"Mas Haikal, kenapa gak masuk? Ayo dong masuk, nikmati suasananya. Kita lihat mantan istrimu yang dulu kau abaikan kini tengah jadi ratu."
Haikal gugup saat Bu Wandi menghampirinya dengan wajah ramah.
"Eh i-iya Bu, biar saya disini aja."
"Lho, kenapa? Udah ayo masuk. Sudah datang ke sini kok malah diam saja. Kita harus menghargai yang punya hajat."
Haikal mengangguk, walau hatinya begitu sakit, apalagi harus melihat Mila bersanding dengan pria lain. Ia tertegun melihat wanita itu, ia tampak cantik dan menawan. Sungguh kali ini dia sangat menyesal, menyesal telah melepaskan berlian seperti dirinya.
"Haikal, kamu datang juga!" tepuk seseorang. Haikal menoleh, rupanya sang kakak dan adiknya yang tengah mengganggunya memandang Mila.
"Gila, Haikaaaaal. Mas kawinnya aja logam mulia 100 gram. Berapa duit itu?! Ckckck, pantas aja dia pilih si Denny. Soalnya
Denny tampak panik saat melihat darah Haikal yang tak berhenti bercucuran. Ia menyuruh sopirnya untuk mempercepat laju mobilnya saat ini."Haikal, bertahanlah!" ucap Denny.Sesampainya di Rumah Sakit, para perawat langsung menyambutnya dan membawa Haikal dengan brankar dorong menuju ruang UGD."Bapak sebaiknya urus pendaftarannya dulu ya biar secepatnya kami lakukan tindakan," ujar seorang perawat. Denny langsung menuju ruang pendaftaran pasien."Keluarganya pasien?" Salah seorang perawat keluar dari ruang UGD."Keluarganya belum ada yang datang, Sus. Saya yang membawanya kesini.""Oh iya Pak, begini kami harus meminta persetujuan bapak untuk tanda tangani dokumen ini. Pasien harus segera di operasi, Pak. Luka di perutnya cukup dalam.""Baik. Lakukan apa saja yang menurut kalian itu solusi terbaik. Biar nanti saya yang bicara ke keluarganya."
Mila segera memakai hijabnya kembali, berlalu keluar menghampiri Alina yang tengah dipangku ibu mertuanya. Denny pun ikut menyusulnya ke depan."Nak, badan Alina sepertinya panas," ucap Bu Rani. Wanita paruh baya itu terlihat khawatir.Mila meraih Alina dan memeriksa keningnya, agak panas. Begitu pula dengan Denny."Kita ke dokter ya," ucap Denny yang tak kalah khawatir."Mas, kita ikhtiar di rumah dulu ya. Tolong belikan obat penurun panas di apotik. Besok kalau panasnya masih belum turun baru kita ke dokter," ucap Mila."Oke."Denny segera berlalu keluar, walaupun Alina bukan anak kandungnya, tapi ia benar-benar sayang.Isakan tangis Alina mulai mereda."Dia sepertinya kecapekan, Mil," ucap ibu mertuanya."Iya, Bu. Insyaallah nanti juga sembuh."Setelah seperempat jam, Denny kembali pulang membawa obat u
"Haikal kritis lagi.""Apaa?""Kamu harus bertanggung jawab kalau ada apa-apa dengan adikku! Kamu akan kami tuntut ke jalur hukum!""Saya akan segera kesana, Mbak."Panggilan terputus begitu saja. Denny menghela nafas dalam-dalam, lalu mengusap wajahnya sendiri."Mas, kenapa?" tanya Mila lembut."Aku akan ke Rumah Sakit, Haikal kritis lagi."Ayah dan ibunya saling berpandangan. Begitu pula dengan Mila, ia menatap suaminya dengan tatapan entah."Apa mereka mengancammu, Mas?" tanya Mila lagi."Ya, dia bilang akan menuntutku kalau terjadi sesuatu padanya.""Tapi kan kamu gak salah apa-apa, Mas."Denny justru tersenyum."Ini nih ibaratnya orang lain yang salah kamu yang kena getahnya."Denny meraih tangan istrinya. "Gak usah khawatir. Ini terjadi di acara pern
