"Berikan padaku!" Ashera langsung merebut ponsel Arion dari arah belakang.
"Hei!"Arion yang sedang fokus memperhatikan foto Ashera sedang menggendong dan menenangkan bayi pun kaget setengah mati ketika ponselnya lepas dari tangan.Dengan gerakan cepat dan gesit, Arion berusaha merebut kembali benda pipih miliknya, tetapi Ashera menghindari kejaran dan rebutannya, hingga akhirnya terjadi keributan di dalam kamar itu.Ashera berusaha mempertahankan ponsel Arion di tangannya sembari berusaha menghapus foto dirinya, sedangkan Arion berusaha merebut dan mencegah Ashera menghapus foto yang dia ambil di dalam pesawat."Kembalikan padaku!" minta Arion dengan nada memerintah."Tidak akan. Lancang sekali kamu mengambil fotoku!" tolak Ashera terus berusaha menghindari gapaian tangan Arion ke arah ponsel di tangannya.Karena Ashera tetap tidak mau memberikan ponselnya, Arion terus merebutnya. Dia marah. Arion menyukai foto itu dan berniat untuk menyimpannya. BahkaKarena Ashera tidak juga segera keluar dari kamar, Arion segera mengetuk dan memanggilnya."Sudah belum?" panggil Arion sembari terus mengetuk pintu kamar hotel.Tidak ada jawaban. Tidak ada suara lain juga. Arion semakin cemas. Sudah hampir satu jam Ashera berada di dalam karena dia menyuruhnya berganti pakaian dan merias diri.Pintu baru terbuka setelah beberapa kali Arion mengetuk dan memanggilnya, bahkan dia hampir saja menghubungi petugas hotel untuk membantu membukakan pintu. Rasa kesal yang sempat menghinggapinya karena Ashera menguji kesabarannya, hilang sudah setelah melihat bidadari cantik berdiri di hadapannya menggunakan gaun putih yang dia berikan.Mata Arion hampir tidak berkedip melihat kecantikan Ashera. Bibirnya hampir mengucap kekaguman atas pesona Ashera. Arion seperti sedang menyelami lautan dengan kedalaman paling dasar dan sangat dalam. Dia menahan napas, seolah bila melepaskan napasnya dan kembali menghirup, maka bukan udara yang masuk ke dala
"Mari kita tunjukkan pada mereka siapa kita!" Arion mengulurkan tangan pada Ashera untuk mengajaknya berdansa karena dia tidak mengizinkan Ashera berdansa dengan pria lain.Ashera sedikit ragu sehingga tidak segera menyambut uluran tangan Arion. Bola matanya bergerak-gerak menatap manik Arion. Dia tidak pernah menghadiri pesta dansa. Bagaimana dia bisa melakukannya, apalagi di tempat itu banyak orang besar?Arion mengedipkan mata meyakinkan ketika melihat keraguan Ashera.Meski tidak mengenal Arion lebih dalam, Ashera tidak mau membuat tunangan Aleysa malu. Yang mereka tau, saat ini Arion datang ke pesta berasama tunangan, Aleysa. Itu artinya dia harus berbuat dan bersikap layaknya Aleysa. Paling tidak Arion telah menjaganya dengan tidak mengizinkan pria lain membawanya berdansa.Akhirnya Ashera menyambut uluran tangan Arion dan mengikuti langkah Arion. Mereka turun dan berbaur bersama beberapa pasangan yang telah lebih dahulu melakukan gerakan dansa."Jangan kha
"Nona, ada apa denganmu?" Ashera segera mendekati wanita muda yang terduduk di atas kloset dengan memegangi perutnya setelah berhasil membuka pintu secara paksa. Ashera mencungkil kunci pintu. Wajah wanita itu tampak pucat dengan ringis dan rintih kesakitan."Perutku, perutku sakit sekali!" jawabnya dengan tubuh membungkuk menahan sakit."Apa yang bisa aku lakukan untuk membantumu?" Ashera panik. "Apa kamu membawa obat?" "Tidak. Tolong bawa aku ke rumah sakit!" minta wanita itu memohon.Ashera tidak berpikir panjang. Dia langsung menyetujui permintaan wanita itu dan membantunya berdiri. Meski tertatih karena sakit, berkat bantuan Ashera, wanita itu memaksakan diri untuk berdiri. Ashera meraih tangannya dan meletakkan di atas pundak, lalu memapahnya keluar dari dalam toilet."Lewat belakang saja!" ucap wanita itu ketika mereka telah keluar dari kamar mandi. "Lewat depan banyak orang, aku tidak mau menjadi pusat perhatian," sambungnya ketika melihat keraguan
