Mila tersenyum, ia benar-benar merasa terharu akan sikap suaminya.
"Kamu romantis sekali, Mas. Terima kasih banyak sudah memperlakukanku dengan istimewa seperti ini. Aku juga mencintaimu, Mas."
Malam yang romantis itu mereka habiskan untuk menikmati lantunan musik yang sebelumnya sudah Denny sewa. Sembari menikmati hot chocolate untuk menemani malam yang kian dingin.
Mereka berdua duduk di gazebo. Deburan ombak dan embusan angin malam pun ikut menyemarakkan suasana. Mila menyenderkan kepalanya di bahu sang suami.
"Semoga selamanya seperti ini terus ya, Mas. Aku tidak ingin berpisah denganmu," ucap Mila lirih. Matanya menerawang jauh ke lautan lepas.
"Ya, kita akan selalu bersama. Sampai orang-orang bilang. Dimana ada kamu, pasti ada aku," sahut Denny. Ia merangkul istrinya, mengecup puncak kepalanya berkali-kali.
"Apa kau sudah ngantuk?"
"Ya, sedikit."
Pagi-pagi sekali, mereka sudah bersiap-siap pergi kembali keliling kota Bali. Tujuan utama mereka adalah tanah lot.Tanah lot adalah salah satu pura terletak di atas batu besar yang berada di lepas pantai. Pura di bangun pada dua tempat yang berbeda. Satu pura terletak di atas bongkahan batu besar, dan satunya lagi terletak di atas tebing yang menjorok ke laut. Tebing inilah yang menghubungkan pura dengan daratan. Serta bentuk tebing melengkung seperti jembatan. Pada saat air laut pasang, pura akan kelihatan di kelilingi air laut. Di bawahnya terdapat goa kecil yang di dalamnya ada beberapa ular laut. Sedangkan pada saat air laut pasang, kita akan dapat berjalan mendekati lokasi pura.Mereka semua berswafoto di tanah lot dengan pemandangan yang sangat indah. Kebahagiaan terpancar dari wajah mereka. Sebelum sepenuhnya pulang ke Semarang, mereka membeli oleh-oleh khas Bali. Banyak toko yang menjual berbagai barang kerajinan khas Bali. Misalnya patung,
4 tahun kemudianSejak mengetahui Denny memang sulit memiliki keturunan, Mila tak pernah lagi banyak menuntut. Ia berusaha sebaik mungkin melayani sang suami. Mereka menjalani kehidupannya dengan sebaik-baik mungkin, mengurus tiga anaknya yang sudah beranjak besar.Daffa-Daffi sudah duduk di bangku kelas 6 SD, sedangkan Alina mulai masuk sekolah dasar. Anak-anaknya yang ceria menjadi kebahagiaan sendiri dan penyemangat dalam hidup.Setiap pagi dan sore, Mila menyempatkan diri untuk menyiram bunga sembari bercengkrama dengan keluarga. Akmal, sang adik kini sudah mendaftar kuliah di luar kota, ia pun mengontrak di sana.Pak Abdul, sang bapak makin terlihat tua dengan kondisinya yang sering sakit-sakitan. Sementara Wulan, dia masih ikut dengan Mila, membantu Mila termasuk masih aktif berjualan online dan memproduksi kerajinan tangan. Seorang pria tengah dekat dengannya, pula sudah melamar sang adik ke jenjang yang lebih
Denny mengajak istrinya pergi ke suatu tempat, tak jauh dari rumah.Entah ini kunci apa, Mila pun masih mengira-ngira. Apa sang suami membeli rumah baru lagi? Rasanya tidak mungkin.Mobilnya berbelok lalu ia memarkirkan mobilnya di depan sebuah bangunan ruko yang masih tertutupi kain di bagian atas. Ada beberapa orang yang berprofesi tukang juga di sana."Sayang, ayo turun!"Mila mengangguk dan turun dari mobil. "Mas ini apa?" tanyanya.Denny mengangguk, kemudian memberi perintah pada orang itu. "Pak, buka saja sekarang.""Baik, Mas."Dua orang pria tersebut lantas membuka kain penutup.Mila tercengang melihatnya, sebuah papan nama bertuliskan Mila Gallery."Mas, ini--""Kejutan untukmu, Sayang ...""Jadi kunci ini kunci ruko ini, Mas?"Denny mengangguk lagi. "Iya, Sayang. Aku membelikannya untukmu. Bukankah kamu ingin sekali punya gallery sendiri?"Mila terseny
