Fina sedang mencoba menahan emosinya. Bukan sekali ini dia mendapati, Risa dibully oleh orang lain. Khususnya cowok. Dan pembullyan itu selalu terjadi ketika Risa bersama dengan Fina. Ada rasa sedih, ketika menyadari semua orang khususnya kaum adam selalu membanding-bandingan dirinya dengan Risa terutama dari segi fisik. Tentulah mereka berbeda orang bibitnya juga beda. Tapi gak perlu kan, harus dengan mengatakan kekurangan Risa.
Risa dan Zio memilih diam, Fina kalau lagi emosi keras kepalanya gak nanggung-nanggung. Maklum bontot, paling banyak dapat limpahan kasih sayang makanya begitu."Fin," panggil Zio."Mereka nyebelin banget sumpah, untung gak aku tonjok kayak si Rendi waktu itu. Lagian kenapa sih pada senengnya banding-bandingin kita berdua, ya jelas beda lah." Fina berkata dengan napas menderu."Fin.""Kamu juga sama, kan Zi? Kamu pasti juga gitu. Suka bandingin aku sama Risa. Suka ngomong jelek-jelek tentang Risa," cecar Fina.Zio berdiri dan dRafina tersenyum saat melihat adegan dimana Nam digendong oleh Top sementara tasnya Nam malah dibawa oleh Shone. Ah, mengingat tas, Rafina jadi sebal. Huh!"Nonton apa, Fin?""Ini Mbak, kisah Nam sama Phi Shone.""Ooo." Zaza ikut duduk di samping Fina dan ikut menonton.Keduanya menghayati film sampai pada adegan Nam mengungkap rasa cintanya pada Shone yang ternyata sudah punya pacar, baik Fina dan Zaza refleks mengelap ingus pertanda keduanya begitu menyatu dengan isi cerita. Ya ampun, mana ada habis ungkapin cinta sama gebetan, eh gebetan ternyata baru jadian, belum lagi jatuh ke kolam renang. Duh, sakitnya dapat malunya juga dapat. Lengkap dah.Reihan yang baru pulang, menatap istri dan adiknya dengan kerutan di kening. Reihan hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah istri dan adiknya. Kebiasaan, cuma nonton drama aja pada baper. Sampai nangis-nangis segala. Kadang Reihan gak paham kenapa orang harus menonton drama sedih kalau akhirnya bikin nangis
"Gak usah melengos kayak gitu, Fey. Kamu kan udah paham gimana hubunganku sama Zio kayak apa. Kamu mau cemburu monggo, mau musuhin aku monggo. Toh aku gak rugi," ketus Fina saat melihat Feyza pura-pura memandang ke arah lain ketika Fina melewatinya bersama Emi.Feyza tidak peduli dan memilih menarik tangan Maya. Maya sendiri hanya bisa meminta maaf lewat mimik mukanya. Fina tersenyum dan mengangguk.Feyza masih menarik tangan Maya hingga keduanya kembali ke kelas dan duduk."Apa-apaan dia, ish nyebelin!" sungut Feyza."Biasa aja kali, Fey.""Ck. Sok cantik banget tuh orang. Lagian siapa yang mau temenan akrab sama dia. Ih! Sok terkenal banget." Feyza masih menampakkan ketidaksukaannya sama Fina.Maya tertawa melihat kecemburuan Feyza."Emang Fina cantik, kok. Semua juga tahu.""Kamu kok malah belain dia sih!""Aku gak belain siapa-siapa, bagiku kamu sama Fina ya tetep temanku. Aku gak pilih kasih.""Harusnya kamu belain aku don
Ada yang bilang masa putih abu-abu adalah masa yang begitu berkesan. Hal yang sama juga dialami oleh Fina. Di masa putih abu-abu ini, Fina merasakan sekali apa itu yang namanya cinta pertama sekaligus cinta dalam diam. Meski rasanya menyesakkan, Fina berusaha tegar dan tak menampakkan rasa cintanya pada Kahfi. Bahkan hingga Kahfi lulus, Fina berusaha abai dan tidak bermaksud memberikan ucapan selamat atau hadiah. Harga diri Fina dan rasa malu yang Fina punya masih terlalu besar soalnya.Hidup Fina masih seperti biasa. Sekolah, rumah, ekstra, les, jalan-jalan bahkan dia masih harus satu kelas lagi dengan Zionathan. Dan itu tak masalah bagi Fina. Feyza sendiri sudah tidak terlalu membenci Fina karena dia akhirnya sadar, percuma mencemburui Fina yang hanya sekedar sahabatnya Zio. Toh, Feyza kini juga sudah punya pacar. Meski tak seganteng Zio, tapi pacar Feyza begitu menyayangi Feyza, membuat Feyza dengan mudah melupakan Zio.Hampir tiga tahun, Fina lalui masa-masa