Saat Mila hendak melangkah, tiba-tiba saja jemari tangan Haikal bergerak. Sekali lagi Mila menajamkan pandangannya, tapi tak ada tanda-tanda kalau ia mulai sadar.Mila kembali melangkah pergi hingga panggilan lemah itu menghentikannya."Mi-la ..."Wanita itu menoleh kembali, mendapati Haikal membuka matanya. Sendu."Ma-af." Terdengar suaranya begitu lirih dengan nafas pendek seolah sedang merasakan sesak."Iya Mas, iya. Tunggu sebentar ya, Mas, aku panggilkan dokter dan keluarga Mas dulu."Mila berlalu keluar, menghampiri keluarga mantan suaminya."Bu, Mbak, Mas Haikal--""Kenapa dengan Haikal?" tanya Indah ketus."Dia sudah sadar. Sebaiknya segera panggil dokter dulu supaya Mas Haikal diperiksa."Ibu menangis sambil tersenyum. Indah dan ibu pun masuk ke dalam ruangan. Sedangkan Nessa berlari ke kantor jag
"Mbak tadi ada dua orang tidak dikenal datang kesini, mereka mengobrak-abrik dagangan. Semuanya hancur, Mbak.""Apaa?""Bapak juga, bapak--""Bapak kenapa, Dek?""Bapak dipukuli, Mbak. Sekarang tubuh bapak babak belur.""Astaghfirullah hal'adzim, teganya mereka, Dek."Tanpa terasa butiran bening menetes di pipi Mila. Denny yang memperhatikannya menatapnya dengan iba."Mbak, kalau bisa mbak kesini ya. Aku gak tahu harus gimana? Akmal juga ketakutan, dia ngumpet di kamar, gak mau keluar dari tadi.""Iya, Dek. Mbak akan segera kesana."Panggilan itu pun terputus begitu saja. Hati Mila menjadi kalut mendengar penuturan adiknya."Kenapa, Sayang? Apa yang terjadi?""Mas, kata Wulan tadi ada dua orang preman ngobrol-ngobrol dagangan, Mas. Terus bapak juga dipukuli sampai babak belur."
Wanita itu melempar benda-benda yang ada di hadapannya. Frustasi. Hatinya dilanda dendam yang membara. Kenapa selalu saja dia gagal?Setelah keluar dari penjara dua bulan yang lalu, ia harus menebalkan muka dengan ocehan para tetangga. Dendam itupun makin terpupuk ketika sang pengacaranya kalah di persidangan karena Denny telah menyewakan pengacara hebat yang lain. Alhasil dia harus melewati malam-malam dingin di balik jeruji selama masa hukuman dua tahun, tapi ia mendapatkan remisi, hingga bisa keluar enam bulan sebelum masa tahanan berakhir.Begitu pula dengan sang adik yang harus menjalani kehamilannya dalam penjara, melahirkan anaknya di penjara, hingga akhirnya Riska mengalami depresi, ia menjadi tak waras lagi usai masalah yang menimpa bertubi-tubi. Kini sang adik masih harus melewati malam kelam di Rumah Sakit Jiwa. Tatapannya yang kosong, kadang menangis sedih, kadang tertawa membahana, berteriak tak jelas memanggil-manggil sang ma
Denny merasa sedikit lega atas ucapan istrinya. Dia bersyukur Mila mengerti akan kondisinya, bahkan tak segan untuk membantu."Mas, kita ini keluarga, jadi harus saling berbagi, saling terbuka satu sama lain, saling percaya dan tentu saja saling membantu.""Terima kasih, Sayang. Kau penyemangatku saat ini. I love you."Mila tersenyum penuh kehangatan. Pria itu memeluk sang istri. Ia merasa bersyukur bisa mengenal Mila.Denny sudah punya semangat yang baru. Ia tak segan-segan membantu para karyawannya memasarkan barang dagangan. Bahkan ia terjun langsung ke car free day, seperti yang Mila lakukan, berjualan di tempat-tempat yang ramai pengunjung, berharap mendapatkan hasil yang signifikan agar bisa menutup segala kekurangan.Usahanya tak sia-sia. Selama beberapa hari bekerja keras, ia bisa mengumpulkan modal kembali. Stock baju yang dulunya tidak laku di Butik dan ha