Hari demi hari terlewati, Mila jadi lebih sibuk karena harus bolak-balik dari rumah ke gallery-nya."Sayang, kamu capek ya? Kalau capek di rumah saja, apalagi kamu sedang hamil. Ingat kata dokter," ucap Denny.Mila hanya diam saja, meskipun lelah tapi karena ini adalah hobinya ia tak merasa keberatan."Kamu di rumah saja, toh sudah ada Wulan dan karyawanmu."Mila tersenyum. "Iya, Mas. Aku ke toilet sebentar."Badan Mila yang terlalu lelah, membuatnya sedikit terhuyung."Aaaaaa ..." teriaknya. Mila terjatuh di kamar mandi.Denny segera berlari ke kamar mandi, menyongsong sang istri yang tengah kesakitan."Astaghfirullah, Mila!" Denny terkejut dengan kondisi sang istri. Ada pendarahan di bagian bawahnya.Denny langsung membopong istrinya, dan menuju mobil."Mas, perutku sakit," rintih Mila sembari meringis kesakitan."Iya, kamu tahan dulu ya sayang. Kita akan ke rumah sak
Tidak ada yang lebih membahagiakan selain keluarga kecil yang lengkap dan bahagia. Suami yang selalu setia menyayangi dan anak-anak yang tumbuh sehat dan ceria.Dua orang putra dan dua orang putri melengkapi kehidupan Mila dan Denny. Daffa-Daffi, Alina, Qirani, mereka menjadi malaikat kecil pelengkap hidupnya. Kehidupan yang dulu banyak halangan dan rintangan, kini mereka menikmati hidup yang lebih baik dan bahagia.Hari demi hari terlewati begitu saja. Anak-anak Mila tumbuh jadi anak yang cerdas dan periang. Mereka tak kehilangan kasih sayang orang tuanya.Delapan tahun berlalu, Qirani tumbuh jadi gadis kecil yang manis, Daffa-Daffi sudah melanjutkan ke jenjang kuliah, sementara Alina mulai masuk ke SMA.Dengan nekad Qirani pulang sekolah sendiri, sang sopir belum menjemputnya. Suasana sekolah sudah sepi karena teman-temannya sudah pulang lebih dulu."Kami pulang duluan ya, Qirani."Gadis kecil mungil itu melambaik
"Mereka sudah tiada. Ikhlaskan mereka ya, kamu perempuan yang kuat." "Apa ...? Tidaaaakkk!! Daffi ... Qirani ..." Mila terkulai, ia tak sadarkan diri, mendapati kenyataan kalau putra-putrinya meninggal. Denny langsung membaringkannya ke tempat tidur. Tergambar jelas kesedihan yang teramat dalam. Sementara gadis remaja itu tergugu di samping jenazah kakak dan adiknya. "Kak Daffi!" Ia terisak dan terus memeluk tubuh kakaknya. "Maafin Alina Kak, maafin Alina." Ia menoleh ke samping melihat jenazah sang adik. "Dek Qirani, kenapa kalian pergi secepat ini?" Motor Daffa memasuki halaman rumahnya. Ia baru saja pulang. Menatap heran, banyak orang di rumahnya. Belum lagi ada bendera kuning di pinggir jalan. Perasaannya sudah tak karuan. Siapa yang meninggal? "Mas Daffa, yang sabar ya," tukas salah seorang tetangganya. "Ada apa ya, Pak?" Tetangganya itu hanya menepuk-nepuk pundak Daffa. Ia
Season 2 Part 1 [Istri kamu cantik ya. Apa bisa menemani saya makan malam? Nanti hutang di kantor saya anggap lunas] [Beneran, Bos?] [Tentu saja] [Baiklah, saya akan coba bujuk istri saya] [Saya tunggu di Cafe Clarissa pukul 19.00] [Oke] [Ingat ya, jangan sampai terlambat atau tidak datang. Kamu harus tepati janji. Kalau tidak kamu tahu sendiri apa konsekuensinya!] [Siap, bos] Deg deg deg, jantungku berdebar sangat kencang, membaca pesan W* dari bos suamiku. Apa ini? Jadi Mas Tommy sengaja menggadaikanku pada bosnya demi hutangnya supaya lunas? Hutang apa? Dia tak pernah bilang apapun padaku kalau dia punya sangkutan hutang. Pria itu keluar dari kamar mandi sembari mengeringkan rambutnya dengan handuk. "Kamu sudah siap, Dek? Dandan yang cantik lho!" tukasnya. Ia tersenyum mendekatiku. "Jadi ini alasanmu mengajakku keluar, Mas? Kamu ingin aku menemani bosmu itu?" Dengan nada
