Balok itu hampir mengenai kepala Kinanthi, untung saja ada yang menghalanginya. Anak buah terkejut setelah melihat siapa yang menangkis serangan mereka. Lelaki itu tak lain dan tidak bukan adalah Prama Danureja.“Awas kalian!!” ucapnya pelan.“Mas Prama.”“Pak Prama,” ucap keduanya berbarengan. Baik Kinanthi atau Ardhan tak menyangka jika lelaki itu muncul dan menolong mereka.“Kalian baik-baik saja,” tanya Prama sembari membuang balok itu. Kinanthi dan Ardhan mengatakan jika mereka berdua baik-baik saja. Ia sengaja bertanya begitu untuk memberi waktu anak buahnya untuk melarikan diri.“Eh jangan kabur kalian!” teriak Ardhan ketika melihat orang yang membuatnya babak belur lari begitu saja.“Jangan dikejar Pak Ardhan,” larang Prama.“Kenapa Pak?” tanya Ardhan.“I –iya Mas, jangan dikejar,” kata Kinanthi ikut melarang Ardhan. “Lebih baik kita pulang dan obati lukamu.”Meski ia masih kesal karena tidak bisa membalaskan perbuatan mereka namun Ardhan bersedia mengikuti apa yang Kinanthi k
Ardhan menengok ke arah sumber suara. “Mereka siapa ya?” tanya Ardhan dalam hati, dari ekor matanya Ardhan melihat dua pengendara motor trail lainnya mengikutinya.Jarak Ardhan dengan mereka semakin dekat, hal itu membuat Ardhan bingung dan semakin panik. Namun, pria itu mencoba untuk tetap fokus pada jalanan di depannya. Aksi kejar-kejaran tak terhindar lagi, dua motor di belakangnya semakin berani mendesak motor Ardhan.Ardhan memikirkan cara terlepas dari kejaran dua pria asing itu, hingga netranya menangkap pemandangan traffic light yang berada beberapa puluh meter di depannya. Ardhan menyiapkan dirinya dan juga motor trail kesayangannya.Ardhan merapalkan doa agar lampu tetap berwarna hijau hingga dirinya tiba di sana. Dalam hitungan detik, Ardhan memacu motornya lebih cepat dari sebelumnya. Bibirnya merapalkan doa-doa singkat yang ia ingat. Satu… dua… tiga…Motor Ardhan berhasil melewati traffic light tepat waktu, Ardhan menoleh ke belakang ia melihat dua motor yang mengejarnya
“Bukan begitu pak, mungkin kecelakaan ini bukan hanya kelalaian dari supir truk dan Mas Ardhan tetapi ada faktor lain yang mempengaruhi Mas Ardhan hingga menerobos traffic light dan berakhir seperti sekarang,” urai Kinanthi memaparkan isi kepalanya.Ayah dan ibu Ardhan tampak diam mendengarkan apa yang Kinanthi sampaikan, mereka tahu jika Kinanthi bukanlah wanita bodoh yang sembarangan mengambil keputusan. “Kalau begitu kami akan menyelidiki kasus ini hingga tuntas.”Kinanthi mengangguk, ia juga berpesan pada petugas kepolisian untuk memeriksa cctv lain dimulai sejak Ardhan keluar dari kantornya. “Saya harap bapak sekalian diberikan kemudahan dalam menangani kasus ini.”Setelah berpamitan kedua polisi tersebut menjauh dari Kinanthi dan kedua orang tua Ardhan. Keadaan lorong rumah sakit kembali hening, Kinanthi sibuk dengan gawainya mengirimkan kabar pada rekan kerja Ardhan yang lain. Sedangkan kedua orang tua Kinanthi masih menatap lurus tubuh anaknya.Di lain tempat, Prama baru saja
“Bukankah yang aku minta habisi?” ujar pria itu sekali lagi, kening Kinanti berkerut semakin dalam.Kinanthi mendesah kesal karena ia tak bisa mendengar jawaban dari lawan bicara pria itu, suara pria berpakaian serba hitam itu terlalu kecil. Kinanthi memutuskan untuk sedikit mendekat ke arah pria itu namun, belum melangkah tubuh wanita itu kembali menenggang kala sebuah lengan menepuk bahunya.Dengan gerakan lambat, Kinanthi memutar tubuhnya dan menatap ujung sepatu sosok di depannya, netra Kinanthi bergerak menyusuri dari ujung kaki ke arah rambut hingga netranya berhenti pada wajah yang terasa asing untuknya. “Hai mba, saya hrd yang mengurus keperluan Mas Ardhan.”Tanpa sadar Kinanthi menghela napas lega, bahunya melemas. Ia menyeret tangan wanita itu menjauh dari lokasinya. Setibanya di depan lobby rumah sakit, Kinanthi menjelaskan kronologi kejadian juga kondisi Ardhan saat ini. Ia juga menjelaskan berapa biaya yang Ardhan butuhkan, untungnya pihak perusahaan bersedia menanggung s
