Kedatangan Yoshi membuat Ayunda dan Mayang bahagia. Wajah wanita itu tidak bisa menyembunyikan keriangannya. Namun mendadak kecewa setelah tahu di belakang Yoshi ada siapa. Ada Anastasya yang sedang mengendong bayinya. Sedangkan si mbak menunggu di dalam mobil."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Ayunda langsung memeluk papanya. "Silakan masuk," kata Mayang. Wanita itu memandang Yusa dalam gendongan Anastasya. Wajahnya mirip sekali dengan Yoshi. "Boleh aku pangku," pinta Mayang.Anastasya kaget karena tiba-tiba saja Mayang bersikap lembut, tapi tetap memberikan sang anak untuk dipangku wanita itu. Justru Yoshi yang memandangnya dengan perasaan khawatir. Takut anaknya di apa-apakan oleh Mayang."Kak Ayun, ini adek Yusa mau loh dicium kakaknya." Anastasya berkata sambil memandang pada Ayun. Tangannya terulur supaya Ayun menyambutnya. Namun sia-sia karena diabaikan."Nggak mau!" jawab Ayunda ketus."Loh, kenapa? Ayolah sini. Kak Ayun, nggak mau lihat adek?""Enggak! Ayun nggak puny
(Bukan) Istri Pilihan - Waktu yang Hilang Author's POVSampai malam, entah sudah berapa kali Mayang mengirimkan pesan pada Yoshi. Ayunda diajak dengan tujuan agar bisa dekat dengan Anastasya, dengan Yusa, dengan keluarga papanya, tapi mamanya tak henti bertanya kabar. Pesan, telepon, berulang kali. Apa juga yang dikhawatirkannya. Mana mungkin Ayunda dicelakai.Malah seperti ada kesempatan untuk terus-terusan berkomunikasi dengan Yoshi. Ponsel kembali berpendar dan saat itu Anastasya pun melihatnya."Apa sih yang dikhawatirkan Mbak Mayang, Mas? Nggak percaya banget sama kita," gerutu Anastasya jengkel.Yoshi menunjukkan semua isi pesan Mayang pada Istrinya. Pesan yang tidak semuanya dibalas oleh Yoshi. "Mas, fotoin saja Ayun yang sudah tidur. Biar nggak nanya-nanya lagi." Dikembalikan ponsel di telapak tangan suaminya. "Aku capek, Mas. Aku mau tidur dulu!" Anastasya menarik selimut menutupi tubuhnya. Yoshi menunduk untuk mengecup kening sang istri. Mengusap sejenak rambutnya kemudi
Fauzi menghela nafas panjang. Ibunya memang susah diberikan pengertian. Kalau ibunya mau ikut sekarang, ia tidak akan kepikiran untuk mengambil cuti yang diberikan perusahaan. Lagian pulang ke Surabaya untuk siapa? Tidak ada keluarga di sana. Nanti setelah setahun atau dua tahun lagi baru pulang. Mungkin untuk bertemu Anastasya atau mantan papa angkat sekaligus papa tirinya. Bertemu secara personal. Karena bagaimanapun juga, Pak Bastian yang menjadikannya seperti sekarang ini."Okelah, terserah ibu kalau gitu." Fauzi pasrah."Dua hari lagi ibu mau ke Malang. Nanti sampai sana ibu kabari.""Ya," jawab Fauzi singkat. Kecewa berat, karena yang dikunjungi ibunya adalah kerabat dari pihak bapaknya. Apa ibunya akan memberitahu mereka kalau sudah bercerai dari suaminya yang nomer dua? Fauzi berdecak lirih.Keluarga Bu Eri sendiri berasal dari Surabaya. Sudah banyak yang meninggal dan kalau pun masih ada, mereka tidak tinggal lagi di kota Pahlawan itu. Sudah pada pindah ke kota lain ikut suam