Season 2 Part 2"Alina, kenapa kau masih berdiri saja? Ayo duduklah!" sergahnya kembali."Makanan istimewa sudah kupesan khusus untukmu," lanjutnya kembali.Aku menggeleng pelan. Rasanya hatiku benar-benar hancur, dijadikan barang gadaian oleh suamiku sendiri. Astaghfirullah. Benar-benar suami lucknut!"Baiklah, kuberi waktu 10 menit untuk menyusul suamimu. Kalau dia masih ada di sana kau boleh ikut pulang bersamanya, tapi kalau tidak, kau harus menemaniku malam ini."Mendengar ucapannya, tanpa pikir panjang lagi aku bergegas keluar. Menoleh ke kiri dan kanan berharap masih ada Mas Tommy di tempat parkir.Aku melangkah mendekat menuju mobil Izusu panther berwarna navy."Ya, Bu. Bereees. Istriku yang cantik ini memanglah sangat berguna. Dia bisa diandalkan. Aku gak perlu susah payah bayar cicilan. Cuma menyerahkan Alina untuk satu malam saja hutangku sudah lunas. Hahahaha."Deg! Hatiku terasa makin koyak saat tanpa s
Part 32Kuhirup udara kebebasan setelah mendekam dua tahun di balik jeruji besi. Fuh, berulang kali kuembuskan nafas kasar. Kali ini aku benar-benar bebas. Ya, bebas.Penampilan yang sudah tak karuan, rambut gondrong dan tubuh kurus tak menjadi masalah. Rasanya aku sangat rindu. Rindu bertemu dengan anak dan istri lalu ... Alina.Walaupun selama berada di hotel prodeo, Sandrina tak pernah menjengukku sekalipun. Entah kenapa dia. Apa sangat sibuk menjadi seorang model, atau justru kembali pulang ke kampung? Banyak pertanyaan yang berjejalan di otakku.Kulangkahkan kaki, ingin cepat pulang ke kontrakan tapi sepeserpun tak punya uang. Menyedihkan sekali hidupku ini.Suara adzan berkumandang. Hidup di penjara membuatku sadar, aku memang telah banyak meninggalkan ibadah kepada Allah. Aku ingin memperbaiki hidup. Semenjak berada di pesakitan, aku terus belajar sholat dan mengaji. Ternyata ada kedamaian dalam hati kecil ini.Berbe
Season 2 Part 312 tahun kemudian ..."Nak, menikahlah dengan Yudhis, dia laki-laki yang baik. Ayah ingin setelah kepergian ayah, ada yang menjagamu," ucapnya lirih. Pemilik suara itu adalah ayah kandungku, Haikal. Kondisinya saat ini tidak baik-baik saja. Faktor usia yang mulai renta membuatnya sakit-sakitan. Apalagi selama hidup dia mengabdikan dirinya di jalanan, menjadi sopir hingga puluhan tahun.Ya, semenjak aku bercerai dari Mas Tommy, rasanya trauma membuka hati kembali. Meskipun Mas Yudhis dengan gencar selalu mendekatiku, memberikan perhatian lebih. Tapi bayang-bayang trauma masa lalu sering kali hadir. Aku takut kembali disakiti lagi meskipun dia sudah bilang cinta berkali-kali sampai aku bosan mendengarnya."Uhuk ... Uhukk ..." Ayah Haikal kembali terbatuk-batuk. Kini dia tak bisa jauh dari tempat tidurnya karena sakit yang mendera sejak dua bulan terakhir. Kondisi kesehatannya benar-benar drop.Aku menatapnya dengan iba. Padahal selama
