"Apa dia belum bangun?" Ashera tidak melihat Arion di meja makan. Dia juga tidak melihat Arion sejak meninggalkannya di kamar. Dia pikir Arion belum bangun karena menjaganya semalaman."Dia sudah pergi," jawab Fathan. Sikapnya cuek karena saat menjawab Fathan malah sibuk mengisi piring nasinya tanpa melihat Ashera."Ooo." Hanya itu yang bisa Ashera berikan sebagai tanggapan atas jawaban Fathan.Namun, jawaban inilah yang membuat pandangan Fathan berpindah ke arahnya."Kenapa?" Ashera heran dan bingung kenapa Fathan menatapnya lekat."Tidak ada," sahut Fathan kembali menikmati sarapannya.Ashera pun tidak mau ambil pusing. Dia juga tidak mau tau urusan Arion. Baginya, tidak ada Arion di rumah, maka dia bebas melakukan apapun, meski dia tau ada mata Arion di rumah itu. Ashera menikmati sarapan pagi ini bersama Fathan. Setelah tragedi semalam, Fathan selalu saja memperingatkan dia untuk tidak melakukan hal bodoh yang sama. Bahkan pria itu mengatakan tidak ada kehidupannya yang lebih
Mata Ashera membulat mendengar perkataan dan ancaman Arion pada seseorang yang bernama Lucas. Cepat dia mengalihkan pandang saat Arion menoleh ke arahnya. Ashera membuang wajah dan menatap luar jendela kaca mobil.Dia sama sekali tidak menyangka bila Arion searogan itu. Dia pikir hanya pada dirinya saja pria itu bersikap kaku dan dingin, ternyata pada siapa pun juga, termasuk karyawannya. Tapi kenapa pada Aleysa bisa bersikap sangat manis dan lembut? Sakit kepala Ashera memikirkannya."Jangan pernah berpikir untuk kabur lagi dariku!" Suara Arion terdengar sangat dingin, namun penuh penekanan dan terasa sangat dekat pada wajahnya.Ashera tercengang. Segera menoleh kembali dan melihat Arion. Tidak, wajah Arion masih tegak dan tetap pada posisi terakhir dia melihatnya. Pria itu masih fokus pada jalanan, bahkan ekor matanya saja tidak melirik ke arahnya, tapi mengapa saat berbicara padanya seolah suara itu sangat dekat?Ashera terdiam dan terus menatapnya dengan perasaan campur aduk, hera
"Hiks ... hiks ... hiks .... Kenapa saat aku mati pun, kamu selalu saja mengikuti aku, Arion? Kenapa tidak membiarkan aku mati dengan tenang dan bertemu dengan ibuku?" tangis Ashera dan masih belum membuka mata.Yap. Ashera pikir dia telah mati dan Arion masih saja menguntit dan tidak membiarkan mati dengan bebas dan tenang. Bahkan saking takutnya bila Ashera mati dan arwahnya menghantui dan mengganggu Aleysa, kekasihnya, Arion mengikutimnya sampai dia mati."Ashera?" Arion terkejut mendengar celotehan Ashera yang bisa dikatakan ngelantur dan konyol."Bukankah hanya hidupku yang menjadi milikmu?" teriak Ashera sembari memberontak melepaskan diri dari Arion.Saat matanya terbuka, Ashera semakin terkejut ketika melihat di seklilingnya telah banyak orang berkerumun memperhatikannya. Tadinya dia ingin mengamuk dan memaki habis Arion, namun saat melihat suasana dan kondisi dia pun terdiam seperti orang bingung.Ashera mengalihkan kembali matanya pada Arion. Pria yang selama ini mengurungny
