"Untuk apa dia ada di sini?" teriak Ketty sambil menunjuk ke arah Wailea. Situasi ini membuat Wailea tidak bisa bergeming lagi. Rezo yang penasaran mulai berjalan dan mendekati bar. Wailea dengan perasaan yang kacau memberanikan diri turun dari kursi bar kemudian membalikkan badan. Rezo amat terkejut melihat Wailea kini berada tepat di hadapannya. Sedang apa dia di Bali dan mengapa dengan Helix? Hati Rezo penuh tanda tanya. Rezo yang tadinya geram kepada Ketty kini berubah menjadi amat marah pada Wailea. Dia bertanya pada Wailea apa yang sebenarnya dia lakukan disini. Namun saat Wailea hendak menjelaskan, Rezo terus memotongnya akibat perasaan jengkel yang begitu besar. Tanpa berfikir panjang lagi, Rezo menarik Wailea untuk mengajaknya pulang. "Aku ada meeting di sini besok, Zo. Aku tidak bisa pulang sekarang!" kata Wailea sembari menahan tarikan Rezo. "Meetingnya besok tetapi sudah datang sekarang dengan pria yang bukan suami kamu. Perempuan macam apa kamu ini?" nada bicara Rez
"Aku mau kita pindah dari sini dan memulai hidup kita yang baru di Thailand" kata Rezo tanpa perduli apakah Wailea setuju atau tidak. "Thailand?" tanya Wailea kaget. "Iya. Kita berangkat dua hari lagi" jawab Rezo yakin. Kepala Wailea terasa berat dan seolah hampir pecah. Apakah Rezo benar-benar untuk ini? Apa dia sudah memikirkan segala sesuatunya? Sungguh mendadak dan ini menjadi sangat menguras pikiran Wailea. "Bisnisku yang baru disana sudah maju pesat dalam beberapa bulan saja. Kita teruskan perusahaan kita disana dan kamu bekerja di perusaan itu juga. Mengenai dokumen, aku jamin besok akan siap semuanya. Kita tinggal di apartment untuk sementara waktu sebelum kita membeli rumah disana" jelas Rezo seolah membaca isi kepala Wailea. "Kamu yakin melakukan semua ini bukan karena ingin menghindari Ketty?" tanya Wailea memastikan. "Dia yang selalu menghindar saat aku memintanya membuktikan anak itu" jawab Rezo ketus. "Pada akhirnya jika kamu tahu anak itu adalah benar darah dagin
Pagi ini terasa sangat mendung bagi Wailea, walaupun pada kenyataannya langit terlihat sangat cerah. Bagaimana tidak, pada akhirnya dia pun harus mengikuti keputusan yang dibuat oleh Rezo. "Sudah siap?" tanya Rezo dengan penuh semangat. Terlihat jelas raut wajahnya yang begitu bahagia. Dengan perasaan yang begitu kacau, Wailea pun menganggukkan kepala memberikan tanda jika dirinya siap.Perjalanan dari rumah menuju kantor kali ini terasa sangat cepat. Kini Wailea sudah berada di halaman kantor. Dia memandang sekelilingnya dengan tatapan haru. Apa aku siap meninggalkan semua ini? tanyanya dalam hati.Wailea mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam kantor. Sesampainya dia di ruangan, Helix dengan penuh semangat menyapa wanita yang masih dikaguminya itu. "Pagi Nona" sapa Helix. Wailea menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca. Sebelum Helix melihatnya menitikan air mata, Wailea pun bergegas keluar dari ruangannya dan menuju toilet. Dia memandangi wajahnya di cermin dan mengasihani diri
