Wanita itu melempar benda-benda yang ada di hadapannya. Frustasi. Hatinya dilanda dendam yang membara. Kenapa selalu saja dia gagal?
Setelah keluar dari penjara dua bulan yang lalu, ia harus menebalkan muka dengan ocehan para tetangga. Dendam itupun makin terpupuk ketika sang pengacaranya kalah di persidangan karena Denny telah menyewakan pengacara hebat yang lain. Alhasil dia harus melewati malam-malam dingin di balik jeruji selama masa hukuman dua tahun, tapi ia mendapatkan remisi, hingga bisa keluar enam bulan sebelum masa tahanan berakhir.
Begitu pula dengan sang adik yang harus menjalani kehamilannya dalam penjara, melahirkan anaknya di penjara, hingga akhirnya Riska mengalami depresi, ia menjadi tak waras lagi usai masalah yang menimpa bertubi-tubi. Kini sang adik masih harus melewati malam kelam di Rumah Sakit Jiwa. Tatapannya yang kosong, kadang menangis sedih, kadang tertawa membahana, berteriak tak jelas memanggil-manggil sang ma
Denny merasa sedikit lega atas ucapan istrinya. Dia bersyukur Mila mengerti akan kondisinya, bahkan tak segan untuk membantu."Mas, kita ini keluarga, jadi harus saling berbagi, saling terbuka satu sama lain, saling percaya dan tentu saja saling membantu.""Terima kasih, Sayang. Kau penyemangatku saat ini. I love you."Mila tersenyum penuh kehangatan. Pria itu memeluk sang istri. Ia merasa bersyukur bisa mengenal Mila.Denny sudah punya semangat yang baru. Ia tak segan-segan membantu para karyawannya memasarkan barang dagangan. Bahkan ia terjun langsung ke car free day, seperti yang Mila lakukan, berjualan di tempat-tempat yang ramai pengunjung, berharap mendapatkan hasil yang signifikan agar bisa menutup segala kekurangan.Usahanya tak sia-sia. Selama beberapa hari bekerja keras, ia bisa mengumpulkan modal kembali. Stock baju yang dulunya tidak laku di Butik dan ha
Tangannya mengepal erat! Kenapa dia begitu lengah kalau ternyata teror itu masih berlanjut. Bahkan ia tak menyangka hal ini akan terjadi. Lelaki itu mengecek toilet, benar saja Mila tak ada dimanapun, handphonenya terjatuh di lantai. Denny segera mengambilnya. Alina yang berada dalam gendongannya mulai menangis."Sayang, Alina, tenang ya. Ada ayah disini," ucap Denny sembari menenangkannya. Ia menciumi putri kecilnya dengan lembut.Lelaki itu segera kembali ke tempat anak kembarnya berada."Ayah, gimana bunda? Bunda dibawa orang, Yah!" Daffa langsung menghampirinya ketika Denny datang mendekat. Daffa-Daffi langsung memeluk kakinya erat.Hatinya begitu getir melihat tiga anak kecil itu menangis."Sayang, kita akan cari Bunda. Ayo langsung masuk ke mobil.""Ndaaaa .... Ndaaaa ..." Alina menangis memanggil ibunya yang tak kunjung datang.Tangisan ketiganya ma
Mila terdiam. Entah sekarang dirinya ada dimana, apa yang terjadi sebelumnya, bagaimana dia bisa keluar dari sini, bagaimana dengan anak-anak dan sang suami, mereka pasti sangat khawatir. Semuanya berkecamuk menjadi satu dalam pikirannya."Mas, mungkin kamu tak peduli dengan keluargaku. Tapi aku yakin kamu pasti punya hati nurani. Gimana perasaanmu Mas, bila ada seseorang anak yang kehilangan ibunya, dia menangis sepanjang hari, apa yang kau lakukan?""Ssstt diamlah! Makanlah ini, aku tak ingin kau sakit. Nanti malah tambah repot saja!"Mila masih terdiam, menatapnya nanar. Harga dirinya terasa diinjak-injak. Entah apa tujuan lelaki di hadapannya, ia tak mengerti. Lagi, butiran bening kembali menitik dari sudut matanya.Pertahanannya seolah runtuh. Ia benar-benar terhina. Tinggal di rumah yang asing baginya membuat batinnya tercabik-cabik. Kenapa ini bisa terjadi padanya. Sampai kapan? Apakah nanti dia bis