(Bukan) Istri Pilihan- Malam yang GagalAuthor's POVDi bangku kayu halaman belakang, Yoshi melihat Anastasya duduk memangku Yusa. Menghadap ke arah barat, melihat matahari sore yang sedikit tersapu mendung. Bulan September biasanya memang sudah mulai turun hujan.Yoshi menggandeng Ayunda menghampiri mereka. Kemudian duduk dan menyentuh pipi Yusa. "Sini ikut papa!" Yoshi hendak mengambil Yusa, tapi Ayunda memegangi tangannya."Kakak, sama tante sini." Anastasya meraih lengan Ayunda, tapi anak itu menarik tangannya yang dipegangi mama tirinya dengan gerakan kasar. Membuat tangan itu mengenai kakinya Yusa. "Nggak mau," teriaknya ketus."Ayun, nggak boleh begitu. Papa bilang apa tadi. Masih ingat, kan? Ayo, minta maaf sama Tante," perintah Yoshi yang tidak jadi mengambil Yusa, karena Anastasya menahan putranya.Ayunda diam dan menyembunyikan wajahnya di dada sang papa."Ayun, minta maaf sama tante.""Nggak mau.""Di sekolah, Ayun diajari untuk selalu minta maaf kan kalau salah."Gadis ke
"Nggak, tapi Tante yang mengambil papa Ayun." Mata gadis kecil itu berkilat-kilat. Kalau tidak ada yang mengajari, mungkin Ayunda tidak akan bisa berkata sekasar itu."Nggak ada yang ngambil papa dari Ayun. Papa Yoshi tetap papanya Ayun." Anastasya sebisa mungkin untuk bersikap tenang dan sabar."Bohong. Papa sekarang jarang mengajak Ayun dan Mama jalan-jalan karena ada Tante Jahat, ada adek itu.""Ayunda," teriak Yoshi yang keluar dari kamar. "Kenapa ngomong seperti itu sama Tante Anas. Nggak sopan tau. Ayo, minta maaf!""Nggak mau!" teriak Ayunda."Minta maaf sama Tante," ulang Yoshi dengan suara tegas.Ayunda malah menangis. Tangannya menepis susu yang tadi di sodorkan Anastasya, hingga gelas itu jatuh pecah dan isinya mengenai Yusa dan Anastasya. Spontan wanita itu mundur ke belakang. Yusa pun kaget, tapi untungnya bayi itu tidak menangis.Anastasya masuk kamarnya Yusa diikuti oleh si mbak yang baru selesai menjemur baju. Si mbak mengambil baju ganti untuk Yusa. Mak Ijah mendekat
(Bukan) Istri Pilihan - Menunggumu Kembali Author's POVPak Bastian masuk rumah bersama dengan Yoshi. Sinta dan Anastasya bangkit dan mencium tangan papanya. "Silakan duduk, Pa. Aku buatin minum ya. Papa mau kopi apa teh?""Teh saja. Yusa mana?""Ada di kamar. Mama juga ada di sini. Tuh lagi main sama anak-anak," ujar Anastasya sambil memandang ke arah kamarnya Yusa.Laki-laki sepuh itu pun memandang ke arah yang sama. Dia tidak mengira kalau Bu Mega juga ada di sana. Dipikir tadi hanya Sinta saja. Sebab Sinta memang sering memakai mobil mamanya.Anastasya melangkah ke dapur membuatkan teh untuk papanya. Sedangkan Yoshi menemui Deny yang duduk di bangku kayu belakang rumah. Kedua ipar itu lebih memilih ngobrol sendiri daripada bergabung di dalam."Kakakmu nggak ikut?" tanya Pak Bastian pada Sinta."Mbak Lidia di rumah. Ada temannya datang tadi.""Yeay, ada Opa." Lili dan Sheireen berlari kegirangan melihat opanya ada di ruang tamu. Pak Bastian langsung merangkul kedua cucunya. Menc
Gerimis turun sore itu. Hawa dingin menyebar. Aroma khas tanah basah menguar mengobati kerinduan pada hujan. Anastasya, Yoshi yang memangku Yusa, Sinta, Deny, Lili, dan Sheireen duduk menonton TV di ruang tengah sambil makan kacang rebus dan roti bakar. Sedangkan Pak Bastian dan Bu Mega ngobrol berdua di teras samping rumah. Sengaja anak-anak memberikan waktu mereka untuk bicara. Dan meminta Lili dan Sheireen supaya tidak menghampiri opa dan omanya."Mama, jadi berangkat umroh bersama Jeng Nana?" tanya Pak Bastian."Iya. Empat hari lagi kami berangkat. Sebelum pergi, aku minta maaf sama kamu, Pa. Banyak salahku sama papa, juga sama anak-anak. Aku sudah minta maaf sama mereka dan andai terjadi sesuatu denganku di perjalanan nanti. Aku minta mereka untuk mengikhlaskan kepergianku.""Mama, kok ngomong seperti itu?" tanya Pak Bastian dengan dada bedesir. Mendadak hati tuanya merasa takut akan sebuah kehilangan dan perpisahan yang hakiki. Di pandangnya Bu Mega yang sekarang sudah berhija
