“Hai mbak Kinanthi, kenapa ada di sini?” tanya Ardhan pada sosok cantik yang berdiri di tepi jalan dengan wajah kebingungan.Wanita itu menoleh dan terkejut melihat Ardhan berdiri di dekatnya. “Hai mas, ehmm .. . ini ... mobilku mogok. Aku sudah menghubungi beberapa bengkel tetapi mereka lagi ramai.”Ardhan menganggukkan kepalanya. “Boleh aku periksa?” tawar Ardhan melepaskan helm dan turun dari motornya.Kinanthi menatapnya sejenak tak lama, wanita itu menganggukkan kepala seraya mempersilakan Ardhan memeriksa mobilnya. Ardhan menggulung lengan kemejanya, ia lantas memeriksa ke bagian kap mobil yang terbuka. Dengan wajah serius, Ardhan memeriksa setiap komponen mobil berdasarkan pengalamannya.Ardhan menggeleng dan mendekati Kinanthi yang berdiri di samping pintu mobil. “Kurasa ini akan memakan waktu lama, beberapa komponennya mengalami gangguan.” Kinanthi mendesah lemas mendengar penjelasan Ardhan. “Aku ada kenalan montir mobil mungkin dia berkenan ke sini,” tawar Ardhan mengeluarka
Kakek yang geram mencoba mengejar penguntit itu, ia menjelma menjadi seorang laki-laki berbadan besar supaya bisa menangkap dan memenjarakannya. Si penguntit itu tahu jika Kakek mengejarnya, i masuk dalam kerumunan.Pria tua itu tidak dapat menemukannya, ia kehilangan jejak. Kakek kesal setengah mati karena gagl menangkap orang mencurigakan itu. Ia kembali ke wujud aslinya dan kembali menjaga Ardhan dan Kinanthi.Di tempat lain, Ardhan tengah terpesona dengan garis wajah Kinanthi yang tampak begitu sempurna di bawah kerlap-kerlip lampu dan cahaya bintang yang menghiasi langit ibukota malam itu.Tak terasa kora-kora sudah berhenti bergerak, Kinanthi menghembuskan napas lega. Ia lantas bangkit setelah sabuk pengamannya terbuka. Setelah menikmati kora-kora, Kinanthi membawa Ardhan menikmati permainan yang lainnya. Wanita itu terus bergerak semangat seakan tak ada kata lelah.“Mas, dulu ayah dan ibu sering membawaku ke sini lho,” ujar Kinanthi berhenti di tengah lapangan yang dikelilingi
“Kerja begitu saja tidak becus!! Apa susahnya menangkap si Ardhan lemah itu!!” omel Prama sembari meninggalkan tempatnya memantau Kinanthi dan Ardhan. Sebuah rencana tersusun rapi dibenaknya, kali ini rencananya pasti akan berhasil.Di tempat lain, orang yang menjadi sasaran Prama sedang makan makanan yang mereka beli, keduanya duduk di area belakang yang sepi namun penuh pencahayaan. Tercipta suasana romantis, apa yang tengah mereka nikmati ini tak pernah keduanya dapatkan dari pasangan mereka sebelumnya.Kinanthi tidak merasakan hal seperti itu karena Prama tidak suka pergi ke tempat ramai. Sedangkan Ardhan tidak pernah punya pengalaman seperti itu karena dia menjalani hubungan jarak jauh dengan Karina.“Mas Ardhan senang malam ini?” tanya Kinanthi.“Senang tetapi capek. Kamu memangnya tidak capek?”“Sedikit, banyak senangnya. Aku bisa mengingat kenangan masa kecilku, sekali lagi terima kasih ya Mas.”“Sama – sama,” ujar Ardhan.Rasa capek dan kesal Kakek yang baru kembali setelah m
Balok itu hampir mengenai kepala Kinanthi, untung saja ada yang menghalanginya. Anak buah terkejut setelah melihat siapa yang menangkis serangan mereka. Lelaki itu tak lain dan tidak bukan adalah Prama Danureja.“Awas kalian!!” ucapnya pelan.“Mas Prama.”“Pak Prama,” ucap keduanya berbarengan. Baik Kinanthi atau Ardhan tak menyangka jika lelaki itu muncul dan menolong mereka.“Kalian baik-baik saja,” tanya Prama sembari membuang balok itu. Kinanthi dan Ardhan mengatakan jika mereka berdua baik-baik saja. Ia sengaja bertanya begitu untuk memberi waktu anak buahnya untuk melarikan diri.“Eh jangan kabur kalian!” teriak Ardhan ketika melihat orang yang membuatnya babak belur lari begitu saja.“Jangan dikejar Pak Ardhan,” larang Prama.“Kenapa Pak?” tanya Ardhan.“I –iya Mas, jangan dikejar,” kata Kinanthi ikut melarang Ardhan. “Lebih baik kita pulang dan obati lukamu.”Meski ia masih kesal karena tidak bisa membalaskan perbuatan mereka namun Ardhan bersedia mengikuti apa yang Kinanthi k
