Bagai sebuah keajaiban datang pada hidupku. Seperti, Tuhan sudah mengabulkan inginku. Komunikasiku dengan Selena akhir-akhir ini terasa menyenangkan. Terlebih lagi, dia tak sekasar dulu padaku. Serta, ia tak lagi memberikan tatapan tajam seakan menyimpan dendam padaku. Mungkin benar dengan pepatah mengatakan 'Cinta datang karena terbiasa.' Selena seakan melunak hatinya. Sikap dinginnya seakan mencair dengan kebersamaan kami setiap hari. Membuat senyumku tak pernah hilang dari wajah ini. Seperti sekarang, kami menghabiskan waktu sebentar untuk berjalan-jalan ke Mall. Aku tahu, Selena merasa jenuh di tempat yang baru baginya. Sebelum besok kami kembali mengurus Alvaro, aku menyempatkan waktu ini sebaik mungkin untuk mendekatkan diri dengan Selena. Dan sepertinya, ini semua sedikit berhasil. Ketika langkah kami menuju Kasir, aku seperti melihat seseorang yang aku kenal. Karena penasaran dengan apa yang aku lihat, aku segera menghampiri orang tersebut dan menyuruh Selena pergi ke kasir
Cemburu itu datang, ketika kau memiliki rasa. Rasa yang benar-benar hadir seperti yang kau sangkakan selama ini. Selena merasa senang, saat Daniel datang membela dirinya. Terlebih lagi pria itu mengakui dirinya sebagai istri dihadapan semua orang. Namun, perasaannya semakin ragu dengan ucapan Daniel yang mencintainya akhir-akhir ini. Karena ia melihat seorang wanita selain Angel sedang bersama Daniel. "Rupanya, kau punya wanita lagi selain Angel?" lirih Selena seraya membuang muka. Kehadiran Angel kemarin saja sudah memporak-porandakan hatinya. Namun, kini datang lagi wanita cantik di samping Daniel. Daniel mengerutkan dahinya bingung akan pertanyaan Selena. "What?!" Daniel menoleh ke arah Jessica, lalu tersenyum, baru menyadari arti ucapan Selena."Maksudmu, wanita ini? Ba... Bagaimana bisa kau punya pikiran seperti itu, Selena. Aku bahkan tidak tahu... Selena! Tunggu!" pekik Daniel mengejar Selena yang sudah pergi meninggalkannya. Namun, Jessica juga ikut membuntuti kedua orang
Seolah tak perlu lagi bertanya, apa Selena memiliki rasa padanya? Mengingat balasan Selena pada apa yang dilakukannya, sungguh membuat Daniel tak berhenti tersenyum. Jika benar bintang itu bisa diraih, rasanya saat ini juga ia akan meraihnya dan ia berikan pada Selena. Gila? Ya, mungkin benar jika Daniel sudah gila. Ia sudah gila karena mencintai Selena. Cinta yang sangat sulit ditebak, kenapa ia bisa memiliki rasa itu begitu dalam?Daniel sangat tahu, jika Selena malu dengan apa yang dilakukan keduanya beberapa waktu lalu. Namun, Daniel tak akan bersikap bodoh dengan mengungkit masalah itu, hingga Selena merasa tidak nyaman dan berakhir membencinya. "Jessica, wanita tadi adalah korban dari Nick. Nick itu temanku dulu saat kuliah. Sebenarnya bukan teman di kampus. Melainkan teman nongkrong di klub saat aku pergi bersenang-senang dengan kawan yang lain," ucap Daniel membuka cerita. Ia hanya sedang menetralisir perasaan terlalu bahagianya dengan Selena. Dan dengan hati-hati pula ia m
Duniaku serasa hancur, saat cinta yang selama ini aku jaga, nyatanya bukan milikku lagi. Terlebih lagi saat mengetahui, jika cintaku berpindah tangan. Kepada Kakakku sendiri. Kakak yang selama ini aku anggap segalanya, saat tak lagi percaya dengan kedua orang tua kami. Karena hanya ia yang aku punya, setelah kecewa karena tak memiliki kasih sayang dari orang tua.Selena. Gadis itu adalah hal pertama yang aku punya setelah aku punya Daniel. Dia yang memberiku arti cinta sesungguhnya. Mengesampingkan rasa benci pada Ibu dan Ayah yang seakan menelantarkan kami karena egonya masing-masing. Bersama Selena, hidupku lebih berwarna dan terasa bahagia. Namun, betapa bodohnya, ketika aku memutuskan untuk tak menghubunginya dulu dengan dalih memberikan surprise untuknya. Nyatanya, surprise itu ditujukan pada diriku sendiri. Aku benar-benar kehilangan cintaku. Meredupkan sinar hidup yang selama ini menerangiku. Lalu, bagaimana aku bisa menyalakan cahaya itu lagi? Sedangkan cahayanya tak lagi ma
