Ada pepatah mengatakan, jika cinta datang karena terbiasa bertemu. Sebuah kata-kata yang baru saja aku pikirkan dan tak pernah kubayangkan akan muncul dalam benakku. Dulu, aku mengira, mengenal Alvaro dan mencintainya adalah sesuatu hal terbesar yang terjadi dalam hidupku. Disaat diriku hanyalah orang biasa yang hidup di kalangan orang kurang berada, tapi merasa istimewa karena mendapat cinta yang tulus darinya. Aku kira, Alvaro adalah cinta pertama dan terakhirku. Namun, siapa yang mengira jika pada akhirnya, hatiku menjadi aneh setelah beberapa hal yang terjadi belakangan ini. Ada apa dengan hatiku?Berada di dekat Daniel baru-baru ini membuatku merasa aneh. Apalagi setelah mendengar perkataannya tadi, "tidak bisakah kau percaya, bahwa aku benar-benar mencintaimu?" katanya. Dan kata-kata itu seolah menggema dan terus terngiang di telingaku. BRUK!"Daniel?!" pekikku melihat Daniel jatuh tersungkur ketika aku membuka pintu kamar. "Arrghh!" Daniel meringis dan sepertinya dia benar
"Keadaan di sini mulai tidak kondusif, Niel. Satu kantor mulai membicarakan tentangmu, karena ada wacana dari sebuah postingan tak bernama yang mengulas tentang dirimu. Aku tidak yakin para atasan di sini masih bisa menerimamu, Niel," ujar Sandy melalui telepon. Aku sedang bersiap untuk mengadakan meeting virtual malam ini. Juga mengklarifikasi dari postingan di website perusahaan yang aku duga adalah ulah Joshua. Laki-laki itu masih tak diam saja karena aku sudah punya kartu As dari dirinya. "Baiklah, San. Setelah meeting selesai kita lakukan rencana pertama untuk memberi peringatan Joshua. Dia pikir aku main-main dengan ancamanku," ucapku mengakhiri panggilan dengan Sandy. Lalu mulai menghadap laptop-ku, karena akan segera mulai meeting. Namun, pendengaranku sedikit menangkap suara dari arah dapur. Dan benar saja, Selena masih terjaga. Aku menahan Selena agar tak kembali ke kamarnya, dan menyuruhnya mendampingi meetingku dengan dalih aku tak bisa mencatat poin-poin penting dalam
Mimpi sialan! Bagaimana bisa aku bermimpi dengan Daniel seolah sedang bercinta. Apa yang merasukimu, Selena! Dan lelucon Daniel benar-benar membuatku bodoh, seakan percaya dengan ucapannya. Mimpiku dan ucapan Daniel seolah membuat otakku membenarkan jika semalam terjadi sesuatu pada kami. Padahal aku hanya mimpi. Mimpi saling mengucap kata cinta. Sialan!Hari ini, Daniel mengajakku berjalan-jalan ke pusat kota. Ia bilang sebagai permintaan maaf karena mengerjaiku pagi ini. Aku mengiyakan saja, karena aku pikir, aku butuh hiburan di tempat asing ini. Keadaan kota di sini sangat bersih. Lalu lalang kendaraan rasanya tak terlalu penuh seperti di Indonesia. Membuatku merasa tenang dan damai di sini. "Kau suka memasak?" tanya Daniel tiba-tiba memecah keheningan beberapa saat kami di dalam mobil. "Kurasa begitu," jawabku sekenanya dengan terus menatap jalan raya. "Apa kau bisa membuat schotel?" tanyanya membuatku menoleh ke arahnya. "Makaroni?" "Ya. Tiba-tiba saja, aku ingin makan it