Ashera memaki dalam hati atas apa yang dilakukan Arion, meski sebenarnya Arion sama sekali tidak melakukan apa-apa selain menatapnya lekat dengan jarak yang sangat dekat. Hanya saja hal itu sudah mampu membuat jantung Ashera bergelora dan berderap seperti lomba pacuan seribu kuda yang saling berebut untuk menjadi juara dan saling menyingung untuk menjatuhkan lawan."Wajahmu sangat kusam!" lirih Arion membuyarkan segalanya bagi Ashera. Cepat-cepat Ashera menarik dan melepaskan diri. Dia merasa telah diperdaya oleh Arion, ditambah dengan senyum seringai Arion, Ashera benar-benar merasa sangat bodoh. Dengan rasa kesal dan marah dia pun membuka pintu mobil dan keluar meninggalkan Arion tanpa sepatah kata.Hatinya sangat dongkol dan marah hari ini. Semua yang terjadi padanya adalah karena Arion. Andai pria itu tidak menyelamatkan nyawanya, mungkin sekarang dia telah bertemu dengan ibunya di dunia lain. Andai dia tidak bermaksud mengubah wajahnya di salon kecantikan, mungkin hari ini tidak
"Karena aku tidak mau Aleysa dituduh telah membunuhmu dan dipenjara," jawab Arion.Wajah yang mulai bersahabat, kini kembali berubah sinis dan penuh kebencian. Sakit hati Ashera mendengar jawaban Arion yang selalu membela Aleysa, meski kekasihnya itu bersalah."Jadi sebenarnya kamu tau kalau Aleysa yang merencanakan semua ini? Kamu tau kalau Aleysa dalang di balik semua yang terjadi padaku dan hampir merenggut nyawaku?"Arion tetap terdiam dengan tatapan lekatnya untuk Ashera. Entah apa arti tatapan itu, terlalu dingin dan sangat sulit untuk diselami. Ada dinding tebal dalam selaput matanya yang tidak dapat ditembus oleh Ashera saat itu.Sebenarnya Ashera ingin marah dan memaki Arion, tapi dia merasa percuma melawan pria di sampingnya itu. Sekuat apapun dia melawan, tetap saja kalah dan akhirnya dia sendiri yang tersiksa. Hingga akhirnya Ashera memilih diam."Ternyata cinta itu menutup segalanya." Ashera tersenyum sinis dan pedih.Netranya melayang jauh ke tengah laut dengan tatapan
Air mata Ashera tiba-tiba menetes dan membasahi pipi. Hidungnya terasa perih, hatinya pun terasa sesak. Ternyata Tuhan tidak membiarkan rasa tenang hinggap dalam hidupnya sebentar saja. Sejenak saat tersadar dari mimpinya, dia mendengar pembicaraan antara Arion dan Fathan. Pembicaraan yang sedikit menyejukkan hatinya. Sayangnya, setelah benar-benar tersadar, pembicaraan mereka membuat luka hatinya kembali mengangga. Laksana luka yang belum kering kembali disiram air garam bercampur perasan lemon. Sakit dan sangat amat perih!Cepat-cepat Ashera kembali mengeringkan air mata dan menahan tangisnya ketika melihat Ethan mendekat dan memperhatikannya. Ashera berpura-pura masih tidur agar pia itu tidak mengetahui bila dia mendengar pembicaraan mereka.Arion berdiri tepat di samping tubuh Ashera sedikit membungkuk dan memandangi wajah lelahnya dengan seksama. Terlintas dalam kepala apa yang baru saja dikatakan oleh asistennya. Wanita di hadapannya itu telah cukup menderita, bila dia tetap me
"Ashera, ruangan Arion ada di ujung sana. Kamu ke sana dulu, ada yang harus aku lakukan!" ucap Fathan menunjuk sebuah pintu di ujung ruang."Apa yang harus aku lakukan di sana?" Ashera jelas saja bingung."Nanti aku akan segera menyusul," ucap Fathan lagi dengan tatapan teduh meyakinkan."Emmm." Ashera mengangguk. "Aku akan menunggumu. Jangan lama-lama!" ucapnya.Setelah meyakinkan Ashera, Fathan berputar balik dan melangkah pergi meninggalkan Ashera. Entah ke mana Fathan akan pergi, tapi yang jelas bayangannya semakin menjauh dan meninggalkan Ashera sendirian.Seperti yang dikatakan pada Fathan, meski pria itu memintanya masuk terlebih dahulu ke ruang kerja Arion, namun Ashera memilih menunggu Fathan di tempatnya berdiri."Aku akan menunggu Fathan saja," lirih Ashera.Bola matanya beredar mengamati lingkungan sekitarnya. Lorong itu tampak sunyi karena sepertinya semua orang sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Ashera berjalan mendekati sofa di sudut ruang dan memutuskan menun
