*Happy Reading*
Aku tidak munafik. Aku ini bukan wanita suci. Maksudku, sebelum hijrah dan memakai hijab seperti sekarang. Dulu aku seperti remaja pada umumnya.
Pacaran, pegangan tangan, cium pipi dan cium bibir sedikit mah, aku pernah melakukannya. Yah ... namanya juga ABG, ya kan?
Intinya, meski bukan pemain pro dalam pacaran. Aku sudah tidak asing dengan yang namanya skinship dan ciuman. Bagiku, asal tidak sampai melewati batas. Tidak masalah.
Nah, seharusnya dengan semua itu, aku sudah tidak kaget lagi dengan aksi Alan semalam. Dan bisa bersikap tenang membalas ciumannya. Namun, yang terjadi adalah, Alan benar-benar membuat aku gila.
He is a good kisser!
Dia ... apa, ya? Aku bingung jelasinnya sama kalian. Pokoknya, dia benar-benar luar biasa. Nah, coba itu bayangkan. Baru bibir aja udah bikin aku hampir gila, apalagi kalau naik tingkat coba. Bisa-bisa aku--
"Hasmi?!"
"Eh, iya Umi?" Seketika aku langsung g
*Happy Reading*"Saya pegang ucapan kamu barusan, Mi. Kebetulan, panthouse hadiah dari Pak Arjuna dan Dokter Karina, sudah siap kita tempati hari ini. Dan ... tentunya tidak akan ada yang bisa mengganggu kita di sana."Waduh!Wajahku auto merona mendengar ucapan Alan barusan. Dengan hati yang kebat-kebit saat sebuah bayangan nakal melintas di kepalaku.Aduh ... aduh ... padahal aku cuma becanda loh, nantangin dia. Tapi kayaknya Alan sangat serius menanggapinya. Lalu, aku harus bagaimana sekarang? Haruskah aku pesan lingerie satu kodi untuk persiapan? Atau ... ah, kayaknya gak usah. Sarungan aja udah biar cepet kalau pengen.Astaga! Mikir apa aku barusan?"Siap dah, Pak Bos! Mau sekalian tujuh musim pun, Hasmi ikhlas, kok. Tapi ... dengan satu syarat lagi." Aku mengikuti permainan Alan."Apa?""Bilang cinta dulu sama Hasmi. Sekarang juga!"Wajah Alan tiba-tiba berubah. Seakan apa yang aku ucapkan barusan adalah voni
*Happy Reading*Author povAlan berusaha berlari sekuat mungkin mengejar para pengendara motor itu. Meski kakinya terasa mulai kebas karena terus di paksakan berlari, namun Alan tidak ingin berhenti sama sekali.Hatinya merepih dan takut diwaktu yang sama, saat melihat istrinya terseret mengenaskan di depan matanya sendiri.Sialan!Siapa mereka? Berani-beraninya mencari masalah dengan Alan!Namun, siapa pun mereka, Alan pastikan akan membuat mereka menyesal karena berani mencari ribut dengannya.Alan lalu mengerahkan usaha terakhirnya. Menambah lagi laju larinya, hingga akhirnya berhasil meraih besi bagasi motor tersebut. Alan mencoba menahan laju motor itu sekuat tenaga. Meski tangannya manjadi sakit, bahkan hampir ikut terseret. Alan tidak menyerah dan terus menahan motor itu sekuat yang dia bisa. Alan lalu dengan sengaja mencoba menggulingkan motor itu, agar oleng dan terjatuh.Dia berhasil!Motor itu benar-
*Happy Reading*Dimas benar. Cidera Hasmi memang serius. Selain benturan keras di kepala yang mengkhawatirkan. Sebelah tulang wajahnya retak, hidungnya pun patah. Serta memar pada seluruh tubuh akibat aksi terseret itu.Hasmi memerlukan pengobatan intensif ditangan tenaga medis yang mumpuni. Itulah kenapa, seperti rujukan Dimas pula, Alan langsung meminta Hasmi di pindahkan ke Rumah Sakit Setiawan Healthy.Beruntung baik Hasmi atau pun Alan memiliki akses spesial ke rumah sakit tersebut. Hingga saat Alan menghubungi Dokter Karina dan memberitahukan apa yang terjadi, istri bosnya itu langsung mengirim helipad untuk menjemput Hasmi."Alan, Umi, Putra?" Bahkan, Dokter Karina sendiri yang langsung menyambut mereka saat mendarat di atap gedung.Ya, Alan memang membawa turut serta Umi yang tidak mau berjauhan dari Hasmi. Dan Putra, ditugaskan A' Jaka untuk menemani Umi."Jangan khawatir. Kami akan melakukan yang terbaik unt