Mila menggeleng perlahan. Kristal bening yang sedari tadi tergenang, kini luruh juga."Mas, tolong jangan hina aku seperti ini. Sebenarnya, apa yang kamu inginkan, Mas? Apa kamu butuh uang?"Arfan menaikkan sebelah alisnya. "Kamu menghinaku ya wanita?!""Tidak. Aku serius, Mas. Kalau kamu butuh uang, hubungi suamiku, dia pasti mau menebusku, asalkan aku bisa kembali bersama mereka.""Ck! Sombong sekali kau! Jadi kau istri orang kaya ya?""Aku tidak bermaksud sombong, hanya saja suamiku pasti akan lakukan yang terbaik untukku. Kumohon, Mas. Lepaskan aku. Sudah dari siang aku tak bersama anak-anak, mereka pasti menangis karena tak ada aku di sisinya."Braaakk ...! Arfan menggebrak meja di sampingnya, cukup membuat Mila berjingkut kaget."Aku tak peduli dengan keluargamu! Yang kupedulikan saat ini hanya kamu yang ada di hadapanku!"Arfan makin mengintimidasinya, ia makin mendekat, membuat Mila memundurkan langkahnya hingga t
"Kalian urus dia, jangan sampai dia lolos. Dia harus mendapatkan hukuman yang setimpal karena sudah berani mengganggu istriku!""Baik, Bos!""Ikat dia, dan kita tunggu sampai petugas polisi itu datang."*"Terima kasih, Mas. Kau sudah menyelamatkan aku," ucap Mila lirih. Tubuhnya terasa begitu lemas tak bertenaga."Mila? Mila? Astaghfirullah ...!" Denny langsung membopong tubuh istrinya yang tiba-tiba tak sadarkan diri."Sayang, bertahan ya. Aku akan membawamu ke klinik terdekat."Dengan perasaan khawatir Denny membawa istrinya masuk ke dalam mobil, dan bergegas melajukan mobilnya dengan kecepatan kencang.Kendaraan roda empat itu bergerak membelah jalanan malam. Denny merasa sangat bersyukur karena sang istri sudah bisa ditemukan dan kembali lagi padanya.Denny tergopoh-gopoh, sembari menggendong istrinya masuk ke d
"Kenapa? Kamu ingin hamil lagi? Apa kamu gak percaya kalau keadaanku ini sulit mempunyai keturunan?""Mas, maaf. Aku tak bermaksud menyinggung perasaanmu. Tapi tidak ada salahnya kan kalau kita periksakan lagi keadaanmu.""Sudahlah, aku tak ingin membicarakannya lagi. Ayo kita pulang."Mila mengangguk, ia tak berani lagi bertanya. Hal semacam itu ternyata cukup mengganggu pikiran sang suami. Sepanjang perjalanan mereka saling diam. Hanya sesekali tatapan mereka bertemu, lalu kembali menatap jalanan di hadapannya.Sampai di rumah. Anak-anak terlihat murung, tak ada keceriaan diantara mereka. Sepanjang hari pun Alina menangis. Walaupun ia tengah digendong oleh neneknya. Ayah dan ibu Denny sengaja datang ke rumahnya saat mendengar kabar Mila diculik. Mereka berusaha membantu Pak Abdul dan Wulan untuk mengasuh putra-putrinya."Ndaa ... Ndaa ..." teriak Alina sambil menangis. Ia melihat ibundanya keluar dari mobil.Daffa-Daffi
Sedari pagi, mereka tengah bersiap-siap untuk liburan kali ini. Semua terlihat bahagia dan antusias saat mendengar akan liburan selama satu minggu ke depan. Denny memilih Bali untuk tempat wisata kali ini. Ia akan berlibur bersama keluarga sekaligus honeymoon dengan istrinya. Mila ingin mereka pergi bersama-sama saja karena tak ingin terpisah jauh dengan anak-anaknya."Ayah, bawa ini boleh?" tanya si sulung Daffa sembari menunjukkan mainan kereta api."Bawa seperlunya saja ya, Sayang. Di sana juga banyak mainan kok. Kita bisa beli atau sewa disana ya!""Siap, Ayah."Denny tersenyum, begitu pula dengan Mila."Bawa gantinya yang banyak. Yeay, kita akan berenang di pantai lho!" celetuk Akmal."Iya, asyik banget!" sahut Daffa antusias."Semuanya udah siap?" tanya Denny buka suara."Sudah, Yah!" sahut Daffa-Daffi kompak.
