*Happy Reading*
"Kata siapa kamu, Putra?" Tak ingin langsung percaya. Aku pun kini mengejar penjelasan Putra.
"Bukan kata siapa-siapa. Putra gak sengaja denger aja waktu Aa Alan dapet telepon dari stafnya. Cuma, karena Aa Alan diem aja dan kayaknya gak mau bikin semua orang khawatir. Putra juga diem ajalah. Masa Putra harus nyebar-nyebar. Ih ... emang ekye cowok penebar gosip?" jelas Putra, berlagak seperti lanang kemayu diakhir cerita.
Mungkin, niatnya ingin berkelakar agar aku sedikit santai. Namun, mana bisa aku santai di situasi begini?
Ya Tuhan ... apalagi sih, ini? Kenapa masalah yang datang gak udah-udah? Author nih emang resek, ya? Kayaknya gak suka banget liat aku sama Alan seneng dikit. Di kasih konflik mulu.
Ayolah, thor! Kami tuh masih penganten baru. Kapan senangnya?
Novel lain tuh, ya, kalau tokohnya abis nikah di bikin senang. Kasih pesta pernikahan meriah, malam pertama yang hot, Honey moon romantis. Nah ini
*Happy Reading*"Dapat info dari siapa?" Setelah beberapa saat terdiam. Alan pun bertanya lagi.Berdecak sebentar, aku kembali menulis. Repot banget asli komunikasi begini. Kapan ya boleh ngomong lagi? Kangen dangdutan euy."Aa gak perlu tahu Hasmi dapet Info dari mana. Penting kabar itu bener, kan? Firma Hukum Aa beneran lagi kena masalah, kan? Please jujur! Jan boong terus. Mau jadi pinokio season selanjutnya? Kek kurang mancung aja tuh idung!"Alan lalu mendesah panjang melihat tulisanku. Sebelum menyugar rambutnya dan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi yang dia duduki."Iya, itu benar." Akhirnya dia jujur. "Tapi kamu tenang aja. Semuanya akan segera selesai, kok. Karena saya sudah menemukan pelakunya dan bukti kebohongannya." Dia mencoba menenangkan.Namun, aku tidak tahu dia jujur atau kembali bohong. Beberapa minggu jadi istrinya aku lumayan mengenal karakter Alan. Dia tuh orangnya lebih suka berpikir sendiri dan
*Happy Reading*Sudah kubilang. Alan itu kadang seperti Bunglon, dispenser, iklim Indonesia, mood saat PMS, juga apalah itu namanya yang gampang berubah.Karena apa? Ya karena Alan memang gak bisa konsisten sikapnya. Kadang bisa manis kek gula aren tanpa pengawet. Kadang dingin kek kutub utara. Ah, pokoknya Alan itu nyebelin.Seperti beberapa hari setelah telepon manis kami. Malam itu, dia manis banget kan, sampai bikin aku sama kalian baper. Tapi besokannya, dia ngilang, dong pemirsah!Iya, ngilang kek kang ngutang yang di tagih. Blass aja gitu gak ada kabar. Tetapi, karena waktu itu dia lagi ada masalah. Jadi ya ... aku coba ngerti. Mungkin, dia sedang sibuk.Lalu, besokannya dia muncul lagi dengan ke uwuw-an yang bikin aku diabetes. Kalian gak usah tahu lah, ya? Nanti makin baper malah niat nikung. Repot aku.Tapi terus, ngilang lagi. Begitu aja terus hingga aku genap tiga bulan di negara ini. Bahkan si
*Happy Reading*Kukira, aku beneran di culik. Di maling pria asing yang akan menjualku, atau sekedar mengambil organ tubuh seperti yang sudah santer beredar di dunia hitam.Eh, ternyata aku hanya kena prank!Iya, serius. Aku kena prank! Pelakunya adalah Dokter Somplak, alias Karina Ayunda Putri si Nyonya Setiawan yang selalu lupa jika dia adalah istri sultan. Bangsul benget, kan?Nyebelin banget emang tuh orang. Udah mah aku sport jantung, ketakutan meski dalam kondisi pingsan. Eh, pas bangun cengiran konyolnya yang aku lihat.Entah mau apa dia di negar ini juga?"Dokter ngapa, dah, iseng banget. Kalau mau ketemu saya kan bisa ngomong baik-baik. Jemput baik-baik. Gak kayak gini caranya, Dokterrr! Bikin sport jantung aja!" omelku dengan sungguh-sungguh, setelah tahu pria tadi dan wanita-wanita yang membuat aku pingsan adalah suruhannya."Namanya juga bikin suprise. Mana ada ngomong dulu," jawabnya santai. Tanpa merasa berdo
