"Ashera, ruangan Arion ada di ujung sana. Kamu ke sana dulu, ada yang harus aku lakukan!" ucap Fathan menunjuk sebuah pintu di ujung ruang."Apa yang harus aku lakukan di sana?" Ashera jelas saja bingung."Nanti aku akan segera menyusul," ucap Fathan lagi dengan tatapan teduh meyakinkan."Emmm." Ashera mengangguk. "Aku akan menunggumu. Jangan lama-lama!" ucapnya.Setelah meyakinkan Ashera, Fathan berputar balik dan melangkah pergi meninggalkan Ashera. Entah ke mana Fathan akan pergi, tapi yang jelas bayangannya semakin menjauh dan meninggalkan Ashera sendirian.Seperti yang dikatakan pada Fathan, meski pria itu memintanya masuk terlebih dahulu ke ruang kerja Arion, namun Ashera memilih menunggu Fathan di tempatnya berdiri."Aku akan menunggu Fathan saja," lirih Ashera.Bola matanya beredar mengamati lingkungan sekitarnya. Lorong itu tampak sunyi karena sepertinya semua orang sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Ashera berjalan mendekati sofa di sudut ruang dan memutuskan menun
'Setelah tawa kalian selesai, cepatlah datang ke ruanganku!' Fathan mengedarkan mata ke sekitar setelah membaca pesan yang dikirim Arion padanya."Fathan, ada apa?" Ashera pun melakukan hal yang sama, mengedarkan mata mengikuti apa yang dilakukan Fathan setelah melihat sikap Fathan berubah seperti gelisah."Arion sudah menunggu kita," jawab Fathan.Ashera terdiam. Lalu, keduanya berjalan ke ruang kerja Arion."Ashera, apa kamu melihat Arion saat kita tertawa?" "Tidak. Memangnya kenapa?" "Tidak apa-apa. Aku hanya berpikir Arion mendengar tawa kita saja, tapi rasanya tidak mungkin," ucap Fathan menepis pikirannya sendiri.Tidak mungkin Arion mengirim pesan seperti itu bila bosnya itu tidak melihat mereka tertawa. Saat hendak membuka pintu, dia baru sadar dan merasa bodoh. Tempat dimana mereka tertawa dan mengerjai Aleysa terpasang kamera CCTV yang langsung terhubung pada ponsel dan perangkat lainnya yang dimilliki Arion, jelas saja bosnya itu tau.Kali ini yang menjadi masalah bukan
"Hari ini temani aku makan siang!" ucap Arion sembari meletakkan beberapa lembar berkas di atas meja Ashera.Bekerja sebagai asisten Arion di perusahaan ternyata lebih menyiksa daripada tinggal di rumah dalam kurungannya. Baru juga beberapa hari bekerja, Arion sudah seenaknya saja memperlakukannya. Pekerjaan satu belum selesai, sudah memberi pekerjaan yang lain."Aku tidak lapar," tolak Ashera tanpa menghentikan pekerjaannya."Aku tidak peduli," sahut Arion. Arion memberikan tatapan tidak peduli. Kedua tangannya bertopang di atas meja dengan punggung membungkuk ke arah Ashera.Ashera jengah, lalu menghentikan pekerjaannya dan mendongak melihat Arion dengan tatapan kesal."Pekerjaanku belum selesai, Tuan Arion. Bagaimana aku bisa menemanimu makan siang? Bukankah kamu meminta aku menyelesaikan sore ini?" Ashera benar-benar kesal.Baru beberapa menit lalu Arion memberikan berkas dokumen dan memintanya menyelesaikan hingga sore ini. Baru saja dia juga memberikan dokumen yang lain dan ha