'Setelah tawa kalian selesai, cepatlah datang ke ruanganku!' Fathan mengedarkan mata ke sekitar setelah membaca pesan yang dikirim Arion padanya."Fathan, ada apa?" Ashera pun melakukan hal yang sama, mengedarkan mata mengikuti apa yang dilakukan Fathan setelah melihat sikap Fathan berubah seperti gelisah."Arion sudah menunggu kita," jawab Fathan.Ashera terdiam. Lalu, keduanya berjalan ke ruang kerja Arion."Ashera, apa kamu melihat Arion saat kita tertawa?" "Tidak. Memangnya kenapa?" "Tidak apa-apa. Aku hanya berpikir Arion mendengar tawa kita saja, tapi rasanya tidak mungkin," ucap Fathan menepis pikirannya sendiri.Tidak mungkin Arion mengirim pesan seperti itu bila bosnya itu tidak melihat mereka tertawa. Saat hendak membuka pintu, dia baru sadar dan merasa bodoh. Tempat dimana mereka tertawa dan mengerjai Aleysa terpasang kamera CCTV yang langsung terhubung pada ponsel dan perangkat lainnya yang dimilliki Arion, jelas saja bosnya itu tau.Kali ini yang menjadi masalah bukan
"Hentikan, Aleysa!" teriak Arion sembari menangkis dan menahan tangan Aleysa ketika akan menampar wajah Ashera.Sejak tadi dia terdiam bukan karena tidak ingin menyelesaikan masalah ini. Arion hanya tidak ingin mencegah Ashera menumpahkan segala kemarahan, kekecewaan yang sejak lama dirasakan dan terkubur dalam hidupnya.Arion baru bertindak ketika Aleysa hendak menyakitinya. Mencelakai istrinya. Bukan hanya menahan tangan Aleysa saja, tapi Arion mendekap Ashera dalam pelukannya sebagai bentuk perlindungan."Arion, kamu-"Arion menghempaskan tangan Aleysa kasar dan menghujani dengan tatapan marah.Bukan hanya Aleysa yang terkejut, meski sebenarnya Arion pernah memperingatkan sebelumnya. Semua orang yang ada di sana memperhatikan mereka tidak kalah terkejutnya. Selama ini yang mereka tau, Arion sangat mencintai Aleysa, bahkan menjadikan wanita itu ratu. Sampai tidak ada yang berani menyentuhnya. Tapi hari ini, apa yang terjadi di depan mata mereka membuktikan bila Alyesa masih kalah d
"Ashera, apa yang kamu katakan? Apa kamu menuduh aku telah membunuhnya? Kamu juga menjadikan aku orang yang pantas disalahkan atas kematiannya?"Alesya tidak terima dan merasa Ashera sedang menuduh dan menyudutkan dirinya atas kematian ibu mereka. Meski Zanna meninggal saat dikurung olehnya, namun Alesya tetap merasa tidak membunuhnya."Apa aku mengatakan seperti itu?" tantang Ashera.Alesya memberi ekspresi mencibir. Secara tidak sadar, Aleysa telah menunjukkan kesombongan dan sifat aslinya yang selama ini ditutupi dari Arion."Meski tidak mengatakan secara langsung, tapi ucapanmu termasuk tuduhan," jawab Aleysa tetap tidak mau kalah.Ashera tertawa kecil menanggapi. Kedua tangan terlipat di depan dada. Tatapannya terus menghunus Aleysa, menilik ke dalam manik mata kakak perempuannya itu."Kamu seharusnya berterima kasih karena aku telah menguburkan wanita miskin itu dengan layak," sambung Aleysa.Aleysa merasa dirinya telah menjadi pahlawan karena telah memberi penghormatan terakhir
