Share

7

Author: Jiraz
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Tiba-tiba Sosok menjulang menghalangi penglihatan Sana di depannya, saat dia sedang melihat sekeliling tempat yang baru saja dia datangi, Papanya yang membawa Sana ke tempat ini.

Dia juga melihat banyak orang yang sedang melakukan gerakan-gerakan aneh di sekelilingnya.

"Anak baru!" Ucap anak yang berdiri di depannya itu, dia berdiri sembari mengangkat dagunya angkuh, sambil ke dua tangannya berkacak pinggang. Sana hanya diam menatap anak di depannya. 

"Liatkan, tadi gerakan gua. Keren kan?" Ucap anak itu, lagi. Dia mendatangi anak baru ini, karena ingin anak ini mengakui kehebatannya. Di tempat ini, tidak ada orang yang tidak memujinya.

Tapi Sana sekali lagi tidak mengatakan sepatah katapun, dia masih diam menatap anak di depannya.

Anak itu jadi salah tingkah, dan menurunkan tangannya dari pinggangnya karena orang yang dia ajak bicara hanya diam menatapnya tanpa emosi. "Lo bisu ya?" 

Tapi tidak ada jawaban sama sekali. Kemudian anak itu menarik lengan Sana, untuk berjabat tangan. "Kenalin nama gua Sarah! Gak ada yang gak kenal sama gua disini!"

Sana masih tetap diam. Tapi Sarah tidak menyerah dia masih berusaha berbicara dengan Sana. "Kalau lo jadi pengikut gua, Lo bakal jadi sekuat gua." Tawarnya, dengan nada sombong.

Lalu Sarah berlari sambil menarik Sana lebih dekat ke tempat latihan mereka, dia ingin memperlihatkan bagaimana kuat dan kerennya gerakan beladiri yang akan dipelajari oleh Sana.

"Lo bakal belajar ini. Kalau mau kuat kaya gua, lo harus berusaha keras!" Ucap Sarah sambil tertawa. Sana hanya diam menatap orang-orang yang bergerak dengan aneh itu.

"Sana!" Papanya memanggil, Sana melepaskan tangannya dari genggaman Sarah, dan berlari menuju papanya yang sedang berjalan ke arahnya. Dia langsung naik ke dalam gendongan papanya.

"Sana. ini master yang akan jadi gurumu disini." Ucap papanya, menunjuk laki-laki paruh baya di depannya, yang sedang tersenyum. "Ayo perkenal kan diri." Ucap papanya.

"Halo, nama Saya Dewi Sana. Salam kenal." Ucap Sana dengan nada datar mengikuti perintah papanya. Sarah menganga melihat Sana yang bisa berbicara.

Orang yang bernama master di depannya, tertawa. "Lucu juga,  anakmu Tegar!"

Papa Tegar tertawa canggung. "Dia emang gak terbiasa berbicara."

"Sarah! Sini!" Master di depannya, memanggil anak yang dari tadi terus mengajaknya berbicara. 

Sarah berjalan menuju kakeknya dengan kesal, dia kesal dengan anak yang di gendongan itu. Ternyata anak itu sangat sombong, karena tidak mau berbicara dengannya. 

"Kenalin ini cucu master! Kayaknya kalian seumuran. Kalian disini bisa jadi teman." Ucap Master itu, memegang kepala Sarah yang sedang berdiri disampingnya. "Ayo perkenal kan diri Sarah!"

Baru saja Sarah ingin memperkenalkan diri dengan ogah-ogah, tapi Sana berbicara lebih dulu. "Udah kenal."

"Ohh. Kalian udah kenal ternyata. Gimana cucu master?"

Sana menjawab dengan polos. "Dia berisik!" Setelah itu ke dua tangannya memeluk papanya.

Master di depannya tertawa sangat keras. Sedangkan reaksi Sarah yang syok dengan mulut menganga. Baru kali ini dia mendengar ada anak yang berani mengatainya, di depan mukanya langsung.

"Sana!" Ucap papanya memperingati. Sedangkan orang yang diperingati hanya diam dengan tatapan polos.

"Kalian pasti akan jadi teman baik!"

***

Ini sudah tiga bulan sejak Sana masuk ke dalam pelatihan beladiri ini. hari ini merupakan hari dimana seluruh murid berlatih tanding. Latih tanding ini bertujuan, untuk menilai apakah murid sudah bisa menerima ilmu pelatihan yang dia dapatkan setiap tiga bulan sekali dari tempat ini atau tidak.