"Helix, ini hari terakhir Wailea bekerja. Jadi tolong kamu bahas berdua dengannya untuk setiap projek yang masih dalam tahap pengerjaan" kata Robin."Hari teakhir? Maksudnya bagaimana?" tanya Helix terkejut. "Kalian bicara ya, saya tinggal" sahut Robin lalu meninggalkan ruangan mereka."Ada apa Wailea?" tanya Helix panik."Aku akan pindah besok, Hel" jawab Wailea lemas."Kenapa mendadak sekali?" tanya Helix lagi."Memang mendadak, karena ini keputusan Rezo" jawab Wailea. "Kamu bahkan tahu kalau selingkuhan suamimu sedang mengandung, tetapi kamu tetap bertahan?" tanya Helix jengkel. Dia menggaruk kepalanya dengan sangat keras. Perasaan kesal yang tidak mampu ditutupi. -----Waktu berjalan dengan sangat cepat. Kini jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Sepanjang hari Helix dan Wailea hanya diam dan fokus akan pekerjaan. Komunikasi mereka pun dilakukan melalui chat. Keheningan dan kebekuan yang belum pernah terjadi sebelumnya diantara mereka.Hingga tiba saatnya jam pulang kerja, He
Helix tersungkur lemas tak berdaya, matanya tak sanggup menahan air mata. Tersadar jika ternyata perasaannya tak bertepuk sebelah tangan. Betapa hancurnya dia, menyaksikan orang yang mencintainya harus mengorbankan kehidupannya demi orang lain. Cinta memang tidak harus memiliki, tetapi cinta yang mereka alami adalah sesuatu yang sangat rumit dan pelik. Helix mengambil ponsel dan mencoba menghubungi Wailea. Namun sayang, ponsel Wailea dalam keadaan kehabisan baterai dan mati. Helix terus menatap surat itu diiringi dengan air mata yang tak henti-hentinya membasahi pipi. Mencintai orang selama bertahun tahun dan akhirnya bertemu dengan dia tetapi dalam keadaan telah dimiliki orang lain, bukanlah hal terberat bagi Helix. Namun saat mengetahui jika orang yang dia cintai juga mencintainya namun berjuang demi kebahagiaan orang lain membuatnya rapuh dan terasa sangat menyakitkan. Disaat Helix tengah merasakan kepedihannya seorang diri di sudut ruangan, Wailea dan Ruben pun sampai di halam
Hati Papinka terasa membara mendengar sindiran Ruben yang begitu menyakitkan namun benar adanya. Wajah Papinka dan Ketty memerah karena menahan malu dan emosi. Seolah mereka terkena telak dari Ruben, Ketty pun memutar otak agar bagaimana caranya mereka bisa kembali berada di posisi yang aman. "Asal om tahu, kami tidak pernah menyembunyikan hubungan kami ini di depan Wailea. Bahkan dia tahu jika saya dan Rezo berlibur di Bali" kata Ketty membuat suasana semakin kacau. Ruben tercengang dan seketika itu juga menatap Wailea. "Apa benar yang dia katakan?" tanya Ruben. Bibir Wailea terasa berat hendak menjawab pertanyaan itu. Entah dia harus bagaimana sekarang menghadapi situasi yang mulai menyudutkannya itu. "Maafkan Lea, pa" sahut Wailea tanpa pembelaan apapun. Jantung Ruben kini terasa nyeri dan sakit. Dia pun memegang dadanya dan mencoba untuk tetap bertahan. Sungguh sulit dipercaya namun pernyataan itu tak dibantah oleh Wailea. "Om tahu kenapa Wailea tidak bertindak apa-apa? Karen
Wailea terdiam membeku, air matanya yang sedari tadi menetes kini berhenti seketika. Keadaan hatinya sangat buruk dan sama sekali tidak beraturan. Kini matanya tertuju kepada secarik kertas bermaterai di atas meja. Bercerai? Apakah ini ujung dari perjuanganku selama ini? Wailea berjalan mendekati meja dan mulai meraih dokumen tersebut. Dipandangilah isi surat itu dari atas hingga bawah. Ini kali pertama di dalam hidupnya merasakan begitu berat ketika memegang secarik kertas. Bayang-bayang yang menakutkan kini meliputi pikirannya. Bagaimana dengan mama? Bagaimana dengan papa Ruben? Bagaimana nasibku nanti? Apa pandangan orang-orang terhadapku yang menjadi janda hanya dalam waktu sekejap mata? Aku harus bagaimana? Terlalu banyak suara yang kini bersarang di kepalanya. "Boleh aku bertanya? Jika kalian menjawabnya dengan jujur, maka aku akan segera menandatangani surat ini dan pergi" tantang Wailea. Ketty dan Rezo saling pandang dan kemudian mempersilahkan Wailea untuk mengajukan perta