Ardhan menengok ke arah sumber suara. “Mereka siapa ya?” tanya Ardhan dalam hati, dari ekor matanya Ardhan melihat dua pengendara motor trail lainnya mengikutinya.Jarak Ardhan dengan mereka semakin dekat, hal itu membuat Ardhan bingung dan semakin panik. Namun, pria itu mencoba untuk tetap fokus pada jalanan di depannya. Aksi kejar-kejaran tak terhindar lagi, dua motor di belakangnya semakin berani mendesak motor Ardhan.Ardhan memikirkan cara terlepas dari kejaran dua pria asing itu, hingga netranya menangkap pemandangan traffic light yang berada beberapa puluh meter di depannya. Ardhan menyiapkan dirinya dan juga motor trail kesayangannya.Ardhan merapalkan doa agar lampu tetap berwarna hijau hingga dirinya tiba di sana. Dalam hitungan detik, Ardhan memacu motornya lebih cepat dari sebelumnya. Bibirnya merapalkan doa-doa singkat yang ia ingat. Satu… dua… tiga…Motor Ardhan berhasil melewati traffic light tepat waktu, Ardhan menoleh ke belakang ia melihat dua motor yang mengejarnya
“Bukan begitu pak, mungkin kecelakaan ini bukan hanya kelalaian dari supir truk dan Mas Ardhan tetapi ada faktor lain yang mempengaruhi Mas Ardhan hingga menerobos traffic light dan berakhir seperti sekarang,” urai Kinanthi memaparkan isi kepalanya.Ayah dan ibu Ardhan tampak diam mendengarkan apa yang Kinanthi sampaikan, mereka tahu jika Kinanthi bukanlah wanita bodoh yang sembarangan mengambil keputusan. “Kalau begitu kami akan menyelidiki kasus ini hingga tuntas.”Kinanthi mengangguk, ia juga berpesan pada petugas kepolisian untuk memeriksa cctv lain dimulai sejak Ardhan keluar dari kantornya. “Saya harap bapak sekalian diberikan kemudahan dalam menangani kasus ini.”Setelah berpamitan kedua polisi tersebut menjauh dari Kinanthi dan kedua orang tua Ardhan. Keadaan lorong rumah sakit kembali hening, Kinanthi sibuk dengan gawainya mengirimkan kabar pada rekan kerja Ardhan yang lain. Sedangkan kedua orang tua Kinanthi masih menatap lurus tubuh anaknya.Di lain tempat, Prama baru saja
“Bukankah yang aku minta habisi?” ujar pria itu sekali lagi, kening Kinanti berkerut semakin dalam.Kinanthi mendesah kesal karena ia tak bisa mendengar jawaban dari lawan bicara pria itu, suara pria berpakaian serba hitam itu terlalu kecil. Kinanthi memutuskan untuk sedikit mendekat ke arah pria itu namun, belum melangkah tubuh wanita itu kembali menenggang kala sebuah lengan menepuk bahunya.Dengan gerakan lambat, Kinanthi memutar tubuhnya dan menatap ujung sepatu sosok di depannya, netra Kinanthi bergerak menyusuri dari ujung kaki ke arah rambut hingga netranya berhenti pada wajah yang terasa asing untuknya. “Hai mba, saya hrd yang mengurus keperluan Mas Ardhan.”Tanpa sadar Kinanthi menghela napas lega, bahunya melemas. Ia menyeret tangan wanita itu menjauh dari lokasinya. Setibanya di depan lobby rumah sakit, Kinanthi menjelaskan kronologi kejadian juga kondisi Ardhan saat ini. Ia juga menjelaskan berapa biaya yang Ardhan butuhkan, untungnya pihak perusahaan bersedia menanggung s
Orang tua Ardhan tampak kebingungan melihat pasien dan pengunjung rumah sakit berlarian begitu juga dengan petugas medis lainnya. Kinanthi mencekal lengan salah seorang perawat dan berkata, “Ini ada apa, sus?”“Terjadi kebakaran dari gedung sebelah, lebih baik bapak ibu dan mbak segera turun dan menyelamatkan diri,” ujar perawat itu, air mukanya tampak panik.“Tetapi anak saya ada di dalam ruang tindakan, sus!” balas ibu Ardhan panik dengan nada tinggi.“Biarkan petugas di dalam yang mengurusnya, lebih baik bapak dan ibu turun sekarang juga.” Perawat itu berlari membantu pasien yang hampir terjatuh karena tersandung selang infusnya.Ayah dan ibu Ardhan semakin panik kala petugas keamanan rumah sakit berteriak meminta semua orang menjauh dari dalam gedung rumah sakit. “Tante dan Om lebih baik turun sekarang, biar saya di sini menunggu mas Ardhan keluar,” tutur Kinanthi menengahi kepanikan orang tua Ardhan.Ibu dan ayah Ardhan menggeleng, mereka enggan meninggalkan putranya dan memilih