Kali ini lawan Sana adalah Sarah, karena mereka seumuran, jadi mereka dipasangkan. Mereka selama tiga bulan ini tidak terlalu dekat. Meskipun setiap hari Sarah selalu mendatanginya untuk membicarakan sesuatu seperti.

 "Aku hebat ... " atau hal-hal semacam itu, tapi Sana tidak peduli.

"Mulai!"

Sarah menyeringai, kali ini dia akan mengalahkan orang di depannya dengan mudah.

"Eh ... " dia terjatuh? Dia bisa melihat tatapan Sana yang melihatnya dari atas. Dia benar-benar kalah?

Orang-orang yang bersorak membuatnya benar-benar menyadari bahwa ini adalah fakta. dia kalah dari anak yang baru 3 bulan berlatih beladiri. Sarah sangat malu, dia hanya ingin menangis saja rasanya. 

"Pertandingan udah selesai, loh." Uluran tangan itu membuat Sarah menoleh menatap Sana. Dia menepisnya! Lalu dia lari dari tengah aula sambil menutupi matanya yang berair menggunakan lengannya. Sana hanya menatap datar hal itu.

***

"Ya ya ya ... dulu gua emang cengeng." 

"Iya sih bener. Tapi Sana hebat juga ya ... baru tiga bulan, udah bisa ngalahin orang yang latihan setahun." Ucap Tika kagum.

Sana tersenyum miring. "Baru tau."

Sarah menepuk punggungnya keras. "Kita tau kok." Sana menoleh kesal, karena perih di punggungnya.

"Terus, terus kalian abis itu deket." Tanya Alia penasaran.

Sana mengangguk. "Abis kalah, besoknya dia datengin gua. Terus minta jadi temen."

"Heh ... kalau gua jadi Sana sih, gak bakal mau." Julid Alia, menatap Sarah sinis.

Sarah memukul punggung Alia, lalu tertawa. "Untung Sana bukan lo, ya."

Alia balas memukul punggung Sarah, karena punggungnya sakit dan perih. Ketika Sarah ingin membalas, Sana memegang tangannya lalu menatap Sarah menggeleng, jangan.

"Ah iya, maaf ... maaf. Gua kebawa suasana." 

"Lo bisa sih seneng deket-deket sama nih anak yang senengnya mukul." Seram Tika menatap Sarah.

"Hah! Lo mau gua pukul juga!" Kesal Sarah. Rani langsung merantangkan tangannya memisahkan mereka. "Stop! ... jangan pada berantem!"

Mereka semua menatap Rani tidak enak, jika dia sampe turun tangan berarti mereka memang sangat mengganggu.

Sarah langsung tertawa pelan. "Becanda, kok. Gua ada berita hottt banget nih." Semuanya langsung menoleh penasaran padanya. "Nungguin ya?"

"Anjir, cepet lah apaan!" Kesal Alia. Begitupun yang lain, menatap dia kesal.

"Tenang-tenang ... Sekarang Sana punya crush guyss!" Ucap Sarah dengan semangat.

Sana menutup muka malu. "Ahhh! Kenapa di omongin sih!"

Alia, Tika dan Rani kaget. Tika langsung memeluk Sana. "Ya ampun! Gua kira lo gak bakal suka sama cowok lagi. Gara-gara tipe lo lebih kurang lebih kaya kak dewa."

"Gak lah. Kak Dewa, kak Dewa. Crush gua ya beda lagi." 

"Tapi bener loh. Biasanya orang yang kebanyakan atau ngabisin waktu paling banyak sama lo, itu bisa jadi tanpa sadar jadi tipe ideal lo." Jelas Alia.

"Yang pasti, ganteng kan?" Tanya Rani semangat.

Sana menatap ke segala arah, karena salah tingkah. "Gak tau, sih." Lalu Sana menutup wajahnya menggunakan telapak tangannya, dia merasa malu sekali ngomongin Fikar. "Akkhh! ... pokoknya udah jangan ngomongin, dia lagi!"

Tika, Rani dan Alia yang Melihat itu merasa gemass.

Tapi Sarah yang lebih dulu mencubit ke dua pipi Sana gemas. "Lucu banget!!"

