Sandy menghubungiku, dan mengatakan bahwa banyak karyawan yang tiba-tiba mengundurkan diri dari kantor. Aku bergegas pergi ke kantor dan harus meninggalkan Selena yang baru saja turun dari pesawat. "Tunggu aku, Selena. Aku akan segera pulang." **********"Bagaimana ini bisa terjadi, San?" "Joshua. Sepertinya dia mengiming-imingi para karyawan dengan gaji besar untuk masuk perusahaannya yang baru," jelas Sandy membuatku terdiam sejenak. "Joshua sampai sejauh itu? Apa karyawan tidak tahu, jika mereka hanya dibodohi saja?""Tapi, tentang perusahaan itu sepertinya memang benar-benar ada. Semua karyawan melakukan pemasaran produk dari perusahaan baru Joshua," jelas Sandy semakin membuatku kaget."Benarkah? Bagaimana bisa Joshua memiliki perusahaan? Bukankah keuangannya sedang sulit? Produk apa yang mereka pasarkan? Dalam bidang apa perusahannya?" cecarku semakin geram dan ingin tahu. "Banyak sekali pertanyaanmu? Lalu mana dulu yang harus aku jawab?" tanya Sandy dan aku meliriknya taja
Setelah mendapat kabar bahwa Daniel tak bisa pulang, hatiku merasa gelisah. Ah, bukan. Rasanya seperti tak tenang, sepi, dan membosankan. "Kenapa denganku? Apa aku berharap Daniel ada di sini? Apa aku ... Merindukannya?" gumamku semakin tak karuan. Hari pertama telah terlewati tanpa Daniel. Dan hari kedua, hatiku semakin tak terkendali. Rasanya sangat hampa, dan mungkin aku benar-benar merindukannya. Lalu, masalah apa sebenarnya yang membuat Daniel tak bisa pulang? "Telpon saja jika kau rindu?" celetuk Rani membuyarkan lamunanku. "Hah? Apa maksudmu?" kilahku. "Sedari kemarin kau tidak pernah tenang sedikitpun. Katakan saja padanya, jika kau merindukannya," tambah Rani dan aku hanya memejamkan mata. Ya, benar apa kata Rani. "Apa terlalu jelas, Ran?" tanyaku sedih. Namun, Rani tertawa melihatku. "Tak masalah, itu namanya penyakit cinta, rindu, itu sudah biasa. Dan tak akan sembuh jika kau tak bertemu dengannya. Benar kan?" cerocos Rani semakin membuatku mengerucut kesal. "Ran, l
"Jangan coba-coba cari masalah denganku!" marahku pada orang yang aku benci bertahun-tahun ini. "Calm down, Boy. Aku cuma menyapa dia. Rasanya sudah lama sekali aku tak melihatnya. Apa kau baik-baik saja, Sweety?" tanyanya mencoba meraih wajah Selena, tapi aku segera menepis tangannya. "Jangan macam-macam di sini! Atau aku akan...""Akan apa? Kau akan memukul Ayahmu begitu? Baiklah, lakukanlah! Dan setelah itu semua orang membicarakan hal ini sehingga seluruh awak media tahu, dan kau bisa urung memiliki perusahaan ini seutuhnya," ucapnya lebih ke arah mengancamku sekarang. Aku mengepal tangan erat. Sungguh, jika sekarang bukan ada di kantor, mungkin aku sudah membuatnya babak belur. "Daniel, sudahlah. Ayo kita pergi," ajak Selena padaku."No no no, Sweety. Kalian tak perlu pergi. Kalian yang lebih dulu di sini. Silahkan lanjutkan aktifitas panas kalian seperti tadi. Itu... Sangat sangat menggairahkan." Aku hendak menarik kerah bajunya dan segera memukulnya hingga jera. Namun, Sel
Beberapa hari telah berlalu. Sekarang aku benar-benar seperti wanita karir sesungguhnya. Bahkan, waktuku lebih banyak di kantor dari pada di rumah. Dan tentu saja aku sering bersama Daniel karena sekarang aku menjabat sebagai asisten pribadinya. Karena Daniel sudah menempatkan Sandy sebagai manajer di kantor. Saat-saat sekarang adalah perjuangan keras kami dalam memperjuangkan perusahaan agar tidak jatuh. Dan kembali bangkit, setelah banyak karyawan yang dirampok oleh Joshua dan Ayah Daniel. Ah, ralat. Maksudku Arkanta. Daniel berulang kali memarahiku, saat aku menyebut laki-laki itu sebagai Ayahnya. Jadi, mulai sekarang aku harus lebih berhati-hati jika membicarakan nama laki-laki paruh baya itu. Lebih anehnya lagi, Daniel sekarang semakin intim padaku. Dia tak akan segan-segan menciumku di mana pun kita berada. Bahkan, Sandy sudah sangat sering melihat kami berciuman. Seolah hal itu sudah menjadi hal lumrah untuk dilihat. Entah apa yang membuatnya seperti itu. Terakhir kali aku m