"Fathan, sebenarnya apa yang terjadi pada Arion?" Akhirnya pertanyaan ini memiliki kesempatan untuk dilontarkan pada Fathan setelah mereka membawa Arion pergi ke rumah sakit. Karena Fathan tidak bisa mendapatkan obat yang biasa dikonsumsi oleh Arion, dia pun kembali ke perusahaan dan memutuskan membawa Arion ke rumah sakit. Kalau sudah lemah, Arion tidak bisa menolak."Arion memiliki sakit pencernaan," jawab Fathan memperhatikan wajah Ashera."Sakit pencernaan? Sejak kapan? Bukankah dia baik-baik saja selama ini?" "Sudah lama," jawab Fathan.Ashera semakin tidak mengerti. Selama ini dia tidak pernah melihat Arion sakit atau lemah, tiba-tiba Fathan mengatakan Arion memiliki riwayat sakit pencernaan parah dan hari ini dia melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana pria itu terkulai tidak berdaya dan mungkin kalau tidak segera di bawa ke rumah sakit, nyawa Arion akan melayang."Kamu ingat waktu Arion mengajakmu ke luar negeri?" tanya Fathan melakukan kilas balik kehidupan Ashera dan
"Pergilah!" perintah Arion dengan Nada lemah."Arion?" Fathan kaget mendengar suara Arion. Tidak menyangka bila Arion telah bangun. Segera kakinya bergegas mendekati Arion. Namun, saat telah berdiri di samping bed pasien, Fathan langsung mengarahkan mata pada Ashera mengikuti arah pandang Arion.Ashera masih terdiam beku. Sama halnya dengan Fathan, dia pun terkejut mendengar suara Arion. Hanya saja karena dalam hatinya dipenuhi kemarahan dan rasa kesal, Ashera tetap berdiri membeku dan terdiam. Bola matanya menatap nanar pria yang terbaring lemah di tempat tidur."Pergilah! Aku tidak akan menahanmu lagi," ucap Arion lagi. Kali ini tatapannya teduh."Arion?" Fathan melakukan protes.Arion mengangkat tangan meminta Fathan diam."Maaf kalau selama ini aku telah membuatmu merasa berada di dalam sangkar. Sekarang kamu bebas," sambungnya, lalu memberikan senyum untuk Ashera. "Pergilah!"Ashera merasakan sakit. Hatinya terasa teriris ketika mendengar perkataan Arion. Tiba-tiba buliran benin
"Apa belum sembuh?" Ashera mengedarkan mata ke ruang kerja Arion. Ruangan itu sudah tiga hari ini kosong dan selama itu dia tidak mendengar kabarnya. Ashera juga baru hari ini bertemu dengan Fathan setelah terakhir kali mereka pergi bersama untuk masalah pekerjaan."Kamu masih peduli padanya?" Bola mata Fathan melirik kecil Ashera, lalu melanjutkan membuka berkas.Ashera terdiam. Pertanyaan Fathan menusuk jantungnya. Selama tiga hari ini, dia bukan tidak peduli dan cemas, terlebih setiap kali melihat kursi yang biasanya ditempati Arion kosong, jelas saja dia khawatir."Apakah salah bila aku menanyakan kabar bosku sendiri?" Ashera berlagak cuek."Tidak. Tidak ada yang salah," jawab Fathan, lalu berdiri hendak pergi. "Beberapa hari ini Arion tidak memiliki napsu makan yang baik. Bila ini berlanjut, dokter khawatir akan mempengaruhi kesehatannya dan memperlambat penyembuhannya," sambung Fathan sebelum benar-benar pergi.Ashera kembali terdiam, sedangkan Fathan melanjutkan langkahnya men
"Buka mulutmu!" "Aku bisa makan sendiri. Letakkan saja!"Arion menolak dengan memalingkan wajah ketika Ashera menyodorkan sendok penuh bubur ke arah mulutnya. Bukan ingin menolak atau membuat Ashera kecewa, tapi rasa mual yang dirasakan membuatnya enggan untuk makan."Dokter bilang kamu harus makan." Ashera menatap lekat Arion. Tatapannya seperti seorang ibu memarahi anaknya.Arion terdiam membalas tatapan Ashera, hingga mata keduanya beradu dan melekat cukup lama. "Baiklah, aku letakkan di meja. Nanti kalau mualmu berkurang atau hilang, kamu bisa makan," ucap Ashera menyerah.Andai bukan karena ingin membalas budi karena Arion pernah menyelamatkan nyawanya beberapa kali, Ashera pun enggan melakukannya. Hati nuraninya masih terbuat dari elemen yang lunak sehingga dia tidak tega membiarkan pria itu menderita."Ashera." Tiba-tiba Arion menahan tangannya. "Aku mau makan," lanjutnya dengan suara rendah.Ashera tersenyum tipis, lalu memberikan mangkuk bubur pada Arion.Arion mengangkat t