Arion menyugar rambut kasar menggunakan kedua tangan. Kepalanya terasa sakit karena tidak menemukan Ashera. Pihak rumah sakit pun mengatakan tidak mengetahui ke mana mereka pergi. "Tolong berikan alamat wanita itu padaku!" paksa Arion."Maaf, Tuan. Kami tidak bisa memberikan informasi tentang data pasien pada orang lain. Apalagi pasien memintanya secara khusus.""Tapi dia membawa pergi kekasihku." Arion kesal."Sekali lagi maafkan kami. Kami berkewajiban melindungi privasi pasien."Pihak rumah sakit tidak mau memberikan informasi tentang Ceryl lebih lengkap karena wanita itu telah menandatangani berkas yang meminta pihak rumah sakit untuk tidak memberikan identitasnya pada siapa pun, tidak terkecuali Arion. Apalagi Arion sama sekali tidak mengenalnya.Arion mengepalkan tinju menahan amarah dalam diri. Andai rumah sakit itu berada di tempatnya tinggal, maka dia akan membuat rumah sakit itu lumpuh. Sayangnya, sekarang dia berada di negeri orang. Sadar bila dir
Ashera dengan canggung melepaskan pelukan Arion dan memberi jarak tubuh mereka. Andai pria yang berdiri di hadapannya bukan tunangan Aleysa, kakaknya dan andai yang berdiri di depan pria itu bukan Ashera sebagai Aleysa, mungkin ucapan Arion akan menjadi bibit bunga yang akan mekar dengan indah.Sayangnya, pria yang berdiri di hadapannya dan berkata seperti itu adalah orang lain, orang asing yang hanya singgah dalam kehidupannya untuk memberikan luka yang tidak akan pernah bisa dilupakan seumur hidupnya karena dia hanyalah persinggahan dan pengganti satu malam saja."Aku ngantuk," bohong Ashera mencari cara untuk menghindari tatapan Arion.Ashera memutar tubuh dan berjalan meninggalkan Arion mendekati tempat tidur. Dia mencoba untuk tidak peduli dengan tatapan Arion yang mengikuti arah tubuhnya pergi. Sebisa mungkin dia menjaga jarak dengan Arion untuk menghindari segala kemungkinan yang akan terjadi.Ashera menarik selimut dan merebahkan tubuhnya. Dengan selimut teba
"He ... he ... he ...." Ashera tersenyum memperlihatkan barisan gigi putihnya yang rapi. "Foto sendiri juga tidak kalah bagusnya," ucap Ashera kembali mengangkat ponselnya dan mengarahkan kamera untuk selfi.Ashera memasang wajah cuek. Dia tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh orang lain. Yang ada dalam pikirannya saat ini adalah menikmati liburannya, mumpung gratis. "Masa bodoh kata orang. Belum tentu aku bisa ke sini lagi," gumam Ashera sembari beberapa kali mengambil foto dirinya dengan latar belakang pemandangan sekitar menara Eifel.Di saat Ashera menikmati sesi selfi sendiri, Arion hanya berdiri dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Sejak tadi dia hanya memperhatikan tingkah Ashera yang bisa dikatakan norak karena belum pernah datang ke tempat itu. Dimanapun dia berjalan, Ashera selalu mengambil gambar dirinya. Datang dan mengunjungi menara Eifel adalah mimpinya di waktu kecil. Dalam hati secara tidak langsung dia berterima kasih pada Arion karena
