"Kakak angkat telepon dulu sebentar," ucap Nindy dengan terburu-buru membawa ponsel miliknya dan langsung masuk ke dalam kamar.Alika masih tidak lepas menatap sang kakak sampai akhirnya masuk ke dalam kamar. Dalam pikirannya tentu saja tidak bisa berpikir positif. Ia langsung curiga jika Nindy malah sudah berhubungan baik dengan Faiz."Hallo." Nindy berbisik saat menerima telepon dari Faiz. Ia mengunci dan menjauh dari pintu.Sejak hubungan membaik, Nindy kembali menyimpan nomor Faiz dengan memberi nama emoticon love putih saja karena hanya itu ia ia pikirkan daripada harus memberi nama yang sebenarnya, itu sudah jauh lebih baik pikir Nindy."Bagaimana keadaan ayah dan ibu? Mereka sehat?""Iya, semuanya sehat. Ada apa? Apa acaranya sudah selesai? Kok cepet banget padahal masih sore.""Nin, sepertinya besok kamu jangan pulang dulu ke rumahku. Karena kami semua akan menginap semalam di villa. Tidak ada acara spesial, hanya sekedar makan dan pesta kecil di villa keluarga Sela. Kami pula
"Ada apa, sih? Kok kedengerannya ke depan kaya lagi ribut?" Tiba-tiba Roni masuk ke dalam rumah setelah selesai mengurus barang yang datang. Sedangkan Lita masih sibuk dengan para pembeli.Ketegangan antara Nindy dan Alika mulai mereda dengan datangnya Roni. Keduanya seolah tahu apa yang harus mereka perbuat agar tidak membuat sang ayah khawatir dan terjadi hal yang tidak diinginkan lagi."Mm, kita ....""Biasa, Yah. Sibling moment." Alika langsung merangkul Nindy yang tingginya hampir sama dengannya. "Ayo, kita lanjutkan di dalam, Kak. Ayah jangan ganggu!" Ia langsung masuk ke dalam kamar Nindy dan mengunci pintu.Masih belum puas rasanya, apalagi Nindy belum menjawab pertanyaan dari Alika yang pastinya itu adalah hal yang paling ia ingin tahu jawabannya."Jawab pertanyaan aku, Kak!""Apa sih, Dek? Udah jangan bahas itu lagi. Ada ayah di depan. Nanti kalau ayah denger terus ayah kenapa-kenapa karena salah paham gimana?""Makanya kakak jujur dulu, siapa yang nelepon kakak tadi? Pleas
"Jadi karena itu kakak merasa iba dan mau memaafkan dia?""Bukan karena iba, tapi karena rasa sayang itu masih ada. Semakin kakak tau bagaimana kehidupan dia setelah menikah, semakin kakak merasa turut sakit seperti yang dia rasakan. Dia tidak bahagia dengan pernikahannya. Kita sama-sama ingin kembali."Nindy dengan sepenuh hati mengatakan hal itu yang sejujurnya. Cintanya pada Faiz, juga cinta yang Faiz berikan padanya sama besar sehingga semakin lama berpisah semakin tersiksa rasanya.Melihat kondisi pernikahan yang buruk, tidak membawa kebahagiaan, membuat Faiz yakin bahwa sejatinya dia hanya bisa bahagia dengan Nindy."Terus? Sekarang ini kakak jadi selingkuhan?""Ya, gak gitu, Dek.""Ya iya lah, Kak. Secara mereka kan sudah sah menjadi sepasang suami istri, sedangkan kakak itu hanya mantan pacar sekaligus pengasuh anaknya yang diam-diam menjalin hubungan. Mau bagaimana pun kakak membela diri, status kakak itu sebagai selingkuhan, sebagai simpanan, Kak. Kakak harusnya punya harga