"Arion, biarkan aku bangun! Aku harus kerja."Ashera semakin terkejut ketika melihat penunjuk waktu dalam ponselnya, ternyata waktu telah menunjukkan pukul 08:00 WIB. Artinya dia pasti terlambat datang ke perusahaan."Hari ini tidak perlu kerja!" Arion masih tidak melepaskan tangannya dari pinggang ramping Ashera, bahkan pria itu malah menyembunyikan wajahnya pada jeruk leher Ashera. Meski Ashera berbaring terlentang dan terkesan mengacuhkannya, namun dia merasa nyaman menghirup aroma segar yang tak pernah dilupakan."Fathan ke luar kota. Ada dokumen yang harus aku selesaikan.""Tidak. Fathan sudah menyelesaikannya dan akan membawanya ke sini siang nanti," sahut Arion tanpa mengubah sedikitpun posisinya.Mata Ashera membulat. Kepalanya segera menoleh dan sedikit menjauhi kepala Arion. Dengan ekor matanya, diliriknya wajah Arion. Layaknya anak umur 5 tahun, wajah Arion sama sekali tidak menampakkan rasa bersalah sedikitpun padahal kelicikannya telah tercium oleh Ashera."Jangan kataka
"Hentikan, Aleysa!" teriak Arion sembari menangkis dan menahan tangan Aleysa ketika akan menampar wajah Ashera.Sejak tadi dia terdiam bukan karena tidak ingin menyelesaikan masalah ini. Arion hanya tidak ingin mencegah Ashera menumpahkan segala kemarahan, kekecewaan yang sejak lama dirasakan dan terkubur dalam hidupnya.Arion baru bertindak ketika Aleysa hendak menyakitinya. Mencelakai istrinya. Bukan hanya menahan tangan Aleysa saja, tapi Arion mendekap Ashera dalam pelukannya sebagai bentuk perlindungan."Arion, kamu-"Arion menghempaskan tangan Aleysa kasar dan menghujani dengan tatapan marah.Bukan hanya Aleysa yang terkejut, meski sebenarnya Arion pernah memperingatkan sebelumnya. Semua orang yang ada di sana memperhatikan mereka tidak kalah terkejutnya. Selama ini yang mereka tau, Arion sangat mencintai Aleysa, bahkan menjadikan wanita itu ratu. Sampai tidak ada yang berani menyentuhnya. Tapi hari ini, apa yang terjadi di depan mata mereka membuktikan bila Alyesa masih kalah d
"Ashera, apa yang kamu katakan? Apa kamu menuduh aku telah membunuhnya? Kamu juga menjadikan aku orang yang pantas disalahkan atas kematiannya?"Alesya tidak terima dan merasa Ashera sedang menuduh dan menyudutkan dirinya atas kematian ibu mereka. Meski Zanna meninggal saat dikurung olehnya, namun Alesya tetap merasa tidak membunuhnya."Apa aku mengatakan seperti itu?" tantang Ashera.Alesya memberi ekspresi mencibir. Secara tidak sadar, Aleysa telah menunjukkan kesombongan dan sifat aslinya yang selama ini ditutupi dari Arion."Meski tidak mengatakan secara langsung, tapi ucapanmu termasuk tuduhan," jawab Aleysa tetap tidak mau kalah.Ashera tertawa kecil menanggapi. Kedua tangan terlipat di depan dada. Tatapannya terus menghunus Aleysa, menilik ke dalam manik mata kakak perempuannya itu."Kamu seharusnya berterima kasih karena aku telah menguburkan wanita miskin itu dengan layak," sambung Aleysa.Aleysa merasa dirinya telah menjadi pahlawan karena telah memberi penghormatan terakhir