"Ah, sebaiknya kita akhiri saja! Aku sudah capek," ucap Ashera menghindari gaya yang diarahkan oleh Same untuk dirinya dan Arion.Entah sudah berapa gaya yang mereka peragakan dan berapa latar yang mereka gunakan untuk berfoto berdua. Ashera juga tidak tau apakah Same melakukan dengan secara sengaja atau memang ini natural tanpa ada tujuan atau maksud tertentu. Yang jelas Ashera mulai terasa tidak nyaman dan tidak menikmati liburan gratisnya.Menurutnya gaya foto dengan perpelukan saja sudah membuat jantungnya berdetak tidak karuan. Bukan karena dia telah jatuh cinta pada Arion, tetapi ada perasaan tidak nyaman yang dirasakannya. Ashera merasa risih, apalagi sampai berfoto dengan menyentuhkan bibir mereka. Ashera menolak secara halus.Saat Ashera melepaskan tangannya dari leher Arion dan memberi jarak, tidak ada yang dilakukan Arion. Arion juga tidak menahan saat Ashera menjauhinya, apalagi sampai memaksa agar Ashera melakukannya perintah Same. Arion berdiri dengan tatap
Meski sudah mendapatkan penolakan dari Ashera, Arion tetap mengikuti langkahnya menuju kamar mandi. Ashera sebenarnya risih karena beberapa wanita yang keluar dari kamar mandi memperhatikan mereka, hanya saja dia tidak mungkin melarang untuk kedua kalinya pada Arion."Tunggu di sini saja!" Ashera menahan langkah Arion saat mereka hampir sampai."Aku tunggu di depan pintu," ucap Arion sembari berlalu berjalan lebih dekat pada pintu kamar mandi.Ashera mendengus kesal, namun tidak bisa melakukan apa-apa. Arion telah lebih dahulu melangkah dan kini berdiri di dekat pintu kamar mandi sembari memperhatikan Ashera hingga Ashera masuk.Saat keluar dari kamar mandi, Arion masih berdiri di tempat yang sama dengan saat dia masuk. Tanpa mengucap sepatah kata pun tersenyum, lalu dengan dingin berjalan meninggalkan kamar mandi. Ashera tidak sepenuhnya marah, tapi sebaliknya. Dia merasa senang.Dia pikir apa yang dilakukan Arion bisa dikatakan norak dan terlalu berlebihan. Men
"Hentikan, Aleysa!" teriak Arion sembari menangkis dan menahan tangan Aleysa ketika akan menampar wajah Ashera.Sejak tadi dia terdiam bukan karena tidak ingin menyelesaikan masalah ini. Arion hanya tidak ingin mencegah Ashera menumpahkan segala kemarahan, kekecewaan yang sejak lama dirasakan dan terkubur dalam hidupnya.Arion baru bertindak ketika Aleysa hendak menyakitinya. Mencelakai istrinya. Bukan hanya menahan tangan Aleysa saja, tapi Arion mendekap Ashera dalam pelukannya sebagai bentuk perlindungan."Arion, kamu-"Arion menghempaskan tangan Aleysa kasar dan menghujani dengan tatapan marah.Bukan hanya Aleysa yang terkejut, meski sebenarnya Arion pernah memperingatkan sebelumnya. Semua orang yang ada di sana memperhatikan mereka tidak kalah terkejutnya. Selama ini yang mereka tau, Arion sangat mencintai Aleysa, bahkan menjadikan wanita itu ratu. Sampai tidak ada yang berani menyentuhnya. Tapi hari ini, apa yang terjadi di depan mata mereka membuktikan bila Alyesa masih kalah d
"Ashera, apa yang kamu katakan? Apa kamu menuduh aku telah membunuhnya? Kamu juga menjadikan aku orang yang pantas disalahkan atas kematiannya?"Alesya tidak terima dan merasa Ashera sedang menuduh dan menyudutkan dirinya atas kematian ibu mereka. Meski Zanna meninggal saat dikurung olehnya, namun Alesya tetap merasa tidak membunuhnya."Apa aku mengatakan seperti itu?" tantang Ashera.Alesya memberi ekspresi mencibir. Secara tidak sadar, Aleysa telah menunjukkan kesombongan dan sifat aslinya yang selama ini ditutupi dari Arion."Meski tidak mengatakan secara langsung, tapi ucapanmu termasuk tuduhan," jawab Aleysa tetap tidak mau kalah.Ashera tertawa kecil menanggapi. Kedua tangan terlipat di depan dada. Tatapannya terus menghunus Aleysa, menilik ke dalam manik mata kakak perempuannya itu."Kamu seharusnya berterima kasih karena aku telah menguburkan wanita miskin itu dengan layak," sambung Aleysa.Aleysa merasa dirinya telah menjadi pahlawan karena telah memberi penghormatan terakhir