Orang tua Ardhan tampak kebingungan melihat pasien dan pengunjung rumah sakit berlarian begitu juga dengan petugas medis lainnya. Kinanthi mencekal lengan salah seorang perawat dan berkata, “Ini ada apa, sus?”“Terjadi kebakaran dari gedung sebelah, lebih baik bapak ibu dan mbak segera turun dan menyelamatkan diri,” ujar perawat itu, air mukanya tampak panik.“Tetapi anak saya ada di dalam ruang tindakan, sus!” balas ibu Ardhan panik dengan nada tinggi.“Biarkan petugas di dalam yang mengurusnya, lebih baik bapak dan ibu turun sekarang juga.” Perawat itu berlari membantu pasien yang hampir terjatuh karena tersandung selang infusnya.Ayah dan ibu Ardhan semakin panik kala petugas keamanan rumah sakit berteriak meminta semua orang menjauh dari dalam gedung rumah sakit. “Tante dan Om lebih baik turun sekarang, biar saya di sini menunggu mas Ardhan keluar,” tutur Kinanthi menengahi kepanikan orang tua Ardhan.Ibu dan ayah Ardhan menggeleng, mereka enggan meninggalkan putranya dan memilih
“Stok untuk golongan darah o negative hanya tersisa 1 kantung saja,” turut petugas tersebut.“Apa‼” balas Kinanthi dengan manik mata membulat sempurna. Ia menghela napas berat. “Apa tidak bisa dicarikan?” tanya Kinanthi menatap petugas penuh harap.“Kami akan coba menghubungi kantor PMI terdekat, mbak.” Petugas kembali masuk ke dalam ruangannya, dari balik kaca jendela Kinanthi melihat sosok itu menghubungi seseorang melalui telepon kantor. Perempuan itu berharap jika petugas tersebut bisa membantunya.Tak lama, petugas kembali membuka ruangannya dan menghampiri Kinanthi. “Maaf Mbak dari kantor PMI saat ini hanya punya stok 2 kantung saja. Sisanya mungkin Mbak bisa menghubungi keluarganya atau mencari di luaran, Mbak.”Kinanthi mengangguk, ia lantas dipersilakan masuk untuk mengisi data pengambilan kantung darah. Setelah mendapatkan apa yang ia cari, Kinanthi segera kembali ke ruang operasi. Selama berada di dalam lift Kinanthi berusaha mencari tambahan darah untuk memenuhi kebutuhan
“Kami akan mencoba semaksimal mungkin untuk menangkap pelaku hanya saja saat ini kami kesulitan karena pelaku memakai kendaraan yang tidak memiliki plat nomor dan juga wajahnya tertutup helm,” ujar polisi tersebut.“Kinanthi mendengus kesal, kejahatan orang itu sungguh rapi. “Ya Tuhan, bagaimana ini? Kami tidak memiliki petunjuk apapun.,” ujarnya dalam hati. Namun Kinanthi tak menyerah, demi mnencari siapa dalang dibalik kecelakaan itu, ia akan berusaha sendiri mendapatkan bukti-buktinya.Kinanthi memacu mobilnya datang ke lokasi kejadian perkara. Garis polisi berwarna kuning mengelilingi tempat itu. Ia turun dari kendaraan roda empat itu lalu berjalan mengitari lokasi tersebut, ia mulai mencari sesuatu yang mencurigakan untuknya.Setelah berkeliling lokasi kejadian, perempuan itu tak menemukan apapun, ia lantas beralih menuju lokasi yang menjadi awal mula Ardhan memacu kendaraan menjadi secepat itu. “Sebenarnya kenapa kamu berbuat begitu Mas?” gumam Kinanthi. Perempuan itu mengamati
Kinanthi diam tak berkutik ketika Prama memergokinya berdiri di depan carportnya. “Jawab aku Kinanthi!!” teriak Prama murka. “Apa yang kamu lakukan di rumahku?”“Kenapa semarah ini? Bukankah aku biasa datang ke rumahmu,” ujar Kinanthi berusaha setenang mungkin. Ia tak boleh melawan Prama atau membuat lelaki itu curiga dengan kedatangannya. Jika tidak, ia akan kehilangan semua barang bukti yang lelaki itu simpan di garasinya.“Wajar saja aku marah karena kamu datang di saat aku tidak di rumah.”“Biasanya juga begitu, aku bahkan tidur di kamarmu. Kamu lupa, Mas?” sindir Kinanthi. “Katamu kita ini teman, sesama teman apakah tidak boleh berkunjung?”“Kamu ada misi apa? Siapa yang menyuruhmu ke mari?” cecar Prama.“Misi apa? Aku hanya rindu dengan suasana rumah ini. Aku merindukan calon istanaku, memangnya tidak boleh,” jawab Kinanthi santai.“Tidak kusangka kamu akan menjadi perempuan seperti ini Kinanthi. Di saat Ardhan sakit, kamu kembali padaku, mengatakan rindu, istanamu. Kamu menyesa