“Siapa yang menyuruhmu!” bentak Kenzo pada pria tambun yang duduk di bangku dengan tangan yang diikat ke belakang.“Ma-maaf, Tuan,” jawab pria itu dengan tergagap. Sudut bibirnya mengeluarkan darah, karena berkali-kali Kenzo menghantam wajahnya. Bahkan banyak luka lebam di seluruh wajahnya.“Saya tidak butuh maaf kamu. Saya cuma mau tahu apapun yang kamu tahu mengenai kejadian 4 tahun silam. Siapa yang membayarmu dan siapa saja yang terlibat,” desis Kenzo sambil mencengkeram kerah baju pria tawanannya itu.Burhan berdiri di belakang Kenzo. Siap menjalankan tugas dari tuannya. Namun, mengingat Kenzo sedang tidak membutuhkan bantuannya, pria jakung itu mundur beberapa langkah. Memberikan akses untuk Kenzo agar lebih berleluasa mengekspresikan kemarahannya.“Mega dan Sifa, Tuan. Mereka yang membayar kami. Awalnya kami disuruh membunuh Nona Kinara, tetapi mereka berbalik dengan menyuruh kami membunuh Tuan untuk tidak menghalangi perjodohan Nona Kinara dengan pria kaya. Jadi, kami hanya me
“Nara, kamu tidak usah masak, ya. Kita makan di luar,” ucap Kenzo mendekati Kinara yang sedang memotong sayur.“Maaf, Mas. Ini sudah terlanjur. Kalau Mas mau makan di luar, gak papa, kok. Cuma, aku mau makan di rumah saja, ya. Aku masih nggak enak perutnya. Mau makan makanan rumahan saja.” Jawab Kinara.Kenzo menghela napas panjang. Tidak pernah dia melihat istrinya yang seperti ini. Biasanya Kinara selalu bersemangat untuk diajak pergi bersama. Namun, sejak kemarin istrinya itu tampak mengabaikannya.“Nara, Ki….” Ucapan Kenzo terhenti saat ponsel Kinara berdering.Terdapat nama Mega di layar ponsel Kinara. Dengan ragu Kinara mengusap layar ponselnya itu.“Halo.” Kinara menjawab dengan datar.[Kinara, sejak kemarin Mama menghubungi kamu, tapi nomormu tidak pernah aktif.]Kinara mengernyit, namun detik berikutnya menjawab, “HP saya mati.”[Nara, kamu harus datang ke rumah sakit, karena Papa sedang sakit.] Terdengar suara Mega yang seperti sangat sedih. Tentu membuat Kinara panik.“Ruma
“Mas, aku harus menemui Papa,” cicit Kinara dengan memasang wajah memelas.Kenzo melepaskan cekalannya membiarkan Kinara mendahuluinya pergi.Setelah Kenzo turun dari mobilnya, dia menghampiri Kinara dan meraih tangannya untuk digandeng. Kinara yang berusaha untuk melepaskan diri langsung dicengkeram dengan kuat. “Saya tidak suka penolakan,” desisnya membuat Kinara berhenti memberontak.Kinara mendongak. Dia bisa melihat, jika suaminya itu seperti sedang marah. Terlihat rahangnya mengeras dengan wajahnya berubah datar.“Di mana kamarnya?” tanya Kenzo dingin.“Kamar bangsal nomer 12,” jawab Kinara.Kinara yang hendak masuk ke dalam lift, di tahan oleh kenzo. Suaminya itu justru menariknya ke reesepsionis. “Kita mau ke mana?”Kenzo tidak menjawab pertanyaan Kinara. Mereka terdiam saat sampai di meja resepsionis.“Sus, saya mau tanya, apa pasien bernama Baim Nugroho berada di bangsal 12?” tanya kenzo.Kinara hanya diam. Dia menghela napas panjang, karena merasa aneh dengan suaminya.“Eun
“Papa jelas setuju, dong. Soalnya kalian itu sudah menikah, Tanggung jawab Nara sudah berada di tangan kamu, Ken. Papa cuma minta, kamu bisa menyayangi putri Papa sepenuh hati kamu. Papa hanya bisa melihat binar cinta di mata Kinara hanya sama kamu sejak dulu. Papa merasa berdosa, karena sempat melarang kalian berhubungan. Waktu kamu menghilang, Kinara seperti kehilangan arah,” jelas Baim panjang lebar.Kenzo melirik Mega yang tampak ketakutan. Semua masalah berasal dari perempuan itu. Kenzo menatapnya tajam, seakan hendak menguliti wanita beranak satu itu.‘Kenapa dia natap aku begitu? apa dia masih begitu dendam terhadapku,’ batin Mega.‘Andai Papa tahu, kalau Kenzo bukanlah Keny, dan andai aku bisa bertemu dengan Keny.’ Kinara menatap nanar Baim, yang beranggapan, jika Kenzo adalah Keny.Tangan Kenzo kembali menggenggam Kinara, hingga sorot mata teduh beriris coklat itu saling bertemu. Begitu banyak kata dan kalimat yang tertahan dari mata Kenzo, Kinara mampu merasakannya.Entahla