"Adu .. du duhhh." Ringis Sana. Dia memukul ke dua lengan Sarah, agar melepaskan ke dua lengan itu dari pipinya.

Tika memeluk Sana lebih erat lagi. "Yang terpenting, kakak lo gak bakal pusing lagi kalau mau nikah. Karena lo udah punya calon."

Sana melepaskan diri dari pelukan Tika. "Tu ... nggu! Gua baru crush doang ya. Belum sampe mau nikah!" Wajahnya sudah merah batas maksimal.

Sarah tertawa puas melihat Sana yang malu. Mereka pun memberikan banyak pertanyaan pada Sana tentang Fikar, sampai membuat Sana K.O tidak bisa berkata apa-apa.

Related chapters

  • Bukan Milkku   8

    Kelasnya baru saja selesai. "Mau kemana San?"Sana yang sedang fokus dengan ponsel yang di pegangnya, menjawab. "Mau nganter formulir, ke kak Firdaus."Sarah mengingat. "Ohh kakak cantik, waktu di kantin itu bukan?""Lo tau?" Sana menoleh menatap Sarah. "Mmm ...Tapi dia cowok sih."Sarah terkekeh. "Gua tau. Setelah lu pergi dari kantin, kan waktu itu ada kejadian lagi." Kemudian dia bangkit dari kursinya. "Yaudah, ya. Gua ada kumpulan juga. Bye ... "Sana mengangguk, lalu dia melihat ke arah ponselnya lagi. "Gua bilang bukan kumpulan, ya." Gumamnya.Kak Firdaus belum juga membalas pesannya. Dia sebenarnya sekalian ingin mengantarkan kertas berisi cerpen milik kak Firdaus yang waktu itu, dia pinjam.Karena tak kunjung dapat balasan akhirnya dia menyimpan ponselnya, ke dalam tote bag. Lebih baik dia menunggu di luar kelas, mungkin di taman. Tapo baru saja Sana keluar kelas, ponselnya sudah bergetar. Ah, itu ternyata balasan pesan dari kak

  • Bukan Milkku   9

    Klek ... pintu kamar Sana terbuka."San, Ini sisa lima makalahnya. Gua taro meja belajar lo, ya." Ucap Kak Dewa yang sudah memasuki kamarnya, di depan meja belajar Sana."Hhmm ... makasih Kak Dewa." Dia saat ini sedang fokus pada komputernya. Lalu Kak Dewa berjalan mendekat padanya. "Tidur lo terlalu dikit. Jangan di biasain.""Lo udah tau kan, jawaban gua." Jawab Sana, menatap fokus pada komputer atau PC di depannya. Jari-jari tangannya tidak berhenti di atas keyboard.Dewa tersenyum, sambil menghela nafas. "Setidaknya, kalau berterima kasih bisa sedikit lebih manis dong. Gua juga cape, loh."Sana berhenti mengetik. Lalu dia menoleh pada Kak Dewa dengan tersenyum lebar. "Makasih Kak Dewa. Berkat Lo, pekerjaan gua jadi lebih ringan. Emang Lo kakak terbaik!" Ucap Sana ceria.Dewa menutup mulutnya. "Hahh ... gua terharu banget.""Hhmm ... Jangan lupa tutup pintunya." Ucap Sana kembali datar, kemudian dia kembali fokus pada komputer di d

  • Bukan Milkku   10

    Brakk ... Suara gebrakan meja, membuat sebagian mahasiswa terkejut. "Kalian becanda sama saya!" Marah Bu Dosen, wajahnya bahkan terlihat sangat merah, karena terlalu kesal."Dari semua pertanyaan yang saya beri pada kalian satu-satu! Cuma Sana yang bisa jawab! Sebenernya kalian belajar bareng atau gak?!" Bu Dosen menunjuk-nunjuk anggota kelompok, yang sedang presentasi di depan sekarang.Satu kelas hening tidak ada yang berani berbicara sedikitpun. Bahkan orang yang tidur di belakang kelas dibangunkan oleh teman-teman mereka, karena takut menambah emosi dosennya.Rika akhirnya menjawab dengan percaya diri. "Kita udah diskusi kelompok Bu. Tapi Sana yang buat makalah, jadi dia yang lebih paham materi dari kita.""Huuu." Sorakan pelan dari beberapa anak terdengar. Rika belum sadar dengan ucapannya sendiri, jadi dia tetap tenang. Sedangkan Seren sudah menangis diam-diam karena kemarahan dosennya."Jadi bener! Cuma Sana yang kerja buat makalah! Dari tad