Terhitung sejak kami pulang dari luar negeri, hari ini adalah genap sebulan aku dan Selena berkutat dengan pekerjaan kantor. Memang masih belum mendapatkan hasil yang maksimal, dan keadaan perusahaan belum seratus persen normal. Namun, sedikit aku yakini bahwa semua mulai baik-baik saja dan aku bisa mengatasinya. Tentu saja bukan hanya dari kerja kerasku. Melainkan aku juga mendapatkan bantuan dari Sandy, Rani, beberapa teman dan rekan kerjaku. Serta yang paling utama adalah, Selena. Entah kenapa, aku memprioritaskan istriku itu. Dan sejak sekarang, aku seperti punya mimpi membangun rumah tangga yang sesungguhnya bersama dirinya. Saling mencintai, saling memadu kasih dan mempunyai anak. Seulas senyum selalu menghiasi wajahku kala mengingat mimpi yang seakan konyol bagiku. Bagaimana tidak. Selena masih enggan mengakui perasaannya padaku. Dia bilang masih tidak yakin perasaannya padaku. Padahal jelas-jelas setiap malam pulang bekerja, saat ia tertidur, dalam bawah sadarnya dia selal
Kejadian semalam selalu terpikirkan olehku. Bagaimana tidak, aku sangat melihat kekecewaan di wajah Daniel. Padahal, aku belum menjawab apapun pertanyaannya. Namun, dia menyimpulkan bahwa aku tidak mau melakukan hal itu dengannya. Aku sudah meyakinkan diriku berulang kali, bahwa aku benar-benar sudah jatuh hati pada Daniel. Meski aku selalu mengelaknya saat Daniel bertanya. Namun, jika suatu saat Daniel meminta haknya sebagai seorang suami, aku sudah siap sebenarnya. Namun, aku hanya masih takut. Dan kemudian, sikap Daniel menjadi dingin dan berubah padaku. Seperti seharian ini di kantor. Tiba-tiba saja ia meminta Sandy yang menemaninya untuk meeting. Padahal biasanya selalu bersamaku. Aku semakin bersalah dibuatnya. Wajar saja, jika Daniel marah. Dia lelaki normal, yang juga bisa khilaf jika melihat keadaanku seperti semalam. Tapi, aku malah..."Kalau begitu, jujur saja padanya kalau kau mencintainya." Rani berkata padaku saat aku melamun dan meletakkan kepala di atas meja. Aku h
Bagaikan bunga yang bermekaran di taman. Bagai bumi tandus yang di sirami air hujan, bagaikan rembulan menghiasi malam. Dan begitu pula cinta Daniel dan Selena berkembang. Indah, segar, dan menenangkan. Keduanya tak akan pernah tahu dan tak pernah menyangka, bahwa hidup yang mereka jalani sebagai perjanjian kontrak, akan berakhir dengan pernikahan yang sesungguhnya. Meskipun banyak kendala yang mereka hadapi, masalah demi masalah yang seakan tiada henti. Semua seolah tiada arti, karena rupanya kini mereka bahagia dan saling membahagiakan. Meski awalnya terasa menyakitkan bagi Selena, karena harus membohongi Alvaro yang masih menjadi kekasihnya kala itu. Namun, masalahlah yang membawanya dalam keadaan sampai sekarang ini. Manusia hanya bisa berencana. Dan Tuhan adalah penentu segalanya. Dan harapan kedua insan itu hanyalah bisa menjalani rumah tangga dengan sebaik mungkin. *******"Daniel. Kita sudah akan sampai di depan kantor," rengek Selena ketika mereka berangkat ke kantor be
Kekuatan sosial media memang sangat cepat merambah ke seluruh masyarakat. Perusahaan Jaya Group yang sudah terkenal di pelosok negeri ini, menjadi konsumsi publik dan sorotan media. Namun, Daniel dan Sandy serta beberapa staf kepercayaannya sudah mengkondisikan seluruh pegawai dan karyawan agar tetap tenang menghadapi sorotan media. Sekarang, giliran Daniel yang membalas ulah Joshua. Seperti yang dikatakan Sandy, bahwa ia hanya perlu menekan tombol 'Enter' dan mengirimnya ke beberapa sosial media serta ke beberapa wartawan yang sudah dikenal untuk mengirimkan video-video syur Joshua bersama para wanita penghibur. Bahkan, Daniel sudah tahu jika Joshua memiliki bisnis prostitusi serta tempat hiburan yang segalanya berbau-bau wanita serta minuman keras. Saat beberapa waktu lalu Daniel menyuruh Sandy menyelidiki tentang Joshua, ia menemukan hal yang lebih gila lagi. Rupanya, Joshua juga menjadi dalang dari kasus korupsi di perusahaan keluarga calon istrinya sendiri. Daniel tersenyum