“Nar, soal bulan madu, bagaimana?” tanya Kenzo dengan hati-hati.Kinara terkesiap mendengar pertanyaan Kenzo. Entah, pikirannya sedang campur aduk. “Eungh … itu … aku ….”Kenzo menepikan mobilnya, lalu menggenggam kedua tangan Kinara. “Saya tahu, kalau kamu masih belum mempercayai saya. Saya minta maaf karena selama ini menjadi pasangan yang manipulatif. Saya benar-benar sangat menyesal. Saya mengira, jika kamu hanya mencintai Keny dan harta yang menyilaukan kamu. Nyatanya, yang saya lihat, kamu tidak silau dengan harta saya.”Kinara menghela napas panjang, lalu mengebuskannya begitu saja. “Mas, bisa-bisanya kamu berpikir seperti itu mengenai aku.”“Mohon ampuni saya, Nara. Sungguh … saya hanya takut, jika pikiran saya itu benar, makanya sebelum saya terlanjur mencintai kamu, saya mengantisipasinya terlebih dahulu. Kamu boleh marah sama saya, pukul saya jika perlu. Tapi, saya mohon, bersikaplah seperti Kinara yang sebelumnya. Saya merindukan itu.”Kinara menatap manik mata Kenzo. Menc
“Pindah kamar?” Kinara masih tidak percaya. Entah, kali ini dia terlihat sangat gugup sekali.“Kinara, kita sudah sah, dan seharusnya, kita lakuin ini dari awal.”Kinara begitu grogi ditatap seperti itu oleh Kenzo, meski sekilas, akan tetapi mampu memporak-porandakan hatinya saat ini. Rasa panas kian menjalar ke seluruh tubuhnya, hingga sampai ke pipi yang kemudian terlihat bersemu merah.Andai lampu mobil sangat terang, Kenzoo mampu melihatnya..Sampai di mansion, setengah berlari Kenzo menghampiri pintu penumpang dan membukakan pintu untuk Kinara.“Makasih, Mas,” ucap Kinara dengan senyuman manisnya.Kenzo mengulurkan tangannya, yang kemudian diraih oleh Kinara. Keduanya tampak saling melempar senyuman, dengan saling bergandengan tangan, Kenzso masuk ke dalam gedung megahnya itu.“Buset … pemandangan langka ini. Beh … ademnya lihat rumah tangga seperti itu,” gumam Agus yang memperhatikan kedua majikannya yang terlihat mesra, tidak seperti biasanya yang hanya mendengar bentakan dar
“Kenapa, Kinara?”Jujur saja Kinara merasa tidak tega melihat mata Kenzo yang berkabut gairah bergantikan penuh dengan kecewa atas penolakannya. Kinara meraih wajah Kenzo dan menatap lekat manik hitam yang tangah memeluknya dengan posesif. “Maaf, aku sedang ada tamu bulanan.”Kenzo memejamkan matanya. Merasa lesu di tengah mode turn on-nya yang seketika lesu mendengar pernyataan Kinara, lalu membuka mata dengan tatapan memelas. “Sejak kapan?”“Eungh … baru saja,” cicit Kinara.Kenzo meraup wajahnya dan memalingkan pandangannya. ‘Alam sedang tidak merestui saya.’“Mas, kamu kecewa?” tanya Kinara hati-hati.Kenzo menggeleng. Tampak bibirnya sedikit melengkung ke atas, tetapi tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya. “Nggak, Sayang.”“Maaf, Mas,” ucap Kinara merasa tidak enak hati kepada suaminya.Kenzo mengecup kening Kinara. “Tidak apa-apa. Saya akan menunggu. Sudah, sekarang kita tidur saja, ya.”Kenzo kembali memeluk Kinara. Dengan melingkarkan tangannya di perut Kinara. Meski perasaa
