Happy Reading*****Meilia berdiri dari sujudnya dan menatap Lingga. "Sebaiknya Papa tidak perlu ikut campur urusan rumah tangga kami. Aku bisa saja membuka aib Aryan yang saat ini organ intimnya sudah tidak berfungsi. Jangan merendah aku, Pa. Jika aku mau, Dirga bisa bersujud di kakiku saat ini juga. Tapi, untuk apa? Aku bahkan sudah tidak tertarik lagi dengannya."Aryan dan Septi saling menatap. Sedikit heran, terkejut, bertanya-tanya dan entah rasa apalagi yang kini bersarang di pikiran mereka. Meilia adalah perempuan keras kepala yang sulit untuk berpindah ke lain hati. Akan tetapi, kurang dari satu bulan setelah Aryan berniat menceraikan. Mengapa wanita itu meminta rujuk?Mengerti kebingungan keluarga tersebut, Meilia tersenyum menatap mereka satu per satu. "Kenapa kalian tidak percaya dengan yang aku katakan? Aku serius untuk hal satu ini. Jadi, maukah Mas Aryan membatalkan perceraian kita?""Hah?" Aryan menganga dengan mata terbuka sempurna. Seumur-umur dalam hidupnya dan sela
Happy Reading*****Sesampainya di rumah, Aryan duduk termenung di balkon kamar. Bayangan wajah Hanum dan Rania terlintas. Dulu, dirinya langsung meninggalkan Hanum tanpa penjelasan apa pun. Kini, rasa bersalah itu muncul apalagi ketika mengetahui anak yang dilahirkannya meninggal dan membuat si perempuan terganggu mentalnya. Menghisap rokok elektrik yang sejak tadi menemaninya, Aryan merasakan getaran aneh ketika membayangkan perempuan yang akan menjadi istri Dirga. Entah sejak kapan, perasaannya pada sang mantan bawahan bergeser. Berbeda dengan Hanum yang tidak meminta pertanggungjawabannya, Rania saat itu sudah memintanya untuk bertanggung jawab. Namun, dia memilih mengabaikan dan tetap berusaha mendapatkan hati sang istri."Aku pasti bisa mendapatkanmu, Num. Bahkan jika sekali lagi aku harus menghancurkan kesucianmu. Aku tidak akan pernah rela jika Dirga dan kamu menikah. Setelah itu, kita berdua pasti bisa hidup bahagia bersama dengan Azri. Aku yakin kamu akan menerima kekuranga
happy Reading*****Melempar ponsel ke sofa, Dirga pergi ke kamar mandi. Sepertinya mencuci muka bisa sedikit menghilangkan rasa kesal serta emosi akibat perkataan Aryan tadi. Setelahnya, dia akan menemui Kaisar dan keluarganya.Lima menit kemudian Dirga sudah siap menemui keluarga tersebut."Kusut banget, Ga. Siapa yang menelpon tadi?" tanya Kaisar. Kini, kekasih Hanum itu sudah duduk di sebelah kanan sahabatnya. menyugar rambutnya ke belakang dan memejamkan mata sebentar. "Aryn," jawabnya."Ngapain dia telpon si adik?""Apa dia mengatakan sesuatu, Nak?" tanya Saras."Iya, Tan. Sepertinya, selain ingin merebut Azri, Aryan juga ingin merebut Hanum dari saya," jelas Dirga, "Sepertinya, dia masih saja menyimpan dendam pada saya.""Dendam apa sebenarnya, Nak? Kamu sama sekali belum menceritakan pada kami." Lathif menatap lelaki yang akan menjadi suami putri angkatnya.Lalu, mengalirlah cerita Dirga bahwa dia dan Aryan sebenarnya adalah saudara yang berbeda ibu. Bagaimana dendam sang sa
