Beberapa hari terakhir wajah Tuan Muda keluarga Li sangat suram. Semua pelayan akan menganggap diri mereka sial jika mendapat tugas melayani Tuan Mudanya. Entah apa yang sebenarnya terjadi.
Sebenarnya sejak menyusup ke dalam mimpi Diana, hari-hari berikutnya Li Wei seperti menghadapi tembok penghalang di sekitar wanita itu. Tembok kuat yang membuatnya tidak dapat menemui Diana. Itulah penyebab suasana hati Li Wei menjadi suram. Kini satu-satunya cara menemui Diana adalah dengan datang ke pesta yang akan berlangsung lusa. Li Wei harus melihat langsung siapa saja orang yang berada di sekitar Diana, siapakah yang memiliki kekuatan untuk menghalangi infiltrasinya di dunia mimpi. Li Wei mengangkat wajah saat pintu kamarnya diketuk. Hatinya yang suram bertambah gusar karena diganggu. Dia berjalan ke arah pintu dan membukanya dengan kasar. Seorang pelayan wanita berdiri dengan wajah pucat. "Tuan Muda,Pesta baru akan dimulai pukul enam sore tapi sejak pagi Mikaela sudah sibuk mengatur orang-orang. Alex dan Diana bersantai di kamar lama Diana di kediaman Hartanto. Sebelum kesibukan yang sesungguhnya dimulai Alex bermanja-manja dalam pelukan sang istri. "Kamu khawatir?" tanya Alex. "Kenapa harus khawatir? Kan ada kamu." Diana mengelus rambut ikal Alex. "Jawaban yang bagus. Aku tidak akan meninggalkanmu meskipun cuma satu detik." Diana tersenyum manis. Cuma kehadiran Alex yang dapat mengikis perasaan tidak nyaman yang dia rasakan sejak insiden terakhir dalam mimpinya. "Aku lebih mengkhawatirkan mamamu, dia tampak terlalu sibuk," kata Alex. "Biarkan saja. Sudah lama mama tidak memiliki kesibukan berarti. Kan baru pertama kali mama mengurusi anaknya yang menikah." "Mama yang baik." "Dia mamamu juga, Sayang." &
Semua pemeran utama kini tengah menuju hotel bintang lima tempat pesta diadakan. Dua rombongan yang berbeda kubu itu akan segera bertemu. Langit tampak kelam, awan mendung bergelayut bagaikan mimpi buruk yang enggan hilang. Kilatan halilintar mulai tampak di kejauhan. Mikaela masih sibuk mengecek kerja event organizer, juga sesekali mengintip ke kamar tempat Diana dirias. Alex dan Jack senantiasa berada di sisi Diana untuk melindungi. "Alex, hatiku tidak tenang...," lirih Diana. Tangannya yang dingin menggenggam tangan Alex. "Ada aku dan Jack, siapa yang berani menyentuhmu?" Alex mengecup dahi Diana. "Hei, kalian lupa ada orang lain di sini?" gerutu Jack. "Ada suara tanpa wujud," ledek Alex. "Sial, bisa-bisanya kau mengejek." Diana tertawa kecil. "Mana pacarmu?" tanya Alex. Jack mendesah, "Belum seser
"Shi Fu, apa yang Anda rencanakan besok?" Lao Hu tidak dapat menyembunyikan rasa penasarannya. Saat ini mereka sudah berada dalam mobil menuju villa. "Tergantung pada apa yang dapat kulakukan malam ini." Li Wei memandang ke luar jendela. Wajah mungil Diana terbayang di pelupuk mata. "Baik." Lao Hu duduk diam. "Malam ini kalian beristirahatlah dengan baik, simpan tenaga untuk menghadapi segala kemungkinan. Aku akan bergerak terlebih dulu." Wajah tampan nan dingin Li Wei menyembunyikan hasratnya dengan sempurna. "Baik, Shi Fu." Iring-iringan mobil tiba di villa. Semua orang kembali ke kamar masing-masing untuk beristirahat sesuai arahan Li Wei. Orang-orang yang masih belum kenyang berkumpul di dapur. Li Wei masuk ke kamar dan mengunci pintu. Dia menyalakan dupa beraroma gaharu. Aroma ini selain menenangkan juga meningkatkan aura mistis. Li Wei duduk di tepi t
Mata Diana terbuka lebar, bola matanya berputar dengan liar. Dia harus pergi dari sini, tapi ke mana? Dalam kebingungan sebuah wajah muncul di hadapannya. Diana menjerit kaget. "Ini aku, Princess. Kamu aman bersamaku." Richard memeluk wanita mungilnya yang gemetar ketakutan. "Princess? Siapa Princess-mu?" Diana mendorong lelaki yang tiba-tiba memeluknya itu. Alex terpana. Apa yang terjadi? Baru saja Diana memanggilnya dari dalam mimpi! Diana melompat turun dari tempat tidur menuju pintu. Alex lebih cepat, dia menangkap tubuh Diana dan merebahkannya kembali. "Kenapa kamu?" Alex mengernyit. Pikiran Diana sangat kacau seolah dilalui banyak arus, tapi ada satu sosok yang muncul secara konstan. Lelaki muda yang dipanggil Shi Fu Li! "Lepaskan aku! Harus pergi dari sini!" Diana meronta. "Diana, sadar! Kamu sedang dimanipulasi!"  