Acara berlangsung dihadiri oleh keluarga besar Faiz dan Sela. Pesta keluarga untuk merayakan kelahiran cucu pertama baik untuk keluarga Faiz maupun untuk keluarga Sela. Sehingga pesta itu diadakan secara intim terkhusus untuk keluarga saja. Faiz dan Sela berapi-api menjaga sikap agar terkesan baik-baik saja diantara mereka. Disaat acara sudah beres, Faiz segera menarik diri dari keramayan untuk menghubungi Nindy bahwa dia tidak akan pulang malam ini, sehingga Nindy tidak perlu pulang esok hari.Tidak ada pilihan lain untuk Faiz selain menuruti apa yang dikatakan oleh orang tuanya, juga orang tua Sela. Bahkan Faiz menyadari sikap Sela yang berubah dan bisa menyesuaikan keadaan jika dihadapan kedua orang tua mereka.Hal itu membuat Faiz berpikir jika Sela juga menjaga sikapnya agar dia lah yang terkesan baik-baik, sehingga sulit nantinya bagi Faiz saat ia ingin mengakhiri hubungan dengan alasan sikap Sela yang buruk padanya"Heh! Gue cariin juga ternyata di sini. Tuh di suruh bokap nyo
Makan malam sudah selesai, Roni dan Lita langsung membereskan warung yang akan segera tutup dibantu oleh Alika. Sementara Nindy membereskan meja makan dan mencuci piring kotor.Sedari tadi Nindy tidak banyak bicara, bahkan dia tidak ikut membantu memasak untuk makan malam seperti yang biasa ia lakukan sebelum bekerja di rumah Faiz. Lita juga tidak memaksakan karena dia mengerti jika anaknya lelah setiap hari bekerja, sehingga pulang ke rumah menjadi waktu untuk membiarkan anaknya beristirahat saja.'Makin malam perasaan aku malah semakin gak enak, nggak tenang aja rasanya,' batin Nindy yang terus terpikirkan soal Faiz dan Sela. Apa yang mereka perbuat, bagaimana acara di sana dan hal lainnya terus silih berganti ia pikirkan."Kakak dari tadi kenapa, sih? Kepikiran cowok itu sama istrinya lagi ngapain di acara mereka?" tanya Alika pelan. Ia sudah selesai membantu ayah dan ibunya karena ia beralasan untuk membantu Nindy di dalam rumah."Iya, Dek. Perasaan kakak gak tenang. Kakak takut m
Kalimat itu dengan sengaja Nindy ucapkan sebagai langkah awal mengambil hati ayah dan ibunya untuk memberikan izin padanya karena nantinya ia akan menikah dengan seorang duda beranak satu, yang tidak lain adalah Faiz mantan kekasihnya.PR untuk Nindy mendapatkan restu ayah dan ibunya itu tidak hanya meminta izin dan meminta kedua orang tuanya agar bisa memaafkan Faiz atas apa yang sudah terjadi di masa lalu, tetapi juga tentang status Faiz yang sudah menjadi duda yang kemungkinan anaknya akan ikut dengannya. Sehingga otomatis Nindy harus menerima dan mengasuh anak Faiz dengan wanita lain seperti anak sendiri.Tentu saja hal itu tidak akan mudah diterima oleh Roni dan Lita, mengingat kejadian buruk yang terjadi setahun lalu saja masih membekas bagi mereka ditambah kehadiran seorang anak yang nantinya akan menjadi cucu mereka yang bahkan tidak ada pertalian darah sama sekali."Udah dianggap anak sendiri, sama memang anak sendiri itu beda. Mau sesayang apapun tetap beda kalau itu anak or
"Awas aja kalau sampai lo kebayang-bayang tubuh gue yang gak pake apa-apa."Pagi sekali sebelum keluar dari kamar, Sela sudah merutuk kesal karena semalam saat handuknya terlepas sehingga Faiz bisa melihat seluruh tubuhnya dengan tanpa terhalangi apapun.Tidak bisa dipungkiri jika hal tersebut adalah godaan terberat untuk Faiz yang masih normal dengan naluri pria yang ia miliki. Bagaimana bisa Faiz baik-baik saja saat disuguhi pemandangan yang begitu menyegarkan mata, apalagi setelah bercinta dengan Nindy ternyata ia baru menyadari jika melakukan hubungan badan memang kebutuhan biologis yang harus tersalurkan segera terlebih dia adalah seorang pria.Tidak heran memang banyak pria bisa dengan mudahnya membeli jasa seorang wanita asing hanya sekedar untuk melepaskan apa yang seharusnya dikeluarkan.Namun cintanya pada Nindy terlalu besar, sehingga ia bisa menahan hal yang memang tidak seharusnya terjadi. Ditambah sikap menyebalkan Sela yang turut membuat Faiz tidak hanyut dalam suasana
