*Happy Reading*
"P-pak?" panggilku lirih, di belakang tubuhnya yang berjarak beberapa langkah dariku.
Merasa ada yang memanggil, pria itu pun menghentikan pekerjaannya sebelum menoleh, dan ...
Glek!
Seketika aku menelan saliva kelat, saat melihat tatapan tajamnya padaku. Membuat aku seperti seorang tersangka yang baru saja tercyduk maling ayam.
Njir! Tatapannya tajem banget, sih? Bikin aku jadi deg-degan aja.
"Kenapa?" tanyanya datar sekali.
"Eh? Uhm … itu … anu … uhm …." Tiba-tiba aku malah gelagapan mendapatkan pertanyaan, yang sebenarnya jawabannya sangat mudah.
"Anu ... apa?" tanya pria itu lagi. Masih dengan wajah datarnya.
"Anu … uhm … itu … uhm … ma-makan dulu." Akhirnya, aku pun berhasil memberitahukan tujuanku, walaupun masih dengan grogi parah.
Bagaimana tidak grogi. Kalau sekarang aku harus menganggap pria ini adalah suamiku. Padahal sebelumn
*Happy Reading*Flashback on (part 1)Aku hampir saja mengangguk pasrah jika saja tak mendapatkan tepukan di bahu dari Dokter Karina.Astaga!!Saking paniknya. Aku sampai lupa pada orang-orang yang mengantarku pulang. Dokter Karina dan Alan. Eh, tapi ... kenapa Alan masuk? Bukannya dia katanya mau langsung pergi?"Dok?" panggilku dengan suara parau akhirnya."Jangan menyerah, Mi. Jangan lakukan jika memang kamu gak mau melakukannya. Saya udah pernah bilang, kan? Jangan pernah menikah, hanya karena desakan orang lain atau desakan usia. Tapi menikahlah karena Allah.""Tapi ... Abah saya--""Ayo! Saya bantu jelasin sama Abah kamu," sela Dokter Karina lagi, seraya menyemangati dan meraih handle pintu."Tapi, Neng. Di dalam ada ...." Tiba-tiba Umi menyela dengan ragu-ragu."Ada apa, Umi?" Tak ayal, rasa penasaran pun hadir seketika di sana."Uhm ... itu ... itu ... di dalem, itu ... uhm ....""Di Da
Flashback part 2*Happy Reading*Lalu akhirnya, setelah berdebat lumayan lama dengan Umi yang masih terlihat ketakutan. Aku, Umi, Dokter Karina , dan Alan pun memasuki ruangan Abah, dengan hati gamang.Apalagi saat melihat kondisi Abah yang ...."Akhirnya, kamu datang juga, Mi. Ayo sini! Duduk sebelah saya. Biar ijab kabul bisa cepat dilaksanakan. Kamu gak pengen liat Abah kamu makin menderita kan, dengan kondisinya?" Pak Broto menyambut kami dengan riang, sambil tersenyum lebar dan menepuk kursi disampingnya.Lihatlah. Bahkan posisi mereka pun, sudah sangat siap untuk pernikahan ini. Dengan Pak RT dan Pak Kiayi yang duduk sejajar di samping Abah, dan Pak Broto di depan mereka bersama kursi kosong, yang pasti diperuntukkan untukku."Eh, dia malah bengong. Sini atuh, Sayang. Cepat duduk di sini. Pak RT sama Pak Kiayi masih banyak acara setelah ini. Iya kan, Pak?" Pak Broto menginterupsi lagi, seraya meminta dukungan Pak RT dan Pak kiayi
*Happy Reading*"Udah, lah! Saya males debat dengan cere-cere kaya kalian ini. Urusan saya masih banyak. Dan, seharusnya kalian tuh bersyukur saya gak bawa masalah ini ke polisi. Bukannya malah mendebat saya seperti ini. Udah perawan tua, gak laku, gak tau diri lagi. Cih! Menjijikan!"Seakan tak puas, Pak Broto pun terus saja menghinaku. Membuat aku makin ingin meminjam golok kang jagal. Terus aku mutilasi saja sekalian nih bangkot tua."Oh, ya? Jadi, bapak mau bawa ini ke kantor polisi aja? Yakin, Pak? Memang Bapak punya bukti apa, mau nyeret kasus ini ke Polisi? Bukannya, perjanjian hutang aja gak ada, ya?" tantang Dokter Karina masih tak gentar di posisinya."Kata siapa? Saya punya catatan hutang mereka, kok. Lengkap dengan kwitansinya lagi!" bantah Pak Broto dengan yakin."Ada surat perjanjiannya juga tidak, Pak. Yang disertai materai dan cap legalisasinya?" kali ini Alan pun mulai ikut turun tangan."Buat apa? Saya gak perlu semua