*Happy Reading*"Haruskah seperti itu? Apa tidak bisa dengan hukum saja?" Alan meragu, membalas usulan Arjuna"Inilah kenapa saya selalu bilang kamu lemah, Alan," ucapan Arjuna menohoknya. "Hanya karena kamu tahu perihal hukum, kamu kira bisa membuat dunia seimbang? Tidak, Alan. Di dunia ini ada beberapa hal yang tidak bisa disentuh hukum. Perlu kelicikan dan kekejaman yang bisa membereskannya. Kamu bekerja dengan saya bukan setahun, dua tahun, Alan. Kamu tentu bisa menilai sendiri bagaimana dunia bisnis itu. Yang kuat, yang bertahan sudah menjadi hukum rimba dalam bisnis. Terkhusus untuk pengguna bisnis licik seperti Densu. Dia bisa menggunakan berbagai cara untuk menutup mata hukum."Alan kembali terdiam. Lagi-lagi merasa tertohok dengan ucapan Arjuna. Bertemu dengan pelaku bisnis kotor bukan hal aneh lagi baginya. Hanya saja ... ah, sekali lagi Arjuna benar. Hanya karena dia seorang pengacara. Alan kira bisa membuat dunia seimbang dengan hukum yang dia miliki
*Happy Reading*"Siapa pun kamu dan bagaimanapun masa lalu kamu. Tidak akan pernah Umi permasalahkan, Nak. Selama kamu bisa membuat Hasmi bahagia, itu cukup buat Umi."Umi pun menutup obrolan malam itu dengan kalimat yang sukses membuat Alan terharu sekaligus ragu waktu yang sama.Membahagiakan Hasmi? Mampukah Alan?Meski sebenarnya Alan tahu pasti, hal apa yang bisa membuat Hasmi bahagia. Tetapi .... entah kenapa Alan masih berat melakukannya.Kata cinta. Itukan, yang sangat ingin Hasmi dengar? Juga, akan sangat membuatnya bahagia. Tapi .... bagaimana mengatakannya? Hatinya sendiri masih terasa berat mengucapkan kalimat sakral itu lagi.Katakan Alan masih trauma dengan kalimat sakral itu. Dan ya, memang itulah yang sebenarnya terjadi. Alan pernah menjadi seorang pecinta yang loyal akan kata sakral itu. Sebelum akhirnya hatinya di hancurkan hingga lebur. Hingga ... Alan mengharamkan tiga kalimat itu keluar dari mulutnya lag
*Happy Reading*Kiranya, setelah mendengar keputusan Alan. Arjuna akan menyambutnya dengan suka cita. Ternyata, Daddy si kembar itu terdiam cukup lama, sebelum berkata, "Kamu tidak harus memaksakan diri mengotori tangan kamu Alan, jika memang tidak ingin."Tak ayal, Alan pun jadi bingung sekarang pada sikap Arjuna. Kenapa tanggapan Arjuna malah seperti itu? Bukannya dia sendiri yang mengusulkan?"Saya tidak merasa terpaksa kok, Pak. Saya serius ingin menerima usulan Bapak. Soalnya, saya tidak ingin ada korban lagi dari kegilaan Pak Densu dan anaknya," terang Alan sungguh-sungguh.Arjuna kembali terdiam. Seperti menimang sesuatu yang sangat penting."Pak, saya Serius!" Alan kembali meyakinkan. "Saya benar-benar ingin melenyapkan mereka, karena saya sudah muak dengan kegilaan mereka. Pagi ini, selain kabar rumah Umi yang hampir dibakar dan Mama saya yang hampir di celakai. Saya juga mendengar, jika kantor saya pun sudah mereka retas. Bahk