Bagai sebuah keajaiban datang pada hidupku. Seperti, Tuhan sudah mengabulkan inginku. Komunikasiku dengan Selena akhir-akhir ini terasa menyenangkan. Terlebih lagi, dia tak sekasar dulu padaku. Serta, ia tak lagi memberikan tatapan tajam seakan menyimpan dendam padaku. Mungkin benar dengan pepatah mengatakan 'Cinta datang karena terbiasa.' Selena seakan melunak hatinya. Sikap dinginnya seakan mencair dengan kebersamaan kami setiap hari. Membuat senyumku tak pernah hilang dari wajah ini. Seperti sekarang, kami menghabiskan waktu sebentar untuk berjalan-jalan ke Mall. Aku tahu, Selena merasa jenuh di tempat yang baru baginya. Sebelum besok kami kembali mengurus Alvaro, aku menyempatkan waktu ini sebaik mungkin untuk mendekatkan diri dengan Selena. Dan sepertinya, ini semua sedikit berhasil. Ketika langkah kami menuju Kasir, aku seperti melihat seseorang yang aku kenal. Karena penasaran dengan apa yang aku lihat, aku segera menghampiri orang tersebut dan menyuruh Selena pergi ke kasir
Cemburu itu datang, ketika kau memiliki rasa. Rasa yang benar-benar hadir seperti yang kau sangkakan selama ini. Selena merasa senang, saat Daniel datang membela dirinya. Terlebih lagi pria itu mengakui dirinya sebagai istri dihadapan semua orang. Namun, perasaannya semakin ragu dengan ucapan Daniel yang mencintainya akhir-akhir ini. Karena ia melihat seorang wanita selain Angel sedang bersama Daniel. "Rupanya, kau punya wanita lagi selain Angel?" lirih Selena seraya membuang muka. Kehadiran Angel kemarin saja sudah memporak-porandakan hatinya. Namun, kini datang lagi wanita cantik di samping Daniel. Daniel mengerutkan dahinya bingung akan pertanyaan Selena. "What?!" Daniel menoleh ke arah Jessica, lalu tersenyum, baru menyadari arti ucapan Selena."Maksudmu, wanita ini? Ba... Bagaimana bisa kau punya pikiran seperti itu, Selena. Aku bahkan tidak tahu... Selena! Tunggu!" pekik Daniel mengejar Selena yang sudah pergi meninggalkannya. Namun, Jessica juga ikut membuntuti kedua orang
Seolah tak perlu lagi bertanya, apa Selena memiliki rasa padanya? Mengingat balasan Selena pada apa yang dilakukannya, sungguh membuat Daniel tak berhenti tersenyum. Jika benar bintang itu bisa diraih, rasanya saat ini juga ia akan meraihnya dan ia berikan pada Selena. Gila? Ya, mungkin benar jika Daniel sudah gila. Ia sudah gila karena mencintai Selena. Cinta yang sangat sulit ditebak, kenapa ia bisa memiliki rasa itu begitu dalam?Daniel sangat tahu, jika Selena malu dengan apa yang dilakukan keduanya beberapa waktu lalu. Namun, Daniel tak akan bersikap bodoh dengan mengungkit masalah itu, hingga Selena merasa tidak nyaman dan berakhir membencinya. "Jessica, wanita tadi adalah korban dari Nick. Nick itu temanku dulu saat kuliah. Sebenarnya bukan teman di kampus. Melainkan teman nongkrong di klub saat aku pergi bersenang-senang dengan kawan yang lain," ucap Daniel membuka cerita. Ia hanya sedang menetralisir perasaan terlalu bahagianya dengan Selena. Dan dengan hati-hati pula ia m
Duniaku serasa hancur, saat cinta yang selama ini aku jaga, nyatanya bukan milikku lagi. Terlebih lagi saat mengetahui, jika cintaku berpindah tangan. Kepada Kakakku sendiri. Kakak yang selama ini aku anggap segalanya, saat tak lagi percaya dengan kedua orang tua kami. Karena hanya ia yang aku punya, setelah kecewa karena tak memiliki kasih sayang dari orang tua.Selena. Gadis itu adalah hal pertama yang aku punya setelah aku punya Daniel. Dia yang memberiku arti cinta sesungguhnya. Mengesampingkan rasa benci pada Ibu dan Ayah yang seakan menelantarkan kami karena egonya masing-masing. Bersama Selena, hidupku lebih berwarna dan terasa bahagia. Namun, betapa bodohnya, ketika aku memutuskan untuk tak menghubunginya dulu dengan dalih memberikan surprise untuknya. Nyatanya, surprise itu ditujukan pada diriku sendiri. Aku benar-benar kehilangan cintaku. Meredupkan sinar hidup yang selama ini menerangiku. Lalu, bagaimana aku bisa menyalakan cahaya itu lagi? Sedangkan cahayanya tak lagi ma