Bisa bertemu Alvaro kembali dengan keadaannya yang lebih baik dari terakhir kali aku bertemu dengannya, membuatku senang. Itu artinya, Alvaro sudah membaik, dia sudah sehat dan mungkin saja dia bisa segera pulang. Sejujurnya, aku ingin segera memberi tahu Daniel akan hal ini. Melihat betapa Daniel mengkhawatirkan Alvaro saat mencarinya tadi. Namun, Alvaro melarangku memberi tahu keberadaannya pada semua orang yang sedang mencarinya. Dan, di sinilah kami sekarang. Berada di sebuah kursi panjang yang terbuat dari kayu. Terletak di belakang gedung rehabilitasi ini. Bahkan, Alvaro bilang, tempat itu jarang dilewati orang, karena memang terletak sangat di belakang dan mungkin terlihat menyeramkan. "Setiap kali aku ingin menyendiri, di sinilah aku berada, Selena. Mengingatmu. Mengingat segala kenangan bersamamu. Segala waktu yang telah kita habiskan bersama. Dulu." Alvaro terlihat sangat sedih. Ia sangat terpukul dengan kenyataan yang telah menimpa kisah asmara kami. "Aku minta maaf un
Setelah aku mengantarkan Alvaro ke kamar rawatnya, aku bergegas menyusul Selena yang telah pergi lebih dulu. Aku tak mau terjadi sesuatu dengannya, apalagi dia sedang dalam mode marah. Langkahku terhenti ketika mendengarkan percakapan Selena dengan Jessica. "Sebenarnya kau mencintai siapa? Daniel? Atau Alvaro?" tanya Jessica membuatku menanti jawaban apa yang akan diberikan oleh Selena. Cukup lama, gadis yang berstatus istriku itu masih terdiam.Seolah, ia masih mengolah kata apa yang akan ia jawab. Atau justru, dia memang sedang berpikir, tentang mencintaiku atau Alvaro? Atau bahkan keduanya? Melihat beberapa hari ini kedekatan kami terasa lebih baik dari sebelum-sebelumnya. Namun, jelas dalam hati Selena masih ada Alvaro. "Peduli apa kau tentang hatiku?" ketus Selena menjawab pertanyaan Jessica. Padahal, aku sudah sangat menunggu tentang jawaban Selena. Nyatanya, semua tak sesuai dengan apa yang aku kira. "Aku hanya heran melihatmu. Kau terlihat mencintai Alvaro. Padahal kau sen
Aku sedikit kesal dengan sikap Daniel. Dan mungkin juga, kecewa. Dia meninggalkan aku sendiri di pinggir jalan tanpa mengantarku ke apartemen. Meski aku tahu, aku bisa sendiri masuk tanpa Daniel. Namun, sikap Daniel tak mencerminkan dirinya yang selalu terlihat mencintaiku. Apa benar dia secinta itu padaku? Sedangkan ia tega meninggalkan aku di pelataran Apartemen sendirian?Oh, ayolah Selena. Kau bukan anak kecil yang harus bermanja-manja seperti ini. Aku kesal dan mulai melangkah hendak masuk ke apartemen. Namun, sesekali aku menoleh ke arah mobil Daniel yang meninggalkanku. Ternyata, laki-laki itu kembali dengan memutar balik mobilnya. Aku tahu, dia pasti merasa bersalah. Aku tersenyum senang dan menghentikan langkah, berniat menunggu Daniel menghampiriku. Nyatanya aku dibuat terkejut dengan kehadiran Angel yang menghadang mobil Daniel. "Dia lagi?" Lirihku merasa kesal melihat Daniel berbicara dengan Angel di sana. Bahkan, ia sudah melupakan keberadaanku di sini. Ah, baiklah. Seh
"Akan aku perlihatkan, apa yang bisa kulakukan, jika kau tak memberi tahuku di mana Nick membawa Selena."Saat ini aku membawa Angel berkendara dengan kecepatan tinggi. Keadaan lalu lintas sedang tidak ramai. Hingga aku bisa dengan mudah membawa Angel menerjang jalanan kota yang sedang lengang ini. Ah, aku yakin, jika polisi cepat atau lambat akan menyadari aktifitas mengebutku saat ini. "Daniel, hentikan! Apa kau mau buat kita mati!" teriak Angel ketakutan. Seberani-beraninya Angel, aku sangat tahu, jika dirinya sangat mencintai dirinya sendiri. Mana mungkin ia mau berakhir mati konyol dengan apa yang aku perbuat."Katakan di mana Nick membawa Selena!" teriakku lagi dengan semakin menginjak gas dan menambah kecepatan mobilku. "Club! Nick membawanya ke Club!" teriak Angel dengan berpegangan erat pada apa saja yang bisa ia genggam. Aku menginjak rem lalu menoleh ke arah Angel sebentar. Tak lama kemudian aku kembali menginjak gas memutar arah menuju Club Nick. Aku yakin, Angel tak ak