Happy Reading*****Aryan tersenyum puas membaca chat yang baru saja dikirimkan Hanum. Perempuan itu mulai termakan umpan yang dia lemparkan. Jelas video yang dikirimkannya membuat hati perempuan itu goyah. Bagaimana tidak, adegan dalam video berdurasi kurang satu menit itu cukup menjelaskan cara Dirga menenangkan Meilia agar mau menerima pernikahan dengan Aryan. Apalagi tindakan yang dilakukan sang calon suami jelas menunjukkan bahwa dia pernah punya perasaan yang sama dengan sang perempuan dalam video tersebut."Temui aku jam sepuluh nanti di Akasa," balas Aryan tanpa mau menyebutkan siapa dirinya."Sorry, aku nggak akan pernah menemuimu. Cukup tahu siapa kamu sebenarnya dari balasan yang dikirim.""Memang siapa aku?""Aryan, kan?"Melihat balasan Hanum, Aryan tersenyum. "Ternyata, kamu sudah jauh lebih pinter sekarang, Num."Hanum diam mematung. Kakinya seperti tertempel lem. Aryan sudah terlalu jauh melangkah. "Apakah ini peringatan yang Mas Dirga dan Abang sampaikan tadi. Sial,
Happy Reading*****Sepihak, sang penelepon yang tak lain adalah Meilia, mematikan sambungan setelah mendengar perkataan Hanum. Di samping perempuan itu, Dirga tersenyum penuh kemenangan. Hati sang pujaan sepenuhnya sudah bisa dia genggam. "Dia ngomong apa, Yang?" tanyanya basa-basi. "Nggak tahu dan nggak jelas juga. Katanya, sih mau ngomong penting." Hanum melanjutkan makannya sampai hidangan di piring tandas. Lalu, dia menatap sang kekasih tajam. "Awas saja kalau Mas sampai ketemuan atau mengangkat telpon darinya.""Ya. Blokir saja nomornya. Biar tidak membuat ulah," sahut Dirga santai. Lelaki itu malah meletakkan dagunya pada pundak sang kekasih. "Mas seneng banget kalau kamu cemburu kayak gini.""Dih, siapa yang cemburu. Aku cuma nggak suka, apa yang akan menjadi milikku diganggu orang lain.""Sama saja itu dengan cemburu, Yang," kata Dirga disertai cubitan mesra pada hidung pujaannya. "Nggak sama, ya."Hanum terus saja tidak mau mengakui hingga Dirga memutuskan mengalah. "Iya
Happy Reading*****"Apa yang kamu lakukan, Dirga!" tanya Aryan. Matanya membulat sempurna. Pukulan yang tidak diketahui dari saudaranya sempat membuat lelaki itu terhuyung selangkah.Azri yang berada dalam gendongannya pun makin menangis. Namun, dengan gesit Hanum yang berada di samping Aryan mengambil sang putra. Perempuan itu melirik kekasihnya, dengan isyarat mata, dia meminta untuk mengusir Aryan dan menyelesaikan masalah mereka di ruangan lain.Dirga yang mengerti arti tatapan Hanum, mencengkeram pergelangan Aryan dan menarik paksa ke ruang lain. Vila dalam keadaan sepi saat ini. Dirga bahkan sempat geram pada Kaisar karena meninggalkan Hanum dan Azri pada Aryan."Apa maksudmu memegang tangan Hanum, ha?" tanya Dirga meluapkan emosinya."Santai dong. Hanum saja tidak keberatan aku memegang tangannya. Kenapa kamu marah?" Terlalu santai Aryan menanggapi kemarahan Dirga. Mata dan bibir seolah memberitahu saudaranya itu bahwa Hanum masih memiliki rasa padanya."Sialan." Sebuah bogema
Happy Reading*****Momen kemarahan Hanum digunakan oleh pengacara Aryan untuk membuktikan bahwa mental perempuan itu masih belum stabil. "Bisa dilihat, Pak Hakim. Apakah seorang anak berusia balita akan tetap baik-baik saja dengan tinggal bersama ibu angkat yang seperti ini?" kata sang pengacara. Aryan melirik Hanum tajam. Walau ada rasa sakit dan tak rela wanita yang dicintainya direndahkan sedemikian rupa di pengadilan. Nyatanya, lelaki itu tetap diam. Tak bergeming sedikitpun untuk membela Hanum. Sementara di kursi lain, Kaisar dan Dirga menahan amarah untuk tidak memukul Aryan. Mereka saling tatap, di pikiran masing-masing tengah mencari cara melawan ayah biologis Azri dengan hal yang sama.Hakim memberikan peringatan pada Hanum untuk tenang dan kembali duduk. Setelah kondisi kondusif, pengacara Aryan melanjutkan argumennya. Memutar video kedua yang tak kalah mencengangkan bagi pihak lain."Sial, kita kalah licik darinya," umpat Kaisar.Sebelum melanjutkan persidangan, salah s