Ttookkk... Tookkk... Ttoookkkk. Suara ketukan itu terdengar sangat kasar. Helix segera keluar dari kamarnya menuju pintu utama dan membukakan pintu. Bbbuuukkkkk... Sebulan pukulan yang sangat kuat mendarat di pelipis Helix. "Apa-apaan ini?" tanya Helix sembari menyentuh pelipisnya yang langsung membiru dan bengkak. "Apa anda puas sekarang menghancurkan rumah tangga anak dan juga menantu saya?" tanya Ruben dengan sangat geram. "Maksud bapak apa?" tanya Helix kebingungan. "Saya tahu jika anda memiliki hubungan dengan menantu saya" jawab Ruben dengan penuh emosi. "Saya memang punya hubungan dengan menantu anda, tetapi hanya sebatas hubungan rekan kerja dan juga teman dekat. Apanya yang salah?" tanya Helix lagi. "Terlalu banyak kebohongan yang kalian semua ciptakan" ujar Ruben. "Saya memang punya perasaan dengan Wailea, tetapi dia tidak pernah menyambut perasaan saya ini sekalipun. Mungkin saya akan sangat bahagia jika anda memukul saya karena tuduhan anda benar. Asal anda tahu,
"Saya rasa istri bapak takut saat mendengar suara anda, makanya dia pergi dari sini tanpa membawa barang" ujar Luna saat Helix hendak menduduki kursi plastik merah di teras rumah Luna. Helix terheran, mengapa bisa wanita di hadapannya itu berfikir jika dia adalah suami dari Wailea. Helix pun bertanya-tanya siapakah wanita ini, karena baru pertama kalinya dia melihat Luna. "Saya ini resepsionis hotel di Bali yang berhasil anda buat kehilangan pekerjaan. Pantas saja anda tega kepada orang lain, kepada istri anda sendiri saja anda teganya bukan main" sahut Luna kesal. Helix semakin bingung dibuatnya. "Dari tadi saya perhatikan ucapan anda melantur tidak ada arahnya. Kenapa anda pikir saya ini suami Wailea?" tanya Helix penasaran. "Kalau anda bukan suaminya, lalu kenapa foto anda ada di dompetnya?" tegas Luna. Helix terdiam dan berfikir. "Saya tidak sengaja melihat foto anda di dompet mbak Wailea. Foto 3x4 sih, tapi sangat jelas kalau itu foto anda" lanjut Luna. Ingin rasanya Helix
Setelah selesai diobati, Wailea berjalan menuju toko disebelah klinik. Dia membeli sebuah topi dan masker. Tujuannya agar perban dikepala tidak terlihat dan wajahnya pun tidak terlihat karena ditutupi masker. Setelah itu kembali Wailea mencari taksi dan melanjutkan perjalanannya menuju bandara. Seolah sudah di lancarkan jalannya, disaat Wailea sampai dia pun langsung mendapatkan penerbangan tepat pada waktunya. Dia segera mengurus tiket dan lain sebagainya. Beberapa jam kemudian Wailea telah tiba di Sumatra. Tak sabar rasa hati ingin bertemu sang ibu dan memeluknya erat. Dia sudah membayangkan untuk menceritakan semua yang telah dialaminya selama ini. Setelah menggunakan kendaraan umum, Wailea pun sampai di halaman rumah sang ibu. Tangisan tak mampu lagi ditahan olehnya, dia segera berlari menuju pintu utama. Tooookkk... Tokk... Tokkk.. Suara ketukan pintu yang sangat lembut. Seseorang dari dalam rumah membukakan pintu. Wailea terkejut saat melihat seseorang yang tidak dia kenal be