*Happy Reading*Keesokan harinya, tetanggaku dibuat heboh dengan kedatangan si daddy. Alias Pak Arjuna, suaminya Dokter Karina.Kedatangan si daddy yang bukan hanya membawa mobil Ferrari keluaran terbaru saja yang membuat heboh. Tetapi badan tegap dan wajah bulenya juga punya daya tarik sendiri, apalagi mata birunya yang terang.Uhg … Hayati gak kuat! Jadi jangan heran jika kabar kedatangan makhluk sempurna kembaran Dewa Zeus itu, menyebar dengan cepat dari mulut ke mulut para tetangga di kampungku.Apalagi tiba-tiba tuh makhluk nyasar ke rumahku lagi. Yee kan?Makin penuh saja halaman depan rumahku dengan orang-orang kepo.Maklum orang kampung. Biasanya liat yang namanya bule itu cuma di TV doang. Kini bisa bener-bener liat real depan mata. Atuh … jadi pada penasaran. Iya, kan?Sebenarnya, kedatangan Alan saja, yang kegantenganannya satu level dikit di bawah Pak Arjuna. Dari kemarin udah bikin heboh tau. Apalagi ditamba
*Happy Reading*"Bismillahirrahmanirrahim …." Doaku sebelum mulai naik, dan nemplok ke badan pohon buah mangga itu.Lalu, karena aku emang udah biasa naik-naik, gelantungan, manjat-manjat cem tarzan gini. Aku pun dengan cepat bisa sampai di tempat buat yang Lia mau itu."Iya, Bi. Nu eta! (iya, Bi. Yang itu)," seru Lia saat melihatku meraih satu buah mangga yang terlihat menguning di salah satu dahan itu.Aku pun dengan bergegas memetik mangga tersebut, juga beberapa yang lainnya. Soalnya, sayang kan, kalau aku udah kaya monyet gini, tapi cuma ngambil satu aja. Jadi, ya … sekalian ajalah.Setelah memasukan buah-buah itu ke dalam tas plastik yang memang sengaja aku bawa. Juga selalu disiapkan di sebelah pohon. Aku pun bersiap untuk turun.Tetapi, tiba-tiba aku pun langsung tersentak, saat berbalik dan malah bersirobok dengan ular melingkar cukup panjang di atas kepalaku.Ebuseeett!Tuh uler sejak kapan ngepoin
*Happy Reading*Geram, aku pun meraih kaca mata gunung di sebelahku, yang tadi aku lepas sebelum pake sarung urut, lalu melemparkannya pada Putra dan ...Ceklek!Pluk!Mampus!Ngapa tuh beha nemploknya dihidung mancung Alan?Seketika mataku pun melotot horor melihat hal tak terduga itu. Kaget? Tentu! Lebih ke malu, sih. Apalagi saat tangan Alan terangkat dan mencincing kaca mata gunung berwarna merah itu, kemudian terlihat syok beberapa saat setelahnya.Asli! Rasanya aku pengen banget ngumpet di kolong kasur saat itu juga. Tetapi, gimana bisa ngumpet? Lah, kakiku aja masih dicengkram Mak Ijah ini.Lebih dari itu, tampilanku saat ini juga cuma sarungan, doang. Rambut diuntel ke atas semua, memperlihatkan leher dan sekda. Pokoknya nih sarung melorot dikit aja, jadi sudah! Jadi malu gengs maksudku. Hayo ... mikir apa kalian?Bwaahahahhaha ....Lalu, suasana Awkward itupun terpecah oleh tawa Putra, sang pe