Happy Reading*****Dirga kembali pada kesadaran setelah mendnegar pertanyaan Kaisar. Dia merebut ponsel dan me-nonaktifkan layarnya. "Tidak ada apa pun, Kai. Aku cuma teringat Bunda saja. Dia suka memakan kue ini. Ternyata itu kiriman Ibu Septi," terangnya Dirga, "aku boleh membawa kue ini.""Bawa saja, Nak," kata Lathif yang diangguki Kaisar dan Hanum."Sayang, malam ini Mas tidak bisa menginap. Besok pagi, harus menemui tamu untuk fitting semua sampel order-nya. Mas, belum nyiapin bahan. Rencana mau ke rumah Bapak buat ngambil sample baju dari Aryan." Dirga berusaha setengah mungkin walau hatinya sedang bergemuruh hebat saat ini.Kaisar menepuk bahu sahabatnya. "Makanya cepetan dihalalin adikku. Biar kalian bisa bareng-bareng terus.""Sabar, deh. Bentar lagi juga halal. Apa kabar dirimu yang sampai sekarang masih jomblo," goda Dirga.Pluk ...Sebuah bantal sofa mendarat pada muka Dirga. Bukannya marah, lelaki itu malah terkekeh."Udah, dong, Bang," kata Hanum. Tangannya mengambil
Happy Reading*****"Apakah saya harus keluar," tanya Dirga. Dia sendiri bingung harus berbuat apa jika tetap di dalam. Namun, untuk meninggalkan sang istri yang tengah berjuang melahirkan buah hatinya yang diprediksi perempuan, dia tidak sanggup."Sebaiknya di sini saja, Pak. Bu Hanum lebih membutuhkan kehadiran Pak Dirga," ucap sang dokter.Keluar dan memanggil para perawat serta bidan. Beberapa saat kemudian, mereka semua masuk dan langsung menangani Hanum. Dirga bahkan diminta untuk berada di belakang sang istri dan membantu proses persalinan.Tak terhitung berapa banyak ketegangan yang kini dialami lelaki yang akan segera menjadi ayah yang sebenarnya dari putri kandungnya sendiri. Bulir-bulir keringat mulai turun. Andai bisa menggantikan posisi Hanum saat ini, tentu sudah lelaki itu lakukan. Hanum begitu banyak mengeluarkan tenaga demi menghadirkan buah hati mereka ke dunia ini. Kedua tangannya mencengkeram erat pergelangan Dirga hingga lelaki itu juga merasakan kesakitan. Namun
Happy Reading*****"Ma, Bunda kenapa?" tanya Azri yang ikut-ikutan panik ketika mengetahui Hanum memegangi perutnya. Tak jarang wanita berperut buncit itu mendesis kesakitan."Bunda sakit perut, Sayang. Kayaknya dedek mau minta keluar," jelas Sabrina, "Mbak, bisa minta tolong panggilkan orang rumah.""Manggil siapa, Bu?" tanya si Mbak yang membantu menjaga Azri selama Sabrina dinyatakan hamil."Siapa saja boleh. Papa kan selalu ada di rumah. Katakan pada beliau jika Mbak Hanum mulai merasakan sakit perut. Kalau ada Mas Dirga malah lebih bagus."Si Mbak mengangguk. "Bagaimana sama Mas Azri, Bu?""Azri biarkan sama saya dulu. Cepat, Mbak. Kasihan Mbak Hanum. Kita harus bawa dia ke rumah sakit," suruh wanita bercadar tersebut. Melihat si Mbak yang menjaga Azri berlari menuju rumah mereka, Sabrina membawa kakak iparnya untuk duduk. "Sakit sekali, ya, Mbak? Sabar, ya. Bentar lagi Papa atau mas Dirga pasti datang. ucapkan istighfar setiap kali sakitnya terasa," saran Sabrina.Patuh, Hanum
