"Ah, sebaiknya kita akhiri saja! Aku sudah capek," ucap Ashera menghindari gaya yang diarahkan oleh Same untuk dirinya dan Arion.
Entah sudah berapa gaya yang mereka peragakan dan berapa latar yang mereka gunakan untuk berfoto berdua. Ashera juga tidak tau apakah Same melakukan dengan secara sengaja atau memang ini natural tanpa ada tujuan atau maksud tertentu. Yang jelas Ashera mulai terasa tidak nyaman dan tidak menikmati liburan gratisnya.Menurutnya gaya foto dengan perpelukan saja sudah membuat jantungnya berdetak tidak karuan. Bukan karena dia telah jatuh cinta pada Arion, tetapi ada perasaan tidak nyaman yang dirasakannya. Ashera merasa risih, apalagi sampai berfoto dengan menyentuhkan bibir mereka. Ashera menolak secara halus.Saat Ashera melepaskan tangannya dari leher Arion dan memberi jarak, tidak ada yang dilakukan Arion. Arion juga tidak menahan saat Ashera menjauhinya, apalagi sampai memaksa agar Ashera melakukannya perintah Same. Arion berdiri dengan tatapMeski sudah mendapatkan penolakan dari Ashera, Arion tetap mengikuti langkahnya menuju kamar mandi. Ashera sebenarnya risih karena beberapa wanita yang keluar dari kamar mandi memperhatikan mereka, hanya saja dia tidak mungkin melarang untuk kedua kalinya pada Arion."Tunggu di sini saja!" Ashera menahan langkah Arion saat mereka hampir sampai."Aku tunggu di depan pintu," ucap Arion sembari berlalu berjalan lebih dekat pada pintu kamar mandi.Ashera mendengus kesal, namun tidak bisa melakukan apa-apa. Arion telah lebih dahulu melangkah dan kini berdiri di dekat pintu kamar mandi sembari memperhatikan Ashera hingga Ashera masuk.Saat keluar dari kamar mandi, Arion masih berdiri di tempat yang sama dengan saat dia masuk. Tanpa mengucap sepatah kata pun tersenyum, lalu dengan dingin berjalan meninggalkan kamar mandi. Ashera tidak sepenuhnya marah, tapi sebaliknya. Dia merasa senang.Dia pikir apa yang dilakukan Arion bisa dikatakan norak dan terlalu berlebihan. Men
Ashera terdiam membeku. Matanya tidak berkedip menatap Arion di hadapannya. Dia tidak tau, apakah Arion mendengar percakapannya dengan Aleysa atau tidak."Ada apa?" Kembali Arion bertanya sehingga mata Ashera langsung berkedip."Em, Arion, bisakah kita kembali ke hotel saja?" tanyanya menutupi rasa gugup."Kenapa? Hari masih siang begini." Arion memicingkan mata mendengar permintaan Ashera."Tiba-tiba aku merasa tidak enak badan," bohong Ashera sembari mengusap tengkuknya untuk meyakinkan Arion.Tidak disangka, sepertinya Arion tidak percaya begitu saja mendengar alasan Ashera. Arion mengangkat tangan dan menyentuh kening Ashera dengan punggung tangannya memeriksa kondisi Ashera. Dia pun tersenyum tipis."Kita kembali," ucapnya."Emm." Ashera mengangguk.Sesampainya di hotel Arion meninggalkan Ashera sendirian di kamar hotel dengan alasan ada yang harus dia lakukan. Ashera tidak bertanya mau ke mana Arion. Menurutnya itu lebih baik karena dengan Arion
"Bukankah pernah ku katakan, jangan pernah berpikir untuk pergi?" bisik Arion sebelum membiarkan Ashera benar-benar tenggelam dan tidur.Ashera yang telah mendesak wajah dan kepalanya dalam dada bidang Arion kembali dibuat tercengang. Refleks kepalanya terangkat dan ingin menjauh untuk melihat wajah Arion, tetapi Arion dengan posesif kembali menekan kepalanya dan tidak membiarkan Ashera melihat wajahnya. Jangankan melihat wajahnya, membiarkan wajah Ashera berjarak dengan dadanya saja tidak."Tidurlah! Bersamaku kamu aman," lirihnya kembali sembari menarik tubuh Ashera lebih rapat dengannya. Kata-kata Arion seolah mengetahui kegelisahan yang sedang dirasakan oleh Ashera.Meski tabuhan genderang perang menyerang dadanya, Ashera sama sekali tidak menolak pelukan erat Arion. Menolak pun tidak bisa. Dia pasrah. Kuncian dan pelukan Arion yang awalnya dirasa tidak nyaman, lambat laun dia pun merasakan kenyaman setelah menghirup aroma segar tubuh Arion. Tidak dipungkiri bil