Season 2 Part 30"Pasti kamu gak baca semua ya? Kalau aku sedang mencari model untuk majalah dewasa. Tadi aku kan sudah mewanti-wanti untuk membaca semuanya, kau bilang sudah paham. Ingat ya kontrak yang sudah ditandatangani tidak bisa dibatalkan, atau kami akan menuntut denda padamu.""Hah?""Cepat ganti bajumu!""Tapi Miss, ini terlalu terbuka.""Namanya juga model majalah dewasa, nanti kamu juga disuruh pakai bikini doang."Deg! Jantung Sandrina berpacu sangat cepat. Ini memang salahnya, tak membaca kontrak itu dengan seksama. Tapi apa boleh buat, dia sudah menandatangani kontrak itu dan tak mungkin mundur lagi."Ayo ganti, badanmu bagus lho. Pas, sesuai sama kriteria. Habis pemotretan untuk majalah, kamu masih ada job lho.""Job apa?""Ckck! Kamu ini, kenapa gak baca! Usai pemotretan, kamu harus menemani salah tamu di hotel kita, kamar nomor 105, ini kuncinya.""Tunggu, Miss. Jadi ini seperti model plus-plus?"
Season 2 Part 29"Apa? Jadi kamu korupsi, Mas?" tanya Sandrina penuh selidik."Kamu pasti tahu aku tidak melakukan itu, Sandrina."Sandrina terdiam mendengarnya. Tak lama, Tommy langsung dibawa ke kantor menggunakan mobil polisi.Wanita itu berjalan mondar-mandir dengan perasaan cemas setengah mati.'Apa yang harus kulakukan?' Sandrina berbicara sendiri. Terdengar suara Bayu menangis. Sandrina menghampirinya dan menggendongnya seraya menyusui."Habis ini kita ke kantor polisi yuk, Nak. Ayahmu dibawa sama Pak Polisi," ucap Sandrina dengan mata berkaca-kaca.Impian untuk hidup bertiga bersama sang suami dan putranya kini pupus sudah.Ia memandikan anaknya, memakaikan baju dan sepatu bayi. Sandrina pun segera mandi dan bebersih diri. Ia tak sempat sarapan biar nanti beli di warung pinggir jalan sekaligus untuk suaminya.Satu jam kemudian, dia melangkahkan kakinya pergi menuju kantor polisi dengan naik ojek. 
Season Part 28"Ya sudah kalau gitu aku yang kerja.""Kerja?" Keningku mengernyit."Ya, terima tawaran jadi model. Boleh kan?"Aku terdiam sejenak. Ragu dengan apa yang dia katakan. Maksudnya model apa? Semudah itukah jadi model? Bukankah seharusnya ada casting atau audisi yang lainnya."Gimana Mas, boleh kan?" tanyanya lagi penuh harap."Kamu serius pekerjaan itu beneran model? Jangan-jangan cuma bohongan, kamu jangan tergiur kayak gini sih. Cari kerja yang lain aja, yang pasti-pasti.""Mas, ini juga pasti lho. Ada kartu namanya. Gak mungkin kalau bohongan. Bahkan aku diminta datang ke gedung kantorn agencynya kalau gak percaya.""Kamu komunikasi sama dia?""Ya iyalah, Mas. Aku kan penasaran. Udah deh, percaya aja sama aku Mas.""Tapi--""Tenang saja, aku tetap mencintaimu walaupun nanti aku menjadi terkenal. Cintaku tetap untukmu."Kuhela nafas dalam-dalam. "Baiklah dicoba aja, terserah kamu. Aku c
Season 2 Part 27Ponselku berdering berkali-kali. Aku menggeliat malas, menggapai ponsel yang tergeletak di samping aku tertidur. Sebuah panggilan dari nomor kantor."Halo, Pak Tommy cepat datang ke kantor. Ada Tim Audit!" tukas sebuah suara dari seberang telepon."Apa? Tim audit?""Iya, Pak. Bos Yudhis juga sudah turun langsung dia kelihatan marah sekali."Deg! Astaga ada apa ini?"Iya, aku segera kesana.""Cepat ya, Pak. Ditunggu."Mengucek mata, menajamkan pandangan, waktu menunjukkan pukul delapan lewat sepuluh menit."Ya ampun, aku kesiangan!"Melirik ke samping, Sandrina masih memeluk perutku. Aku hanya menggeleng perlahan. Apa dia sangat kelelahan akibat aktivitas semalam? Sampai sekarang malah belum bangun juga. Bukannya bangunin suami, masak, ini malah masih tidur. Duh istriku ini, ck!"Sandrina! Sandrina, bangun!"Menggoyangkan tubuhnya hingga menggeliat malas.