(Bukan) Istri Pilihan - Anak yang Mirip Ayunda Author's POVHawa dingin berkabut menyambut saat mereka turun di halaman sebuah vila. Yoshi sudah booking tempat itu beberapa saat setelah bicara dengan Anastasya tentang rencana staycation.Anastasya menghirup udara segar untuk mengisi paru-parunya. Sejenak keruwetan di Surabaya tersisih. Dia seperti mendapatkan dunia baru. Jauh dari kebisingan, polusi, padatnya aktivitas, dan yang pasti jauh sejenak dari sesuatu yang membuatnya terluka, kecewa, dan marah.Di ujung sana sebuah pemandangan alam memanjakan penglihatannya. Pegunungan yang menghijau tersapu kabut tipis. Yoshi menghampiri istrinya yang berdiri di area halaman villa yang cukup luas dipenuhi rerumputan hijau yang menyejukkan mata. Yoshi menggamit lengan itu untuk diajak masuk ke dalam. Anastasya terlena sampai dia tidak menyadari kalau penjaga vila menemui mereka dan membukakan pintu."Dingin." Yoshi merangkulnya."Hu um."Mereka masuk langsung di sambut wangi lembut aroma a
Baru tiga menit memejam, pintu kamar perlahan terbuka. Lidia muncul dari sana. Agung kembali duduk."Kutelepon nggak kamu angkat tadi," ujar Agung. "Aku lagi meeting, Mas. Selesai meeting kutelepon nomer Mas nggak aktif. Aku telepon rumah, katanya Mas sudah pulang." Lidia menjelaskan seraya melepaskan blazer yang dipakainya."Ponselku kehabisan baterai tadi."Agung menarik lengan istrinya supaya duduk di dekatnya. "Aku mau mandi dulu, Mas. Terus nyiapin pakaian. Setelah Lili pulang ngaji kita langsung berangkat, kan?""Iya. Kalau gitu kita mandi bareng.""Jangan. Biasanya Lili nyelonong masuk setelah pulang ngaji. Mas, duluan saja yang mandi. Biar aku nyiapin pakaian." Lidia membuka lemari. "Aku sudah bilang ke mbak yang nganterin Lili ngaji. Kita akan ngajak dia staycation sore ini," kata Agung sambil melepaskan kancing kemeja."Kenapa ngajak si mbak, Mas?""Aku sudah booking dua kamar. Tidak mungkin kita biarkan Lili tidur sendirian, kan?"Lidia diam sejenak. "Mas, memang nggak
(Bukan) Istri Pilihan - Cinta yang Indah Author's POVMobil Agung langsung masuk ke dalam carport rumahnya. Hujan masih deras mengguyur malam. Mereka turun. Agung membuka pintu samping yang terus terhubung dari area carport ke ruang keluarga.Masuk ke dalam suasana rumah sepi. Ruang tamu hanya ada lampu malam yang menyala. Setelah mengunci pintu, ia menggandeng tangan istrinya menaiki tangga. "Mbak ART ke mana, Mas?" tanya Lidia sambil melangkah di samping suaminya."Aku suruh pulang sore tadi. Selama tiga hari dia nggak akan ke sini. Kita habiskan waktu tiga hari hanya berdua saja," jawab Agung sambil memandang sang istri. Tatapannya begitu jahil dan menyiratkan rencana besar dalam benaknya.Lidia bisa menangkap apa yang akan terjadi tiga hari ke depan. Siap-siap saja kalau ia akan dibuat tak berdaya oleh Agung.Mereka berdua masuk kamar. Agung mengunci pintu. Meski tiada sesiapa di sana, ia tidak ingin dibuat was-was. Kamar menguarkan wangi vanila, aroma kesukaan Lidia. Harumny