*Happy Reading*Sebenarnya, aku sudah tertidur sejak ba'da Isya tadi. Entah karena kurang tidur sejak dua hari ini, atau karena efek abis urut. Pokoknya, masuk maghrib tuh mataku udah berat banget.Cuma karena nanggung mau Isya, aku pun memaksakan diri menunggu sebentar, sebelum benar-benar tepar selepas sholat empat rakaat itu.Nah, mungkin karena tidur sangat awal itulah, akhirnya tengah malam begini aku pun terbangun. Duh, jam berapa sih ini?Melirik jam sebentar, yang ternyata sudah hampir jam tiga, aku pun memilih turun dari tempat tidur Umi, dan beranjak ke arah dapur. Kebetulan aku juga lumayan haus.Namun, Langkah kakiku sontak terhenti, saat baru saja keluar kamar, sudah disuguhkan keberadaan Alan di ruang keluarga, terlihat sibuk di depan laptop.Lah? Dia lembur atau gimana?"Aa belum tidur?" Kepo, aku pun menghampiri Alan setelahnya, serta mengurungkan niat awalku.Merasa namanya di sebut. Pria itu
*Happy Reading*"Kamu mau saya cium juga?""Mau, dong!"Eh! Ngomong apa aku barusan?Seketika aku jadi gelagapan sendiri, saat menyadari ucapanku barusan. Astaga! Bisa-bisanya aku keceplosan gitu."Eh ... uhm ... Bu-bukan gitu maksud saya, A'. Saya ... saya cuma ...."Duh, gimana ini jelasinnya? Aku takut, Alan mengira aku ngarep dan sok jual mahal selama ini. Meski itu memang benar, sih. Tapi harusnya aku jaga Image dikit, kan?Setidaknya, aku tidak boleh terlihat terlalu ngarep sampai tahu perasaan Alan selama ini. Bagaimana pun Alan ini masih sangat abu-abu untukku. Bahkan, motifnya mau menikah denganku pun, aku belum tahu pasti."Jadi mau dicium atau tidak?""Ya mau!"Eh! Refleks aku pun memukul pelan mulutku sendiri. Dengan wajah yang pastinya sudah memerah karena malu.Aduh ya ampun ini mulut. Kenapa gak bisa kalem dikit, sih? Bocor banget sumpah!"Aa, ih! Kenapa sih sukanya ngerjain oran
"Aduh! Terus kumaha iye? Mana si Bapak udah pergi? Saya telepon Bapak lagi aja, gimana? Pasti belum jauh, kan?" Asisten yang bernama Mbok Minah itu pun seketika panik. "Jangan, Mbok. Jangan ganggu Bapak," larang Hasmi yang kini berusaha mengatur napasnya, demi meredakan sakit yang semakin mendera perut bawahnya. "Ya, terus. Ini gimana, Bu? Saya harus apa?" Meski agak heran dengan permintaan sang nyonya. Mbok Minah pun kembali bertanya. "Suruh Pak Komang siapin mobil. Terus, tolong ambilin tas bayi di kamar yang sudah saya siapin. Mbok nanti temenin saya ke Rumah sakit, mau, ya?" pinta Hasmi setelah memberi titah pad sang asisten. "Iya, iya, Bu. Nanti saya temani. Kalau gitu, ibu tunggu bentar, ya? Saya nyari si Komang dulu." Mbok Minah pun pamit, mencari sopir yang sengaja Alan pekerjakan untuk mengantar-antar Hasmi jika ingin bepergian sendiri. Sementara Mbok Minah melaksanakan titah Sang nyonya. Hasmi sendiri kini tengah sibuk mera
Ektra part 5*Happy Reading*Hasmi mendesah berat, saat terbangun dari tidur malamnya tapi tidak menemukan Alan di sisi tempat tidur. Melirik jam di atas nakas sejenak, yang menunjukan pukul dua pagi. Hasmi pun memutuskan turun dari tempat tidur, dan menghampiri suaminya itu. Ruang kerja menjadi tujuan Hasmi. Karena setelah makan malam, Alan memang pamit meneruskan pekerjaan yang belum sempat dia selesaikan di kantor. Sementara Hasmi, memilih langsung tidur setelah sholat isya.Kehamilan yang sudah semakin besar membuatnya mudah lelah. Itulah kenapa, Hasmi jadi sering mengantuk dan mageran. Ditambah lagi, sekarang ada beberapa asisten rumah tangga di rumahnya. Makin-makin saja kemagerannya itu. Hasmi kembali menghela napas panjang, saat menemukan kebenaran atas dugaannya. Di sana, di dalam ruang kerjanya. Alan tengah menatap layar laptopnya dengan tampang serius sekali. Membuatnya terlihat bersahaja dan tampan sekali. Ah, mema