Bisa bertemu Alvaro kembali dengan keadaannya yang lebih baik dari terakhir kali aku bertemu dengannya, membuatku senang. Itu artinya, Alvaro sudah membaik, dia sudah sehat dan mungkin saja dia bisa segera pulang. Sejujurnya, aku ingin segera memberi tahu Daniel akan hal ini. Melihat betapa Daniel mengkhawatirkan Alvaro saat mencarinya tadi. Namun, Alvaro melarangku memberi tahu keberadaannya pada semua orang yang sedang mencarinya. Dan, di sinilah kami sekarang. Berada di sebuah kursi panjang yang terbuat dari kayu. Terletak di belakang gedung rehabilitasi ini. Bahkan, Alvaro bilang, tempat itu jarang dilewati orang, karena memang terletak sangat di belakang dan mungkin terlihat menyeramkan. "Setiap kali aku ingin menyendiri, di sinilah aku berada, Selena. Mengingatmu. Mengingat segala kenangan bersamamu. Segala waktu yang telah kita habiskan bersama. Dulu." Alvaro terlihat sangat sedih. Ia sangat terpukul dengan kenyataan yang telah menimpa kisah asmara kami. "Aku minta maaf un
Apa?!" Begitulah jika Selena ada maunya. Ia akan memanggil Daniel dengan sebutan 'Sayang', karena tahu suaminya itu tidak akan menolak. "Ya, baiklah. Besok aku akan mengurus semuanya," jawab Daniel meski dalam otaknya sudah pusing memikirkan segalanya. Bahkan, pagi-pagi sekali Daniel menghubungi dokter kandungan yang biasa menangani Selena. Sebenarnya, saat check up sejak sebulan yang lalu, dokter sudah bisa memprediksi jenis kelamin bayi Selena dan Daniel. Namun, Selena mengatakan agar tidak mengatakannya. Ia bilang, agar menjadi surprise saat bayinya lahir. Namun, siapa yang menyangka, jika keinginan istri Daniel mendadak berubah?Dokter sudah menuliskan jenis kelamin anak Selena dan Daniel dalam sebuah kertas yang digulung pada sebuah tabung plastik. Lalu memasukkannya ke dalam sebuah balon besar. Karena acaranya begitu mendadak, jadi Daniel tak bisa berpikir untuk melakukan ide rencana yang lebih baik. Untuk itu, ia hanya mengadakan acara seperti pada umumnya. Jika saja Dani
Waktu terus berlalu. Bahkan musim telah berganti. Segala masalah yang mereka lewati pun telah menjadi hal yang hanya bisa diingat. Kita tak akan pernah tahu dengan apa yang akan terjadi. Bahkan kesulitan yang kita alami juga datangnya dari Yang Maha Kuasa, semata hanya untuk memberi kemudahan setelah kita bisa melewatinya. Meninggalnya kedua orang tua Selena, pernikahan kontrak yang dilakukan Daniel dan Selena, bahkan harus rela berpisah dengan Alvaro yang notabene adalah kekasihnya. Kemudian meninggalnya sang kakek, kejadian Alvaro di luar negeri dengan Nick, atau kembalinya sang Mama yang membuat Alvaro dan Daniel menangis haru. Serta cinta yang perlahan tumbuh di hati Selena untuk Daniel ataupun sikap rela menerima Alvaro yang mau bertanggung jawab atas Jessica, semua sudah tak luput dari campur tangan Tuhan. Lalu, kini keluarga yang sedang berbahagia itu, sedang riuh menanti kelahiran seorang bayi yang sudah ditunggu sejak sembilan bulan lamanya. Alvaro menangis haru, saat per