*Happy Reading*"Ya di Tokyo, lah! Memang di mana lagi? Gak denger kamu tadi Raina bilang apa? Mumpung kalian di sini." Dokter Karina menjawab dengan tegas, saat aku bertanya di mana mereka. Seraya mengingatkan salah satu ucapan Mbak Raina beberapa saat lalu.Bener juga sih, tapi ..."Kalau gitu, kenapa Umi ada di sini? Setahu saja Umi itu takut naik pesawat loh, Dok?" Aku pun bertanya kembali. Menyuarakan rasa penasaranku.Setelah Umi dan Teh Laras pergi lagi. Aku memang segera menarik Dokter Karina agar bisa aku introgasi di sela kegiatan acara make up Mbak Raina.Bukannya langsung menjawab. Si Dokter somplak itu malah tersenyum misterius. Sebelum berkata dengan bangga."Saya kasih obat tidur sebelum naik pesawat. Jadinya selama perjalanan Umi tidur, dan baru bangun barusan."Astaga! Benar-benar ya Dokter ini. Terniat banget kalau ngerjain orang."Mi, matanya liat ke bawah. Susah ini pasang bulu matanya," te
*Happy Reading*"Insya Allah, saya akan menjaga amanat kalian." Alan menjawab dengan sungguh-sungguh, seraya merangkul bahuku dan mengusap lembut lengan atasnya.Kemudian, membatu menyeka ujung mata yang terus berair. Aku mencoba menahan napasku, agar air mata ini sedikit reda. Bahkan, sudah menengadahkan wajah demi menahan laju air yang terus menganak sungai.Namun, nihil. Aku masih saja ingin menangis. Mereka sih, bikin aku terharu. Kan, aku jadi melow. Duh, make up ku luntur kagak ini, ya?"Hei, udah dong nangisnya. Ini hari bahagia kita, lho. Harusnya kamu tertawa, bukan menangis terus seperti ini." Alan masih mencoba membantuku menyeka air mata dengan ibu jarinya."Hasmi ... juga maunya gak nangis, A'. Tapi ... gak bisa. Air matanya gak mau berenti. Huhuhu ...." ucapku terbata di sela isakanku. "Aduh ... ini gimana? Air matanya gak mau berenti Aa. Untung eye linernya mahal. Gak luber, kan?" Aku masih berusaha menghentikan tan
*Happy Reading*Aku tidak tahu berapa lama saling mencecap dan bersilat lidah dalam artian sebenarnya. Yang jelas, rasanya aku yakin akan segera mati jika saja Alan tidak melepaskan tautan bibir kami.Ya, rasa bibir itu memang masih semanis dulu. Juga, seganas dulu. Bibirku terasa kebas sekarang setelah dia cecap dengan membabi buta. Beruntung kami masih punya akal sehat, hingga tak berlanjut saling meloloskan pakaian saat itu juga.Duh, bisa gak keluar ruangan sampai pesta bubar jika hal itu terjadi. Bahkan, mungkin tetap mengurung diri sampai pagi menjelang. Siap-siap di bully si dokter koplak aja setelahnya.Dengan napas yang yang masih tersengal, Alan menyatukan kening kami. Dia tersenyum puas, lalu mencium keningku berkali-kali."Terima kasih, sayang," ucapnya kemudian, kembali menyatukan kening kami.Aku tidak membalas ucapan itu. Masih sibuk mengisi rongga paru dengan napas sebanyak-banyaknya. Gak lucu kan, kal