  • Bukan Milkku   11

    "Dinda." Panggil Hina, temannya yang baru saja datang.Dia menutup buku yang dibacanya, lalu menoleh ke arah temannya. "Lo lama banget! Gua lumutan nungguin lo dibawah pohon gini!""Ya, maap. Gua kan ngikutin dosen gua yang keluarnya ngaret." Jawab Hina, lalu duduk disamping Dinda. Dia melihat buku yang dibaca temannya itu, "Apa ini?""Lo gak tau? Ini namanya buku!"Hina menatap Dinda, "Iya gua tau. Maksudnya, ini buku apa?!""Buku novel." Tunjuknya."Emang pengen banget gua timpuk pake batu, ya. muka lo!" Kesal Hina."Novel Bumi Manusia. Karya Pramoedya Ananta Toer." Jawab Dinda akhirnya, senang sekali dia bisa menggoda temannya itu."Eh, selera lo unik ya?" Hina menatap kelangit, lalu tersenyum. "Biasanya anak remaja kaya kita, lebih suka novel romance yang ringan."Dinda menjawab. "Iya, gua kan, Makhluk langka yang perlu di museum kan.""Gak! Ayo, mending gua bawa lo langsung ke Ragunan. Biar terus

  • Bukan Milkku   12

    Sana turun dari kamarnya ke lantai bawah, keheningan memenuhi ruangan tersebut. Papahnya pergi seperti biasa untuk urusan bisnis dan mamahnya pasti ikut pergi bersama papahnya, sedangkan kak Dewa belum pulang. Karena hari ini dia hanya memiliki satu mata kuliah, jadi dia pulang sendiri naik transportasi online.Dan pastinya dia sudah memberikan pesan pada kakaknya untuk tidak menjemputnya. Sana duduk di sofa ruang TV nya, dia baru sadar rumahnya sebesar ini, dan ternyata rasanya sangat sepi jika dia sendirian saja di dalam rumah. Dia melihat figura-figura foto yang di pajang di dinding rumahnya, dia menghela nafas."Kayaknya, temen gua gak bakal susah nyari aib gua. Tinggal dateng aja ke rumah." Gumam Sana, memperhatikan satu persatu foto-fotonya, disana ada foto dia dari masih kecil sampai terakhir foto kelulusannya waktu sma.Masa Sma ya? Sana tidak begitu mengingat banyak kenangan, ketika masa-masa smanya. Kecuali satu orang, yang sampai saat ini masih sangat

  • Bukan Milkku   13

    Sana dan Sarah masih berlari, tapi bau menyengat yang berasal dari perkampungan kumuh ini seakan menjadi uji nyali bagi mereka, apalagi di tambah tanah yang becek, membuat baju mereka basah karena cipratan dari kaki mereka yang sedang berlari.Tapi masih ada satu hal yang Sana syukuri. Hari ini dia memakai celana! Dia tidak bisa membayangkan harus lari-larian menggunakan dress panjang kesukaannya.Dan di perkampungan kumuh ini banyak sekali tikungan-tingkungan kecil yang bisa mengecohkan. Istilah lainnya jalan tikusnya banyak."Belok kanan!" Ucap Sana sepelan mungkin, saat di depan mereka ada pertigaan.Orang-orang yang mengejarnya dibelakang belum sempat melihat mereka berbelok, tikungan seperti ini memang menguntungkan. Saat Sana panik berlari, Sarah menarik tangannya masuk ke dalam kamar mandi umum daerah perkampungan kumuh itu."Hah?" Tanya Sana menggunakan tatapannya saat mereka tatap-tatapan di dalam bilik kamar mandi. "Stss." Sar