Cuaca pagi yang mulai terasa hangat oleh mentari. Wailea terbangun dan tersadar jika dirinya tidak di rumah itu lagi. Wailea mengambil ponselnya dan kemudian menyambungkan pada kabel pengisian daya. Pasti sudah banyak pesan dari orang-orang yang mencariku, katanya dalam hati. "Selamat pagi mbak. Ayo sarapan dulu" ajak Luna. Luna kembali dikejutkan dengan darah yang mulai memenuhi perban dan juga bahkan meninggalkan noda pada sarung bantalnya. "Maaf Luna, saya jadi mengotori barang kamu" kata Wailea sungkan. "Itu bukan masalah mbak, bisa dicuci dan kembali bersih. Yang jadi masalah sekarang adalah, perban dan obat saya kebetulan habis. Jadi saya harus beli dulu ke apotek" kata Luna. Wailea mengambil dompetnya dan memberikan sejumlah uang. "Terima uang ini ya. Kamu sudah memberiku tempat dan makanan bahkan obat. Aku tidak tenang jika kamu tidak menerimanya". "Mbak Wailea sama sekali tidak merepotkan saya. Saya malah senang bisa membantu. Tapi apa tidak lebih baik mbak Lea ke ruma
Wailea terus mengendarai motornya ke arah yang dia sendiri pun tak tahu. Untuk sementara darahnya sudah terhenti karena perban dan obat yang dia pakai sebelum pergi. Mengapa Wailea memilih pergi? Mengapa dia tidak tetap tinggal disana dan meminta pertolongan? Karena merasa Ruben sangat marah padanya dan juga Rezo, dia pun memilih untuk bertahan sendiri. Dia juga tahu jika Helix masih dalam keadaan kesal padanya, jadi lebih baik dia tidak menghubungi siapapun. Dengan sebuah ransel kecil, Wailea membawa sedikit pakaiannya. Dia yakin untuk kembali ke rumah Weni. Hatinya kini terasa sangat lelah dengan semuanya. Karena kepalanya yang terasa masih sangat berat, Wailea pun tak imbang kemudian hampir menabrak seorang wanita. Dia membanting stang motornya dan kemudian terjatuh. "Mbak baik-baik saja?" tanya seorang wanita yang terlihat panik. "Maafkan saya, saya tidak hati-hati" kata Wailea sembari melepaskan helm di kepalanya. "Mbak Wailea" kata wanita itu. Wailea mencoba mengingat siapa
Ttookkk... Tookkk... Ttoookkkk. Suara ketukan itu terdengar sangat kasar. Helix segera keluar dari kamarnya menuju pintu utama dan membukakan pintu. Bbbuuukkkkk... Sebulan pukulan yang sangat kuat mendarat di pelipis Helix. "Apa-apaan ini?" tanya Helix sembari menyentuh pelipisnya yang langsung membiru dan bengkak. "Apa anda puas sekarang menghancurkan rumah tangga anak dan juga menantu saya?" tanya Ruben dengan sangat geram. "Maksud bapak apa?" tanya Helix kebingungan. "Saya tahu jika anda memiliki hubungan dengan menantu saya" jawab Ruben dengan penuh emosi. "Saya memang punya hubungan dengan menantu anda, tetapi hanya sebatas hubungan rekan kerja dan juga teman dekat. Apanya yang salah?" tanya Helix lagi. "Terlalu banyak kebohongan yang kalian semua ciptakan" ujar Ruben. "Saya memang punya perasaan dengan Wailea, tetapi dia tidak pernah menyambut perasaan saya ini sekalipun. Mungkin saya akan sangat bahagia jika anda memukul saya karena tuduhan anda benar. Asal anda tahu,
Wailea terdiam membeku, air matanya yang sedari tadi menetes kini berhenti seketika. Keadaan hatinya sangat buruk dan sama sekali tidak beraturan. Kini matanya tertuju kepada secarik kertas bermaterai di atas meja. Bercerai? Apakah ini ujung dari perjuanganku selama ini? Wailea berjalan mendekati meja dan mulai meraih dokumen tersebut. Dipandangilah isi surat itu dari atas hingga bawah. Ini kali pertama di dalam hidupnya merasakan begitu berat ketika memegang secarik kertas. Bayang-bayang yang menakutkan kini meliputi pikirannya. Bagaimana dengan mama? Bagaimana dengan papa Ruben? Bagaimana nasibku nanti? Apa pandangan orang-orang terhadapku yang menjadi janda hanya dalam waktu sekejap mata? Aku harus bagaimana? Terlalu banyak suara yang kini bersarang di kepalanya. "Boleh aku bertanya? Jika kalian menjawabnya dengan jujur, maka aku akan segera menandatangani surat ini dan pergi" tantang Wailea. Ketty dan Rezo saling pandang dan kemudian mempersilahkan Wailea untuk mengajukan perta