Tangannya mengepal erat! Kenapa dia begitu lengah kalau ternyata teror itu masih berlanjut. Bahkan ia tak menyangka hal ini akan terjadi. Lelaki itu mengecek toilet, benar saja Mila tak ada dimanapun, handphonenya terjatuh di lantai. Denny segera mengambilnya. Alina yang berada dalam gendongannya mulai menangis."Sayang, Alina, tenang ya. Ada ayah disini," ucap Denny sembari menenangkannya. Ia menciumi putri kecilnya dengan lembut.Lelaki itu segera kembali ke tempat anak kembarnya berada."Ayah, gimana bunda? Bunda dibawa orang, Yah!" Daffa langsung menghampirinya ketika Denny datang mendekat. Daffa-Daffi langsung memeluk kakinya erat.Hatinya begitu getir melihat tiga anak kecil itu menangis."Sayang, kita akan cari Bunda. Ayo langsung masuk ke mobil.""Ndaaaa .... Ndaaaa ..." Alina menangis memanggil ibunya yang tak kunjung datang.Tangisan ketiganya ma
Part 32Kuhirup udara kebebasan setelah mendekam dua tahun di balik jeruji besi. Fuh, berulang kali kuembuskan nafas kasar. Kali ini aku benar-benar bebas. Ya, bebas.Penampilan yang sudah tak karuan, rambut gondrong dan tubuh kurus tak menjadi masalah. Rasanya aku sangat rindu. Rindu bertemu dengan anak dan istri lalu ... Alina.Walaupun selama berada di hotel prodeo, Sandrina tak pernah menjengukku sekalipun. Entah kenapa dia. Apa sangat sibuk menjadi seorang model, atau justru kembali pulang ke kampung? Banyak pertanyaan yang berjejalan di otakku.Kulangkahkan kaki, ingin cepat pulang ke kontrakan tapi sepeserpun tak punya uang. Menyedihkan sekali hidupku ini.Suara adzan berkumandang. Hidup di penjara membuatku sadar, aku memang telah banyak meninggalkan ibadah kepada Allah. Aku ingin memperbaiki hidup. Semenjak berada di pesakitan, aku terus belajar sholat dan mengaji. Ternyata ada kedamaian dalam hati kecil ini.Berbe
Season 2 Part 312 tahun kemudian ..."Nak, menikahlah dengan Yudhis, dia laki-laki yang baik. Ayah ingin setelah kepergian ayah, ada yang menjagamu," ucapnya lirih. Pemilik suara itu adalah ayah kandungku, Haikal. Kondisinya saat ini tidak baik-baik saja. Faktor usia yang mulai renta membuatnya sakit-sakitan. Apalagi selama hidup dia mengabdikan dirinya di jalanan, menjadi sopir hingga puluhan tahun.Ya, semenjak aku bercerai dari Mas Tommy, rasanya trauma membuka hati kembali. Meskipun Mas Yudhis dengan gencar selalu mendekatiku, memberikan perhatian lebih. Tapi bayang-bayang trauma masa lalu sering kali hadir. Aku takut kembali disakiti lagi meskipun dia sudah bilang cinta berkali-kali sampai aku bosan mendengarnya."Uhuk ... Uhukk ..." Ayah Haikal kembali terbatuk-batuk. Kini dia tak bisa jauh dari tempat tidurnya karena sakit yang mendera sejak dua bulan terakhir. Kondisi kesehatannya benar-benar drop.Aku menatapnya dengan iba. Padahal selama
Season 2 Part 30"Pasti kamu gak baca semua ya? Kalau aku sedang mencari model untuk majalah dewasa. Tadi aku kan sudah mewanti-wanti untuk membaca semuanya, kau bilang sudah paham. Ingat ya kontrak yang sudah ditandatangani tidak bisa dibatalkan, atau kami akan menuntut denda padamu.""Hah?""Cepat ganti bajumu!""Tapi Miss, ini terlalu terbuka.""Namanya juga model majalah dewasa, nanti kamu juga disuruh pakai bikini doang."Deg! Jantung Sandrina berpacu sangat cepat. Ini memang salahnya, tak membaca kontrak itu dengan seksama. Tapi apa boleh buat, dia sudah menandatangani kontrak itu dan tak mungkin mundur lagi."Ayo ganti, badanmu bagus lho. Pas, sesuai sama kriteria. Habis pemotretan untuk majalah, kamu masih ada job lho.""Job apa?""Ckck! Kamu ini, kenapa gak baca! Usai pemotretan, kamu harus menemani salah tamu di hotel kita, kamar nomor 105, ini kuncinya.""Tunggu, Miss. Jadi ini seperti model plus-plus?"