Arion: Jangan biarkan tumbuh akar di tubuhku karena menunggumu terlalu lama!Ashera: Belum selesai.Arion mengirim emot kesal.Ashera tertawa kecil melihat emot yang dikirm Arion padanya.Sejak hari di mana Ashera mendengar secara langsung apa yang dikatakan Arion pada Kafi di rumah sakit, hubungan mereka semakin dekat layaknya suami istri sungguhan. Keraguan Ashera tentang dirinya sebagai pengganti, tidak ada lagi dalam hatinya. Bukan hanya perkataan saja, Arion pun membuktikan dengan sikap dan cara memperlakukannya. Ashera dapat merasakan bila dia telah memiliki cinta Arion seutuhnya dan mengakui bila dia pun telah jatuh cinta."Ashera, fokuslah!" Fathan yang sejak tadi memperhatikan sedikit geram melihat Ashera lebih sering melihat ponsel dan tersenyum sendiri, daripada memperhatikan presentasi yang sedang dibacakan oleh klien mereka."Maaf." Ashera segera menyembunyikan ponselnya di bawah meja, di atas pangkuannya, tapi masih saja sesekali melirik dan jemarinya masih aktif memba
"Emmmm ...."Sudut bibir Arion tersenyum melihat wanita di samping tidurnya mengeliat dan berganti posisi. Senyumnya semakin lebar saat posisi itu menguntungkan baginya. Ashera yang tadi tidur membelakanginya sedangkan dia memeluknya, kini berputar haluan sehingga mereka saling berhadapan. Untungnya lagi, Ashera langsung merapatkan pelukan mencari kehangatan pada tubuhnya. Ashera menyembunyikan wajah dalam dada bidangnya.Karena tidak ingin mengganggu tidur nyenyak sang istri, Arion pun terdiam tanpa bergerak. Bahkan untuk bernapas pun rasanya sayang sekali. Dia takut pergerakan dada dan hembusan napasnya membangunkan Ashera.Arion telah berusaha tenang, tapi ada saja yang mengusik ketenangan mereka dan membuat Ashera kembali mengubah posisinya."Sial" makinya lirih saat dering ponselnya terdengar nyaring.Arion kesal karena lupa mematikan nada dering ponselnya saat hendak tidur semalam. Karena terlena oleh cinta dan cumbuan, dia pun turut terlelap bersama Ashera setelah ritual malam
"Kalau begitu, aku akan menyiapkan air hangat untukmu mandi," ucap Ashera.Ashera kembali bangkit sembari meraih jas dan tas kerja Arion yang diletakkan di samping duduknya."Tidak perlu!" Arion kembali menahan dengan menyentuh tangan Ashera. "Tetap di sini dan temani aku makan!" "Tapi-"Arion menyentuh kedua sisi pundak Ashera dan memintanya kembali duduk dengan santai di sampingnya.Ashera pun patuh. Meski sedikit canggung dan kaku, tapi dia tidak membantah perintah suami."Ini sudah sangat larut, aku takut bila harus makan sendirian," ucap Arion mencari alasan.Percaya?Tidak. Ashera tidak percaya dengan alasan yang diberikan Arion untuk menahannya. Kulit dahinya pun sedikit berkerut.Arion bukan tidak peka pada ekspresi wajah istrinya. Dia hanya berpura-pura tidak peka saja."Buka mulutmu!" Arion menyodorkan sesuap penuh ke arah mulut Ashera."Aku tau kamu juga belum makan," sambung Arion ketika Ashera tidak juga mau membuka mulutnya. Melainkan malah menatapnya lekat.Masih mena