*Happy Reading*"Hadew ... penganten baru gak sabaran banget, ya? Mentang udah lama gak ketemu. Ngamar aja udah! Jangan lepas sampai garis dua!"Dan ... perusak susana pun muncul.Siapa lagi kalau bukan Letkol Erlangga. Polisi playboy cap kapak rompang.Duh, kalian pinter ya, nebaknya. Ketempuhan dah si Amih ngebut nulis hari ini. Ketawa jahat ah."Bang Elang?" gumamku refleks. Saat melihat polisi resek itu menghampiri, seraya menggendong seorang balita yang ku kenali sebagai salah satu daru Duo K."Yo! Selamat ya buat kalian," jawabnya lalu menjabat tangan Alan dengan erat.Saat dia mengulurkan tangan padaku, aku hanya membalasnya dengan menyatukan tangan di dada. Sama seperti yang aku lakukan pada tamu pria yang lain. Bang Elang lalu nyengir sambil menggaruk tengkuknya."Makin susah dah di mudusinnya," celetuknya kemudian. Membuat Alan langsung waspada."Becanda, elah! Sans ngapa, Pak. Langsung keruh
*Happy Reading*Aku tidak bisa menyahuti ucapan Alan barusan. Selain karena aku tidak tahu kebenaran tentang dugaannya. Aku juga tidak percaya.Ya kali Frans suka sama aku? Udah gila kali, ya? Siapa aku, woy! Lagi pula, Orang kayak Frans itu, bisa senyum tulus aja udah mukjizat banget. Apalagi bisa jatuh cinta. Ngeri kiamat besok aku.Tetapi, sekali pun ucapan Alan benar pun. Aku jelas tidak akan mau. Lah, ngadepin beton kayak Alan aja, aku kena mental mulu. Apalagi ngadepin titisan malaikat malaikat maut kayak Frans. Mati berdiri aku.Duh, jangan sampai pokoknya. Aku masih sayang nyawa!"Sebenarnya, kamu punya hubungan apa sama Frans?" tanya Alan lagi, masih saja curiga."Hubungan apa, sih? Jangan ngadi-ngadi, deh, A'. Lah, ketemu muka aja saya sama si Frans-Frans itu baru beberapa kali. Itu pun cuma sekilas-sekilas. Gimana mau ada hubungan, coba? Lagian ya, A', di kasih kesempatan buat ngobrol juga saya mah ogah. Aa kan tahu saya ora
"Aduh! Terus kumaha iye? Mana si Bapak udah pergi? Saya telepon Bapak lagi aja, gimana? Pasti belum jauh, kan?" Asisten yang bernama Mbok Minah itu pun seketika panik. "Jangan, Mbok. Jangan ganggu Bapak," larang Hasmi yang kini berusaha mengatur napasnya, demi meredakan sakit yang semakin mendera perut bawahnya. "Ya, terus. Ini gimana, Bu? Saya harus apa?" Meski agak heran dengan permintaan sang nyonya. Mbok Minah pun kembali bertanya. "Suruh Pak Komang siapin mobil. Terus, tolong ambilin tas bayi di kamar yang sudah saya siapin. Mbok nanti temenin saya ke Rumah sakit, mau, ya?" pinta Hasmi setelah memberi titah pad sang asisten. "Iya, iya, Bu. Nanti saya temani. Kalau gitu, ibu tunggu bentar, ya? Saya nyari si Komang dulu." Mbok Minah pun pamit, mencari sopir yang sengaja Alan pekerjakan untuk mengantar-antar Hasmi jika ingin bepergian sendiri. Sementara Mbok Minah melaksanakan titah Sang nyonya. Hasmi sendiri kini tengah sibuk mera
Ektra part 5*Happy Reading*Hasmi mendesah berat, saat terbangun dari tidur malamnya tapi tidak menemukan Alan di sisi tempat tidur. Melirik jam di atas nakas sejenak, yang menunjukan pukul dua pagi. Hasmi pun memutuskan turun dari tempat tidur, dan menghampiri suaminya itu. Ruang kerja menjadi tujuan Hasmi. Karena setelah makan malam, Alan memang pamit meneruskan pekerjaan yang belum sempat dia selesaikan di kantor. Sementara Hasmi, memilih langsung tidur setelah sholat isya.Kehamilan yang sudah semakin besar membuatnya mudah lelah. Itulah kenapa, Hasmi jadi sering mengantuk dan mageran. Ditambah lagi, sekarang ada beberapa asisten rumah tangga di rumahnya. Makin-makin saja kemagerannya itu. Hasmi kembali menghela napas panjang, saat menemukan kebenaran atas dugaannya. Di sana, di dalam ruang kerjanya. Alan tengah menatap layar laptopnya dengan tampang serius sekali. Membuatnya terlihat bersahaja dan tampan sekali. Ah, mema