"Tenanglah, aku di sini." Alex membelai rambut sang istri tercinta. "Aku tahu, tapi bagaimana kalau aku hilang kendali lagi?" Diana bersandar dengan nyaman di dada Alex. "Aku tidak akan membiarkan." "Mungkin kamu harus mengikatku...." Alex tertawa, "Aku tidak tahu kamu suka hal-hal seperti itu." "Apa? Bukan! Kamu ih!" Wajah Diana merona. "Istirahatlah. Aku sudah mengunci pintu dan jendela, kamu tidak akan bisa kemana-mana." "Hmm...." Alex mengecup dahi Diana dengan lembut. Melihat sepasang mata indah yang mulai terpejam Alex tahu betapa lelahnya Diana. Dia pun memejamkan mata. Dibuai oleh aroma sang istri Alex menuju alam mimpi. Suara jeritan melengking mengejutkan Alex. Matanya mencari-cari tapi sejauh mata memandang hanya ada padang rumput tanpa batas. Alex berlari ke arah sumber suara. Dia tahu itu
Tanpa membuang banyak waktu Alex memanggil Mikaela dan Jack. Hanya dua orang ini yang dipercayainya untuk menolong. Alex menceritakan secara singkat mengenai dua kali kekacauan yang terjadi barusan. "Kamu sudah punya rencana." Sepasang mata Mikaela menatap dalam. "Harus dicoba," cetus Alex. "Sial, jahanam itu sangat keterlaluan! Siapa dia sebenarnya?" Raut wajah Jack sangat suram. Mikaela menghela nafas, "Kuatkan dirimu, Nak. Kami semua akan menolongmu." Tangannya mengelus rambut Diana dengan lembut. Diana mengangguk. "Aku melihat wujud mantra di dalam pikiran Diana. Aku akan mencoba untuk mematahkannya. Tolong kalian tahan Diana supaya tidak melarikan diri." Alex menggenggam erat tangan Diana. "Berhati-hatilah, Alex. Salah sedikit saja kalian akan terperangkap di dalam selamanya." Mikaela mengingatkan. "Aku mengerti."
Alex dan Diana memeriksa setiap sudut ruangan untuk menemukan keberadaan akar mantra tersebut. Tidak ada satu sudut pun yang lolos dari pemeriksaan. Entah berapa lama waktu berlalu, tapi Alex mulai merasa lelah. "Selain tempat ini masih ada lagi?" tanya Alex. "Ehm... Kita belum melihat semuanya." Alex menatap Diana, "Di mana?" "Itu." Diana menunjuk ke sebuah titik. Alex mengangkat kepala. Siapa sangka ada rak buku tersembunyi di atas sebuah pilar besar. Siapa pun yang tanpa sengaja melihat ke atas tidak akan dapat menemukannya. "Sepertinya aku harus memanjat." Alex menghela nafas. "Ada tangga di sana." Diana menunjuk ke bawah pilar. Benar saja, ada anak tangga yang dipahat pada pilar. Tangga melingkar itu baru menunjukkan wujudnya setelah mereka benar-benar memperhatikan. "Pikiranmu rumit sekali, Princess." Alex terseny
Firasat buruk datang seperti angin dingin di tengah malam, membuat tubuh tidak nyaman dan pikiran tidak tenang. Mikaela menatap dua anak muda yang masih memejamkan mata karena kelelahan mental yang baru saja mereka lalui. Bagaimana mereka bisa melawan musuh yang akan datang? Mikaela keluar dari kamar Diana. Raut wajah yang biasanya lembut kini terlihat penuh tekad. Dia masuk ke kamarnya untuk berbicara dengan Ben. Dilihatnya Ben sedang duduk di meja sambil melihat-lihat dokumen. "Sayang?" panggil Mikaela. "Hmm," gumam Ben acuh tak acuh. Mikaela tersenyum. Lelaki yang telah dinikahinya selama tiga puluh lima tahun ini tampak lelah. Dia meletakkan tangan di bahu Ben. "Bersikap baiklah terhadap Alex, Sayang. Bagaimanapun juga dia suami putri kita...," desah Mikaela. "Hmm." "Aku mau keluar sebentar ya. Tolong jaga anak-anak." Mikaela me