  • Bukan Milkku   14

    Setelah polisi datang, semua preman yang menculik Dinda, di bawa ke kantor polisi. Sebenarnya Sana tidak rela, seharusnya preman itu mati di tangannya."Awas aja kalau gua ngeliat muka orang-orang itu lagi!" Gumanya kesal.Saat ini Sana sedang duduk di kursi tunggu yang berada di klinik, tempat Kak Fikar di rawat sekarang. Ketika itu, polisi sekalian membantu mereka membawa Kak Fikar yang pingsan, ke klinik terdekat.Sedangkan Sarah dan Dinda sekarang sedang membuat laporan tentang penculikan yang sebelumnya terjadi, kepada polisi.Pikiran Sana sekarang sudah mulai jernih dan bisa di gunakan, karena pikiran dia sebelumnya hanya di penuhi ketakutan tentang kematian kak Fikar. Dia menghela nafas kasar, meskipun sekarang dia masih sedikit khawatir.Kakinya dari tadi tidak bisa diam dan terus bergerak, dan matanya menatap kosong ke depan, menunggu hasil pemeriksaan dokter di dalam.Srett ...Pintu ruang rawat Fikar terbuka, keluar l

  • Bukan Milkku   Prolog

    "Lo gak papa?"Sana menoleh, wajahnya terlihat sekali paniknya. "Gapapa." Jawab seadanya. Dia tidak mengenal laki-laki itu.Cowo itu terkekeh pelan. "Bener? Muka lo pucet banget."Sana tersenyum kecil menatap cowo itu, kemudian mengalihkan pandangannya menatap sekitarnya. Saat ini dia sedang berada di taman depan gerbang kampus. Tali name tag yang dia pakai sekarang salah. Bukannya warna merah, dia malah memakai warna biru."Mau gue bantuin?" Tanya cowo itu lagi. Sana menggeleng, dia tidak mengenalnya. Sana juga sedang menunggu Sarah, mereka satu kelompok jadi tidak perlu.Kemudian cowo itu menunjukan seutas tali merah. "Ini kan yang lo butuhin." Senyum cowo itu. Wajah Sana langsung sumgringhai melihat tali itu, dia mengangguk.Cowok itu tertawa pelan, " ini buat lo aja, gua gepake soalnya." Menyodorkan seutas tali merah itu pada Sana."Makasih." Sana mengambil seutas tali itu, kemudian melepaskan name tagnya. Dia mengganti tali

Latest chapter

  • Bukan Milkku   14

    Setelah polisi datang, semua preman yang menculik Dinda, di bawa ke kantor polisi. Sebenarnya Sana tidak rela, seharusnya preman itu mati di tangannya."Awas aja kalau gua ngeliat muka orang-orang itu lagi!" Gumanya kesal.Saat ini Sana sedang duduk di kursi tunggu yang berada di klinik, tempat Kak Fikar di rawat sekarang. Ketika itu, polisi sekalian membantu mereka membawa Kak Fikar yang pingsan, ke klinik terdekat.Sedangkan Sarah dan Dinda sekarang sedang membuat laporan tentang penculikan yang sebelumnya terjadi, kepada polisi.Pikiran Sana sekarang sudah mulai jernih dan bisa di gunakan, karena pikiran dia sebelumnya hanya di penuhi ketakutan tentang kematian kak Fikar. Dia menghela nafas kasar, meskipun sekarang dia masih sedikit khawatir.Kakinya dari tadi tidak bisa diam dan terus bergerak, dan matanya menatap kosong ke depan, menunggu hasil pemeriksaan dokter di dalam.Srett ...Pintu ruang rawat Fikar terbuka, keluar l

  • Bukan Milkku   13

    Sana dan Sarah masih berlari, tapi bau menyengat yang berasal dari perkampungan kumuh ini seakan menjadi uji nyali bagi mereka, apalagi di tambah tanah yang becek, membuat baju mereka basah karena cipratan dari kaki mereka yang sedang berlari.Tapi masih ada satu hal yang Sana syukuri. Hari ini dia memakai celana! Dia tidak bisa membayangkan harus lari-larian menggunakan dress panjang kesukaannya.Dan di perkampungan kumuh ini banyak sekali tikungan-tingkungan kecil yang bisa mengecohkan. Istilah lainnya jalan tikusnya banyak."Belok kanan!" Ucap Sana sepelan mungkin, saat di depan mereka ada pertigaan.Orang-orang yang mengejarnya dibelakang belum sempat melihat mereka berbelok, tikungan seperti ini memang menguntungkan. Saat Sana panik berlari, Sarah menarik tangannya masuk ke dalam kamar mandi umum daerah perkampungan kumuh itu."Hah?" Tanya Sana menggunakan tatapannya saat mereka tatap-tatapan di dalam bilik kamar mandi. "Stss." Sar