Minggu pagi adalah waktu yang tepat untuk bermalas-malasan atau olahraga pagi. Begitu pun dengan Fina. Seperti biasa dia berolahraga di area GOR bersama keluarga atau pun para sahabat. Kali ini, Fina hanya ditemani oleh Zio."Bu Zaza gimana keadaannya?""Baik.""Tumben gak jalan-jalan ke GOR?""Gak dibolehin sama Mas Rei, katanya muter-muter kompleks aja.""Hahaha. Protektif sekali.""Dan posesif.""Hahaha, iya. Asik ya Fin jadi kamu. Keluarga kamu banyak dan saling menyayangi." Ada nada kegetiran dalam suara Zio."Ya nanti kamu bikin dong keluarga yang bahagia, anak yang banyak biar gak kesepian kamunya.""Bisa-bisa. Ntar kamu jadi emaknya yak? Lima!""Maksud kamu?!""Aku bapaknya kamu emaknya, ntar kita punya anak lima.""Wegah!""Ayok taruhan!""Emoh!""Yakin?""Ish! Zioooo ...."Fina memukuli bahu Zio sedangkan Zio membalas dengan mencubit pipi gembil Fina
"Assalamu'alaikum Fina?""Wa'alaikumsalam."Fina kaget mendapati Kahfi yang menyapanya. Dia tambah kaget ketika melihat Kahfi datang bersama dengan Azizah dan ... uminya Kahfi.Fina mengangguk kemudian menyalami uminya Kahfi. Seperti biasa keberadaan Fina hanya dianggap angin lalu. Fina pun memilih cuek dan setelah berbasa basi sebentar dengan Azizah, Fina segera menghampiri Nasha."Ada lagi yang harus dibeli, Mah?""Gak ada. Kamu?""Udah semua kok Mah.""Ya sudah ayok."Nasha mengajak Fina menuju ke kasir. Sambil berjalan, Nasha menanyakan siapa Kahfi."Kakak kelas Fina, Mah. Udah kuliah semester dua sekarang.""Ganteng. Tapi gantengan Zio sih. Zio kayak papahmu. Ganteng, tinggi terus macho.""Macho dari mananya Mamah. Orang kurus kerempeng gitu.""Eits, ayok nanti kita buktikan.""Ya ya ya. Terserah Mamah deh."Nasha dan Fina berpapasan lagi dengan rombongan Kahfi. Fina dan Nasha meng
Fina sedang berbelanja di sebuah pusat perbelanjaan terbesar di Purwokerto. Dia pergi dengan para wanita di keluarga Nara. Hampir satu jam dia muter-muter, kini dia memutuskan ikut duduk bersama Zaza yang sedang menikmati puding mangga. Sedangkan Fiqa, Nasha dan Ayana masih asik belanja."Gak muter-muter lagi, Fin?""Gak Mbak capek."Fina mengambil es cokelatnya. Dia melirik ke arah Rael dan Royya yang masih asik bermain di arena Timezone. Suara ringisan Zaza terdengar di telinga Fina."Kenapa Mbak?""Biasa, pinggang pegel.""Nikmat banget ya Mbak?""Iya nih.""Apa mau lahiran Mbak?""Belum, Fin. Kan baru tiga puluh dua minggu.""Oh."Keduanya asik berbincang sambil mengawasi tingkah Royya dan Rael. Sebuah panggilan mengalihkan atensi keduanya."Assalamu'alaikum, Bu Zaza. Fina.""Wa'alaikumsalam." Kompak Fina dan Zaza.Kahfi tersenyum manis ke arah keduanya. Fina sedikit deg-degan. Lagi
