti Abi ngomong ke Zio sama Fina."Abi pun membawa paketan yang baru saja dikirim oleh kurir menuju ke dalam rumah. "Fina cantik Bi. Kamu suka sama dia?""Suka yang gimana maksud Mamah?" Abizar menatap sang ibu dengan tatapan menyelidik."Suka sebagai cewek. Cinta gitu?""Gak, Mah. Nganggep adek aja.""Ck. Kamu tuh aneh Bri. Ada banyak cewek cantik kamu tolak. Viona sampai Fina. Viona kamu tolak, mamah gak nyesel. Tapi ini Fina loh Bi. Blasteran. Cantiknya gak kaleng-kaleng. Masa kamu ga
Fina menatap sosok yang berada pada radius sepuluh meter darinya dengan tatapan tak percaya. Tubuhnya bergetar, refleks air matanya turun ke pipi. Cukup lama, Fina berada pada fase tercengang, kaget dan bercampur dengan kesedihan. Namun, dia langsung segera menghapus air matanya. "Kamu kenapa Fin?""Gak papa, Mbak Lovi. Tiba-tiba Fina kangen rumah aja.""Oh."Quinsha kembali fokus mendengarkan ceramah suaminya. Sesekali dia terkekeh melihat suaminya yang biasanya bersikap tengil tampak berwibawa mengisi pengajian di salah satu masjid yang berada di daerah tempat tinggal mereka. Sesekali, Quinsha juga fokus memperhatikan tingkah anak-anaknya. Takut mereka bikin huru-hara"Mbak Lovi.""Ya.""Mbak Lovi kenal orang-orang yang ada di sini gak? Jamaah di sini maksudnya?""Oooo. Hampir semua kenal sih.""Tua-tua semua ya, Mbak?""Gak juga. Itu ada yang muda kok. Nah kamu lihat itu."Quinsha menunjuk pada sosok lelaki muda yang duduk dekat dengan mimbar tempat Azada sedang bercerah."Itu Mas
Keheningan menyapa sejak dua orang kekasih di masa lalu duduk di bawah pohon angsana yang berada di sebuah taman yang cukup sepi. Keduanya duduk berjauhan di sebuah kursi panjang. Zio menatap dingin ke arah kejauhan sementara Azizah sibuk memainkan ujung kerudungnya sambil menunduk. Sesekali air matanya menetes. Sesekali pula dia mengusap air matanya.Sepertinya tidak ada satu pun dari mereka yang mau bicara hingga akhirnya, Azizah bicara."Aku sama Mas Kahfi udah nyoba buat mengelak dari perjodohan. Tapi ... kami berdua kalah. Aku sama Mas Kahfi nikah tiga bulan yang lalu setelah Mas Kahfi lulus. Beruntung Mas Kahfi keterima ngajar di sini. Makanya kita bisa pindah. Dan aku bisa pindah kampus."Hening. Zio sama sekali tak menanggapi pernyataan Azizah."Asal kamu tahu, Zio. Berat sekali bagi kami berdua. Di satu sisi kami punya orang yang kami cintai tapi di sisi lain, kami gak bisa egois dan jadi anak durhaka. Makanya ....""Tapi bukan berarti kalian harus diam dan gak jujur, Zizah."
