"Hubungan kita sampai disini saja, Rose. Aku tidak bisa menikah denganmu."Bagai disambar petir, perasaan Roseline hancur kala kekasihnya memutuskan hubungan secara sepihak. Kedua manik cokelat terang itu mulai berembun. Genangan kristal putih mulai menumpuk di kelopak mata membuat pandangannya mengabur. "Kau gila, Ed? Kenapa? Ada apa?" Tanyanya dengan bibir bergetar. Isakannya mulai terdengar kecil."Maaf. Aku tidak bisa mengatakannya. Semoga kau bisa menemukan pengganti yang lebih baik dariku."Setelah mengucapkan itu, sambungan telepon mulai terputus. Roseline menatap kosong ke depan. Bahkan ponsel yang tadi di genggamnya pun terjatuh. Gadis itu terisak hebat.Tubuh berbalut gaun pengantin putih itupun luruh ke lantai yang dingin itu. Bagaimana bisa Edward, kekasihnya sekaligus calon suaminya itu membatalkan pernikahan mereka tepat di hari H. Roseline tidak tahu apa alasannya. Padahal kemarin hubungannya dengan Edward masih baik-baik saja. Bahkan mereka masih sempat membicarakan
"Kau sudah bangun?"Rose mengerjapkan kelopak matanya karena cahaya silau yang memaksa masuk ke dalam retina coklat madu itu. Kemudian tatapannya beralih ke sosok yang duduk di sebelah ranjangnya. Kedua alisnya tertaut dalam kala matanya bersitatap dengan manik emerald milik Jovan. "Sedang apa Bapak disini?" tanya Rose yang merasa heran karena Jovan berada di kamarnya.Karena saat malam pernikahan mereka kemarin, Jovan telah berubah 360 derajat. Lelaki itu langsung bersikap dingin dengannya. Bukan hanya bersikap dingin, namun hal yang membuat Rose tak mengerti adalah Jovan bahkan tanpa segan melalukan tindakan fisik yang membuatnya memiliki karya tangan Jovan di tubuhnya hanya karena Roseline masuk ke dalam kamar lelaki itu. Bukankah itu hal yang wajar untuk sepasang suami istri berada di satu kamar yang sama?Sangat jauh berbeda dengan saat mereka masih menjadi atasan dan bawahan. Setelah kejadian malam itu, mereka pun tidur di ranjang yang terpisah dan jaraknya jauh. Jadi saat meli
"Memikirkan apa?"Jovan tersentak kecil saat sebuah tangan melingkar manja di pinggangnya. Dapat ia rasakan sentuhan yang menggoda. Membuat bulu kuduknya meremang. Jovan membalikkan tubuhnya, memeluk mesra pinggang gadis yang berada di depannya. Mengulas senyum manis kemudian menyelipkan anak rambut gadis itu ke belakang telinga."Hanya merindukanmu," ujar Jovan menatap lembut.Gadis itu mencebikkan bibirnya kemudian mengecup singkat bibir lelaki yang dicintainya sejak 3 tahun yang lalu. Jovan pun tersenyum mendapat kecupan manis dari kekasihnya itu. Kemudian ia menarik tangan gadis itu dan menggiringnya ke sofa. Gadis itupun bergelayut manja dan mencium pipi Jovan berkali-kali.Jovan tertawa kecil. "Katakan padaku, ada apa kau mencariku?" Tanyanya kemudian.Deluna, gadis itu menghela nafasnya panjang. Tampak ada sesuatu yang ia pikirkan. Jovan pun menunggu gadis itu untuk berbicara. "Jadi kapan kau akan menceraikan wanita jelek itu?" Tanyanya sembari mengerucutkan bibirnya membuat J