Mila tersenyum, ia benar-benar merasa terharu akan sikap suaminya."Kamu romantis sekali, Mas. Terima kasih banyak sudah memperlakukanku dengan istimewa seperti ini. Aku juga mencintaimu, Mas."Malam yang romantis itu mereka habiskan untuk menikmati lantunan musik yang sebelumnya sudah Denny sewa. Sembari menikmati hot chocolate untuk menemani malam yang kian dingin.Mereka berdua duduk di gazebo. Deburan ombak dan embusan angin malam pun ikut menyemarakkan suasana. Mila menyenderkan kepalanya di bahu sang suami."Semoga selamanya seperti ini terus ya, Mas. Aku tidak ingin berpisah denganmu," ucap Mila lirih. Matanya menerawang jauh ke lautan lepas."Ya, kita akan selalu bersama. Sampai orang-orang bilang. Dimana ada kamu, pasti ada aku," sahut Denny. Ia merangkul istrinya, mengecup puncak kepalanya berkali-kali."Apa kau sudah ngantuk?""Ya, sedikit."
Part 32Kuhirup udara kebebasan setelah mendekam dua tahun di balik jeruji besi. Fuh, berulang kali kuembuskan nafas kasar. Kali ini aku benar-benar bebas. Ya, bebas.Penampilan yang sudah tak karuan, rambut gondrong dan tubuh kurus tak menjadi masalah. Rasanya aku sangat rindu. Rindu bertemu dengan anak dan istri lalu ... Alina.Walaupun selama berada di hotel prodeo, Sandrina tak pernah menjengukku sekalipun. Entah kenapa dia. Apa sangat sibuk menjadi seorang model, atau justru kembali pulang ke kampung? Banyak pertanyaan yang berjejalan di otakku.Kulangkahkan kaki, ingin cepat pulang ke kontrakan tapi sepeserpun tak punya uang. Menyedihkan sekali hidupku ini.Suara adzan berkumandang. Hidup di penjara membuatku sadar, aku memang telah banyak meninggalkan ibadah kepada Allah. Aku ingin memperbaiki hidup. Semenjak berada di pesakitan, aku terus belajar sholat dan mengaji. Ternyata ada kedamaian dalam hati kecil ini.Berbe
Season 2 Part 312 tahun kemudian ..."Nak, menikahlah dengan Yudhis, dia laki-laki yang baik. Ayah ingin setelah kepergian ayah, ada yang menjagamu," ucapnya lirih. Pemilik suara itu adalah ayah kandungku, Haikal. Kondisinya saat ini tidak baik-baik saja. Faktor usia yang mulai renta membuatnya sakit-sakitan. Apalagi selama hidup dia mengabdikan dirinya di jalanan, menjadi sopir hingga puluhan tahun.Ya, semenjak aku bercerai dari Mas Tommy, rasanya trauma membuka hati kembali. Meskipun Mas Yudhis dengan gencar selalu mendekatiku, memberikan perhatian lebih. Tapi bayang-bayang trauma masa lalu sering kali hadir. Aku takut kembali disakiti lagi meskipun dia sudah bilang cinta berkali-kali sampai aku bosan mendengarnya."Uhuk ... Uhukk ..." Ayah Haikal kembali terbatuk-batuk. Kini dia tak bisa jauh dari tempat tidurnya karena sakit yang mendera sejak dua bulan terakhir. Kondisi kesehatannya benar-benar drop.Aku menatapnya dengan iba. Padahal selama
Season 2 Part 30"Pasti kamu gak baca semua ya? Kalau aku sedang mencari model untuk majalah dewasa. Tadi aku kan sudah mewanti-wanti untuk membaca semuanya, kau bilang sudah paham. Ingat ya kontrak yang sudah ditandatangani tidak bisa dibatalkan, atau kami akan menuntut denda padamu.""Hah?""Cepat ganti bajumu!""Tapi Miss, ini terlalu terbuka.""Namanya juga model majalah dewasa, nanti kamu juga disuruh pakai bikini doang."Deg! Jantung Sandrina berpacu sangat cepat. Ini memang salahnya, tak membaca kontrak itu dengan seksama. Tapi apa boleh buat, dia sudah menandatangani kontrak itu dan tak mungkin mundur lagi."Ayo ganti, badanmu bagus lho. Pas, sesuai sama kriteria. Habis pemotretan untuk majalah, kamu masih ada job lho.""Job apa?""Ckck! Kamu ini, kenapa gak baca! Usai pemotretan, kamu harus menemani salah tamu di hotel kita, kamar nomor 105, ini kuncinya.""Tunggu, Miss. Jadi ini seperti model plus-plus?"