Setelah drama sesenggukan Jessica di kamar rias, kini sepasang mempelai pengantin itu sedang berjalan menuju altar. Tentu saja Jessica sudah diperbaiki make upnya. Karena air matanya tentu membuat riasan Jessica sedikit rusak. Daniel mengundang semua rekan kerjanya, serta para karyawan di seluruh cabang Jaya Group. Membuat pesta pernikahan Alvaro terasa sangat meriah. "Kenapa kau memandangnya seperti itu?" tanya Daniel ketika Selena menyaksikan Alvaro dan Jessica sebagai raja dan ratu hari ini. Selena hanya memutar bola mata malas. Ia tahu, suaminya itu pasti dalam mode cemburu. "Sayang, aku punya mata. Dan kau sangat tahu apa gunanya mata, kan? Untuk apa punya mata, jika tak digunakan dengan baik?" jawab Selena sehalus mungkin. "Tapi, memandang seperti itu, apakah itu cara yang baik?" protes Daniel kembali membuat Selena menarik napas panjang. Apa salahnya melihat pasangan yang menikah itu sedang berbahagia? "Apa aku tak boleh melihatnya? Apa aku harus ke kamar saja?" kesal Sel
Selena mengeratkan pegangannya pada gelas. Ia sudah menduga bahwa Daniel akan berpikir demikian. Salahnya sendiri, kenapa ia menampilkan sikap yang aneh. "Daniel... Aku tidak...""Aku tidak apa-apa, Selena. Aku sangat tahu hatimu. Wajar saja jika kau...""Aku tidak cemburu, Daniel. Aku hanya heran saja, mereka,... Alvaro sangat cepat dekat dengan Jessica. Juga, Jessica..."Selena menggantungkan ucapannya. Ia menyadari jika maksud dari ucapannya juga masih mengandung maksud yang dikatakan Daniel. Daniel segera menangkap kegelisahan istrinya itu. Ia menghampiri Selena, dan meletakkan gelas yang dibawa olehnya. "Tak perlu kau menjelaskan, aku sudah paham. Aku tahu. Sangat tahu. Memang tidak mudah melupakan seseorang yang pernah mengisi hati kita. Namun, harus selalu kau ingat, bahwa ada aku, di sisimu," ujar Daniel meletakkan sebelah tangan Selena di dadanya. Selena tersenyum lega. Sebelumnya ia takut, jika Daniel akan salah sangka padanya. Namun, siapa yang menyangka jika suaminya s
"Daniel?! Kau?! Bagaimana kau bisa ada di sini?" pekik Alvaro yang segera beranjak dan berhadapan dengan Daniel. "Kau belum menjawab pertanyaanku, Al?!""Kau pun tak menghiraukan pertanyaanku, Niel!" kesal Alvaro kemudian. Keduanya mendengkus kesal bersamaan. Membuat Daniel tersenyum geli melihatnya. Ia sadar, dirinya dan adiknya adalah dua orang yang hampir sama memiliki sifat. Yaitu tidak sabaran, dan mungkin mau menang sendiri. "Oke, fine! Tadi aku mengikutimu dari belakang karena...""Dasar penguntit!" kesal Alvaro dan Daniel tercengang mendengarnya. "Dengarkan aku dulu, Adik laknat!" maki Daniel yang terpancing kesal. Alvaro hanya mendengus kasar dan membuang muka. Ia enggan bertatap muka dengan kakaknya itu. "Aku hanya menghawatirkanmu. Jadi aku mengikutimu. Apa aku salah?" "Salah! Karena kau plin plan dengan ucapanmu!" ketus Alvaro beranjak keluar dari kamarnya. Ia tak ingin istirahat Jessica terganggu. "Plin plan? Apa maksudmu?" tanya Daniel heran. Ia mengikuti langkah a
Sejak kepergian Alvaro saat mereka berpisah di Bandara, sejak itu pula Jessica merasakan kegelisahan. Gelisah karena sepertinya perutnya mulai mengalami rasa tidak nyaman seperti beberapa terakhir yang ia alami. Namun, kembali Jessica mengingat apa yang diucapkan Alvaro tadi, ia memejamkan mata dan mengingat pelukan Alvaro serta mengingat aroma tubuh calon Ayah dari anaknya itu. Sungguh, dia bukan wanita mesum selama ini. Namun, entah kenapa pikirannya tentang Alvaro sedikit membantu mengusir rasa tidak nyaman seperti mual yang ia alami. "Huufftt. Bagus, seperti itu Jessica. Kau pasti bisa," gumam Jessica terus menerus mensugesti dirinya sendiri agar tak menuruti rasa mualnya. Setibanya di apartemen Alvaro, Jessica menemukan kamar Alvaro dengan khas aroma laki-laki itu. Membuatnya merasa senang karena sepertinya ia bisa merasakan kehadiran Alvaro di sini. "Aku akan tidur di kamar ini, Anna. Bolehkah?" tanya Jessica sedikit takut. "Tentu saja, Nona. Tuan Alvaro memberiku pesan unt