Roseline menatap datar ke arah tamu yang tak undang itu. Entah apa tujuannya mendatangi rumahnya. Hanya saja kehadirannya membuat Roseline merasakan aura yang tidak mengenakkan."Apa kau kaget dengan kedatanganku? Apa kau mengira kalau aku adalah Jovan?" Tutur orang itu dengan senyuman miringnya. Menatap Roseline dengan tatapan meremehkan."Apa tujuanmu kemari?" Tanya Roseline tanpa basa-basi.Orang tertawa sinis. "Sangat to the point. Baiklah, aku menyukai orang yang tidak basa-basi," ujarnya kemudian menatap Roseline dengan tajam. "Ceraikan Jovan."Roseline mendengus pelan. Seharusnya tanpa ia tanya pun ia sudah tahu apa tujuan wanita di depannya itu menyambangi rumahnya. Ya, Roseline jelas tahu hubungan antara Jovan dengan wanita masalalunya karena Jovan pernah membawanya ke kantor. Ia tahu kalau Deluna pasti tidak terima kala Jovan lebih memilih menikahinya daripada menikahi gadis itu."Mimpi saja," balas Roseline dengan lugas. Membuat Deluna menatapnya marah. Ia tidak menyangka k
Jovan meletakkan sebotol berisi butiran pil di atas nakas samping ranjang Roseline. Kedua netra Roseline menatap obat itu dengan seksama. Kemudian kembali menatap Jovan."Apa itu?" Tanyanya penasaran. Sedikit kaget kenapa Jovan memberikan obat-obatan kepadanya. Jelas saja itu membuat Roseline menjadi bingung."Apa kau pikir aku ingin memiliki anak dari wanita hina sepertimu?" Tutur Jovan terdengar begitu menyakitkan di telinga Roseline.Roseline menatap Jovan tak percaya. Bagaimana bisa manusia berwajah malaikat seperti Jovan memiliki hati bak iblis? "Kau—" Roseline tak lagi mampu mengucapkan sepatah katapun.Bukankah kemarin Jovan yang menginginkannya? Bukankah kemarin Jovan yang memintanya? Bukankah kemarin Jovan juga terlihat menikmatinya? Lantas mengapa lelaki itu bersikap begitu kejam? Apa bagi Jovan, Roseline hanya—"Kau hanya akan menjadi pemuasku saja. Jadi jangan berharap lebih karena aku tidak akan sudi memberikan cintaku padamu," tukas Jovan lagi.Membuat sebulir kristal j
Setelah selesai makan bersama sang mertua, Roseline memilih untuk berjalan-jalan menyusuri rumah milik Abraham. Rumah yang tampak megah namun hanya di huni oleh Abraham seorang, dan beberapa pelayan yang tinggal disini. Roseline yang belum banyak mengetahui tentang keluarga suaminya, tentu bertanya-tanya kemana mereka? Apa Jovan tidak memiliki adik? Atau kakak mungkin? Lantas kemana ibunya Jovan? Ingin rasanya Roseline menanyakan itu namun rasanya tidak pantas. Ia tidak ingin Jovan mengira kalau dirinya terlalu banyak ingin tahu.Melihat ada sebuah gazebo di dekat kolam renang belakang rumah, Roseline langsung berjalan ke arah sana dan duduk di sana. Setelah selesai makan, Jovan pun langsung pamit pergi entah kemana. Begitu juga Abraham yang memilih untuk beristirahat. Roseline mengamati sekelilingnya, udara disini terasa lebih sejuk daripada di rumah Jovan. Mungkin ia akan betah jika tinggal di sini. Apalagi, Abraham sangat baik padanya.Membicarakan Abraham, ia jadi teringat dengan
Roseline menautkan kedua tangannya dengan gelisah. Matanya tak berhenti menatap jam yang tergantung di dinding berulang kali. Sudah hampir pukul satu pagi tapi jovan belum juga pulang ke rumah. Roseline tidak tahu harus berbuat apa. Ditambah ini adalah hari pertamanya menginap di rumah mertuanya. Apa yang akan ia katakan pada Abraham kalau mertuanya itu menanyakan keberadaan Jovan?Roseline berjalan kesana kemari memikirkan cara untuk menemukan Jovan. Sial! Ia sendiri tidak tahu tempat yang sering di kunjungi oleh Jovan. Terlebih lagi mereka masih baru menikah. Tidak banyak hal yang Roseline tahu tentang Jovan. Roseline pun mengambil ponselnya, mencari nomor Jovan untuk menghubungi lelaki itu. Terdengar nada panggilan tersambung yang cukup lama. Namun tidak di jawab oleh pemiliknya. Sebenarnya apa yang terjadi? Roseline semakin risau dibuatnya.Untuk kesekian kalinya, ia menilik jam yang tergantung di dinding. Sudah setengah dua pagi, tidak ada pilihan lain selain pergi keluar mencari