  • Bukan Milkku   12

    Sana turun dari kamarnya ke lantai bawah, keheningan memenuhi ruangan tersebut. Papahnya pergi seperti biasa untuk urusan bisnis dan mamahnya pasti ikut pergi bersama papahnya, sedangkan kak Dewa belum pulang. Karena hari ini dia hanya memiliki satu mata kuliah, jadi dia pulang sendiri naik transportasi online.Dan pastinya dia sudah memberikan pesan pada kakaknya untuk tidak menjemputnya. Sana duduk di sofa ruang TV nya, dia baru sadar rumahnya sebesar ini, dan ternyata rasanya sangat sepi jika dia sendirian saja di dalam rumah. Dia melihat figura-figura foto yang di pajang di dinding rumahnya, dia menghela nafas."Kayaknya, temen gua gak bakal susah nyari aib gua. Tinggal dateng aja ke rumah." Gumam Sana, memperhatikan satu persatu foto-fotonya, disana ada foto dia dari masih kecil sampai terakhir foto kelulusannya waktu sma.Masa Sma ya? Sana tidak begitu mengingat banyak kenangan, ketika masa-masa smanya. Kecuali satu orang, yang sampai saat ini masih sangat

  • Bukan Milkku   11

    "Dinda." Panggil Hina, temannya yang baru saja datang.Dia menutup buku yang dibacanya, lalu menoleh ke arah temannya. "Lo lama banget! Gua lumutan nungguin lo dibawah pohon gini!""Ya, maap. Gua kan ngikutin dosen gua yang keluarnya ngaret." Jawab Hina, lalu duduk disamping Dinda. Dia melihat buku yang dibaca temannya itu, "Apa ini?""Lo gak tau? Ini namanya buku!"Hina menatap Dinda, "Iya gua tau. Maksudnya, ini buku apa?!""Buku novel." Tunjuknya."Emang pengen banget gua timpuk pake batu, ya. muka lo!" Kesal Hina."Novel Bumi Manusia. Karya Pramoedya Ananta Toer." Jawab Dinda akhirnya, senang sekali dia bisa menggoda temannya itu."Eh, selera lo unik ya?" Hina menatap kelangit, lalu tersenyum. "Biasanya anak remaja kaya kita, lebih suka novel romance yang ringan."Dinda menjawab. "Iya, gua kan, Makhluk langka yang perlu di museum kan.""Gak! Ayo, mending gua bawa lo langsung ke Ragunan. Biar terus

  • Bukan Milkku   10

    Brakk ... Suara gebrakan meja, membuat sebagian mahasiswa terkejut. "Kalian becanda sama saya!" Marah Bu Dosen, wajahnya bahkan terlihat sangat merah, karena terlalu kesal."Dari semua pertanyaan yang saya beri pada kalian satu-satu! Cuma Sana yang bisa jawab! Sebenernya kalian belajar bareng atau gak?!" Bu Dosen menunjuk-nunjuk anggota kelompok, yang sedang presentasi di depan sekarang.Satu kelas hening tidak ada yang berani berbicara sedikitpun. Bahkan orang yang tidur di belakang kelas dibangunkan oleh teman-teman mereka, karena takut menambah emosi dosennya.Rika akhirnya menjawab dengan percaya diri. "Kita udah diskusi kelompok Bu. Tapi Sana yang buat makalah, jadi dia yang lebih paham materi dari kita.""Huuu." Sorakan pelan dari beberapa anak terdengar. Rika belum sadar dengan ucapannya sendiri, jadi dia tetap tenang. Sedangkan Seren sudah menangis diam-diam karena kemarahan dosennya."Jadi bener! Cuma Sana yang kerja buat makalah! Dari tad

  • Bukan Milkku   9

    Klek ... pintu kamar Sana terbuka."San, Ini sisa lima makalahnya. Gua taro meja belajar lo, ya." Ucap Kak Dewa yang sudah memasuki kamarnya, di depan meja belajar Sana."Hhmm ... makasih Kak Dewa." Dia saat ini sedang fokus pada komputernya. Lalu Kak Dewa berjalan mendekat padanya. "Tidur lo terlalu dikit. Jangan di biasain.""Lo udah tau kan, jawaban gua." Jawab Sana, menatap fokus pada komputer atau PC di depannya. Jari-jari tangannya tidak berhenti di atas keyboard.Dewa tersenyum, sambil menghela nafas. "Setidaknya, kalau berterima kasih bisa sedikit lebih manis dong. Gua juga cape, loh."Sana berhenti mengetik. Lalu dia menoleh pada Kak Dewa dengan tersenyum lebar. "Makasih Kak Dewa. Berkat Lo, pekerjaan gua jadi lebih ringan. Emang Lo kakak terbaik!" Ucap Sana ceria.Dewa menutup mulutnya. "Hahh ... gua terharu banget.""Hhmm ... Jangan lupa tutup pintunya." Ucap Sana kembali datar, kemudian dia kembali fokus pada komputer di d