Kinara sama sekali tidak habis pikir dengan perbuatan suaminya. Di lain sisi ia merasa geli, di sisi lainjuga ia merasa kasihan dengan Kenzo. Sejak tadi ia hanya diam, merasa canggung sendiri.“Nara,” lirih Kenzo usai membuka matanya.Kinara yang baru saja menyelesaikan rajutannya pun mendekat, meletakkan benang dan jarumnya d atas meja. Wanita dengan rambut sebahu itu mencoba bersikap biasa saja, meski ia sendiri malu akan pengakuan Kenzo mengenai penyebab sakitnya sang suami pagi tadi.“Ya, Mas.”“Badan saya sudah enakan. Saya harus ke kantor.”Kinara membulatkan matanya. Ia bahkan menoleh pada jam yang ada di dinding. “Ini sudah sore, Mas. Apa sebaiknya besok saja? Lagian, kamu belum baik-baik saja, kan?”“Saya sudah membaik. Kamu jangan khawatir.” Kenzo mengusap pipi Kinara dengan lembut, kelakuannya itu justru membuat Kinara menjadi salah tingkah sendiri. Pi[inya sudah terlihat merona.“Ka-kamu beneran tidak apa-apa?”Kenzo menggelengkan kepalanya. “Yakin, saya jauh lebih baik. K
Sinar mentari menerobos masuk, mengusik tidur nyenyak seorang Kenzo Wirawan. Mata lebar pria tampan itu mengerjab, sembari meraba sisi ranjang yang kosong.Menyadari itu, Kenzo lantas bangun dan mengedarkan pandangan. Mencari sosok Kinara.“Sayang!” panggilnya dengan suara serak khas orang bangun tidur.Tak ada siapapun di toilet, Kenzo memutuskan untuk turun. Ia menebak, jika Kinara berada di dapur seperti biasa untuk menyiapkan sarapan.“Ana, di mana Kinara?” tanya Kenzo saat melihat ART-nya membawa gagang pel menuju ke ruang kerja.“Tadi ada di taman, Tuan. Menyiram tanaman. Tapi, tadi ada kurir yang nganter paket. Non—“ Ana menggangtung kalimatnya, karena Kenzo sudah berlari dengan menuruni anak tangga.Kenzo berlari menuju ke teras rumah, mencari keberadaan Kinara, lantas ke pos satpam, karena di depan tidak ada sosok istrinya itu.Rasa takut menghantui Kenzo. Mengingat Dirga kini sudah mulai berani.“Di mana Kinara?” tanya kenzo kepada satpam dengan napas ngos-ngosan.“Tadi ke s
“Ternyata Dirga tidak bisa dianggap remeh. Dia terus mengungkit itu. Padahal dia sudah gue kasih posisi yang baik menjadi asisten, tetapi masih melunjak.”Kenzo membuang paket berisikan foto-foto beberapa tahun yang diambil Dirga, saat Kenzo menjadi Keny.Kenzo melirik benda itu di tempat sampah. Ia takut Kinara akan menemukannya. Sehingga, ia memilih untuk membakarnya di halaman belakang, mumpung Kinara masih mandi.“Tuan, apa itu?” tanya Anna yang baru saja pulang dari supermarket.“Bukan apa-apa.Sampah yang tidak berguna.”Mendengar jawaban bosnya yang datar, Anna tahu, mood Kenzo sedang tidak baik-baik saja. Ia memilih pergi dari pada menjdi sasaran amukan dari bosnya itu.Merasa semua sudah melebur menjadi debu, Kenzo memilih untuk masuk, tetapi matanya melebar dengan perasaan was was saat melihat Kinara yang berdiri di ambang pintu.“Na-nara? Sejak kapan kamu di situ?”“Kamu kenapa tegang gitu, Mas? Paketnya isinya apaan?” Kinara mengerutkan dahi.Kini Kenzo yang kelabakan. Bahk