Tentu itu adalah ide buruk bagi Faiz. Dia tidak mungkin mengenalkan Nindy pada ibunya meskipun hanya sebagai pengasuh. Meski sebisa mungkin meyakinkan bahwa mereka profesional sebagai pengasuh dan majikan, tetap saja tidak akan bisa diterima dengan mudah oleh orang tuanya terlebih jika mertuanya tahu. Disisi lain jika Nindy diberhentikan disaat-saat itu, maka kesempatan mereka untuk bisa kembali bersatu akan sangat kecil."Gak bisa, Mah. Pengasuh baby Arel sudah aku beri libur dua hari karena sebulan yang lalu dia sama sekali tidak libur.""Hmm, ya sudah kapan-kapan saja kalau begitu."Tiba-tiba Bi Lastri datang lagi dengan tangisan Arelia. "Maaf, Nyonya, Tuan, baby Arel tidak ingin menyusu. Bisa tidak jika Nyonya Sela yang coba untuk menyusui baby Arel? Kasihan belum diberi susu hari ini.""Apa sih, Bi? Biasanya kan gak pernah drama kalau lagi di asuh sama pengasuhnya. Kenapa bisa tiba-tiba gak mau?" protes Sela yang menebak jika itu adalah akal-akalan dari Bi Lastri. Ia tahu jika Bi
"Bu, kalau misalkan rumah sama toko kita ada yang mau beli satu miliar, kira-kira ibu bakal jual nggak?" tanya Alika dihari ketiga ia diberikan waktu oleh Sela, baru kali itulah ia memberanikan diri berbicara pada ibunya.Lita tersenyum. "Jangan mengkhayal, gak akan sampai nilai jual rumah sama toko ini sampai satu miliar.""Ya, inikah cuma misal aja, Bu. Berharap sesuatu yang baik kan nggak ada salahnya. Jadi, gimana kalau ada yang mau beli satu miliar, ibu bakalan jual?""Kayanya semua orang gak ada yang gak suka uang. Ibu juga sama. Tapi gak semua hal bisa dinilai dengan uang meskipun nominal uang itu lebih besar dari nilai barangnya. Selain memang mustahil ada yang mau membeli rumah dan toko ini sebesar itu, semuanya terlalu berarti untuk ibu dan ayah. Mengingat dulu perjuangan kami berdua untuk memiliki rumah itu tidaklah mudah.""Tapi waktu itu pas kita lagi bener-bener butuh uang untuk biaya operasi ayah, ibu bilang mau gadaikan atau menjual rumah sama toko ini.""Itukan disaat
Malam tiba, Nindy sudah menunggu kepulangan Faiz sambil menggendong Arelia di depan. Sebelumnya Faiz mengirimi pesan singkat jika ia tidak akan lembur."Tuh, Papa pulang," ucap Nindy pada Arelia yang semakin hari semakin pintar merespon meski belum bisa berbicara. "Tumben gak lembur, Mas?" tanya Nindy pelan. Ia hanya ingin bermesraan tetapi harus tetap waspada agar tidak ada orang lain yang mendengarnya."Sekarang di rumah ini ada pria lain tinggal. Aku tidak tenang karena takut dia macam-macam sama kamu. Aku takut dia jatuh cinta sama kamu."Pipi Nindy merona karena tersipu malu. "Ish, Mas. Kayak anak ABG aja cemburunya. Lagian Rico kan sukanya sama Sela. Kalau aku gak akan mudah berpaling." "Tetap saja.""Ya sudah, ayo masuk. Mumpung Bi Lastri di belakang lagi sibuk nyiapin bahan masakan untuk dimasak buat makan malam. Kan porsinya jadi bertambah satu orang. Sela juga belum pulang, Rico baru berangkat tadi siang."Mereka berdua pun bersama-sama masuk ke dalam kamar Arelia."Tadi a