Ekstra part 4"Sudahlah, Alan. Biar aku saja yang jadi mengajak istrimu berkeliling. Aku janji tidak akan membuat istrimu lecet. Jadi, kau tidak harus menyusahkan diri sendiri seperti itu."Alan langsung mendengkus kesal, saat lagi-lagi Frans mengejeknya ketika jatuh dari motor.Ya. Demi Hasmi. Alan akhirnya memutuskan belajar motor kembali, agar bisa memenuhi ngidam sang istri. Meminta bantuan pada Frans yang memang lihai dalam hal kendaraan beroda dua itu. Awalnya Alan ingin minta di ajarkan lagi dalam mengendarai motor. Siapa sangka? Ternyata pria itu malah terus mengejeknya sepanjang latihan."Terima kasih, Frans. Aku masih bisa menuruti ngidam istriku seorang diri. Kau diam menyimak saja," balas Alan kemudian. Tidak akan pernah mengijinkan Frans berdekatan dengan istrinya lagi. Apalagi, setelah tahu perasaan pria itu pada sang istri. Alan tidak ingin memberi celah sedikitpun untuk sebuah perselingkuhan. Ah, ya! Satu rahasia ya
*Happy Reading*Entah sudah jadi sugesti atau memang kebetulan saja. Sejak mengetahui jika sudah berbadan dua, tubuh Hasmi pun mulai merasakan kodisi yang biasa ibu hamil rasakan. Mual-mual dan lain macamnya. Namun, yang paling membuat Hasmi kewalahan adalah muntah-muntah yang di alaminya. Karena hal itu bukan cuma saat pagi hari saja, tetapi bisa seharian full dan membuatnya tidak bisa berjauhan dari kamar mandi. Selain muntah yang berlebihan, Hasmi juga tidak berselera makan sejak hamil. Semakin dia makan, semakin sering dia muntah. Terutama dengan makanan pokok negara kita, yaitu nasi. Jangankan memakannya, mendengar namanya saja dia sudah mual. Dengan kondisinya yang seperti itu, sudah bisa dipastikan. Hanya dalam hitungan hari saja, Hasmi pun drop. Mengharuskannya bedrest total dan mendapat asupan makanan dari selang infus.Sebagai seorang suami, Alan pun dirundung kesedihan melihat kondisi Hasmi. Seandainya saja dia bisa menggant
*Happy Reading*"Nah, udah kelar! Lo? Udah kelar juga, gak?" Hasmi melirik Mira, menanyakan pekerjaan gadis itu. "Bereslah! Miwra gitchu, loh!""Najis! So imut bet lo!" Hasmi misuh-misuh kesal melihat tingkah Mira. "Emang imoet kakak ...." sahut Mira sengaja mengedip-ngedipkan mata seperti orang cacingan. Ingin menggoda Hasmi"Semerdeka lo aja dah, Mir. Males debat gue." Hasmi mengalah. "Dahlah, yuk sholat dulu. Udah masuk waktunya, kan?" Hasmi memilih mengalihkan obrolan pada yang lebih berfaedah. "Udah, sih. Tapi lo duluan aja.""Lah, Ngapa? Lagi males atau ngerasa udah banyak pahala?" sindir Hasmi."Bukan, gela! Gue lagi dateng bulan."Owh ... pantas saja. Soalnya setahu Hasmi, meski si Mira ini bar-bar dan adminnya lambe jemblehnya rumah sakit ini. Tetapi perkara sholat, gak pernah ketinggalan. Bahkan bisa dikatakan jempolan, soalnya gak nunda-nunda waktu. "Oh gitu ...." Hasmi menganggu