Season 2 Part 29"Apa? Jadi kamu korupsi, Mas?" tanya Sandrina penuh selidik."Kamu pasti tahu aku tidak melakukan itu, Sandrina."Sandrina terdiam mendengarnya. Tak lama, Tommy langsung dibawa ke kantor menggunakan mobil polisi.Wanita itu berjalan mondar-mandir dengan perasaan cemas setengah mati.'Apa yang harus kulakukan?' Sandrina berbicara sendiri. Terdengar suara Bayu menangis. Sandrina menghampirinya dan menggendongnya seraya menyusui."Habis ini kita ke kantor polisi yuk, Nak. Ayahmu dibawa sama Pak Polisi," ucap Sandrina dengan mata berkaca-kaca.Impian untuk hidup bertiga bersama sang suami dan putranya kini pupus sudah.Ia memandikan anaknya, memakaikan baju dan sepatu bayi. Sandrina pun segera mandi dan bebersih diri. Ia tak sempat sarapan biar nanti beli di warung pinggir jalan sekaligus untuk suaminya.Satu jam kemudian, dia melangkahkan kakinya pergi menuju kantor polisi dengan naik ojek. 
Season Part 28"Ya sudah kalau gitu aku yang kerja.""Kerja?" Keningku mengernyit."Ya, terima tawaran jadi model. Boleh kan?"Aku terdiam sejenak. Ragu dengan apa yang dia katakan. Maksudnya model apa? Semudah itukah jadi model? Bukankah seharusnya ada casting atau audisi yang lainnya."Gimana Mas, boleh kan?" tanyanya lagi penuh harap."Kamu serius pekerjaan itu beneran model? Jangan-jangan cuma bohongan, kamu jangan tergiur kayak gini sih. Cari kerja yang lain aja, yang pasti-pasti.""Mas, ini juga pasti lho. Ada kartu namanya. Gak mungkin kalau bohongan. Bahkan aku diminta datang ke gedung kantorn agencynya kalau gak percaya.""Kamu komunikasi sama dia?""Ya iyalah, Mas. Aku kan penasaran. Udah deh, percaya aja sama aku Mas.""Tapi--""Tenang saja, aku tetap mencintaimu walaupun nanti aku menjadi terkenal. Cintaku tetap untukmu."Kuhela nafas dalam-dalam. "Baiklah dicoba aja, terserah kamu. Aku c
Season 2 Part 27Ponselku berdering berkali-kali. Aku menggeliat malas, menggapai ponsel yang tergeletak di samping aku tertidur. Sebuah panggilan dari nomor kantor."Halo, Pak Tommy cepat datang ke kantor. Ada Tim Audit!" tukas sebuah suara dari seberang telepon."Apa? Tim audit?""Iya, Pak. Bos Yudhis juga sudah turun langsung dia kelihatan marah sekali."Deg! Astaga ada apa ini?"Iya, aku segera kesana.""Cepat ya, Pak. Ditunggu."Mengucek mata, menajamkan pandangan, waktu menunjukkan pukul delapan lewat sepuluh menit."Ya ampun, aku kesiangan!"Melirik ke samping, Sandrina masih memeluk perutku. Aku hanya menggeleng perlahan. Apa dia sangat kelelahan akibat aktivitas semalam? Sampai sekarang malah belum bangun juga. Bukannya bangunin suami, masak, ini malah masih tidur. Duh istriku ini, ck!"Sandrina! Sandrina, bangun!"Menggoyangkan tubuhnya hingga menggeliat malas.