"Apa Ashera belum kembali?""Belum."Arion merasa cemas dan khawatir ketika tiba di perusahaan tidak melihat Ashera di meja kerjanya. Nomornya juga tidak aktif. Menurut informasi yang dia dapat, istrinya itu pergi menemui temannya setelah terjadi pertengkaran dengan salah satu karyawannya di toilet umum."Bagaimana dengan Trixi?" Arion melihat Fathan."Sama, nomornya tidak dapat dihubungi."Berkali-kali Fathan menghubungi nomor Trixi, tapi sama dengan nomor Ashera. Nomornya tidak aktif, Fathan malah masuk ke dalam pesan suara untuk ditinggalkan.Arion bertambah cemas. Karena terburu-buru setelah mendapat telepon dari Kafi tentang kondisi Aleysa, dia melupakan Ashera. Padahal istrinya itu lebih membutuhkan dirinya di saat orang lain memandangnya sebelah mata."Bagaimana dengan wanita itu? Apa sudah memberinya hukuman?" "Sesuai dengan perintahmu. Aku sudah minta HRD untuk memecat dan memasukkan namanya dalam daftar hitam. Seumur hidup, tidak akan ada perusahaan yang berani menerimanya
"Tuan, Ashera sekarang sudah menjadi istri Anda. Dia pasti akan mengikuti semua yang Anda katakan. Tolong minta dia mendonorkan darahnya untuk Alesya, putriku!" mohon Kafi menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada.Arion terdiam. Wajah dinginnya tetap dingin dengan tatapan lekat. Ada gelombang dalam hati yang tidak bisa dipahami oleh siapa pun, termasuk Kafi.Terdengar helaan napas panjang sebelum akhirnya Arion memutar tubuh menghadap serong menghindari Kafi."Tuan, aku tau Anda sebenarnya mencintai Alesya dan aku yakin pasti tidak mau Alesya mati. Aku mohon, tolong bujuk Ashera mendonorkan darahnya untuk Alesya!" Kafi mengejar Arion.Arion kembali menatap dalam dan lekat wajah memelas Kafi. Ada rasa kasihan, iba dan miris melihat pria yang biasanya terlihat angkuh dan tegar, kini tampak lusuh, lesuh dan menyedihkan. Hanya saja ada perasaan marah dan geram yang tidak bisa diungkapkan, alias terpendam dalam hati. Arion menahannya.Sejak kedatangan Arion ke rumah sakit untuk meli
"Ashera, selamat ya. Kamu sudah berhasil merebut Arion dari saudaramu sendiri," ucap salah seorang wanita saat mereka bertemu di dalam kamar mandi umum perusahaan.Setelah menikah dengan Arion, ini kali pertamanya Ashera masuk kerja. Sejak semalam hal ini sudah mengganggu pikiran Ashera. Dia yakin dengan hal ini, di perusahaan pasti akan ada yang mencibir dan menganggapnya salah, telah merebut Arion dari Aleysa."Jaga bicaramu!" sahut Ashera tetap terlihat tenang dan terkesan tidak peduli."Memiliki wajah mirip dan lebih polos ternyata tidak menjamin menjadi orang baik," sindirnya lagi.Ashera menegakkan punggung dan mematikan kran air, lalu mengambil tisu dan mengeringkan tangan. Sorot matanya menatap lekat dan tajam wanita di samping yang memandangnya telah merebut Arion dari Aleysa dengan cara licik, menjatuhkan Aleysa lewat klarifikasinya."Sebaiknya tidak usah bicara kalau kamu tidak tau yang sebenarnya, daripada ucapanmu itu membawa petaka bagi dirimu sendiri!" Wanita itu malah
"Katamu tidak ada orang di rumah, lalu mereka?" Mata Ashera mengarah pada dua pria yang sedang berjaga di luar rumah.Arion pun turut mengarahkan pandangnya sesuai arah pandang Ashera. Tidak butuh waktu lama untuk mengerti dan paham apa yang dimaksud dan dikhawatirkan Ashera."Anggap saja mereka bukan orang!" tanggap Arion cuek bebek dan seenaknya sendiri.Mata Ashera membola mendengar perkataan Arion. Masalahnya bukan harus menganggap mereka apa? Melainkan dia merasa malu dan sangsi. Bisa saja mereka hanya berpura-pura tidak tau apa yang telah terjadi di ruang makan saat Arion mencumbu dan membawanya melayang.Ada rasa marah dan kesal dalam hatinya. Hanya saja dia tidak bisa menyalahkan Arion sepenuhnya. Dia pun menikmati, bahkan tidak menolak sama sekali saat Arion melakukan tugas dan kewajibannya sebagai suami dan sebaliknya. Hanya saja dia merasa malu bila membayangkan orang-orang itu tau apa yang mereka lakukan."Ashera!" Arion membangunkan Ashera dari lamunannya. "Masih memikir