Roseline memapah Jovan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan bunyi. Jam sudah menunjukkan pukul setengah empat pagi, semoga saja Abraham belum terbangun dari tidurnya. Roseline memeluk erat pinggang Jovan agar lelaki itu tidak jatuh. Jujur saja, Jovan memiliki tubuh yang cukup berat bagi Roseline yang bertubuh mungil harus mengeluarkan banyak tenaga agar bisa membawa Jovan ke kamar. Terlebih lagi kamar mereka berada di lantai dua. Roseline berjalan perlahan menaiki anak tangga satu persatu. Sesekali membenarkan posisi Jovan di pelukannya. Takut kalau Jovan bereaksi lain dan malah membuat lelaki itu jatuh. Setelah usahanya yang susah payah, akhirnya mereka sampai di kamarnya. Roseline segera membaringkan tubuh Jovan di atas ranjang. Melepaskan sepatu serta menaikkan selimutnya hingga sebatas dada.Roseline menatap wajah Jovan yang terlelap. Seulas senyum tipis tercetak di bibir tipisnya. Menyadari betapa tampan suaminya itu. Hanya saja, sikap Jovan yang selalu menyakitinya itu. Memb
Roseline dan Dylan berjalan beriringan menuju bandara. Roseline sudah memutuskan untuk pergi ke China. Di sana, Dylan memiliki kenalan dan ia akan bekerja di perusahaan temannya Dylan itu. Dan Dylan juga, ia berencana untuk mengantar Roseline saja. Agar tidak menimbulkan kecurigaan apalagi Jovan. Jika lelaki itu tahu kalau Dylan juga menghilang di waktu yang bersamaan dengan perginya Roseline, ia pasti akan mencurigai Dylan.Tidak ada kata yang terucap dari bibir keduanya. Roseline sibuk dengan pemikirannya dan Dylan yang memberikan waktu Roseline untuk sendiri. Melihat Roseline yang terpuruk seperti ini, membuat sudut hati Dylan berdenyut nyeri. Siapapun tidak akan rela melihat orang yang dicintainya itu tersakiti. Kalau saja Dylan tidak memikirkan Roseline, ia pasti sudah memberi perhitungan kepada Jovan.“Dylan.” Roseline memanggil lelaki yang duduk di sebelahnya. Saat ini mereka sedang berada di dalam pesawat. Dylan yang namanya disebutkan itupun menoleh. “Terimakasih,” sambung R
Jovan yang baru saja mendapatkan pesan dari Roseline sontak membulatkan kedua matanya lebar. Lelaki itu bahkan sampai berkedip berulang kali siapa tau dia salah lihat. Tapi ternyata tidak. Pesan itu memang dari Roseline.Gugatan perceraian? Wanita itu berencana untuk bercerai dari Jovan? Kenapa? bukankah kemarin sudah saling sepakat kalau Jovan akan menikah lagi dan Roseline tidak keberatan? Lantas sekarang kenapa harus bercerai?Jovan tidak akan membiarkan ini terjadi. Roseline tidak boleh bercerai dengannya. Roseline harus tetap bersamanya. Apapun yang terjadi. Lelaki itupun memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya. Ia melihat Deluna yang masih sibuk mencoba beberapa gaun pengantin. "Del, aku harus mengurus sesuatu. Aku akan pesankan taksi untukmu nanti." Tanpa banyak bicara, Jovan langsung bergegas pergi meninggalkan Deluna yang belum sempat mengucapkan sepatah katapun. "Jovan!" pekik Deluna yang tak dihiraukan Jovan. Sebenarnya masalah seperti apa sampai membuat Jovan perg