Hari kepulangan Ben adalah hari yang dinantikan semua orang, bahkan Alex pun berpikiran baik terhadap ayah mertuanya. Cederanya belum pulih seratus persen, tapi sudah tidak membahayakan. Ben pun bisa berjalan sendiri meskipun lebih lemah dari biasanya. "Bagaimana keadaanmu?" Ben bertanya pada Alex saat hanya ada mereka berdua di ruang tamu. "Apa? Seharusnya aku yang bertanya padamu." Ben meringis menahan tawa, "Tidak boleh bertanya? Lupakan saja niat baikku." Alex berdeham, "Kenapa Anda menghalangi pukulan Lao Hu?" Ben menatap Alex dengan pandangan rumit, "Kenapa? Karena kalau kamu terluka putriku akan bersedih." "Aku mengerti." Alex tersenyum. Ada sesuatu yang menarik dalam pikiran Ben. "Kenapa kamu melindungiku?" Ben bertanya kembali. "Karena Anda ayah istriku." Hening sesaat. Kedua lelaki berbeda generasi itu tampak
Alex dan Diana duduk di kursi taman rumah sakit yang menghadap ke arah kamar VIP. Mereka menikmati suasana yang cukup sejuk sambil mengobrol ringan. "Untung kamu tidak cedera berat seperti waktu itu," kata Diana. "Cuma keretakan rusuk sedikit. Aku masih bisa bermesraan denganmu," goda Alex. "Kamu nih, kata dokter jangan banyak bergerak dulu. Biar tidak berat tapi kalau dipaksa cederanya bisa bertambah." "Cedera apa? Istriku kan mungil dan ringan." Alex mengecup pipi Diana. "Serius dong," gerutu Diana. "Lihat, orang itu sudah keluar." Alex melirik ke satu arah. Diana menoleh ke arah kamar pasien. Tampak Li Wei dan Mikaela berdiri berhadapan. "Kamu bilang mereka ada hubungannya?" tanya Diana. "Rasanya begitu." Terlihat Mikaela merentangkan tangan. Li Wei ragu, maka Mikaela maju untuk memeluknya. Diana te
Suasana dalam kamar VIP di rumah sakit menjadi tegang karena kedatangan Li Wei. Lelaki muda itu datang untuk menjenguk keluarga Hartanto, namun tujuan utamanya adalah untuk bertemu Diana. "Mau apa kemari?" tanya Alex. "Aku datang dengan niat baik. Tanya saja ibu mertuamu." Li Wei tersenyum dingin. "Tidak ada niat baik dalam kepalamu. Aku belum memberimu pelajaran atas apa yang kau lakukan terhadap Diana," geram Alex. "Memangnya kau punya kemampuan?" Li Wei bahkan tidak menatap Alex. Pandangan matanya melembut saat menemukan sosok Diana yang bersembunyi di belakang Alex. "Jaga matamu, Anak Kecil." Alex menghalangi pandangan mata Li Wei. "Mata jelas-jelas punyaku. Memangnya pemandangan di kamar ini punyamu?" ejek Li Wei. "Huss... Kalian ini. Di rumah sakit masih aja mau berkelahi...," desis Mikaela. Dia terpaksa menghampiri anak-anak muda k
"Kau! Cari mati!" Lao Hu menjerit histeris. Darah mengalir ke wajahnya. "Kau yang cari mati, Tua Bangka!" bentak Ben. Alex benar-benar melongo. Bukannya kedua lelaki ini sama-sama tua? Lao Hu merangsek ke arah Ben. Dia hendak menghabisi pengganggu tak terduga ini dalam satu pukulan. Alex tidak tinggal diam. Dia segera menyerang dari samping, tepat mengenai bagian sisi kepala Lao Hu. Walaupun terkena tendangan tapi reaksi Lao Hu masih luar biasa. Lengannya mengibas ke samping membuat tubuh Alex terlempar ke dinding. "Ben! Hati-hati!" seru Mikaela. "Jangan keluar! Tetap di dalam!" Ben berseru pada istrinya. Lao Hu menatap ke arah Mikaela. Tatapan matanya berubah ganas. Ben menempatkan dirinya di antara Mikaela dan Lao Hu. "Heh, wanita yang cantik. Setelah kalian lelaki-lelaki tak berguna ini mati, akan kurebut wanita kalian!" Lao Hu tertawa
Matahari tinggi di puncak langit. Sederetan mobil hitam parkir tidak beraturan di luar gerbang kediaman Hartanto. Beberapa orang penjaga berteriak-teriak mengusir para pendatang yang tidak tahu diri itu. Pintu mobil terbuka nyaris berbarengan. Selusin lelaki bertubuh besar berwajah garang melompat turun. Niko dan Lao Hu turun setelah formasi terbentuk. Teriknya matahari membuat Lao Hu memicingkan mata. "Ini rumahnya?" tanya Lao Hu. "Betul, Bos. Alex sedang berada di sini." jawab Niko dengan hormat. Lao Hu menggerakkan kepala sebagai kode untuk anak buahnya. Kompak, selusin lelaki bertubuh besar merobohkan pintu gerbang. Besi baja terlihat tak berguna di hadapan mereka. Para penjaga berhamburan dari dalam rumah, semua membawa tongkat atau senjata tumpul lainnya. Seketika terjadi pertarungan sengit di pekarangan. Lao Hu dan Niko berjalan melewati mereka seolah tidak ada a