Ekstra part 4"Sudahlah, Alan. Biar aku saja yang jadi mengajak istrimu berkeliling. Aku janji tidak akan membuat istrimu lecet. Jadi, kau tidak harus menyusahkan diri sendiri seperti itu."Alan langsung mendengkus kesal, saat lagi-lagi Frans mengejeknya ketika jatuh dari motor.Ya. Demi Hasmi. Alan akhirnya memutuskan belajar motor kembali, agar bisa memenuhi ngidam sang istri. Meminta bantuan pada Frans yang memang lihai dalam hal kendaraan beroda dua itu. Awalnya Alan ingin minta di ajarkan lagi dalam mengendarai motor. Siapa sangka? Ternyata pria itu malah terus mengejeknya sepanjang latihan."Terima kasih, Frans. Aku masih bisa menuruti ngidam istriku seorang diri. Kau diam menyimak saja," balas Alan kemudian. Tidak akan pernah mengijinkan Frans berdekatan dengan istrinya lagi. Apalagi, setelah tahu perasaan pria itu pada sang istri. Alan tidak ingin memberi celah sedikitpun untuk sebuah perselingkuhan. Ah, ya! Satu rahasia ya
*Happy Reading*Entah sudah jadi sugesti atau memang kebetulan saja. Sejak mengetahui jika sudah berbadan dua, tubuh Hasmi pun mulai merasakan kodisi yang biasa ibu hamil rasakan. Mual-mual dan lain macamnya. Namun, yang paling membuat Hasmi kewalahan adalah muntah-muntah yang di alaminya. Karena hal itu bukan cuma saat pagi hari saja, tetapi bisa seharian full dan membuatnya tidak bisa berjauhan dari kamar mandi. Selain muntah yang berlebihan, Hasmi juga tidak berselera makan sejak hamil. Semakin dia makan, semakin sering dia muntah. Terutama dengan makanan pokok negara kita, yaitu nasi. Jangankan memakannya, mendengar namanya saja dia sudah mual. Dengan kondisinya yang seperti itu, sudah bisa dipastikan. Hanya dalam hitungan hari saja, Hasmi pun drop. Mengharuskannya bedrest total dan mendapat asupan makanan dari selang infus.Sebagai seorang suami, Alan pun dirundung kesedihan melihat kondisi Hasmi. Seandainya saja dia bisa menggant
*Happy Reading*"Nah, udah kelar! Lo? Udah kelar juga, gak?" Hasmi melirik Mira, menanyakan pekerjaan gadis itu. "Bereslah! Miwra gitchu, loh!""Najis! So imut bet lo!" Hasmi misuh-misuh kesal melihat tingkah Mira. "Emang imoet kakak ...." sahut Mira sengaja mengedip-ngedipkan mata seperti orang cacingan. Ingin menggoda Hasmi"Semerdeka lo aja dah, Mir. Males debat gue." Hasmi mengalah. "Dahlah, yuk sholat dulu. Udah masuk waktunya, kan?" Hasmi memilih mengalihkan obrolan pada yang lebih berfaedah. "Udah, sih. Tapi lo duluan aja.""Lah, Ngapa? Lagi males atau ngerasa udah banyak pahala?" sindir Hasmi."Bukan, gela! Gue lagi dateng bulan."Owh ... pantas saja. Soalnya setahu Hasmi, meski si Mira ini bar-bar dan adminnya lambe jemblehnya rumah sakit ini. Tetapi perkara sholat, gak pernah ketinggalan. Bahkan bisa dikatakan jempolan, soalnya gak nunda-nunda waktu. "Oh gitu ...." Hasmi menganggu