“Sayang, lihat gaun ini. Apakah aku terlihat cantik?”Deluna sibuk berputar memperlihatkan gaun pengantin berwarna putih di depan Jovan. Wanita itu tersenyum lebar, karena akhirnya ia bisa menikah dengan Jovan. Ia tidak peduli dengan status istri kedua karena bagaimanapun ia adalah orang yang dicintai Jovan. Sudah tentu ia yang akan menjadi nyonya di rumah Jovan nanti. Hitung-hitung ia memiliki pembantu gratis nantinya.Sementara Jovan, lelaki itu sama sekali tidak bisa fokus. Setelah percakapannya dengan Regan malam itu, hatinya selalu merasa gelisah. Kalimat-kalimat Regan seakan berputar terus-menerus bagai kaset rusak di kepalanya.Roseline hanyalah anak yang dibesarkan di panti sejak ia masih bayi. Itu memang benar. Dan Jovan melampiaskan amarahnya pada orang yang tidak bersalah, apakah itu benar? Jovan tahu kalau itu tidak benar. Tapi entah mengapa, dendam dalam dirinya cukup sulit untuk ia hilangkan. Apalagi mengingat kalau Roseline adalah satu-satunya keturunan pembunuh itu.Jo
Sepersekian detik Roseline memejamkan mata, ia tidak merasakan ada benda apapun yang menyentuh tubuhnya. Bukankah tadi Jovan hendak melukainya? Kenapa Roseline tidak merasakan apapun? Atau mungkin sekarang Roseline tidak lagi ada di dunia? Makanya rasanya hampa. Apa Jovan langsung menghabisinya?Namun seluruh bayangan itu mendadak hilang ketika ia mendengar bunyi nyari dari benda yang terjatuh. Sontak alam bawah sadar Roseline kembali bekerja. Wanita itu membuka matanya perlahan. Tatapannya jatuh pada belati yang teronggok di lantai. Kemudian beralih menatap Jovan. Lelaki itu terdiam dengan tatapan lurus ke depan. Tatapan kosong, hampa, dan tak bergairah. Entahlah, Roseline sendiri tidak tahu dengan apa yang terjadi pada Jovan. Lelaki itu seperti memiliki kepribadian ganda. Terkadang bersikap lembut, kadang bersikap kasar. Membuat Roseline merasa bimbang.“Kenapa kau mencintaiku?”Pertanyaan lirih itu hampir tak terdengar oleh Roseline jika saja ia tidak menajamkan pendengarannya. Ro
Jantung Roseline semakin berdetak tak karuan saat ia menyadari bahwa Jovan tidak membawanya pulang ke rumah Abraham. Melainkan pulang ke rumah mereka. Roseline bahkan tak berani menatap Jovan sedikitpun. Ia selalu mengalihkan pandangannya ke arah lain asal tidak bertatapan dengan Jovan. Jovan pun tampak fokus dengan jalanan yang ada di depannya. Namun bisa Roseline rasakan kalau lelaki itu sebenarnya tengah menahan amarah. Ia hanya takut kalau Jovan akan melampiaskan amarahnya nanti di rumah.Telepon Jovan yang berada di kotak dekat kursinya sejak tadi berdering tanpa henti. Roseline meliriknya sedikit kemudian mendapati nama Deluna di sana. Ah, iya. Bukankah tadi Jovan pergi bersama Deluna? Apa mungkin dia meninggalkan Deluna begitu saja hanya demi membawanya pulang? Apa mungkin amarah Jovan kali ini karena ia cemburu dengan Dylan?Roseline memejamkan matanya kemudian merutuki dirinya dalam hati. Bodoh! Mana mungkin Jovan cemburu karenanya? Pasti ada alasan lain kenapa Jovan sangat m
Dylan dan Roseline berjalan beriringan dengan dua kantong plastik di tangan mengitari pusat perbelanjaan. Setelah membeli barang yang diminta Abraham, kini Roseline menemani Dylan menuju toko jam tangan branded untuk membeli hadiah untuk Abraham. Roseline tentu saja tidak tahu tentang hal itu karena meskipun dulu saat ia masih bekerja ia juga suka memberi barang seperti tas dan sepatu.Roseline hanya melihat Dylan yang tengah sibuk memilih. Sesekali lelaki itu menanyakan pendapatnya tentang mana yang lebih bagus di antara dua pilihan. Roseline pun memilih yang menurutnya elegan dan cocok untuk Abraham.“Sepertinya yang ini lebih cocok untuk Papa,” ujar Roseline sembari menunjuk sebuah jam berantai silver dengan paduan warna hitam di dalamnya. Terlihat elegan dan berwibawa. Sangat cocok dengan karakter Abraham.Dylan tersenyum senang kala Roseline membantunya memilih. Tanpa banyak kata, ia langsung membawa jam itu menuju kasir untuk dibungkus. Setelah selesai, mereka pun keluar dari to