Zio menatap lalu lalang mobil di depannya dengan tatapan kosong. Hampir lima belas menit dia berada di cafe, menunggu Azizah datang. Hampir satu bulan dia dan Azizah berhubungan. Keduanya selalu bertemu saat ada kesempatan dan selama itu pula hubungannya dengan Fina menjadi renggang. Meski di depan teman-teman yang lain Fina dan Zio bertingkah seperti biasa tetapi ketika hanya berdua, hubungan keduanya menjadi dingin. Fina menolak berbicara dengannya. Setiap Zio ingin bicara, Fina langsung memasang wajah dingin membuat Zio tak berani mendekat. Awalnya Zio berpikir, jika sikap dingin Fina pasti akan mencair. Sayang, sudah satu bulan berlalu justru Fina semakin menjauhinya. Meski sosok Azizah yang manis selalu berada di dekatnya namun hati Zio merasa kosong. Dia merasa ada yang hilang dalam hidupnya. Dia sadar itu adalah Fina. Fina telah menjadi bagian penting dalam hidupnya. Karena itu ketidakhadirannya membuat hidup Zio menjadi tidak berwarna lagi.Zio menghela napasnya. Jujur dia sang
Sepuluh Tahun Kemudian Zio baru selesai bertugas. Dia segera membereskan barang-barangnya, memasukkan ke dalam tas, menaruh jas dan sneli pada tempatnya lalu segera keluar dari ruangannya. Di sepanjang koridor dia menyapa para perawat, rekan kerja atau tersenyum pada pasien atau pengunjung yang berpapasan dengannya. Sampai di parkiran dia segera masuk ke dalam mobil. Satu jam kemudian dia sudah sampai di rumah. "Sore Tuan Nathan." "Sore Gemma. Fin Fin sudah pulang?" "Belum, Nona Fina masih harus menunggu satu pasiennya yang mau melahirkan." "Oh, anak-anak mana?" tanyanya sambil melirik ke arah jam dinding yang menunjuk angka setengah empat. "Jalan-jalan bersama Tuan Besar dan Nyonya." "Oke. Aku mandi dulu ya Gemma." "Baik, Tuan." Zio segera masuk ke kamarnya. Zio dan Fina akhirnya tidak LDR-an lagi sejak sembilan tahun yang lalu. Baik Fina dan Zio menyelesaikan program spesialis tepat waktu. Di sini Zio harus mengacungkan trofi buat sang istri. Di saat dia hanya memikirkan ku
Tarik napas hembuskan. Fina berkali-kali mencoba mengontrol napasnya dan menahan agar tidak mengejan duluan. Sesuai perkiraan ternyata hari kelahiran putrinya hanya maju tiga hari dari HPL. Sang suami sudah diberitahu sejak Fina sering mengalami kontraksi palsu dua hari yang lalu. Zio bilang akan mengusahakan pulang, tetapi Fina paham jarak Paris-Purwokerto sangat jauh. Tapi tetap saja dia berharap sang suami segera pulang. "Suamimu katanya pakai jet pribadi lagi. Biasa nyewa punya temennya Mr. Oliver." Emma yang sejak satu minggu yang lalu sudah di Purwokerto menemani Fina bersama Nasha. Bahkan Ibu Arini juga sedang perjalanan menuju ke rumah sakit. "Sakit Sayang?" tanya Emma. Fina hanya mengangguk. Dia hampir mewek tapi berusaha tegar. Sang ibu yang paham apa yang dirasakan putrinya. Mengelus punggung sang anak yang sedang rebahan dalam posisi miring ke kiri. "Banyak istighfar ya Nduk. Mamah tahu rasanya. Kamu kuat." Fina tak bisa menahan tangisnya. Dia menarik tangan sang ibu