Arion: Jangan biarkan tumbuh akar di tubuhku karena menunggumu terlalu lama!Ashera: Belum selesai.Arion mengirim emot kesal.Ashera tertawa kecil melihat emot yang dikirm Arion padanya.Sejak hari di mana Ashera mendengar secara langsung apa yang dikatakan Arion pada Kafi di rumah sakit, hubungan mereka semakin dekat layaknya suami istri sungguhan. Keraguan Ashera tentang dirinya sebagai pengganti, tidak ada lagi dalam hatinya. Bukan hanya perkataan saja, Arion pun membuktikan dengan sikap dan cara memperlakukannya. Ashera dapat merasakan bila dia telah memiliki cinta Arion seutuhnya dan mengakui bila dia pun telah jatuh cinta."Ashera, fokuslah!" Fathan yang sejak tadi memperhatikan sedikit geram melihat Ashera lebih sering melihat ponsel dan tersenyum sendiri, daripada memperhatikan presentasi yang sedang dibacakan oleh klien mereka."Maaf." Ashera segera menyembunyikan ponselnya di bawah meja, di atas pangkuannya, tapi masih saja sesekali melirik dan jemarinya masih aktif memba
"Emmmm ...."Sudut bibir Arion tersenyum melihat wanita di samping tidurnya mengeliat dan berganti posisi. Senyumnya semakin lebar saat posisi itu menguntungkan baginya. Ashera yang tadi tidur membelakanginya sedangkan dia memeluknya, kini berputar haluan sehingga mereka saling berhadapan. Untungnya lagi, Ashera langsung merapatkan pelukan mencari kehangatan pada tubuhnya. Ashera menyembunyikan wajah dalam dada bidangnya.Karena tidak ingin mengganggu tidur nyenyak sang istri, Arion pun terdiam tanpa bergerak. Bahkan untuk bernapas pun rasanya sayang sekali. Dia takut pergerakan dada dan hembusan napasnya membangunkan Ashera.Arion telah berusaha tenang, tapi ada saja yang mengusik ketenangan mereka dan membuat Ashera kembali mengubah posisinya."Sial" makinya lirih saat dering ponselnya terdengar nyaring.Arion kesal karena lupa mematikan nada dering ponselnya saat hendak tidur semalam. Karena terlena oleh cinta dan cumbuan, dia pun turut terlelap bersama Ashera setelah ritual malam
"Kalau begitu, aku akan menyiapkan air hangat untukmu mandi," ucap Ashera.Ashera kembali bangkit sembari meraih jas dan tas kerja Arion yang diletakkan di samping duduknya."Tidak perlu!" Arion kembali menahan dengan menyentuh tangan Ashera. "Tetap di sini dan temani aku makan!" "Tapi-"Arion menyentuh kedua sisi pundak Ashera dan memintanya kembali duduk dengan santai di sampingnya.Ashera pun patuh. Meski sedikit canggung dan kaku, tapi dia tidak membantah perintah suami."Ini sudah sangat larut, aku takut bila harus makan sendirian," ucap Arion mencari alasan.Percaya?Tidak. Ashera tidak percaya dengan alasan yang diberikan Arion untuk menahannya. Kulit dahinya pun sedikit berkerut.Arion bukan tidak peka pada ekspresi wajah istrinya. Dia hanya berpura-pura tidak peka saja."Buka mulutmu!" Arion menyodorkan sesuap penuh ke arah mulut Ashera."Aku tau kamu juga belum makan," sambung Arion ketika Ashera tidak juga mau membuka mulutnya. Melainkan malah menatapnya lekat.Masih mena
"Apa Ashera belum kembali?""Belum."Arion merasa cemas dan khawatir ketika tiba di perusahaan tidak melihat Ashera di meja kerjanya. Nomornya juga tidak aktif. Menurut informasi yang dia dapat, istrinya itu pergi menemui temannya setelah terjadi pertengkaran dengan salah satu karyawannya di toilet umum."Bagaimana dengan Trixi?" Arion melihat Fathan."Sama, nomornya tidak dapat dihubungi."Berkali-kali Fathan menghubungi nomor Trixi, tapi sama dengan nomor Ashera. Nomornya tidak aktif, Fathan malah masuk ke dalam pesan suara untuk ditinggalkan.Arion bertambah cemas. Karena terburu-buru setelah mendapat telepon dari Kafi tentang kondisi Aleysa, dia melupakan Ashera. Padahal istrinya itu lebih membutuhkan dirinya di saat orang lain memandangnya sebelah mata."Bagaimana dengan wanita itu? Apa sudah memberinya hukuman?" "Sesuai dengan perintahmu. Aku sudah minta HRD untuk memecat dan memasukkan namanya dalam daftar hitam. Seumur hidup, tidak akan ada perusahaan yang berani menerimanya