"Aku antar kamu pulang, sekalian aku ingin bertemu orang tuamu," ucap Arion setelah mereka kembali ke Indonesia.Wajah Ashera langsung menoleh ke arah Arion dan menatapnya dengan tatapan kaget. Tidak mungkin dia akan membawa Arion pulang ke rumah Kafi dan Aleysa. Identitasnya akan terbongkar dan mendapatkan masalah besar."Emmm ... Arion, aku-""Sebentar." Arion mengangkat tangan meminta Ashera menghentikan ucapannya karena ponselnya berdering dan dia harus menjawab panggilan masuk dari asistennya.Ashera sedikit bernapas lega, namun tetap saja tidak merasa tenang. Mungkin untuk sesaat dia bisa bernapas, tetapi tetap saja Arion akan mengantarnya pulang. Itu artinya dia harus mencari cara agar tunangan Aleysa itu tidak memaksanya. Dia harus bisa membuat Arion tidak masuk ke dalam rumah Aleysa, meski Arion mengantarnya pulang. Cukup di depan pintu gerbang saja seperti biasanya.Ashera kembali merasa tegang dan gelisah ketika mendengar Arion mengakhiri obrolan
"Apa kamu tidak bisa meninggalkan kebiasaan burukmu itu? Sebentar lagi kamu akan menikah. Bagaimana kalau Arion tau?" Meski bertanya, namun nada suaranya tinggi dipenuhi rasa kecewa dan marah yang ditahan.Kafi menyugar dan menarik rambutnya sendiri karena merasa panik dan marah pada putri kesayangannya. Kepalanya terasa sakit dan panas dipenuhi dengan kekacauan yang telah dilakukan oleh Aleysa. Pria setengah baya itu tidak bisa duduk dengan tenang. Sejak kedatangan Aleysa, dia langsung marah dan berdiri dengan tegang. Sedangkan Alyesa duduk bersama dengan Lydia.Lydia pun tidak bisa berkata-kata. Biasanya dia akan membela apapun yang dilakukan Aleysa karena memang kedua wanita itu tampak kompak, tapi kali ini dia hanya diam sembari memijit pelipisnya. Lydia merasakan sakit kepala setiap kali mendengar ocehan dan omelan Kafi pada Aleysa. "Pa, aku tidak tau kalau ada yang merekamnya," kelit Aleysa membela diri.Kafi memutar tubuh dengan cepat menghadap Aleysa.Dengan
"Lalu, apa yang harus aku lakukan, Pa, Ma?" Aleysa mulai cemas, membagi bola mata pada Kafi dan Lydia meminta bantuan dan pendapat."Kenapa sebelum kamu melakukan kesalahan tidak kamu pikirkan dulu, Aleysa? Otakmu sama sekali tidak cerdas!" keluh Kafi kembali kesal pada Aleysa."Kamu terlalu sembrono, Aleysa." Lydia setuju dengan perkataan Kafi."Mana aku tau akan jadi seperti ini." Lagi-lagi Aleysa berkeli ketika semua menyalahkannya."Karena kamu tidak pernah berpikir sebelum melakukan, Aleysa!" bentak Kafi kembali tersulut emosi."Sudah cukup!" teriak Lydia menengahi sembari mengangkat kedua tangan di sisi kepala. "Tidak ada gunanya lagi menyalahkan. Yang harus kita pikirkan, bagaimana caranya menyelesaikan masalah ini agar pernikahan Aleysa dan Arion tetap berlangsung," sambungnya kembali memberi tatapan tajam pada Kafi dan Aleysa.Untuk sesaat semua terdiam dengan kepala terisi penuh dan berjubal kekacauan. Bayang-bayang kehancuran sudah berada di depan
"Kamu gila, Aleysa! Kamu pikir anak itu mau melakukannya setelah apa yang kita lakukan padanya?"Kafi merasa ide Aleysa terlalu konyol dan tidak akan mungkin terjadi. Mengingat apa yang telah mereka lakukan pada Ashera sebelumnya, dengan mereka tidak menepati janji membayar uang yang telah dijanjikan saat mereka memaksa menggantikan Aleysa tidur bersama Arion. Ashera tidak mungkin mau melakukan untuk mereka lagi."Papamu benar, Aleysa. Gadis kampungan itu pasti tidak akan mau," timpal Lydia setuju dengan perkataan Kafi.Aleysa malah tersenyum mendengar penolakan dan keraguan mereka."Tapi kali ini aku yakin dia pasti mau," lirihnya penuh keyakinan dan percaya diri. Bahkan bibirnya menyunggingkan senyum kemenangan yang licik.Kafi dan Lydia saling bertukar pandang setelah melihat Aleysa merasa yakin dengan apa yang diusulkannya."Dia tidak mungkin membiarkan wanita tua itu mati," ucap Alyesa lagi dan masih dengan senyum licik."Maksudmu, kamu akan mengguna
"Ashera, siapa?" Trixi merasa khawatir melihat Ashera terdiam setelah melihat siapa yang menghubunginya. Bukan hanya terdiam saja, namun wajah Ashera menunjukkan rasa takut dan keraguan seolah ada masalah besar yang akan menimpanya."Ashera." Kembali Trixi memanggilnya karena tatapan Ashera padanya tidak berkedip sama sekali dan malah terlihat shock.Tidak sabar melihat Ashera tidak segera menjawab pertanyaannya dan juga menjawab panggilan teleponnya, Trixi merebut benda pipih dari tangan Ashera yang masih terus berdering."Aleysa?" Bibir Trixi bergumam membaca nama yang muncul dalam layar ponsel Ashera.Mata Trixi langsung melihat Ashera dengan tatapan yang tidak jauh berbeda dengan ekspresi Ashera. Hanya saja tatapan Trixi lebih pada bertanya kenapa Aleysa menghubunginya?"Shera, jangan-jangan Aleysa yang membawa ibumu ke luar dari rumah sakit," tebak Trixi, kini merasa yakin kalau Aleysa yang membawa Zanna ke luar dari rumah sakit dengan paksa."Aku