Usai makan malam, Pak Bastian, Bu Mega, Lidia, dan Agung duduk di ruang keluarga. Sedangkan Lili sedang belajar bersama guru lesnya di ruangan lain yang biasanya digunakan juga untuk bersantai karena langsung menghadap ke taman samping yang ada miniatur air terjun di sana."Papa dan mama merestui kalian berdua jika ingin rujuk. Segera menikah, sama-sama saling mendukung dan memperbaiki diri. Menjadi orang tua yang bisa jadi panutan anak kalian. Tapi papa menyarankan, Agung tetap mengajak Lidia untuk menemui kedua orang tuamu. Minta restu apapun tanggapan mereka. Yang terpenting pada orang tua, jika nggak ingin bertemu keluarga yang lain.""Bener apa kata papamu. Kalian berdua tetap harus menemui kedua orang tuamu, Gung." Bu Mega setuju dengan pendapat sang suami. Apapun tanggapan mereka, yang terpenting tetap meminta restu."Kapan rencana kalian akad nikah?" tanya Pak Bastian."Minggu depan, Pa," jawab Agung spontan. Membuat Lidia menatapnya karena kaget. Sebab mereka belum membahas t
(Bukan) Istri Pilihan - Akad Nikah Author's POV"Beneran kamu mau rujuk sama Lidia? Kamu nggak dengar mama bilang apa sama kamu?"Agung masih diam mendengarkan kemarahan sang mama, saat ia memberitahu akan rujuk dengan Lidia. Sedangkan -Pak Ringgo- papanya diam menatap layar televisi yang menampilkan acara berita."Kenapa kamu keras kepala? Sedangkan keluarga sudah sepakat dengan perjodohanmu dan Grace.""Sejak awal aku nggak setuju dengan rencana, Mama. Aku hanya akan menikah lagi dengan Lidia. Kami punya Lili, Ma. Keluarga setuju atau pun tidak, aku akan kembali menikahi Lidia."Bu Ringgo menatap marah pada putranya. "Mengenai Lili, kamu kan masih bisa menemuinya. Atau ambil dia dan ajak tinggal bersamamu."Tidak semudah itu. Apa mamanya pikir, Lidia akan diam saja kalau Lili diambil darinya?"Kamu nggak ingat apa yang terjadi dua tahun kemarin? Kita harus menanggung malu atas semua yang terjadi," lanjut Bu Ringgo."Itu salahku, Ma," bantah Agung. "Bahkan keluarga Lidia yang telah
"Mas mau meeting di kantor papa nanti jam dua. Makanya mas mampir pulang dulu." Yoshi mengusap pipi Yasha dan mengecupnya. "Yusa, mana?""Barusan tidur.""Kamu belum makan?" Yoshi memandang piring yang masih berisi penuh di atas nakas."Belum. Mau makan keburu Yasha nangis."Yoshi mengambil piring. "Mas suapi."Anastasya makan dari tangan Yoshi hingga makanan di piring tandas. Yasha kembali terlelap dan ditidurkan di atas tempat tidur. Untuk sementara ini kedua anaknya memang tidur di pisah. Khawatir akan saling ganggu jika salah satunya terbangun lebih dulu."Mas, mau makan apa sholat zhuhur dulu?" Anastasya bangkit dari duduknya."Mas sudah sholat sebelum masuk kamar tadi.""Ya udah, kalau gitu aku ambilin makan dulu." Anastasya keluar kamar dan kembali dengan nasi, lauk, potongan buah semangka, dan minum di nampan."Makasih, Sayang." Yoshi mengecup kening istrinya. Kemudian duduk di karpet ditemani Anastasya."Besok mas ada seminar tiga hari di Malang.""Nginep?" tanya Anastasya un
(Bukan) Istri Pilihan - Kita Akan Menikah Author's POVLidia bangkit dari duduknya sambil membenahi ikatan kimononya. "Aku nemui Sinta dulu, Mas. Ada hal penting yang akan kami bahas." Selesai bicara Lidia langsung keluar kamar. Sedangkan Agung bangkit dari duduknya dan berdiri di dekat jendela kamar. Menatap langit kelabu di atas sana.Sinta berdehem ketika Lidia masuk ke ruang kerja papanya. Ruangan yang lumayan luas. Ada meja panjang dengan kursi-kursi yang mengitarinya. Juga ada layar proyektor di sana. Biasa digunakan untuk meeting dadakan jika ada sesuatu yang harus dibahas segera."Pasti kamu mikir yang enggak-enggak tadi," ucap Lidia sambil duduk di depan adiknya.Dengan gaun se*si, tipis, dan dibalut kimono luarnya, rambut diikat asal-asalan dan terkesan semrawut, belum lagi wajah dan leher yang basah berpeluh, otomatis pikiran Sinta sudah terbang ke mana-mana. Apalagi jika ingat bagaimana Agung begitu agresif belakangan ini. Mereka manusia dewasa yang pernah hidup bersam