"Tuan, Ashera sekarang sudah menjadi istri Anda. Dia pasti akan mengikuti semua yang Anda katakan. Tolong minta dia mendonorkan darahnya untuk Alesya, putriku!" mohon Kafi menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada.Arion terdiam. Wajah dinginnya tetap dingin dengan tatapan lekat. Ada gelombang dalam hati yang tidak bisa dipahami oleh siapa pun, termasuk Kafi.Terdengar helaan napas panjang sebelum akhirnya Arion memutar tubuh menghadap serong menghindari Kafi."Tuan, aku tau Anda sebenarnya mencintai Alesya dan aku yakin pasti tidak mau Alesya mati. Aku mohon, tolong bujuk Ashera mendonorkan darahnya untuk Alesya!" Kafi mengejar Arion.Arion kembali menatap dalam dan lekat wajah memelas Kafi. Ada rasa kasihan, iba dan miris melihat pria yang biasanya terlihat angkuh dan tegar, kini tampak lusuh, lesuh dan menyedihkan. Hanya saja ada perasaan marah dan geram yang tidak bisa diungkapkan, alias terpendam dalam hati. Arion menahannya.Sejak kedatangan Arion ke rumah sakit untuk meli
"Ashera, selamat ya. Kamu sudah berhasil merebut Arion dari saudaramu sendiri," ucap salah seorang wanita saat mereka bertemu di dalam kamar mandi umum perusahaan.Setelah menikah dengan Arion, ini kali pertamanya Ashera masuk kerja. Sejak semalam hal ini sudah mengganggu pikiran Ashera. Dia yakin dengan hal ini, di perusahaan pasti akan ada yang mencibir dan menganggapnya salah, telah merebut Arion dari Aleysa."Jaga bicaramu!" sahut Ashera tetap terlihat tenang dan terkesan tidak peduli."Memiliki wajah mirip dan lebih polos ternyata tidak menjamin menjadi orang baik," sindirnya lagi.Ashera menegakkan punggung dan mematikan kran air, lalu mengambil tisu dan mengeringkan tangan. Sorot matanya menatap lekat dan tajam wanita di samping yang memandangnya telah merebut Arion dari Aleysa dengan cara licik, menjatuhkan Aleysa lewat klarifikasinya."Sebaiknya tidak usah bicara kalau kamu tidak tau yang sebenarnya, daripada ucapanmu itu membawa petaka bagi dirimu sendiri!" Wanita itu malah
"Katamu tidak ada orang di rumah, lalu mereka?" Mata Ashera mengarah pada dua pria yang sedang berjaga di luar rumah.Arion pun turut mengarahkan pandangnya sesuai arah pandang Ashera. Tidak butuh waktu lama untuk mengerti dan paham apa yang dimaksud dan dikhawatirkan Ashera."Anggap saja mereka bukan orang!" tanggap Arion cuek bebek dan seenaknya sendiri.Mata Ashera membola mendengar perkataan Arion. Masalahnya bukan harus menganggap mereka apa? Melainkan dia merasa malu dan sangsi. Bisa saja mereka hanya berpura-pura tidak tau apa yang telah terjadi di ruang makan saat Arion mencumbu dan membawanya melayang.Ada rasa marah dan kesal dalam hatinya. Hanya saja dia tidak bisa menyalahkan Arion sepenuhnya. Dia pun menikmati, bahkan tidak menolak sama sekali saat Arion melakukan tugas dan kewajibannya sebagai suami dan sebaliknya. Hanya saja dia merasa malu bila membayangkan orang-orang itu tau apa yang mereka lakukan."Ashera!" Arion membangunkan Ashera dari lamunannya. "Masih memikir