Arion: Jangan biarkan tumbuh akar di tubuhku karena menunggumu terlalu lama!Ashera: Belum selesai.Arion mengirim emot kesal.Ashera tertawa kecil melihat emot yang dikirm Arion padanya.Sejak hari di mana Ashera mendengar secara langsung apa yang dikatakan Arion pada Kafi di rumah sakit, hubungan mereka semakin dekat layaknya suami istri sungguhan. Keraguan Ashera tentang dirinya sebagai pengganti, tidak ada lagi dalam hatinya. Bukan hanya perkataan saja, Arion pun membuktikan dengan sikap dan cara memperlakukannya. Ashera dapat merasakan bila dia telah memiliki cinta Arion seutuhnya dan mengakui bila dia pun telah jatuh cinta."Ashera, fokuslah!" Fathan yang sejak tadi memperhatikan sedikit geram melihat Ashera lebih sering melihat ponsel dan tersenyum sendiri, daripada memperhatikan presentasi yang sedang dibacakan oleh klien mereka."Maaf." Ashera segera menyembunyikan ponselnya di bawah meja, di atas pangkuannya, tapi masih saja sesekali melirik dan jemarinya masih aktif memba
"Emmmm ...."Sudut bibir Arion tersenyum melihat wanita di samping tidurnya mengeliat dan berganti posisi. Senyumnya semakin lebar saat posisi itu menguntungkan baginya. Ashera yang tadi tidur membelakanginya sedangkan dia memeluknya, kini berputar haluan sehingga mereka saling berhadapan. Untungnya lagi, Ashera langsung merapatkan pelukan mencari kehangatan pada tubuhnya. Ashera menyembunyikan wajah dalam dada bidangnya.Karena tidak ingin mengganggu tidur nyenyak sang istri, Arion pun terdiam tanpa bergerak. Bahkan untuk bernapas pun rasanya sayang sekali. Dia takut pergerakan dada dan hembusan napasnya membangunkan Ashera.Arion telah berusaha tenang, tapi ada saja yang mengusik ketenangan mereka dan membuat Ashera kembali mengubah posisinya."Sial" makinya lirih saat dering ponselnya terdengar nyaring.Arion kesal karena lupa mematikan nada dering ponselnya saat hendak tidur semalam. Karena terlena oleh cinta dan cumbuan, dia pun turut terlelap bersama Ashera setelah ritual malam
"Kalau begitu, aku akan menyiapkan air hangat untukmu mandi," ucap Ashera.Ashera kembali bangkit sembari meraih jas dan tas kerja Arion yang diletakkan di samping duduknya."Tidak perlu!" Arion kembali menahan dengan menyentuh tangan Ashera. "Tetap di sini dan temani aku makan!" "Tapi-"Arion menyentuh kedua sisi pundak Ashera dan memintanya kembali duduk dengan santai di sampingnya.Ashera pun patuh. Meski sedikit canggung dan kaku, tapi dia tidak membantah perintah suami."Ini sudah sangat larut, aku takut bila harus makan sendirian," ucap Arion mencari alasan.Percaya?Tidak. Ashera tidak percaya dengan alasan yang diberikan Arion untuk menahannya. Kulit dahinya pun sedikit berkerut.Arion bukan tidak peka pada ekspresi wajah istrinya. Dia hanya berpura-pura tidak peka saja."Buka mulutmu!" Arion menyodorkan sesuap penuh ke arah mulut Ashera."Aku tau kamu juga belum makan," sambung Arion ketika Ashera tidak juga mau membuka mulutnya. Melainkan malah menatapnya lekat.Masih mena
"Apa Ashera belum kembali?""Belum."Arion merasa cemas dan khawatir ketika tiba di perusahaan tidak melihat Ashera di meja kerjanya. Nomornya juga tidak aktif. Menurut informasi yang dia dapat, istrinya itu pergi menemui temannya setelah terjadi pertengkaran dengan salah satu karyawannya di toilet umum."Bagaimana dengan Trixi?" Arion melihat Fathan."Sama, nomornya tidak dapat dihubungi."Berkali-kali Fathan menghubungi nomor Trixi, tapi sama dengan nomor Ashera. Nomornya tidak aktif, Fathan malah masuk ke dalam pesan suara untuk ditinggalkan.Arion bertambah cemas. Karena terburu-buru setelah mendapat telepon dari Kafi tentang kondisi Aleysa, dia melupakan Ashera. Padahal istrinya itu lebih membutuhkan dirinya di saat orang lain memandangnya sebelah mata."Bagaimana dengan wanita itu? Apa sudah memberinya hukuman?" "Sesuai dengan perintahmu. Aku sudah minta HRD untuk memecat dan memasukkan namanya dalam daftar hitam. Seumur hidup, tidak akan ada perusahaan yang berani menerimanya