Zio sedang mengangguk-angguk sambil mendengarkan perkataan dosennya. Sejak satu jam yang lalu sang dosen yang sedang marah memarahi Zio karena berani membolos dari ujian. Fina yang kasihan kepada suaminya, turut membantu. Dengan jurus rayuan maut, Fina meminta ijin pada sang dosen untuk bicara. Dia bercerita apa adanya kalau dia dan Zio bertengkar hebat yang menyebabkan Zio langsung ke Indonesia demi menyelesaikan masalah rumah tangga. Cukup lama keduanya bicara.Zio padahal sudah pasrah jika harus mengulang satu tahun lagi. Tapi rupanya aksi heroik Zio membuat dosennya, prof. Louisa yang terkenal killer jadi simpati. Bahkan menyebabkan Zio harus mendengarkan kisah cinta sang dosen dengan suaminya yang juga penuh liku drama. Zio antara harus bersyukur dan siap kuping. Bersyukur dia diberi keringanan dan kesempatan untuk mengikuti ujian susulan tapi dia juga harus membayar kebaikan hati sang dosen dengan mendengarkan cerita sang dosen selama hampir dua jam. Fina sendiri hanya menyaks
Flo tertawa saat melihat ponselnya menampilkan nomer Fina. Rupanya Fina mengajaknya melakukan panggilan video call. Flo segera memposisikan dirinya di samping pria yang semalaman berbagi peluh, cairan dan kenikmatan bersamanya. Dia segera menekan tombol terima dan tampaklah wajah Fina yang menatap Flo dengan tatapan membunuh."Hai Fin, gimana kabarmu? Masih sehat kan? Hahaha. Eh, suamimu semalam hebat banget tahu. Kemarin dia semalaman bersama Aisyah, dan tadi malam dia menghabiskan malam bersamaku. Hahaha. Kita habis kamu tahu lah ... bercinta." Flo menunjukkan leher dan bagian tubuh atasnya yang penuh tanda merah. Dia bahkan sengaja masih belum memakai baju dan menutupi bagian tubuhnya dengan selimut. Bukan itu saja, Flo bahkan sengaja memancing kemarahan Fina dengan mengecup punggung toples lelaki yang kini masih tidur di ranjangnya.Fina menampilkan ekspresi marah dan air matanya sudah meleleh, meluber-luber bersamaan dengan ingusnya."Brengsek kamu, Flo," desis Fina."Hahaha. Ya
Fina baru saja menyelesaikan sholat subuhnya. Dia menatap jam yang menunjuk angka lima. Fina memegang perutnya yang sudah meronta-ronta ingin makan. Mau marah terus sama suami dan ngumpet terus di kamar juga bukan pilihan yang baik. "Kamu lapar ya Dek? Umi juga, tapi Umi masih marah sama Abi kamu. Nyebelin." Fina mengelus perutnya, tapi dasarnya sudah sangat lapar, perutnya sampai berbunyi. Fina sudah tak peduli dengan aksi marahnya pada suami. Dia memutuskan bangkit dan keluar kamar. "Bodo amat. Aku marah tapi aku lapar, ya aku mau makan." Fina segera membuka pintu kamarnya, namun dia kaget mendapati sesosok tubuh terjatuh mengenai kakinya. Fina berteriak dan meminta Zio bangun. Saking marahnya dia hendak menggunakan kakinya untuk membangunkan sang suami tapi sadar itu gak sopan dan dosa pula. Akhirnya Fina berjongkok dan membangunkan suaminya. "Hei bangun. Jangan tidur di sini. Sana tidur di kamar tamu." Fina mengguncang-guncang tubuh suaminya. "Zi, bangun Zi. Hei bangun." Ta
Sebuah pesan mampir di ponsel Fina. Tubuhnya bergetar akibat menahan amarah.[Kamu lihat, suamimu di sini banyak yang naksir. Dan dia selalu ada waktu untukku, putriku dan wanita lain. Jadi jangan berpikir kalau kamu itu cuma satu-satunya. Ya mungkin kamu satu-satunya di Indonesia tapi di Paris, Nathan punya kami]Fina hampir membanting ponselnya saat lagi-lagi Flo mengiriminya foto. Tadi foto Zio sedang berpelukan dengan Aisyah dan sekarang giliran foto toples lelaki yang mirip Zio sedang tiduran bersama Florence.[Kami sering menghabiskan waktu berdua, di tempat tidur. Dia memang hebat, selalu bikin puas dan dia sangat suka kalau aku di bawah. Dia bilang suka melihat ekspresiku saat mengerang di bawah tubuhnya. Hahaha. Dia juga bilang kalau sekarang kamu gak bisa menuhin hasrat dia gara-gara lagi hamil. Dan dia bilang kini kamu terlalu gendut, gak enak buat dipandang apalagi diajak gelut di kasur hahaha]Florence bahkan sampai mengirimkan emoticon tertawa mengejek membuat Fina marah