Fina melempar ponselnya ke arah kasur. Dia bosan. Sudah lima hari Fina tidak masuk sekolah gara-gara terkena cacar air.Lima hari yang lalu setelah pulang dari mall, Fina merasakan ada yang aneh pada kulitnya. Kulitnya tiba-tiba terasa gatal. Malamnya dia demam dan pagi harinya, tubuhnya penuh dengan ruam, bentol-bentol dan ada yang berair. Fina tentu menangis dan merengek. Seluruh keluarga jadi kalang kabut. Bahkan Zaza dan dua keponakanya yang sedang menginap tidak diperbolehkan mendekati Fina karena takut tertular.Fina beruntung ruam di wajahnya hanya ada beberapa biji dan tidak terlalu besar. Fina sudah membayangkan bagaimana penampilannya jika sampai cacar air yang dia derita sampai menjalari wajah. Pasti Fina bakalan jadi jelek."Mbak Fina." Panggil Mbok Imas, ART yang bekerja menggantikan Mbok Ijah, dari luar kamar. Mbok Ijah sudah pensiun dan sudah tua. Meski sudah tidak bekerja di keluarga Nara, hubungan keluarga Nara dan Mbok Ijah sangat baik. M
Fina tersenyum ceria, akhirnya setelah dinyatakan sembuh dia bisa bersekolah lagi. Akhirnya ada pemandangan lain selain, kamar, ponsel dan bantal. Meski Papah Rayyan dan Mas Reihan ganteng, tetapi Fina lebih bahagia melihat muka teman-teman cowok di kelasnya meski tak seganteng pada pria di keluarga Nara. Khususon Zio, gantengnya selevel sama papah dan kedua kakak kembarnya, sih."Finaaaa!" Emi berteriak dan langsung memeluk sahabat sebangkunya."Hai, Em. Gimana kabarmu?""Baik. Wuih! Udah kinclong aja tuh muka, bentol-betol cacarnya ngilang kemana tuh?""Ke planet Mars. Hahaha. Yuk, ke kelas. Aku udah kangen tahu sama temen-temen.""Hahaha. Ada beberapa yang ijin, kena cacar juga kayak kamu.""Duh, jadi merasa bersalah, akunya.""Lah, gak ketularan kamu bisa ketularan dari kelas lain kok.""Banyak yang kena ya, Em?""Hooh, minimal satu kelas lima orang.""Wah."Keduanya lalu berjalan menuju ke ruang kelas.
Sepuluh Tahun Kemudian Zio baru selesai bertugas. Dia segera membereskan barang-barangnya, memasukkan ke dalam tas, menaruh jas dan sneli pada tempatnya lalu segera keluar dari ruangannya. Di sepanjang koridor dia menyapa para perawat, rekan kerja atau tersenyum pada pasien atau pengunjung yang berpapasan dengannya. Sampai di parkiran dia segera masuk ke dalam mobil. Satu jam kemudian dia sudah sampai di rumah. "Sore Tuan Nathan." "Sore Gemma. Fin Fin sudah pulang?" "Belum, Nona Fina masih harus menunggu satu pasiennya yang mau melahirkan." "Oh, anak-anak mana?" tanyanya sambil melirik ke arah jam dinding yang menunjuk angka setengah empat. "Jalan-jalan bersama Tuan Besar dan Nyonya." "Oke. Aku mandi dulu ya Gemma." "Baik, Tuan." Zio segera masuk ke kamarnya. Zio dan Fina akhirnya tidak LDR-an lagi sejak sembilan tahun yang lalu. Baik Fina dan Zio menyelesaikan program spesialis tepat waktu. Di sini Zio harus mengacungkan trofi buat sang istri. Di saat dia hanya memikirkan ku
Tarik napas hembuskan. Fina berkali-kali mencoba mengontrol napasnya dan menahan agar tidak mengejan duluan. Sesuai perkiraan ternyata hari kelahiran putrinya hanya maju tiga hari dari HPL. Sang suami sudah diberitahu sejak Fina sering mengalami kontraksi palsu dua hari yang lalu. Zio bilang akan mengusahakan pulang, tetapi Fina paham jarak Paris-Purwokerto sangat jauh. Tapi tetap saja dia berharap sang suami segera pulang. "Suamimu katanya pakai jet pribadi lagi. Biasa nyewa punya temennya Mr. Oliver." Emma yang sejak satu minggu yang lalu sudah di Purwokerto menemani Fina bersama Nasha. Bahkan Ibu Arini juga sedang perjalanan menuju ke rumah sakit. "Sakit Sayang?" tanya Emma. Fina hanya mengangguk. Dia hampir mewek tapi berusaha tegar. Sang ibu yang paham apa yang dirasakan putrinya. Mengelus punggung sang anak yang sedang rebahan dalam posisi miring ke kiri. "Banyak istighfar ya Nduk. Mamah tahu rasanya. Kamu kuat." Fina tak bisa menahan tangisnya. Dia menarik tangan sang ibu