*Happy Reading*Sebelum ke kantor dan menemui dua orang penting hari ini. Alan memutuskan pulang ke apartement terlebih dahulu, mandi dan berganti pakaian dengan yang lebih bersih dan rapi.Setelah mengambil laptop cadangan di ruang kerjanya, dan beberapa file yang mungkin saja nanti diperlukan. Alan pun sudah siap berangkat ke kantornya, serta bertemu Mr Raid dan Frans seperti yang sudah di jadwalkan.Mr Raid yang datang terlebih dahulu. Alan pun menyambutnya ramah, dan berbincang hangat sejenak sebelum menjelaskan kronologi yang dia alami pada bule bernetra hijau itu."I like u, Alan. Karenanya aku akan membantumu. Apalagi kau melakukan ini demi istrimu. Dengan senang hati aku akan ada dipihakmu," pungkas Raid kemudian. Membuat Alan senang sekali.Dari pembicaraan singkat antara dirinya dan Raid barusan. Alan bisa menilai jika Raid ini bukanlah orang sembarangan. Dia cerdas dan wawasannya luas sekali.Tentu saja, it
*Happy Reading*"Bu, kalau mau photo bilang-bilang, dong! Rina kan juga mau pamer sama temen-temen di kampung. Eh, ya ampun, ada bule ganteng juga! Minta photo bareng, ah!"Seakan kurang kekesalan Alan akan kehadiran mertua Gito yang menyebalkan. Istri Gito, Rina, ikut hadir di sana. Masuk begitu saja tanpa ijin atau pun menyapa Alan sebagai tuan rumah.Benar-benar ibu dan anak yang kompak."Gito?!" Alan berdecis kesal, melirik tajam pria yang masih ngos-ngosan di hadapannya saat ini. "Jelaskan. Apa maksud ini semua?" Alan melirik tajam istri dan mertua Gito yang kini mencoba merayu Raid untuk meminta photo.Betapa malunya Alan pada Raid. Takut jika bule itu nanti marah, dan mengambil semua bantuannya lagi. Bisa kacau semuanya."Ma-maaf, Pak. Ta-tapi mertua saya bilang ingin menjenguk Bu Hasmi di sini. Makanya minta ikut," jelas Gito dengan kikuk."Kalau memang itu tujuannya, kenapa tidak kamu langsung an
"Aduh! Terus kumaha iye? Mana si Bapak udah pergi? Saya telepon Bapak lagi aja, gimana? Pasti belum jauh, kan?" Asisten yang bernama Mbok Minah itu pun seketika panik. "Jangan, Mbok. Jangan ganggu Bapak," larang Hasmi yang kini berusaha mengatur napasnya, demi meredakan sakit yang semakin mendera perut bawahnya. "Ya, terus. Ini gimana, Bu? Saya harus apa?" Meski agak heran dengan permintaan sang nyonya. Mbok Minah pun kembali bertanya. "Suruh Pak Komang siapin mobil. Terus, tolong ambilin tas bayi di kamar yang sudah saya siapin. Mbok nanti temenin saya ke Rumah sakit, mau, ya?" pinta Hasmi setelah memberi titah pad sang asisten. "Iya, iya, Bu. Nanti saya temani. Kalau gitu, ibu tunggu bentar, ya? Saya nyari si Komang dulu." Mbok Minah pun pamit, mencari sopir yang sengaja Alan pekerjakan untuk mengantar-antar Hasmi jika ingin bepergian sendiri. Sementara Mbok Minah melaksanakan titah Sang nyonya. Hasmi sendiri kini tengah sibuk mera
Ektra part 5*Happy Reading*Hasmi mendesah berat, saat terbangun dari tidur malamnya tapi tidak menemukan Alan di sisi tempat tidur. Melirik jam di atas nakas sejenak, yang menunjukan pukul dua pagi. Hasmi pun memutuskan turun dari tempat tidur, dan menghampiri suaminya itu. Ruang kerja menjadi tujuan Hasmi. Karena setelah makan malam, Alan memang pamit meneruskan pekerjaan yang belum sempat dia selesaikan di kantor. Sementara Hasmi, memilih langsung tidur setelah sholat isya.Kehamilan yang sudah semakin besar membuatnya mudah lelah. Itulah kenapa, Hasmi jadi sering mengantuk dan mageran. Ditambah lagi, sekarang ada beberapa asisten rumah tangga di rumahnya. Makin-makin saja kemagerannya itu. Hasmi kembali menghela napas panjang, saat menemukan kebenaran atas dugaannya. Di sana, di dalam ruang kerjanya. Alan tengah menatap layar laptopnya dengan tampang serius sekali. Membuatnya terlihat bersahaja dan tampan sekali. Ah, mema