*Happy Reading*(Author pov)Hari ini sabtu dan Alan sedang libur. Pria itu sengaja tidur lagi sehabis sholat subuh, karena memang tak punya rencana apapun hari ini. Hanya bersantai ria dengan istri tercinta yang pastinya sedang sibuk membersihkan rumah.Jangan salah kira. Alan bukannya mau menjadikan istrinya itu sebagai pembantu di rumahnya sendiri. Hanya saja, Hasmi memang suka bebenah orangnya, dan tidak ingin memiliki pembantu dulu."Nanti saja punya pembantunya, A. Sekarang Hasmi belum butuh. Lagian, di rumah ini juga hanya kita berdua. Hasmi masih bisa mengurus semuanya sendirian."Itu katanya, saat Alan tawarkan seorang pembantu untuk membantunya mengurus rumah mereka. Meski sudah dibujuk bagaimana pun. Jawaban wanita itu tetap sama. Belum butuh. Begitu saja terus. Sampai Alan menyerah dalam membujuk wanitanya. Karena tak ingin malah jadi ribut nantinya. Kadang, istrinya itu memang sangat keras kepala. Makanya Alan memilih me
*Happy Reading*"Jangan iseng, ya? Aku gak mau sampai kehilangan kontrol di sini," ucapnya lembut membuat aku tertegun. "Kecuali ... kamu mau coba bikin anak di dalam mobil, aku sih gak akan keberatan sama sekali."Eh? "Bikin anak dalam mobil?" Aku membeo. "Atuh jangan Aa. Sempit, ih! Di kamar Apartemen yang luas aja saya engap kalau Aa udah naek. Nah ini malah di dalam mobil. Gepen nanti saya," lanjutku dengan tak habis pikir. "Kamu nanti di atas, biar saya yang di bawah," balas Alan, setelah mengulum senyum berapa saat. Apa, sih? Dia pasti mau ngisengin aku lagi."Di atas gimana? Nanti kepala saya benjol, dong. Mentok mulu pas goyangin Aa." Aku memukul dada bidangnya dengan kesal. "Udahlah jan ngadi-ngadi. Bikin anaknya di rumah aja. Jangan di tempat macem-macem.""Ya, makanya kamu juga jangan iseng di sini. Kalau mau di rumah aja. Biar nanti kalau si 'itu' bangun. Gak susah nyari tempatnya, ya?"Kali ini a
*Happy Reading*Keesokan harinya, kami semua memutuskan untuk liburan bersama ke tempat wisata di Tokyo. Tidak, lebih tepatnya, Dokter Karina yang mempunyai rencana itu, dan aku memaksa ikut.Kenapa memaksa? Ya, karena aku awalnya gak diijinkan. Nyebelin banget, kan? Masa pengen ikut liburan gak boleh? Pelit bet dah, ah."Gak habis pikir saya sama kamu. Orang abis nikah tuh honeymoon Hasmi. Jalan ke mana gitu, beduaan sama Alan. Atau ngedekem di kamar bikin anak tujuh hari tujuh malam juga gak papa. Pokoknya penting beduaan dulu sama suami. Ini kok malah ikut kami. Aneh, kamu!"Itu komentar Dokter Karina saat aku bersikukuh ikut mereka kemarin. Membuat aku cemberut kesal plus gemes banget.Ck, dikira bikin anak mulu kagak capek, apa? Capek kali, Mak! Apalagi ini disuruh begituan tujuh hari tujuh malam. Bah! Ledes nanti dorayakiku. Ganti bentuk jadi okonomiyaki. Haduh, haduh ... tuh dokter kalau ngomong emang bikin orang pengen nguncir mul
*Happy Reading*"Uhuk! Cie pengantin baru, akhirnya keluar kandang juga. Gimana? Dapat berapa ronde semalam? Ugh ... kayaknya gempur abis-abisan, tuh! Jalannya udah beda, cuy!"Aku ingin sekali menyumpel mulut bocor Dokter Karina dengan Burger jumbo di hadapannya, saat mendengar celetukan jahilnya itu ketika waktunya makan malam di restaurant bawah. Ya, ternyata kami semua satu apartemen. Hanya beda lantai saja, soalnya si Nyonya Sultan sudah pasti membutuhkan Apartemen lebih besar, untuk menampung orang-orang yang dia bawa turut serta ke negara ini.Maksudku, ketiga anaknya dan baby sitter mereka masing-masing. Tahu sendiri, kan, dia dan suaminya sangat sibuk. Jadi pastinya butuh bantuan Baby sitter untuk mengurus anak-anaknya. Hanya saja, untuk urusan memandikan dan makanan. Dokter Karina biasanya turun tangan langsung mengurus ketiga anaknya. Dia itu ibu yang hebat. Tapi atasan yang nyebelin kadang. Terutama mulut bocornya. Suka nyeplos gak pandang tempat. Sepert