Zio sedang mengangguk-angguk sambil mendengarkan perkataan dosennya. Sejak satu jam yang lalu sang dosen yang sedang marah memarahi Zio karena berani membolos dari ujian. Fina yang kasihan kepada suaminya, turut membantu. Dengan jurus rayuan maut, Fina meminta ijin pada sang dosen untuk bicara. Dia bercerita apa adanya kalau dia dan Zio bertengkar hebat yang menyebabkan Zio langsung ke Indonesia demi menyelesaikan masalah rumah tangga. Cukup lama keduanya bicara.Zio padahal sudah pasrah jika harus mengulang satu tahun lagi. Tapi rupanya aksi heroik Zio membuat dosennya, prof. Louisa yang terkenal killer jadi simpati. Bahkan menyebabkan Zio harus mendengarkan kisah cinta sang dosen dengan suaminya yang juga penuh liku drama. Zio antara harus bersyukur dan siap kuping. Bersyukur dia diberi keringanan dan kesempatan untuk mengikuti ujian susulan tapi dia juga harus membayar kebaikan hati sang dosen dengan mendengarkan cerita sang dosen selama hampir dua jam. Fina sendiri hanya menyaks
Flo tertawa saat melihat ponselnya menampilkan nomer Fina. Rupanya Fina mengajaknya melakukan panggilan video call. Flo segera memposisikan dirinya di samping pria yang semalaman berbagi peluh, cairan dan kenikmatan bersamanya. Dia segera menekan tombol terima dan tampaklah wajah Fina yang menatap Flo dengan tatapan membunuh."Hai Fin, gimana kabarmu? Masih sehat kan? Hahaha. Eh, suamimu semalam hebat banget tahu. Kemarin dia semalaman bersama Aisyah, dan tadi malam dia menghabiskan malam bersamaku. Hahaha. Kita habis kamu tahu lah ... bercinta." Flo menunjukkan leher dan bagian tubuh atasnya yang penuh tanda merah. Dia bahkan sengaja masih belum memakai baju dan menutupi bagian tubuhnya dengan selimut. Bukan itu saja, Flo bahkan sengaja memancing kemarahan Fina dengan mengecup punggung toples lelaki yang kini masih tidur di ranjangnya.Fina menampilkan ekspresi marah dan air matanya sudah meleleh, meluber-luber bersamaan dengan ingusnya."Brengsek kamu, Flo," desis Fina."Hahaha. Ya
Fina baru saja menyelesaikan sholat subuhnya. Dia menatap jam yang menunjuk angka lima. Fina memegang perutnya yang sudah meronta-ronta ingin makan. Mau marah terus sama suami dan ngumpet terus di kamar juga bukan pilihan yang baik. "Kamu lapar ya Dek? Umi juga, tapi Umi masih marah sama Abi kamu. Nyebelin." Fina mengelus perutnya, tapi dasarnya sudah sangat lapar, perutnya sampai berbunyi. Fina sudah tak peduli dengan aksi marahnya pada suami. Dia memutuskan bangkit dan keluar kamar. "Bodo amat. Aku marah tapi aku lapar, ya aku mau makan." Fina segera membuka pintu kamarnya, namun dia kaget mendapati sesosok tubuh terjatuh mengenai kakinya. Fina berteriak dan meminta Zio bangun. Saking marahnya dia hendak menggunakan kakinya untuk membangunkan sang suami tapi sadar itu gak sopan dan dosa pula. Akhirnya Fina berjongkok dan membangunkan suaminya. "Hei bangun. Jangan tidur di sini. Sana tidur di kamar tamu." Fina mengguncang-guncang tubuh suaminya. "Zi, bangun Zi. Hei bangun." Ta
Sebuah pesan mampir di ponsel Fina. Tubuhnya bergetar akibat menahan amarah.[Kamu lihat, suamimu di sini banyak yang naksir. Dan dia selalu ada waktu untukku, putriku dan wanita lain. Jadi jangan berpikir kalau kamu itu cuma satu-satunya. Ya mungkin kamu satu-satunya di Indonesia tapi di Paris, Nathan punya kami]Fina hampir membanting ponselnya saat lagi-lagi Flo mengiriminya foto. Tadi foto Zio sedang berpelukan dengan Aisyah dan sekarang giliran foto toples lelaki yang mirip Zio sedang tiduran bersama Florence.[Kami sering menghabiskan waktu berdua, di tempat tidur. Dia memang hebat, selalu bikin puas dan dia sangat suka kalau aku di bawah. Dia bilang suka melihat ekspresiku saat mengerang di bawah tubuhnya. Hahaha. Dia juga bilang kalau sekarang kamu gak bisa menuhin hasrat dia gara-gara lagi hamil. Dan dia bilang kini kamu terlalu gendut, gak enak buat dipandang apalagi diajak gelut di kasur hahaha]Florence bahkan sampai mengirimkan emoticon tertawa mengejek membuat Fina marah