Sambil nyetir, Agung memperhatikan Lidia yang ketiduran bersandar pada jok. Wanita itu tidak bisa menahan kantuknya. Terbesit pula pikiran konyol ingin membawa Lidia pulang saja ke rumah mereka. Sampai mobil berhenti di depan pagar rumah, Lidia tidak terbangun. Akhirnya Agung pun bersedekap dan memejam, karena sudah ngantuk berat. Keduanya sama-sama tertidur hingga azan subuh berkumandang. Lidia yang terbangun lebih dulu, kaget dengan posisinya yang ternyata masih di dalam mobil. Di sebelahnya Agung masih lelap. Kenapa ia tidak dibangunkan ketika mereka sampai?"Mas." Lidia mengguncang pelan lengan mantannya.Dua kali panggilan, Agung membuka mata. Laki-laki itu menegakkan duduknya."Sudah subuh. Kenapa tadi malam mas nggak bangunin aku?""Kamu pules banget tidurnya."Lidia mengambil ponsel dari dalam tas, kemudian menelepon salah satu ART supaya membuka pintu pagar. Tak lama pintu pagar terbuka perlahan secara otomatis."Mas, aku turun dulu, ya. Hati-hati kalau nyetir," pesan Lidia
(Bukan) Istri Pilihan - Menikahlah Denganku Author's POVSuasana bahagia di restoran hotel sejam yang lalu berubah menjadi ketegangan di bangsal rumah sakit. Di akhir acara, Anastasya membisiki sang suami kalau perutnya terasa mulas tak tertahankan. Tanpa banyak bicara, Yoshi pamitan membawa Anastasya ke rumah sakit dan semua keluarga mengikuti. Sampai di rumah sakit sudah bukaan dua ketika diperiksa oleh bidan yang berjaga. Pak Bastian, Deny, Sinta, membawa anak-anak pulang. Sedangkan yang tinggal di rumah sakit, Yoshi, Bu Mega, Lidia, dan Agung. Jarak setengah jam kemudian Bu Nana dan Pak Yudi datang.Yoshi gelisah menemani Anastasya yang berjalan mondar-mandir di dalam ruangan. Ia ingat saat sang istri melahirkan anak pertama mereka waktu itu. Begitu menegangkan karena keadaan Anastasya yang sedang down. Malah sempat berwasiat pula pada kakaknya yang nomer dua. Semoga kali ini tidak ada drama lagi. Sekarang ini Yoshi menyarankan cesar, tapi Anastasya memilih lahiran pervaginam.
Bu Mega meninggalkan ruangan putrinya. Dia tidak bisa memaksa Lidia harus mengubah keputusannya. Biar putri sulungnya itu membuat keputusan sendiri. Walaupun sebagai nenek, ia sangat kashian pada Lili. Sebab dulu ia bertahan dengan rasa sakit demi melihat anak-anaknya tetap memiliki keluarga yang utuh. Sosok ayah yang ada untuk mereka. Broken home efeknya sangat luar biasa untuk psikologi seorang anak.Setelah sang mama pergi, Lidia membuka map yang diletakkan asistennya di atas meja. Namun jujur saja, pikirannya tidak bisa berkonsentrasi. Adakalanya ia ingin bisa hidup seperti kedua adiknya atau wanita lain di luar sana. Lifestyle yang sangat balance dan no overwork. Tapi kesendirian membuatnya gila kerja untuk menghilangkan kesepian.Sepertinya dialah penerus jejak nasib mamanya. Karena perselingkuhan papanya, sejak awal Lidia sudah dipersiapkan sang mama untuk menjadi wanita kuat, tangguh, dan mandiri. Persis seperti masa muda sang mama. Hanya saja, mamanya hidup dalam keluarga tan