Fina mencoba menikmati kehamilannya. Bersyukur kehamilannya tidaklah terlalu rewel karena yang rewel dan ngidam parah adalah bapaknya. Zio yang manja jadi semakin manja. Beberapa hari setelah dia tahu sang istri hamil dan dia sendiri sudah kembali ke Paris, Zio jadi kena sindrom ngidam parah. Setiap pagi dia muntah-muntah dan lemas membuat keluarganya khawatir. Jika siang hari gejala muntahnya sudah reda. Tetapi Zio juga sering ngidam makanan yang aneh-aneh membuat Gemma, Antonio, Emma, Raphael hingga sepupunya si Benyamin kelimpungan mencari makanan yang diinginkan si calon bapak. Tapi diantara semua keinginan si calon bapak, hanya ada satu ngidam yang tidak bisa dituruti oleh semua orang."Fin Fin, Mas Jo kangen. Pengen peluk, Mas Jo ngidam nenen?" rengeknya.Fina hanya bisa meringis mendengarkan rengekan sang suami, setiap hari setiap waktu. Bahkan pernah suatu hari, Zio mengungkapkan keinginannya ketika mereka sedang video call-an dimana ada keponakan-kepanakan yang tentu saja men
Kembali ke rutinitas, mau tak mau Zio dan Fina harus menjalani LDM (Long Distance Marriage) untuk satu tahun lebih ke depannya. Menjalani LDM ternyata tidaklah mudah, ada saja masalah mulai dari gara-gara tidak mengangkat telepon sesegera mungkin hingga cemburu. Ya cemburu. Fina jadi super pencemburu gara-gara sosok Florence yang kini jadi berada di sekitaran Zio dan juga sosok Aisyah yang kini jadi lebih intens berhubungan dengan sang suami dengan alasan pekerjaan. Florence terlihat sekali mencoba memancing Fina lewat update-an status I*-nya yang memasang momen-momen bersama keluarga Evrard dan beberapa kali memposting foto Zio saat menggendong putrinya. Bahkan Aisyah yang kalem juga sepertinya masih berharap jadi madunya. Terlihat dari kehadiran Tuan Ali yang sering membawa sang putri ke rumah Raphael dengan alasan Aisyah sedang belajar bisnis. Sama seperti Fina yang jadi pencemburu, Zio juga cemburu pada sosok Faisal dan Azka yang merupakan teman baru Fina dan usianya lebih tua se
Malam harinya keluarga Nara berkumpul. Mereka semua membicarakan perihal perkataan Winda dan mau tak mau Zio dan Fina bercerita. Meski sedikit menyayangkan sikap sang putri, tapi Rayyan bersyukur, anaknya masih selamat. "Kita jadikan hal ini sebagai bahan pelajaran." Fina dan Zio mengangguk. Semua orang lalu beristirahat. Esok harinya semua orang kembali ke Purwokerto karena dua hari lagi resepsi pernikahan Fina dan Zio akan diselenggarakan. Fina dan Zio jadi ikutan sibuk. Acara resepsi pun digelar dengan meriah, baik Fina dan Zio tak pernah tak menebar senyum. Teman-teman kuliah dan SMA mereka banyak yang datang, kebanyakan pasti akan mengolok-olok dua pasangan. Untung baik Fina dan Zio tahan banting. Zaky, Yudho, Emi, Yuni, Riris dan kawan-kawan dekat Fina-Zio akhirnya datang. Mereka membuat suasana makin heboh apalagi dengan banyolan-banyolan dari Yudho dan Zaky. "Gimana malam hari? Jatah aman?" "Aman, Zak." "Aku yang deg-degan, gak bisa gegayaan." Zaky terlihat nelangsa kare