Happy Reading*****Sang dokter cum tersenyum dengan perkataan si sulung. Keluarga Lingga semuanya masuk ke ruang perawatan Sabrina.Perempuan bercadar itu tengah berbaring. Melihat seluruh keluarganya datang menjenguk, senyumnya tampak. Sewaktu diperiksa tadi, Aryan memang membuka cadar yang dikenakan sang istri. "Bagaimana keadaanmu, Yang?" tanya Aryan. mencium kening perempuan yang sudah memberikan begitu banyak kebahagiaan padanya.Sabrina mengambil tangan kanan sang suami, lalu menciumnya penuh hormat dan bahagia. Menatap satu per satu seluruh keluarganya. "Alhamdullilah keadaanku sangat baik, Mas.""Apa kata dokter, Nak?" tambah Septi."Kamu pasti kelelahan menjaga Azri yang sangat aktif. Padahal aku sudah ngasih saran. Sebaiknya, kita nyari orang untuk menemani Azri. Eh, kamu malah nggak mau. Aku jadi nggak enak kalau kamu sampai sakit gini, Bi," kata Hanum. Terlalu lama duduk menyebabkan wanita hamil itu memegang pinggangnya."Aku tidak sakit, lho. Cuma tadi mencium aroma so
Happy Reading *****Secepat mungkin, Aryan menghubungi Dirga dan meminta saudaranya itu menjemput dengan kendaraan roda empat. Papa kandung Azri itu juga meminta si sulung untuk memanggil dokter ke rumah mereka."Ar, kelamaan kalau kita panggil dokter ke rumah. Minta masmu untuk mengantar ke klinik terdekat saja," sahut Septi.Menganggukkan kepala, Aryan meminta Dirga untuk segera datang dan membawa mereka ke klinik terdekat. "Kenapa kamu, Bi. Padahal tadi baik-baik saja," gumam Aryan.Melihat para orang dewasa kebingungan, Azri menarik-narik ujung kaos yang digunakan oleh kakeknya. Mukanya menatap penuh tanya pada Lingga."Mama lagi sakit, Nak. Azri diam dulu, ya. Sebentar lagi, Ayah datang menjemput." Lingga mencoba memberi pengertian pada bocah kecil itu."He em," ucap si kecil sambil menganggukkan kepala.Tak berselang lama, Dirga sudah datang bersama dengan Hanum. Mereka berdua turun dari mobil dan menghampiri Aryan yang sudah mengangkat istrinya di sebuah bangku taman."Kenapa
Happy Reading*****Waktu berjalan begitu cepat, kandungan Melati dan Hanum kini sudah memasuki bulan ke tujuh. Aryan dan keluarga juga sudah kembali ke Indonesia setelah pengobatan panjang yang harus dia jalani.Perlahan, tetapi pasti. Kesehatan suami Sabrina itu berangsur membaik. Aryan sudah mulai hidup normal selayaknya dulu sebelum kecelakaan walau benih yang dihasilkan masih belum bagus. Semua berkat ketelatenan Sabrina. Setiap sesi pengobatan Aryan, perempuan bercadar itu ikut dan bertanya ini itu. Sama sekali tidak malu sekalipun yang perempuan itu tanyakan sedikit vulgar menurut suaminya.Antara bangga dan juga malu, tentu dirasakan Aryan. Mungkin perbedaan kultur yang membuat perempuan itu menjadi lebih terbuka membicarakan masalah seks. Setiap kali sang suami bertanya mengapa dia berani bertanya pada dokter. Jawaban Sabrina adalah karena apa yang ditanyakan bukanlah menjurus pada mesum, tetapi ilmu yang harus dia pelajari demi kesembuhan Aryan.Pagi ini, Aryan berjanji pada
Happy Reading*****Mendapat kabar gembira dari sang istri, Dirga segera menelepon orang tuanya yang masih berada di luar negeri menemani Aryan. Berkali-kali Hanum mendapat selamat dan juga ciuman baik dari ibu, adik maupun sang suami. Mereka semua sangat bahagia mendapat kabar kehamilan perempuan itu.Panggilan terangkat oleh Septi, wajah perempuan paruh baya itu terlihat. "Ya, Mas. Apa kabar? bagaimana keadaan cucu Mama? Apa dia sehat-sehat saja."Selalu saja, para orang tua tiap kali menelepon atau ditelepon pertama kali yang ditanyakan adalah keadaan Azri. sepenting itu memang bocah gembul yang sudah bisa berjalan itu."Azri baik, Ma. Gimana kabar Mama sama Papa?""Papa baik, Mas," jawab Lingga. Wajahnya sudah muncul di layar ponsel milik Septi. "Mas, kameranya arahin ke Azri, dong. kangen nih," sahut Aryan yang hanya terdengar suaranya saja.Dirga mengarah kamera pada Azri yang tengah berjalan dengan ditemani sang adik ipar. bocah gembul itu tertawa-tawa ketika bisa mencapai ad