“Ada apa? Kenapa kamu nangis? Apa aku buat salah?”Kinara menggelengkan kepala. Tersenyum tipis untuk tidak membuat suaminya semakin panik. “Aku baik-baik saja.”Kinara memeluk Kenzo, menenggelamkan wajahnya di dada bidang Kenzo. Seolah pria itu adalah Keny. Meski ini salah, setidaknya dengan ini ia bisa mengucapkan kata maaf. Begitu banyak penderitaan yang suah ia berikan kepada mantan kekasihnya itu. Meski itu tidak akan mudah bagi Keny bisa memberikan maaf kepadanya yang begitu jahat.Kinara berpikir, jika ia adalah wanita terjahat di dunia ini. Meski menahan air matanya untuk tidak luruh, bulir bening it uterus menetes.Hal ini membuat Kenzo semakin panik.“Nara, ada apa ini?”“Aku kangen banget sama kamu, Mas. Aku hanya ingin seperti ini.” Kinara mengeratkan pelukannya. Seakan takut ini akan berakhir.“I-iya, ta-taoi kenapa harus nangis? Aku jadi takut, Nara.”Kinara justru menggelengkan kepalanya. Mulutnya terkunci, namun hatinya bergemuruh. Entah mengapa ia hanya ingin menumpah
Kinara berencana untuk membuatkan kue untuk Kenzo. Selama ini, ia melihat suaminya begitu lahap memakan makanan yang ia buat.Cheese cake caramel menjadi pilihat Kinara saat ini. Ia tak tahu banyak mengenai makanan kesukaan Kenzo.Tidak, kue itu adalah kesukaan Keny. Kinara memejamkan mata, karena terlalu ceroboh.“Nona, daging ayam ini apa akan dimasak nanti?”“Tolong masukkan itu ke dalam freezer saja, Mbak Ana. Mbak Ana bisa langsung beli dagingnya di super market. Biar saya sendiri yang melanjutkan ini.” Kinara kembali mengaduk adonan kuenya.“Baik, Nona. Saya akan mencari iga sapinya sekarang juga.” Ana mengulas senyuman. Ia meraih tas belanjaannya, lantas pergi dari dapur.Hanya Kinara seorang yang di sana dengan bahan-bahan untuk membuat cheese cake untuk suaminya.Kinara berlonjak, saat ada yang memeluknya dari belakang. Ia lantas menoleh ke belakang, rasa takutnya menghilang saat melihat senyuman Kenzo.“Aku pikir siapa? Tiba-tiba meluk begitu. Kamu bikin aku horor.”Kenzo me
“Kamu adalah yang terbaik.” Kinara memeluk Kenzo dengan erat, sesekali wanita cantik itu menghidu wangi mawar pemberian suaminya. Bahkan wanginya saja mampu menggetarkan hati.“Kamu yang tersayang. Bahkan kamu lebih indahh dari mawar itu, Kinara.” Kenzo memejamkan mata, menikmati kesempatan seperti ini. Di mana ia bisa libur dan menghabiskan waktu bersama seharian bersama Kinara.“Bagus, Pak Keny!”Buru-buru Kinara melerai pelukannya. Ia menoleh pada Dirga yang baru saja datang dengan senyuman sinis dan tepuk tangannya.“Apa maksud Anda?” Kinara merasa bingung dengan sebutan itu.Dirga tengah menyeringai. “Suamimu itu penipu, Kinara! Harusnya kamu bersamaku. Dia adalah Keny. Mantan kekasihmu yang kamu buang dulu. Tujuannya menikahimu adalah demi untuk balas dendam. Setelah kamu menyerahkan semuanya, dia akan menyampakkanya seperti sampah. Kamu lihat ini.” Dirga menunjukkan selembar kertas.Sebuah gambar lukisan Kinara dan Keny. Gambar itu diambil setahun setelah mereka pacaran dulu. Sa
Kinara tidak habis pikir dengan Kenzo. Suaminya itu benar-benar diluar dugaannya. Ia hanya menitip beberapa benag wol dengan warna putih dan hitam. Namun, suaminya itu membeli satu kardus dengan berbagai warna.“Mas, kamu berlebihan gak sih?” Kinara sampai geleng-geleng kepala.“Ya dari pada salah, kan? Saya juga lupa kamu minta warna apa. Lagian, dengan berbagai warna ini, kamu bisa membuat kreasi yang berbeda-beda, bukan?”“Tapi ini pemborosan, Mas. Pasti kamu—““Ini enggak seberapa, Sayang.” Kenzo duduk di sebelah istrinya itu, lalu mengeluarkan isi dalam tas kartonnya. “Ini buat kamu. Sudah saya isi dengan nomor baru.”Kinara mengeryitkan dahi. “Untuk apa kamu beliin aku ponsel lagi, Mas?”Kenzo tengah memilih kalimat yang tepat, ia menggaruk pelipisnya, masih terlihat bingung, hal itu membuat Kinara semakin penasaran dan meletakkan rajutannya di atas meja.“Ini aku beli karena model terbaru. Banyak diskon juga. Aku dapat vocernya langsung soalnya. Sayang kan kalau enggak diambil.