Season 2 Part 26"Bundamu dulu wanita yang sangat kreatif. Bisa mengolah barang sampah menjadi barang yang bernilai jual tinggi. Ayah salut padanya. Dia benar-benar wanita hebat dan mandiri, walau banyak tekanan dari orang-orang di sekitarnya, tapi buktinya ia mampu melewati ini semua," ucap ayah sembari mengenang bunda. Ia tampak berdecak kagum saat mengingat memorinya dulu.Aku tersenyum, menyetujui ucapan ayah. Bunda memang hebat.Ayah melihat-lihat sampai ke dalam dan memandang beberapa sertifikat yang terpajang di dinding. Beberapa sertifikat yang berhasil diraih oleh Bunda yang dinobatkan dalam UKM kreatif dalam bidang usaha dan perindustrian. Ada juga foto bunda yang tengah memegang hasil karya terbaiknya yang memenangkan lomba kreasi. Kulihat ayah memotret foto itu dengan ponselnya. Sekilas kupandangi wajah ayah yang menyimpan banyak kesedihan dan kerinduan yang begitu dalam."Ayah?" panggilku.Dia menoleh dan tersenyum. "Nak, a
Season 2 Part 25Aku merasa sangat bersyukur. Keluargaku kini telah kembali, merasakan kedamaian dan cinta kasih. Ayah Haikal, Kak Daffa, Tante Wulan dan juga aku.Kulihat dua orang lelaki itu saling menitikkan air mata. Pertemuan yang mengharukan, kenangan yang takkan bisa terlupakan. Tapi sayang semua momen penuh haru ini harus berakhir karena ayah di telepon oleh majikannya. Ya, memang sudah tiga hari ayah izin untuk menungguiku di Rumah Sakit.Hari-hari berlalu dengan baik. Kak Daffa dan istrinya menginap di rumah selama beberapa hari. Rumah yang biasanya sepi kini terasa hidup kembali, apalagi si kecil Sekar sedang aktif-aktifnya. Kehadiran mereka mampu mengobati luka kehilangan bayiku."Suamimu benar-benar tega ya! Dia sama sekali tidak datang saat kamu sakit!" Kak Daffa meninggikan suaranya. Emosi mendengar perlakuan suamiku.Aku menghela nafas dalam-dalam. "Jangan sebut dia lagi Kak, aku muak mendengarnya.""Jadi kamu mau cerai?"
Season 2 Part 24_Aku menggedor pintu kontrakan cukup kencang. Setelah bersusah payah berjalan menahan rasa perih dan lara, akhirnya sampai juga di rumah kontrakan."Sandrina, buka pintunya ...!"Tak butuh waktu lama, Sandrina membukakan pintu. "Ya ampun Mas, kamu kenapa?"Aku disambut kekhawatirannya. Dia menutup kembali pintu dan menguncinya."Mas, kok kamu bisa babak belur begini?" tanya Sandrina. Dia membantuku melepaskan sepatu dan kaus kaki lalu melepaskan kemeja."Aku dijegal rampok tadi di jalan, Sandrina," sahutku sembari memegangi bagian tubuh yang terasa begitu sakit dan ngilu."Semua uangku hilang, raib dirampas perampok. Untung saja ponselku dan dompet tidak ikut dibawa."Sandrina hanya menatapku iba. Dia berlalu ke dapur, mengambilkan air hangat lalu membersihkan luka di wajahku."Memangnya tadi kamu jalan sendirian, Mas?""Ya. Kupikir akan lebih efektif kalau mengambil mobil di caf