Season 2 Part 29"Apa? Jadi kamu korupsi, Mas?" tanya Sandrina penuh selidik."Kamu pasti tahu aku tidak melakukan itu, Sandrina."Sandrina terdiam mendengarnya. Tak lama, Tommy langsung dibawa ke kantor menggunakan mobil polisi.Wanita itu berjalan mondar-mandir dengan perasaan cemas setengah mati.'Apa yang harus kulakukan?' Sandrina berbicara sendiri. Terdengar suara Bayu menangis. Sandrina menghampirinya dan menggendongnya seraya menyusui."Habis ini kita ke kantor polisi yuk, Nak. Ayahmu dibawa sama Pak Polisi," ucap Sandrina dengan mata berkaca-kaca.Impian untuk hidup bertiga bersama sang suami dan putranya kini pupus sudah.Ia memandikan anaknya, memakaikan baju dan sepatu bayi. Sandrina pun segera mandi dan bebersih diri. Ia tak sempat sarapan biar nanti beli di warung pinggir jalan sekaligus untuk suaminya.Satu jam kemudian, dia melangkahkan kakinya pergi menuju kantor polisi dengan naik ojek. 
Season Part 28"Ya sudah kalau gitu aku yang kerja.""Kerja?" Keningku mengernyit."Ya, terima tawaran jadi model. Boleh kan?"Aku terdiam sejenak. Ragu dengan apa yang dia katakan. Maksudnya model apa? Semudah itukah jadi model? Bukankah seharusnya ada casting atau audisi yang lainnya."Gimana Mas, boleh kan?" tanyanya lagi penuh harap."Kamu serius pekerjaan itu beneran model? Jangan-jangan cuma bohongan, kamu jangan tergiur kayak gini sih. Cari kerja yang lain aja, yang pasti-pasti.""Mas, ini juga pasti lho. Ada kartu namanya. Gak mungkin kalau bohongan. Bahkan aku diminta datang ke gedung kantorn agencynya kalau gak percaya.""Kamu komunikasi sama dia?""Ya iyalah, Mas. Aku kan penasaran. Udah deh, percaya aja sama aku Mas.""Tapi--""Tenang saja, aku tetap mencintaimu walaupun nanti aku menjadi terkenal. Cintaku tetap untukmu."Kuhela nafas dalam-dalam. "Baiklah dicoba aja, terserah kamu. Aku c
Season 2 Part 27Ponselku berdering berkali-kali. Aku menggeliat malas, menggapai ponsel yang tergeletak di samping aku tertidur. Sebuah panggilan dari nomor kantor."Halo, Pak Tommy cepat datang ke kantor. Ada Tim Audit!" tukas sebuah suara dari seberang telepon."Apa? Tim audit?""Iya, Pak. Bos Yudhis juga sudah turun langsung dia kelihatan marah sekali."Deg! Astaga ada apa ini?"Iya, aku segera kesana.""Cepat ya, Pak. Ditunggu."Mengucek mata, menajamkan pandangan, waktu menunjukkan pukul delapan lewat sepuluh menit."Ya ampun, aku kesiangan!"Melirik ke samping, Sandrina masih memeluk perutku. Aku hanya menggeleng perlahan. Apa dia sangat kelelahan akibat aktivitas semalam? Sampai sekarang malah belum bangun juga. Bukannya bangunin suami, masak, ini malah masih tidur. Duh istriku ini, ck!"Sandrina! Sandrina, bangun!"Menggoyangkan tubuhnya hingga menggeliat malas.