Ekstra part 4"Sudahlah, Alan. Biar aku saja yang jadi mengajak istrimu berkeliling. Aku janji tidak akan membuat istrimu lecet. Jadi, kau tidak harus menyusahkan diri sendiri seperti itu."Alan langsung mendengkus kesal, saat lagi-lagi Frans mengejeknya ketika jatuh dari motor.Ya. Demi Hasmi. Alan akhirnya memutuskan belajar motor kembali, agar bisa memenuhi ngidam sang istri. Meminta bantuan pada Frans yang memang lihai dalam hal kendaraan beroda dua itu. Awalnya Alan ingin minta di ajarkan lagi dalam mengendarai motor. Siapa sangka? Ternyata pria itu malah terus mengejeknya sepanjang latihan."Terima kasih, Frans. Aku masih bisa menuruti ngidam istriku seorang diri. Kau diam menyimak saja," balas Alan kemudian. Tidak akan pernah mengijinkan Frans berdekatan dengan istrinya lagi. Apalagi, setelah tahu perasaan pria itu pada sang istri. Alan tidak ingin memberi celah sedikitpun untuk sebuah perselingkuhan. Ah, ya! Satu rahasia ya
*Happy Reading*Entah sudah jadi sugesti atau memang kebetulan saja. Sejak mengetahui jika sudah berbadan dua, tubuh Hasmi pun mulai merasakan kodisi yang biasa ibu hamil rasakan. Mual-mual dan lain macamnya. Namun, yang paling membuat Hasmi kewalahan adalah muntah-muntah yang di alaminya. Karena hal itu bukan cuma saat pagi hari saja, tetapi bisa seharian full dan membuatnya tidak bisa berjauhan dari kamar mandi. Selain muntah yang berlebihan, Hasmi juga tidak berselera makan sejak hamil. Semakin dia makan, semakin sering dia muntah. Terutama dengan makanan pokok negara kita, yaitu nasi. Jangankan memakannya, mendengar namanya saja dia sudah mual. Dengan kondisinya yang seperti itu, sudah bisa dipastikan. Hanya dalam hitungan hari saja, Hasmi pun drop. Mengharuskannya bedrest total dan mendapat asupan makanan dari selang infus.Sebagai seorang suami, Alan pun dirundung kesedihan melihat kondisi Hasmi. Seandainya saja dia bisa menggant
*Happy Reading*"Nah, udah kelar! Lo? Udah kelar juga, gak?" Hasmi melirik Mira, menanyakan pekerjaan gadis itu. "Bereslah! Miwra gitchu, loh!""Najis! So imut bet lo!" Hasmi misuh-misuh kesal melihat tingkah Mira. "Emang imoet kakak ...." sahut Mira sengaja mengedip-ngedipkan mata seperti orang cacingan. Ingin menggoda Hasmi"Semerdeka lo aja dah, Mir. Males debat gue." Hasmi mengalah. "Dahlah, yuk sholat dulu. Udah masuk waktunya, kan?" Hasmi memilih mengalihkan obrolan pada yang lebih berfaedah. "Udah, sih. Tapi lo duluan aja.""Lah, Ngapa? Lagi males atau ngerasa udah banyak pahala?" sindir Hasmi."Bukan, gela! Gue lagi dateng bulan."Owh ... pantas saja. Soalnya setahu Hasmi, meski si Mira ini bar-bar dan adminnya lambe jemblehnya rumah sakit ini. Tetapi perkara sholat, gak pernah ketinggalan. Bahkan bisa dikatakan jempolan, soalnya gak nunda-nunda waktu. "Oh gitu ...." Hasmi menganggu