Season 2 Part 26"Bundamu dulu wanita yang sangat kreatif. Bisa mengolah barang sampah menjadi barang yang bernilai jual tinggi. Ayah salut padanya. Dia benar-benar wanita hebat dan mandiri, walau banyak tekanan dari orang-orang di sekitarnya, tapi buktinya ia mampu melewati ini semua," ucap ayah sembari mengenang bunda. Ia tampak berdecak kagum saat mengingat memorinya dulu.Aku tersenyum, menyetujui ucapan ayah. Bunda memang hebat.Ayah melihat-lihat sampai ke dalam dan memandang beberapa sertifikat yang terpajang di dinding. Beberapa sertifikat yang berhasil diraih oleh Bunda yang dinobatkan dalam UKM kreatif dalam bidang usaha dan perindustrian. Ada juga foto bunda yang tengah memegang hasil karya terbaiknya yang memenangkan lomba kreasi. Kulihat ayah memotret foto itu dengan ponselnya. Sekilas kupandangi wajah ayah yang menyimpan banyak kesedihan dan kerinduan yang begitu dalam."Ayah?" panggilku.Dia menoleh dan tersenyum. "Nak, a
Season 2 Part 25Aku merasa sangat bersyukur. Keluargaku kini telah kembali, merasakan kedamaian dan cinta kasih. Ayah Haikal, Kak Daffa, Tante Wulan dan juga aku.Kulihat dua orang lelaki itu saling menitikkan air mata. Pertemuan yang mengharukan, kenangan yang takkan bisa terlupakan. Tapi sayang semua momen penuh haru ini harus berakhir karena ayah di telepon oleh majikannya. Ya, memang sudah tiga hari ayah izin untuk menungguiku di Rumah Sakit.Hari-hari berlalu dengan baik. Kak Daffa dan istrinya menginap di rumah selama beberapa hari. Rumah yang biasanya sepi kini terasa hidup kembali, apalagi si kecil Sekar sedang aktif-aktifnya. Kehadiran mereka mampu mengobati luka kehilangan bayiku."Suamimu benar-benar tega ya! Dia sama sekali tidak datang saat kamu sakit!" Kak Daffa meninggikan suaranya. Emosi mendengar perlakuan suamiku.Aku menghela nafas dalam-dalam. "Jangan sebut dia lagi Kak, aku muak mendengarnya.""Jadi kamu mau cerai?"
Season 2 Part 24_Aku menggedor pintu kontrakan cukup kencang. Setelah bersusah payah berjalan menahan rasa perih dan lara, akhirnya sampai juga di rumah kontrakan."Sandrina, buka pintunya ...!"Tak butuh waktu lama, Sandrina membukakan pintu. "Ya ampun Mas, kamu kenapa?"Aku disambut kekhawatirannya. Dia menutup kembali pintu dan menguncinya."Mas, kok kamu bisa babak belur begini?" tanya Sandrina. Dia membantuku melepaskan sepatu dan kaus kaki lalu melepaskan kemeja."Aku dijegal rampok tadi di jalan, Sandrina," sahutku sembari memegangi bagian tubuh yang terasa begitu sakit dan ngilu."Semua uangku hilang, raib dirampas perampok. Untung saja ponselku dan dompet tidak ikut dibawa."Sandrina hanya menatapku iba. Dia berlalu ke dapur, mengambilkan air hangat lalu membersihkan luka di wajahku."Memangnya tadi kamu jalan sendirian, Mas?""Ya. Kupikir akan lebih efektif kalau mengambil mobil di caf