Season 2 Part 26"Bundamu dulu wanita yang sangat kreatif. Bisa mengolah barang sampah menjadi barang yang bernilai jual tinggi. Ayah salut padanya. Dia benar-benar wanita hebat dan mandiri, walau banyak tekanan dari orang-orang di sekitarnya, tapi buktinya ia mampu melewati ini semua," ucap ayah sembari mengenang bunda. Ia tampak berdecak kagum saat mengingat memorinya dulu.Aku tersenyum, menyetujui ucapan ayah. Bunda memang hebat.Ayah melihat-lihat sampai ke dalam dan memandang beberapa sertifikat yang terpajang di dinding. Beberapa sertifikat yang berhasil diraih oleh Bunda yang dinobatkan dalam UKM kreatif dalam bidang usaha dan perindustrian. Ada juga foto bunda yang tengah memegang hasil karya terbaiknya yang memenangkan lomba kreasi. Kulihat ayah memotret foto itu dengan ponselnya. Sekilas kupandangi wajah ayah yang menyimpan banyak kesedihan dan kerinduan yang begitu dalam."Ayah?" panggilku.Dia menoleh dan tersenyum. "Nak, a
Season 2 Part 25Aku merasa sangat bersyukur. Keluargaku kini telah kembali, merasakan kedamaian dan cinta kasih. Ayah Haikal, Kak Daffa, Tante Wulan dan juga aku.Kulihat dua orang lelaki itu saling menitikkan air mata. Pertemuan yang mengharukan, kenangan yang takkan bisa terlupakan. Tapi sayang semua momen penuh haru ini harus berakhir karena ayah di telepon oleh majikannya. Ya, memang sudah tiga hari ayah izin untuk menungguiku di Rumah Sakit.Hari-hari berlalu dengan baik. Kak Daffa dan istrinya menginap di rumah selama beberapa hari. Rumah yang biasanya sepi kini terasa hidup kembali, apalagi si kecil Sekar sedang aktif-aktifnya. Kehadiran mereka mampu mengobati luka kehilangan bayiku."Suamimu benar-benar tega ya! Dia sama sekali tidak datang saat kamu sakit!" Kak Daffa meninggikan suaranya. Emosi mendengar perlakuan suamiku.Aku menghela nafas dalam-dalam. "Jangan sebut dia lagi Kak, aku muak mendengarnya.""Jadi kamu mau cerai?"
Season 2 Part 24_Aku menggedor pintu kontrakan cukup kencang. Setelah bersusah payah berjalan menahan rasa perih dan lara, akhirnya sampai juga di rumah kontrakan."Sandrina, buka pintunya ...!"Tak butuh waktu lama, Sandrina membukakan pintu. "Ya ampun Mas, kamu kenapa?"Aku disambut kekhawatirannya. Dia menutup kembali pintu dan menguncinya."Mas, kok kamu bisa babak belur begini?" tanya Sandrina. Dia membantuku melepaskan sepatu dan kaus kaki lalu melepaskan kemeja."Aku dijegal rampok tadi di jalan, Sandrina," sahutku sembari memegangi bagian tubuh yang terasa begitu sakit dan ngilu."Semua uangku hilang, raib dirampas perampok. Untung saja ponselku dan dompet tidak ikut dibawa."Sandrina hanya menatapku iba. Dia berlalu ke dapur, mengambilkan air hangat lalu membersihkan luka di wajahku."Memangnya tadi kamu jalan sendirian, Mas?""Ya. Kupikir akan lebih efektif kalau mengambil mobil di caf