"Kita belum sempat berkenalan dengan serius," tanya Rico pada Nindy yang baru saja keluar dari kamar. Arelia sudah tidur siang, waktunya ia untuk beristirahat dan makan.Tadi pagi, ia tidak melihat Rico karena belum bangun. Pagi-pagi pula ia melihat Faiz dan Sela sudah berangkat bersama meski dengan mobil yang berbeda.'Tengah siang bolong begini baru bangun? Padahal yang punya rumah udah kerja dari pagi,' batin Nindy."Nama saya Nindy.""Kamu udah tau aku, kan?"Nindy hanya mengangguk saja tak merespon lagi. Dia tidak terlalu ingin berbincang panjang lebar dengan Rico yang sangat asing baginya. Apalagi Rico sudah jelas ada di pihak Sela."Arel tidur, kamu mau istirahat, kan? Ayo makan siang bareng. Aku juga mau makan, belum makan apa-apa dari pagi."'Gimana mau makan pagi, bangun aja siang!' batin Nindy lagi."Mas Rico silakan makan di meja makan saja, nanti Bi Lastri yang siapkan. Saya makannya di belakang, di dapur kotor.""Kenapa? Gak apa-apa, makan sama aku aja di meja makan. Nan
"Lo pikir, lo bisa ngerasa tenang karena Gery ngelindungi lo?" Sela dan kedua temannya, juga Alika yang ia incar, kini tengah berada di gedung aula serba guna di kampus mereka. Selama hidupnya, Alika belum pernah merasa yang namanya takut pada siapapun selagi ia tidak bersalah. Sehingga semasa sekolah Alika tidak pernah mengalami perundungan. Ia bahkan menjadi penyelamat teman-temannya yang bungkam tidak bisa mengadu pada guru atau orang tua.Lain hal dengan sekarang, dia lah yang mengalami langsung sebagai mahasiswi yang tengah dirundung atas kesalahan yang tidak ia perbuat. Ia juga bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi korban yang tidak bisa mengungkapkan apa yang terjadi pada orang yang lebih dewasa atau pada pihak yang bisa melindunginya, karena sebuah ancaman yang mengganggu dan ketakutan jika ancaman itu menjadi kenyataan."Aku sudah pernah bilang beberapa kali, kalau aku gak suka sama Gery."Meski sudah berkali-kali Alika mengatakan itu, Sela tidak puas. Karena ia juga tah
Karena sudah terlalu lama diluar, Faiz dan Nindy pun pulang. Berharap kasur yang mereka pesan juga sudah terkirim dan sampai di rumah. Tentunya agar tidak menimbulkan kecurigaan karena mereka sudah pergi cukup lama dari rumah. Meskipun sebenarnya kecurigaan itu sudah timbul dalam diri Sela.Sesampainya di rumah, benar saja. Kasur yang di pesan sudah sampai di diletakan di dalam kamar Arelia. Juga barang-barang Nindy yang ternyata sudah dikeluarkan dari kamarnya oleh Bi Lastri atas perintah Sela sewaktu keduanya pergi."Bibi yang keluarin semua barang-baranya Nindy?" tanya Faiz disaat Nindy diam terpaku melihat barang-barangnya tergelatak di lantai depan kamar Arelia. Rasanya seperti terusir dengan paksa sebab ia seolah tidak diizinkan untuk membereskan barangnya sendiri."Nyonya Sela yang meminta, Tuan," jawab Bi Lastri sambil menggendong Arelia yang baru saja ia buatkan susu."Ini tidak sopan, Bi. Bagaimana pun Nindy juga mempunyai privasi sendiri. Jadi harusnya biarkan dia yang memb
"Terima kasih, Pak.""Tolong langsung di kirim sekarang kasurnya ke alamat itu. Saya mau sudah sampai sebelum malam. Karena kasurnya akan digunakan untuk tidur malam ini."Faiz memastikan bahwa kasur yang baru saja dipesan untuk Nindy agar segera dikirim ke alamat yang sudah dia berikan. Sementara itu dia dan Nindy akan mencari makan sebelum pulang."Mau sekalian beli yang lain? Ada yang ingin kamu beli?"Nindy sekilas tersenyum lalu menggelengkan kepalanya. "Ya sudah, sekarang kita cari makan saja."Setelah mendapatkan tempat untuk makan, pesanan mereka juga langsung dibuatkan oleh pelayan."Kayanya aku butuh kepastian kamu, Mas. Secepatnya," ucap Nindy yang sudah menahan dari tadi ingin segera membahasnya dengan Faiz."Aku pasti akan kembali sama kamu. Memang secepatnya sedang aku usahakan, Sayang.""Kapan tepatnya? Ibu aku sudah tau semuanya, awalnya memang ibu marah dan gak mau sampai aku kembali sama kamu lagi. Tapi, aku meyakinkannya dengan menceritakan semuanya tentang pernika