Genderang perang sudah ditabuh. Lao Hu berangkat ke kediaman Hartanto bersama Niko dan selusin anak buah mereka. Mobil hitam melaju beriringan tanpa rintangan berarti. Jika saja langit berubah jadi gelap disertai kilat menyambar dan guntur bertalu, mereka akan mirip seperti utusan dari neraka. Sayangnya langit begitu cerah tanpa awan sedikit pun. "Bos, Shi Fu Li tidak ikut?" tanya Niko perlahan. "Dia sudah mengatakan bahwa hari ini baik. Aku percaya padanya," sahut Lao Hu yang bersandar memejamkan mata. "Oh, baik kalau begitu." Niko tidak berani bertanya lagi. "Bangunkan aku kalau sudah sampai," kata Lao Hu. "Baik, Bos." Kediaman Hartanto... Alex menyeret Jack ke pekarangan. Dia butuh sedikit gerak badan. Jack yang masih mengantuk terus-menerus menggerutu. "Bacotmu seperti anak perempuan," ledek Alex.
"Shi Fu, bagaimana... Tadi...." Lao Hu yang sudah dapat bergerak kini kebingungan seperti orang baru terbangun dari tidur panjang. "Istirahatlah dulu. Cari hari lain untuk menghadapi Alexander. Terlalu banyak kejutan hari ini, tidak baik." Li Wei termenung. Lao Hu merasa tidak rela, tapi dia tidak berani membantah perkataan seorang Shi Fu Li. Dia membungkukkan badan dengan hormat dan kembali ke kamar. Li Wei menghela nafas. Percakapan singkat dengan Mikaela mengangkat selubung kegelapan dalam hatinya. Ada baiknya juga mengikuti nasihat Mikaela, mungkin dengan demikian dia dapat merebut hati Diana seperti seorang lelaki sejati. Huh, wanita yang dicintai ayahnya memang hebat. Tidak memiliki ilmu apa-apa tapi kekuatannya luar biasa. Sayang, sungguh sangat disayangkan ayah pergi terlalu cepat. Li Wei ingin sekali mendengarkan lagi kisah percintaan itu dari mulut ayahnya, dengan perspektif yang berb
Firasat buruk datang seperti angin dingin di tengah malam, membuat tubuh tidak nyaman dan pikiran tidak tenang. Mikaela menatap dua anak muda yang masih memejamkan mata karena kelelahan mental yang baru saja mereka lalui. Bagaimana mereka bisa melawan musuh yang akan datang? Mikaela keluar dari kamar Diana. Raut wajah yang biasanya lembut kini terlihat penuh tekad. Dia masuk ke kamarnya untuk berbicara dengan Ben. Dilihatnya Ben sedang duduk di meja sambil melihat-lihat dokumen. "Sayang?" panggil Mikaela. "Hmm," gumam Ben acuh tak acuh. Mikaela tersenyum. Lelaki yang telah dinikahinya selama tiga puluh lima tahun ini tampak lelah. Dia meletakkan tangan di bahu Ben. "Bersikap baiklah terhadap Alex, Sayang. Bagaimanapun juga dia suami putri kita...," desah Mikaela. "Hmm." "Aku mau keluar sebentar ya. Tolong jaga anak-anak." Mikaela me
Alex dan Diana memeriksa setiap sudut ruangan untuk menemukan keberadaan akar mantra tersebut. Tidak ada satu sudut pun yang lolos dari pemeriksaan. Entah berapa lama waktu berlalu, tapi Alex mulai merasa lelah. "Selain tempat ini masih ada lagi?" tanya Alex. "Ehm... Kita belum melihat semuanya." Alex menatap Diana, "Di mana?" "Itu." Diana menunjuk ke sebuah titik. Alex mengangkat kepala. Siapa sangka ada rak buku tersembunyi di atas sebuah pilar besar. Siapa pun yang tanpa sengaja melihat ke atas tidak akan dapat menemukannya. "Sepertinya aku harus memanjat." Alex menghela nafas. "Ada tangga di sana." Diana menunjuk ke bawah pilar. Benar saja, ada anak tangga yang dipahat pada pilar. Tangga melingkar itu baru menunjukkan wujudnya setelah mereka benar-benar memperhatikan. "Pikiranmu rumit sekali, Princess." Alex terseny