“Aku bahagia,” jawab Roseline sembari kembali melanjutkan kegiatan mencuci piringnya.Dylan mendesah palan. Roseline kira dia anak TK yang bisa di bohongi? Siapapun akan tahu bagaimana wajah Roseline setiap hari. Tidak pernah ada senyum di bibirnya. Tidak pernah ada binar terang di matanya. Pernikahan yang ia jalani tidaklah indah seperti bayangannya.Terlebih lagi dengan Jovan yang selalu sibuk dengan urusan Deluna. Sebenarnya mulut Dylan sangat gatal dan ingin memberitahu semua kebusukan Jovan di depan pamannya. Namun dengan karakter Roseline yang sangat melindungi suaminya itu tentu malah akan membencinya kalau ia sampai membongkar rahasia Jovan. Tapi melihat situasi ini, sungguh membuat Dylan tak tahan. Ingin rasanya ia menonjok wajah Jovan hingga tak berbentuk. Membuat wajah tampannya itu hilang. Lihat, apa yang bisa ia sombongkan selain kekayaan dan wajah tampannya itu?“Menikahi lelaki yang memiliki kekasih lain, apa itu definisi bahagiamu?”“Jaga bicaramu,” peringat Roseline s
“Jovan, aku ingin bicara.”Jovan yang tengah membuka kancing tangan kemejanya itu menoleh ke arah Roseline sebentar kemudian berdehem. “Bicaralah.”Roseline terdiam. Ia merasa bimbang apakah ini harus ditanyakan atau tidak. Tapi sungguh mengganggu pikirannya sejak tadi. Melihat Roseline yang tak kunjung bicara membuat Jovan mendengus kesal.“Kau ingin bicara atau tidak?” tanya Jovan dengan wajah kesalnya itu.“Tentang ucapanmu tadi di kamar Papa...”Jovan menaikkan sebelah alisnya saat Roseline menggantungkan kalimatnya. Ah, dia paham apa maksud wanita itu. Sontak Jovan tertawa mengejek kemudian berjalan mendekati Roseline yang tengah duduk di ranjang. Roseline yang melihat Jovan mendekat segera memasang sikap waspada.Melihat itu, Jovan semakin lucu dibuatnya. “Apa kau pikir aku akan menyakitimu di sini?”Roseline terdiam. Benar juga, ini di rumah Abraham. Mana mungkin Jovan akan menyakitinya.“Dengarkan aku, Rose. Apa yang ku katakan di kamar Papa tadi memang benar. Aku akan memberi
Jovan menatap ke arah jam yang menggantung. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam dan Roseline belum juga menampakkan batang hidungnya. Kemana wanita itu? Apa mungkin dia kabur dan tidak akan kembali lagi ke rumah ini? Jovan menunggu di ruang tamu dengan perasaan gelisah. Sementara Deluna, wanita itu sudah pulang sejak tiga puluh menit yang lalu dengan taksi. Jovan beralasan mengantuk dan ingin segera tidur sehingga tidak bisa mengantar Deluna. Padahal kenyataannya ia cemas karena Roseline belum juga pulang.Berkali-kali Jovan mengecek keadaan diluar melalui jendela. Barang kali tampak Roseline berjalan pulang, namun nihil. Sejak tadi tidak ada siapapun yang datang. Merasa tak tenang, Jovan pun memutuskan untuk pergi mencari Roseline. Lelaki itu menyambar jaket kulit berwarna cokelat yang dibelinya saat sehari sebelum hari pernikahannya dengan Roseline lalu memakainya. Baru saja Jovan keluar hendak menuju garasi mobil, ia melihat Roseline berjalan dengan riang sembari menenteng satu