Fina mencoba menikmati kehamilannya. Bersyukur kehamilannya tidaklah terlalu rewel karena yang rewel dan ngidam parah adalah bapaknya. Zio yang manja jadi semakin manja. Beberapa hari setelah dia tahu sang istri hamil dan dia sendiri sudah kembali ke Paris, Zio jadi kena sindrom ngidam parah. Setiap pagi dia muntah-muntah dan lemas membuat keluarganya khawatir. Jika siang hari gejala muntahnya sudah reda. Tetapi Zio juga sering ngidam makanan yang aneh-aneh membuat Gemma, Antonio, Emma, Raphael hingga sepupunya si Benyamin kelimpungan mencari makanan yang diinginkan si calon bapak. Tapi diantara semua keinginan si calon bapak, hanya ada satu ngidam yang tidak bisa dituruti oleh semua orang."Fin Fin, Mas Jo kangen. Pengen peluk, Mas Jo ngidam nenen?" rengeknya.Fina hanya bisa meringis mendengarkan rengekan sang suami, setiap hari setiap waktu. Bahkan pernah suatu hari, Zio mengungkapkan keinginannya ketika mereka sedang video call-an dimana ada keponakan-kepanakan yang tentu saja men
Kembali ke rutinitas, mau tak mau Zio dan Fina harus menjalani LDM (Long Distance Marriage) untuk satu tahun lebih ke depannya. Menjalani LDM ternyata tidaklah mudah, ada saja masalah mulai dari gara-gara tidak mengangkat telepon sesegera mungkin hingga cemburu. Ya cemburu. Fina jadi super pencemburu gara-gara sosok Florence yang kini jadi berada di sekitaran Zio dan juga sosok Aisyah yang kini jadi lebih intens berhubungan dengan sang suami dengan alasan pekerjaan. Florence terlihat sekali mencoba memancing Fina lewat update-an status I*-nya yang memasang momen-momen bersama keluarga Evrard dan beberapa kali memposting foto Zio saat menggendong putrinya. Bahkan Aisyah yang kalem juga sepertinya masih berharap jadi madunya. Terlihat dari kehadiran Tuan Ali yang sering membawa sang putri ke rumah Raphael dengan alasan Aisyah sedang belajar bisnis. Sama seperti Fina yang jadi pencemburu, Zio juga cemburu pada sosok Faisal dan Azka yang merupakan teman baru Fina dan usianya lebih tua se
Malam harinya keluarga Nara berkumpul. Mereka semua membicarakan perihal perkataan Winda dan mau tak mau Zio dan Fina bercerita. Meski sedikit menyayangkan sikap sang putri, tapi Rayyan bersyukur, anaknya masih selamat. "Kita jadikan hal ini sebagai bahan pelajaran." Fina dan Zio mengangguk. Semua orang lalu beristirahat. Esok harinya semua orang kembali ke Purwokerto karena dua hari lagi resepsi pernikahan Fina dan Zio akan diselenggarakan. Fina dan Zio jadi ikutan sibuk. Acara resepsi pun digelar dengan meriah, baik Fina dan Zio tak pernah tak menebar senyum. Teman-teman kuliah dan SMA mereka banyak yang datang, kebanyakan pasti akan mengolok-olok dua pasangan. Untung baik Fina dan Zio tahan banting. Zaky, Yudho, Emi, Yuni, Riris dan kawan-kawan dekat Fina-Zio akhirnya datang. Mereka membuat suasana makin heboh apalagi dengan banyolan-banyolan dari Yudho dan Zaky. "Gimana malam hari? Jatah aman?" "Aman, Zak." "Aku yang deg-degan, gak bisa gegayaan." Zaky terlihat nelangsa kare