*Happy Reading*(Author pov)Hari ini sabtu dan Alan sedang libur. Pria itu sengaja tidur lagi sehabis sholat subuh, karena memang tak punya rencana apapun hari ini. Hanya bersantai ria dengan istri tercinta yang pastinya sedang sibuk membersihkan rumah.Jangan salah kira. Alan bukannya mau menjadikan istrinya itu sebagai pembantu di rumahnya sendiri. Hanya saja, Hasmi memang suka bebenah orangnya, dan tidak ingin memiliki pembantu dulu."Nanti saja punya pembantunya, A. Sekarang Hasmi belum butuh. Lagian, di rumah ini juga hanya kita berdua. Hasmi masih bisa mengurus semuanya sendirian."Itu katanya, saat Alan tawarkan seorang pembantu untuk membantunya mengurus rumah mereka. Meski sudah dibujuk bagaimana pun. Jawaban wanita itu tetap sama. Belum butuh. Begitu saja terus. Sampai Alan menyerah dalam membujuk wanitanya. Karena tak ingin malah jadi ribut nantinya. Kadang, istrinya itu memang sangat keras kepala. Makanya Alan memilih me
*Happy Reading*"Jangan iseng, ya? Aku gak mau sampai kehilangan kontrol di sini," ucapnya lembut membuat aku tertegun. "Kecuali ... kamu mau coba bikin anak di dalam mobil, aku sih gak akan keberatan sama sekali."Eh? "Bikin anak dalam mobil?" Aku membeo. "Atuh jangan Aa. Sempit, ih! Di kamar Apartemen yang luas aja saya engap kalau Aa udah naek. Nah ini malah di dalam mobil. Gepen nanti saya," lanjutku dengan tak habis pikir. "Kamu nanti di atas, biar saya yang di bawah," balas Alan, setelah mengulum senyum berapa saat. Apa, sih? Dia pasti mau ngisengin aku lagi."Di atas gimana? Nanti kepala saya benjol, dong. Mentok mulu pas goyangin Aa." Aku memukul dada bidangnya dengan kesal. "Udahlah jan ngadi-ngadi. Bikin anaknya di rumah aja. Jangan di tempat macem-macem.""Ya, makanya kamu juga jangan iseng di sini. Kalau mau di rumah aja. Biar nanti kalau si 'itu' bangun. Gak susah nyari tempatnya, ya?"Kali ini a
*Happy Reading*Keesokan harinya, kami semua memutuskan untuk liburan bersama ke tempat wisata di Tokyo. Tidak, lebih tepatnya, Dokter Karina yang mempunyai rencana itu, dan aku memaksa ikut.Kenapa memaksa? Ya, karena aku awalnya gak diijinkan. Nyebelin banget, kan? Masa pengen ikut liburan gak boleh? Pelit bet dah, ah."Gak habis pikir saya sama kamu. Orang abis nikah tuh honeymoon Hasmi. Jalan ke mana gitu, beduaan sama Alan. Atau ngedekem di kamar bikin anak tujuh hari tujuh malam juga gak papa. Pokoknya penting beduaan dulu sama suami. Ini kok malah ikut kami. Aneh, kamu!"Itu komentar Dokter Karina saat aku bersikukuh ikut mereka kemarin. Membuat aku cemberut kesal plus gemes banget.Ck, dikira bikin anak mulu kagak capek, apa? Capek kali, Mak! Apalagi ini disuruh begituan tujuh hari tujuh malam. Bah! Ledes nanti dorayakiku. Ganti bentuk jadi okonomiyaki. Haduh, haduh ... tuh dokter kalau ngomong emang bikin orang pengen nguncir mul
*Happy Reading*"Uhuk! Cie pengantin baru, akhirnya keluar kandang juga. Gimana? Dapat berapa ronde semalam? Ugh ... kayaknya gempur abis-abisan, tuh! Jalannya udah beda, cuy!"Aku ingin sekali menyumpel mulut bocor Dokter Karina dengan Burger jumbo di hadapannya, saat mendengar celetukan jahilnya itu ketika waktunya makan malam di restaurant bawah. Ya, ternyata kami semua satu apartemen. Hanya beda lantai saja, soalnya si Nyonya Sultan sudah pasti membutuhkan Apartemen lebih besar, untuk menampung orang-orang yang dia bawa turut serta ke negara ini.Maksudku, ketiga anaknya dan baby sitter mereka masing-masing. Tahu sendiri, kan, dia dan suaminya sangat sibuk. Jadi pastinya butuh bantuan Baby sitter untuk mengurus anak-anaknya. Hanya saja, untuk urusan memandikan dan makanan. Dokter Karina biasanya turun tangan langsung mengurus ketiga anaknya. Dia itu ibu yang hebat. Tapi atasan yang nyebelin kadang. Terutama mulut bocornya. Suka nyeplos gak pandang tempat. Sepert