Beberapa bukti transfer membuat tangan Kenzo bergetar. Ia sama sekali tidak menyangka akan penghianatan ini. Sungguh, hal ini membuat dadanya seakan ingin meledak. Ia begitu sangat percaya dengan Dirga. Tidak tahunya kecurigaannya terjawab sudah.“Jadi, Pak Dirga mengirimkan sejumlah uang di rekening pak Gunawan. Pak Gunawan rela melakukan hal itu demi putrinya, Pak.”Sebelah tangan Kenzo mengepal dengan kuat. Sungguh, ia ingin menghajar pria itu sekarang juga. “Di mana dia sekarang? Tadi dia sempat menghubungi Nara. Saya harap, dia tidak berbuat nekat dengan mengacaukan semuanya.”“Pak Dirga sudah tahu tentang penyelidikan saya ini, Pak. Saya juga tidak tahu kalau selama ini Pak Dirga inging menghancurkan usaha Bapak.”Kenzo sejenak diam. Ia mengungat sesuatu, yang mungkin sebagai pemicu tindakan Dirga itu.‘Apa kamu mengenal wanita tadi?’‘Kenal, Pak. Di-dia—‘‘Sudahlah, Ga. Banyak gadis di dunia ini. Tinggalkan saja! Toh, dia sudah pergi dengan pria lain. Kerja saja yang benar, jik
“Mas, ada apa?” Kinara terlihat panik saat melihat Kenzo yang tersulut emosi.“Bukan apa-apa. Ini hanya masalah kecil. Kamu enggak usah khawatir. Saya harap, kamu enggak kasih apapun ke Dirga.” Kenzo memegang kedua bahu istrinya itu, bahkan ia menatap penuh harap, supaya Kinara tidak melakukan hal apapun.“Iya. Aku akan menurut. Tapi, kamu bisa cerita apapun sama aku, Mas. Aku istri kamu, kan?” Meski ini terdengar berlebihan bagi Kinara sendiri, ia memang ingin menjadi teman yang baik bagi suaminya. Mengingat Kenzo sedah melakukan banyak hal terhadapnya, termasuk menghukum Bu Mega.“Nanti kalau semuanya sudah selesai urusannya, saya akan cerita sama kamu. Semuanya. Saya enggak mau nutupin apapun sama kamu, Nar. Tapo, saat ini saya sedang buru-buru.” Kenzo mengusap rambut Kinara dengan lembut.Kinara mengangguk, mengerti. Ia sudah sangat bersyukur atas perubaha sikap Kenzo yang begitu manis terhadapnya. Setidaknya, kali ini ia akan menanti janji dari Kenzo. Akan selalu terbuka, membagi
Kinara sama sekali tidak habis pikir dengan perbuatan suaminya. Di lain sisi ia merasa geli, di sisi lainjuga ia merasa kasihan dengan Kenzo. Sejak tadi ia hanya diam, merasa canggung sendiri.“Nara,” lirih Kenzo usai membuka matanya.Kinara yang baru saja menyelesaikan rajutannya pun mendekat, meletakkan benang dan jarumnya d atas meja. Wanita dengan rambut sebahu itu mencoba bersikap biasa saja, meski ia sendiri malu akan pengakuan Kenzo mengenai penyebab sakitnya sang suami pagi tadi.“Ya, Mas.”“Badan saya sudah enakan. Saya harus ke kantor.”Kinara membulatkan matanya. Ia bahkan menoleh pada jam yang ada di dinding. “Ini sudah sore, Mas. Apa sebaiknya besok saja? Lagian, kamu belum baik-baik saja, kan?”“Saya sudah membaik. Kamu jangan khawatir.” Kenzo mengusap pipi Kinara dengan lembut, kelakuannya itu justru membuat Kinara menjadi salah tingkah sendiri. Pi[inya sudah terlihat merona.“Ka-kamu beneran tidak apa-apa?”Kenzo menggelengkan kepalanya. “Yakin, saya jauh lebih baik. K