"Yakin gak apa-apa kamu pulang sendiri bawa baby Arel? Mama sama Papa ikut, ya. Nanti kami pulang dengan sopir. Mama khawatir baby Arel sendirian di kursi belakang.""Selagi tidurnya di car seat, aku yakin aman. Aku juga gak akan ngebut, Mah. Aku pulang," ucap Faiz berpamitan pada kedua orang tuanya untuk pulang bersama Arelia saja.Pikiran Faiz tidak tenang jika ia hanya menunggu kabar dari Nindy yang tidak kunjung ada. Akhirnya ia putuskan untuk pulang, agar saat Nindy pulang nanti ia langsung bisa bertanya apa saja yang tejadi.Faiz berpikir jika di rumahnya hanya ada Bi Lastri karena Sela pergi entah ke mana dan dengan siapa. Dan kebiasaan Sela selalu pulang larut malam jika sudah keluar rumah disaat akhir pekan. Hal itu membuat Faiz ingin cepat pulang saja.Sesampainya di rumah, Faiz langsung menggendong Arelia yang tertidur saat di perjalanan. Beruntunglah Arelia tidak menangis karena itu pasti akan sangat merepotkan dirinya yang hanya seorang diri di dalam mobil.Baru saja menu
"Biar aku tanya, apa ibu bisa memaafkan laki-laki itu beserta keluarga setelah apa yang terjadi satu tahun yang lalu sama keluarga kita?" tanya Alika dengan tenang padahal dia sendiri memiliki permasalahan yang serius yang membuat dia tidak tenang setiap harinya, tetapi harus tetap bersikap biasa saja."Sebenarnya ibu hanya tidak suka dengan kesombongan keluarga, orang tua Faiz bukan dengan Faiznya. Kamu sendiri pasti setuju dengan ibu. Kita sudah kenal Faiz bertahun-tahun dan tau bagaimana baiknya dia selama ini pada kita. Tapi karena perbedaan diantara keluarga kita dengan keluarga dia, makanya orang tua Faiz tidak setuju anaknya menikah dengan kakakmu."Alika mengangguk. "Aku juga berpikiran yang sama seperti ibu. Tapi sebenarnya aku tidak bisa langsung mendukung keputusan kak Nin yang mau balik lagi sama kak Faiz. Meskipun kak Nin bilang dia percaya bisa kembali lagi sama-sama, tapi kita kan gak tau keluarganya apa bisa menerima atau menolak kita lagi untuk kedua kalinya. Ditambah
Rico mematung, ia seolah membeku disaat Sela meminta untuk mempraktekan apa yang sudah dia jelaskan.Lalu Sela tertawa kecil. "Bercanda, Kak. Aku cuman bercanda doang."Seketika Rico bisa bernafas dengan lega, ia sudah mencair karena ternyata Sela hanya bergurau saja. Padahal jika harus pun Rico mau melakukannya."Kak Rico ini tegang banget kaya belum pernah ciuman sama cewek aja," goda Sela yang merasa tidak puas dengan godaannya tadi.Sela memang orang yang cukup licik, ia akan memanfaatkan rasa suka Rico agar bisa tunduk dan membantu apapun yang dia perlukan. Padahal ia sama sekali tidak berniat untuk membalas rasa suka itu karena Rico bukanlah laki-laki tipe idealnya. Bahkan dengan Faiz saja, secara sadar Sela pasti lebih memilih Faiz dari fisik juga latar belakang keluarga, tentu juga dengan kekayaannya."Memang tidak pernah."Sela terkejut. "Bohong banget! Udah mau 27 tahun tapi belum pernah ciuman sama cewek? Kakak di Bali ngapain aja sih? Aku aja ciuman pertama itu pas SMA," u