"Tuan, Ashera sekarang sudah menjadi istri Anda. Dia pasti akan mengikuti semua yang Anda katakan. Tolong minta dia mendonorkan darahnya untuk Alesya, putriku!" mohon Kafi menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada.Arion terdiam. Wajah dinginnya tetap dingin dengan tatapan lekat. Ada gelombang dalam hati yang tidak bisa dipahami oleh siapa pun, termasuk Kafi.Terdengar helaan napas panjang sebelum akhirnya Arion memutar tubuh menghadap serong menghindari Kafi."Tuan, aku tau Anda sebenarnya mencintai Alesya dan aku yakin pasti tidak mau Alesya mati. Aku mohon, tolong bujuk Ashera mendonorkan darahnya untuk Alesya!" Kafi mengejar Arion.Arion kembali menatap dalam dan lekat wajah memelas Kafi. Ada rasa kasihan, iba dan miris melihat pria yang biasanya terlihat angkuh dan tegar, kini tampak lusuh, lesuh dan menyedihkan. Hanya saja ada perasaan marah dan geram yang tidak bisa diungkapkan, alias terpendam dalam hati. Arion menahannya.Sejak kedatangan Arion ke rumah sakit untuk meli
"Ashera, selamat ya. Kamu sudah berhasil merebut Arion dari saudaramu sendiri," ucap salah seorang wanita saat mereka bertemu di dalam kamar mandi umum perusahaan.Setelah menikah dengan Arion, ini kali pertamanya Ashera masuk kerja. Sejak semalam hal ini sudah mengganggu pikiran Ashera. Dia yakin dengan hal ini, di perusahaan pasti akan ada yang mencibir dan menganggapnya salah, telah merebut Arion dari Aleysa."Jaga bicaramu!" sahut Ashera tetap terlihat tenang dan terkesan tidak peduli."Memiliki wajah mirip dan lebih polos ternyata tidak menjamin menjadi orang baik," sindirnya lagi.Ashera menegakkan punggung dan mematikan kran air, lalu mengambil tisu dan mengeringkan tangan. Sorot matanya menatap lekat dan tajam wanita di samping yang memandangnya telah merebut Arion dari Aleysa dengan cara licik, menjatuhkan Aleysa lewat klarifikasinya."Sebaiknya tidak usah bicara kalau kamu tidak tau yang sebenarnya, daripada ucapanmu itu membawa petaka bagi dirimu sendiri!" Wanita itu malah
"Katamu tidak ada orang di rumah, lalu mereka?" Mata Ashera mengarah pada dua pria yang sedang berjaga di luar rumah.Arion pun turut mengarahkan pandangnya sesuai arah pandang Ashera. Tidak butuh waktu lama untuk mengerti dan paham apa yang dimaksud dan dikhawatirkan Ashera."Anggap saja mereka bukan orang!" tanggap Arion cuek bebek dan seenaknya sendiri.Mata Ashera membola mendengar perkataan Arion. Masalahnya bukan harus menganggap mereka apa? Melainkan dia merasa malu dan sangsi. Bisa saja mereka hanya berpura-pura tidak tau apa yang telah terjadi di ruang makan saat Arion mencumbu dan membawanya melayang.Ada rasa marah dan kesal dalam hatinya. Hanya saja dia tidak bisa menyalahkan Arion sepenuhnya. Dia pun menikmati, bahkan tidak menolak sama sekali saat Arion melakukan tugas dan kewajibannya sebagai suami dan sebaliknya. Hanya saja dia merasa malu bila membayangkan orang-orang itu tau apa yang mereka lakukan."Ashera!" Arion membangunkan Ashera dari lamunannya. "Masih memikir