Happy Reading*****Lingga menepuk bahu putranya. "Tidak perlu bersedih. Mas Dirga sama Hanum masih muda dan bisa mencoba lagi nanti.""Bener, Ga. Lagian kalian berdua kan baru menikah. Nikmati waktu berduaan dulu, biar Papa sama Mama yang momong Azri. Kalian bertiga pergilah berlibur ke mana gitu," tambah Lathif."Hmm, kalau itu tidak bisa, Pak Lathif. Aryan harus menjalani proses pengobatannya. Mungkin, Mas Dirga sama Kaisar saja yang pergi berlibur," saran Septi.Dirga tersenyum kecut, lalu meraup tubuh sang istri ke pelukannya. "Tidak masalah buat Mas, Yang. Kita masih bisa mencoba lagi seperti kata Papa. Jangan sedih, dong. Hari ini adalah hari bahagia buat kita semua. Jadi, senyum." Si sulung menaikkan garis bibir sang istri menggunakan jempol dan jari telunjuknya."Aku cuma takut Mas kecewa saja." Mengerjakan mata beberapa kali, Hanum pun tersenyum lega ketika melihat kepala Dirga menggeleng."Sudahlah, lupakan kejadian ini. Sebaiknya, kamu istirahat, Nak," kata Saras, "biarka
Happy Reading*****Melati menatap sedih pada sang suami. "Maaf, Bang. Pas mau berangkat tadi, aku dapat tamu bulanan.""Hmm. Ya, sudah." Kaisar melepas pelukannya. "Kita makan saja. Mau di kamar atau ke restoran bawah?""Aku mandi dulu saja, ya." Melati memasang wajah paling imut untuk menarik simpati si Abang yang mukanya manyun. Satu kecupan di bibir. Akan tetapi hal yang dilakukannya malah membuat bibir sang suami maju beberapa senti."Jangan mancing-mancing kalau pada akhirnya tidak bisa menuntaskan.""Nanti, pasti aku bantu menuntaskan, tapi mandi dulu, ya.""Hmm," jawab Kaisar malas, "jadi, mau makan di mana, Honey?""Terserah Abang saja." Setelah itu, Melati memberi kecupan ke udara."Nakal," kata Kaisar.Memegang gagang telepon, dia menghubungi pihak layanan hotel. Sepertinya makan di kamar lebih menyenangkan. Dirinya dan sang istri memerlukan banyak ruang untuk berduaan. Mengingat sudah bertahun-tahun lamanya Kaisar tidak berjumpa dengan Melati.Di kamar berlainan, Sabrina d
Happy Reading*****Mendengar perdebatan anaknya, Lingga kembali merebut ponsel miliknya dari tangan si putra bungsu. "Ma, ada apa sebenarnya? Kenapa lama sekali kalian datang. Sudah telat setengah jam ini," kata Lingga tak sabaran."Pa, ada sedikit masalah dengan gaunnya Sabrina. Tadi kami sudah akan berangkat, tapi mendadak tamu bulanan Bina datang dan menyebabkan gaun putih yang dia kenakan ada bercak darah. Jadi, kami harus membersihkan dulu karena tidak ada gaun pengganti lagi," jelas Septi begitu lancar ketika sang suami yang bertanya.Namun, dia tidak bisa menjelaskan yang sebenarnya kepada sang putra tadi. Tentunya karena alasan tidak ingin mengecewakan Aryan."Mama, kirain ada apa sampai tidak bisa menjelaskan tentang keadaan Sabrina padaku. Ternyata cuma masalah datang bulan," sahut Aryan. Ternyata Lingga mengeraskan suara ponselnya dengan menghidupkan ikon loud speaker. "Hmm, Papa sengaja men-loud speaker suara Mama, ya?""Iya, habisnya Mama terdengar takut dan khawatir p