*Happy Reading*(Author pov)Hari ini sabtu dan Alan sedang libur. Pria itu sengaja tidur lagi sehabis sholat subuh, karena memang tak punya rencana apapun hari ini. Hanya bersantai ria dengan istri tercinta yang pastinya sedang sibuk membersihkan rumah.Jangan salah kira. Alan bukannya mau menjadikan istrinya itu sebagai pembantu di rumahnya sendiri. Hanya saja, Hasmi memang suka bebenah orangnya, dan tidak ingin memiliki pembantu dulu."Nanti saja punya pembantunya, A. Sekarang Hasmi belum butuh. Lagian, di rumah ini juga hanya kita berdua. Hasmi masih bisa mengurus semuanya sendirian."Itu katanya, saat Alan tawarkan seorang pembantu untuk membantunya mengurus rumah mereka. Meski sudah dibujuk bagaimana pun. Jawaban wanita itu tetap sama. Belum butuh. Begitu saja terus. Sampai Alan menyerah dalam membujuk wanitanya. Karena tak ingin malah jadi ribut nantinya. Kadang, istrinya itu memang sangat keras kepala. Makanya Alan memilih me
*Happy Reading*"Jangan iseng, ya? Aku gak mau sampai kehilangan kontrol di sini," ucapnya lembut membuat aku tertegun. "Kecuali ... kamu mau coba bikin anak di dalam mobil, aku sih gak akan keberatan sama sekali."Eh? "Bikin anak dalam mobil?" Aku membeo. "Atuh jangan Aa. Sempit, ih! Di kamar Apartemen yang luas aja saya engap kalau Aa udah naek. Nah ini malah di dalam mobil. Gepen nanti saya," lanjutku dengan tak habis pikir. "Kamu nanti di atas, biar saya yang di bawah," balas Alan, setelah mengulum senyum berapa saat. Apa, sih? Dia pasti mau ngisengin aku lagi."Di atas gimana? Nanti kepala saya benjol, dong. Mentok mulu pas goyangin Aa." Aku memukul dada bidangnya dengan kesal. "Udahlah jan ngadi-ngadi. Bikin anaknya di rumah aja. Jangan di tempat macem-macem.""Ya, makanya kamu juga jangan iseng di sini. Kalau mau di rumah aja. Biar nanti kalau si 'itu' bangun. Gak susah nyari tempatnya, ya?"Kali ini a
*Happy Reading*Keesokan harinya, kami semua memutuskan untuk liburan bersama ke tempat wisata di Tokyo. Tidak, lebih tepatnya, Dokter Karina yang mempunyai rencana itu, dan aku memaksa ikut.Kenapa memaksa? Ya, karena aku awalnya gak diijinkan. Nyebelin banget, kan? Masa pengen ikut liburan gak boleh? Pelit bet dah, ah."Gak habis pikir saya sama kamu. Orang abis nikah tuh honeymoon Hasmi. Jalan ke mana gitu, beduaan sama Alan. Atau ngedekem di kamar bikin anak tujuh hari tujuh malam juga gak papa. Pokoknya penting beduaan dulu sama suami. Ini kok malah ikut kami. Aneh, kamu!"Itu komentar Dokter Karina saat aku bersikukuh ikut mereka kemarin. Membuat aku cemberut kesal plus gemes banget.Ck, dikira bikin anak mulu kagak capek, apa? Capek kali, Mak! Apalagi ini disuruh begituan tujuh hari tujuh malam. Bah! Ledes nanti dorayakiku. Ganti bentuk jadi okonomiyaki. Haduh, haduh ... tuh dokter kalau ngomong emang bikin orang pengen nguncir mul
*Happy Reading*"Uhuk! Cie pengantin baru, akhirnya keluar kandang juga. Gimana? Dapat berapa ronde semalam? Ugh ... kayaknya gempur abis-abisan, tuh! Jalannya udah beda, cuy!"Aku ingin sekali menyumpel mulut bocor Dokter Karina dengan Burger jumbo di hadapannya, saat mendengar celetukan jahilnya itu ketika waktunya makan malam di restaurant bawah. Ya, ternyata kami semua satu apartemen. Hanya beda lantai saja, soalnya si Nyonya Sultan sudah pasti membutuhkan Apartemen lebih besar, untuk menampung orang-orang yang dia bawa turut serta ke negara ini.Maksudku, ketiga anaknya dan baby sitter mereka masing-masing. Tahu sendiri, kan, dia dan suaminya sangat sibuk. Jadi pastinya butuh bantuan Baby sitter untuk mengurus anak-anaknya. Hanya saja, untuk urusan memandikan dan makanan. Dokter Karina biasanya turun tangan langsung mengurus ketiga anaknya. Dia itu ibu yang hebat. Tapi atasan yang nyebelin kadang. Terutama mulut bocornya. Suka nyeplos gak pandang tempat. Sepert