Hati Papinka terasa membara mendengar sindiran Ruben yang begitu menyakitkan namun benar adanya. Wajah Papinka dan Ketty memerah karena menahan malu dan emosi. Seolah mereka terkena telak dari Ruben, Ketty pun memutar otak agar bagaimana caranya mereka bisa kembali berada di posisi yang aman. "Asal om tahu, kami tidak pernah menyembunyikan hubungan kami ini di depan Wailea. Bahkan dia tahu jika saya dan Rezo berlibur di Bali" kata Ketty membuat suasana semakin kacau. Ruben tercengang dan seketika itu juga menatap Wailea. "Apa benar yang dia katakan?" tanya Ruben. Bibir Wailea terasa berat hendak menjawab pertanyaan itu. Entah dia harus bagaimana sekarang menghadapi situasi yang mulai menyudutkannya itu. "Maafkan Lea, pa" sahut Wailea tanpa pembelaan apapun. Jantung Ruben kini terasa nyeri dan sakit. Dia pun memegang dadanya dan mencoba untuk tetap bertahan. Sungguh sulit dipercaya namun pernyataan itu tak dibantah oleh Wailea. "Om tahu kenapa Wailea tidak bertindak apa-apa? Karen
Helix tersungkur lemas tak berdaya, matanya tak sanggup menahan air mata. Tersadar jika ternyata perasaannya tak bertepuk sebelah tangan. Betapa hancurnya dia, menyaksikan orang yang mencintainya harus mengorbankan kehidupannya demi orang lain. Cinta memang tidak harus memiliki, tetapi cinta yang mereka alami adalah sesuatu yang sangat rumit dan pelik. Helix mengambil ponsel dan mencoba menghubungi Wailea. Namun sayang, ponsel Wailea dalam keadaan kehabisan baterai dan mati. Helix terus menatap surat itu diiringi dengan air mata yang tak henti-hentinya membasahi pipi. Mencintai orang selama bertahun tahun dan akhirnya bertemu dengan dia tetapi dalam keadaan telah dimiliki orang lain, bukanlah hal terberat bagi Helix. Namun saat mengetahui jika orang yang dia cintai juga mencintainya namun berjuang demi kebahagiaan orang lain membuatnya rapuh dan terasa sangat menyakitkan. Disaat Helix tengah merasakan kepedihannya seorang diri di sudut ruangan, Wailea dan Ruben pun sampai di halam
"Helix, ini hari terakhir Wailea bekerja. Jadi tolong kamu bahas berdua dengannya untuk setiap projek yang masih dalam tahap pengerjaan" kata Robin."Hari teakhir? Maksudnya bagaimana?" tanya Helix terkejut. "Kalian bicara ya, saya tinggal" sahut Robin lalu meninggalkan ruangan mereka."Ada apa Wailea?" tanya Helix panik."Aku akan pindah besok, Hel" jawab Wailea lemas."Kenapa mendadak sekali?" tanya Helix lagi."Memang mendadak, karena ini keputusan Rezo" jawab Wailea. "Kamu bahkan tahu kalau selingkuhan suamimu sedang mengandung, tetapi kamu tetap bertahan?" tanya Helix jengkel. Dia menggaruk kepalanya dengan sangat keras. Perasaan kesal yang tidak mampu ditutupi. -----Waktu berjalan dengan sangat cepat. Kini jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Sepanjang hari Helix dan Wailea hanya diam dan fokus akan pekerjaan. Komunikasi mereka pun dilakukan melalui chat. Keheningan dan kebekuan yang belum pernah terjadi sebelumnya diantara mereka.Hingga tiba saatnya jam pulang kerja, He