  • Bukan Milkku   8

    Kelasnya baru saja selesai. "Mau kemana San?"Sana yang sedang fokus dengan ponsel yang di pegangnya, menjawab. "Mau nganter formulir, ke kak Firdaus."Sarah mengingat. "Ohh kakak cantik, waktu di kantin itu bukan?""Lo tau?" Sana menoleh menatap Sarah. "Mmm ...Tapi dia cowok sih."Sarah terkekeh. "Gua tau. Setelah lu pergi dari kantin, kan waktu itu ada kejadian lagi." Kemudian dia bangkit dari kursinya. "Yaudah, ya. Gua ada kumpulan juga. Bye ... "Sana mengangguk, lalu dia melihat ke arah ponselnya lagi. "Gua bilang bukan kumpulan, ya." Gumamnya.Kak Firdaus belum juga membalas pesannya. Dia sebenarnya sekalian ingin mengantarkan kertas berisi cerpen milik kak Firdaus yang waktu itu, dia pinjam.Karena tak kunjung dapat balasan akhirnya dia menyimpan ponselnya, ke dalam tote bag. Lebih baik dia menunggu di luar kelas, mungkin di taman. Tapo baru saja Sana keluar kelas, ponselnya sudah bergetar. Ah, itu ternyata balasan pesan dari kak

  • Bukan Milkku   7

    Tiba-tiba Sosok menjulang menghalangi penglihatan Sana di depannya, saat dia sedang melihat sekeliling tempat yang baru saja dia datangi, Papanya yang membawa Sana ke tempat ini. Dia juga melihat banyak orang yang sedang melakukan gerakan-gerakan aneh di sekelilingnya. "Anak baru!" Ucap anak yang berdiri di depannya itu, dia berdiri sembari mengangkat dagunya angkuh, sambil ke dua tangannya berkacak pinggang. Sana hanya diam menatap anak di depannya. "Liatkan, tadi gerakan gua. Keren kan?" Ucap anak itu, lagi. Dia mendatangi anak baru ini, karena ingin anak ini mengakui kehebatannya. Di tempat ini, tidak ada orang yang tidak memujinya. Tapi Sana sekali lagi tidak mengatakan sepatah katapun, dia masih diam menatap anak di depannya. Anak itu jadi salah tingkah, dan menurunkan tangannya dari pinggangnya karena orang yang dia ajak bicara hanya diam menatapnya tanpa emosi. "Lo bisu ya?" Tapi tidak ada jawaban sama sekali. Kemudi

  • Bukan Milkku   6

    Setelah 30 menit perjalanan. Dewa dan Sana sampai di tempat pelatihan beladiri yang mereka tuju. Dewa membuka bagasi mobilnya, lalu mengeluarkan tasnya dan tas Sana, tak lupa tas bekal yang berisi beberapa kotak bekal di dalamnya."Gak ada yang berubah." Gumam Sana melihat gedung di depannya, gedung tempat berlatih beladiri Sana, Sarah dan Dewa sejak mereka sekolah dasar. Tempat ini memang nostalgia sekali."Udah gak ada yang dibawa lagi?" Tanya Dewa. Sana menggelenng. "Udah gak ada. Hp udah di tangan." Tunjuk Sana.Dewa menutup semua pintu, dan memeriksa bahwa mobilnya sudah benar-benar terkunci, baru mereka berjalan memasuki gedung tersebut."Sana!" Sarah mendatanginya dan langsung merangkulnya. Dia ternyata sudah menunggu di depan pos gedung. Karena gedung putri dan putra berbeda, Kak Dewa akan berpisah dengannya disini."Tas Lo nih." Dewa memberikan tasnya, dan memberikan tas yang berisi bekal kepada Sarah. "Dari mama, buat kalian makan b

DMCA.com Protection Status