Daniel memutar tubuhnya dan memeluk erat tubuh Selena. Ia seakan siap membiarkan pisau yang dipegang Angel untuk menusuk tubuhnya. Namun, sepersekian detik, ia masih tak merasakan apapun juga."Alvaro!" histeris Selena. Sontak membuat Daniel menoleh ke belakang.Ia terkejut melihat adiknya terkulai lemas dan melihat darah dari punggungnya. Daniel tercengang. Ia masih tidak percaya bahwa Alvaro menggantikan dirinya ditikam oleh Angel. Segera ia menghampiri tubuh Alvaro dan menopangnya. "Tidak! Boy? Kau tidak apa-apa, kan?" ucap Arkanta yang juga segera menghampiri Alvaro. Darah yang terlihat di tangan Daniel membuat amarahnya mencuat. "Brengsek!" Daniel menarik kerah baju Arkanta dan...Bug"Lihat ulahmu, Brengsek!" Arkanta jatuh tersungkur akibat pukulan keras dari Daniel. Bahkan, laki-laki itu lupa akan status Arkanta yang sebagai Ayahnya. Namun, Daniel sudah tidak peduli. Bahkan, bertahun-tahun lalu ia sudah tak menganggapnya sebagai seorang Ayah.Setelah melukai dan mengurung
Dua insan yang sedang dimabuk gairah itu sedang berada dalam ruangan dan tengah memadu kasih layaknya pasangan suami istri. Lenguhan, desahan terdengar hebat menggema di ruangan yang cukup besar milik Arkanta. Untung saja, Arkanta membuat ruangan itu kedap suara, karena memang itulah tujuannya ia mendirikan kamar itu. Kegiatan panas Arkanta dan Angel terhenti ketika ketukan pintu terdengar keras dan menuntut untuk segera dibuka. Bahkan, Arkanta menggeram marah dan berjanji akan membunuh siapa saja yang mengganggu aktifitasnya. "Brengsek! Apa yang kalian lakukan!" marah Arkanta saat telah membuka pintu kamarnya. Bahkan, ia tak sempat memakai pakaiannya, hanya sehelai handuk yang menutupi bagian bawah. Arkanta benar-benar marah. Bagaimana tidak, gairahnya sedang diubun-ubun, tapi semua harus terhenti karena pengawalnya datang."Bos! Ada yang datang menyerbu markas kita!" seru salah seorang pengawal membuat Arkanta mendelikkan mata tidak percaya."Apa?!" Deru napas Arkanta makin membur
Dulu, saat Selena dan Alvaro masih menjadi sepasang kekasih, hanya dengan isyarat mata saja mereka seolah mengerti maksudnya. Seperti saat ada kuliah yang terasa membosankan, Alvaro hanya mengisyaratkan mata pada Selena dengan maksud keluar dari kelas. Mereka sangat terpingkal setelah keluar dari kelas dimana jam kuliah yang bagi mereka terasa membosankan. Kini, mungkin karena tak lagi bersama, atau mungkin cinta Selena telah hilang dan sirna dari hatinya, hingga lupa tentang isyarat mata yang sering mereka lakukan di kampus. "Baiklah, Boy! Malam ini kita istirahat dulu. Aku sudah mempersiapkan kepergian kita besok. Jadi bersiaplah. Dan jangan mengelabuhiku," ucap Arkanta yang menghentikan isyarat mata Alvaro pada Selena. Untung saja Arkanta tidak melihatnya. "Baiklah, Ayah! Aku sangat senang sekali dengan rencanamu. Sepertinya, malam ini aku akan mimpi indah karena mendapat kejutan darimu," sahut Alvaro yang diakhiri dengan tawa menggelegarnya berharap apa yang dilakukannya diperc