“Loe gak mau balik?” Tanya Gilang saat mereka tengah makan siang di beranda kamar sewaan Caliana.
“Kenapa emang?” Tanya Caliana datar.
“Ya kali, loe mau ngabisin duit juta-juta semalem cuma buat tidur? Loe gak sayang?” tanya kembarannya itu dengan mulut penuh. Caliana hanya mengedikkan bahu sebagai jawaban. “Iya gue tahu loe kaya, tapi jangan mubazirin uang kayak begini dong. Daripada loe kasih duit loe buat penginapan, mening loe sumbangin ke gue.” Bujuknya dengan cengiran di wajahnya.
Caliana mengangkat sebelah alisnya dan memandang Gilang dengan tatapan mengejek. Gilang malah tertawa dibuatnya.
Lepas makan siang, Caliana akhirnya memutuskan untuk check out. Gilang yang memang datang dengan mengendarai mobilnya sendiri dengan sengaja mengiming-imingi kembarannya itu untuk berwisata sejenak ke kebun petik strawberry. Tentu saja Caliana antusias m
“Kayaknya gue mesti pergi nih.” Seloroh Gilang pada kembarannya. Dia meraih kunci mobil dan juga dompetnya sebelum kemudian melangkahkan kaki meninggalkan apartemennya sendiri. “Kalian berdua akur-akur ya, jangan saling jambak kaya kucing kampung.” Lanjutnya sebelum benar-benar meninggalkan kedua sejoli itu.Adskhan melangkah masuk saat Gilang meninggalkan apartemennya. Sementara Caliana masih berdiri mematung di tempatnya. “Bagaimana bisa?” tanya gadis itu dengan bingung.Adskhan mengedikkan bahu. “Gilang terlihat mencurigakan.” Ucap Adskhan dengan nada datarnya. Pria itu melepas jas yang dikenakannya dan meletakkannya sembarangan di atas meja bar sebelum melangkah mendekati Caliana. “Sebagai seorang kembaran yang diberitahu kalau saudarinya hilang, dia jelas terlihat datar dan santai. Tidak seperti Rafka yang bersikap sebaliknya, meskipun kemudian juga dia mengatakan kalau Gilang tidak
“Jadi, Senin ini kamu kembali ke kantor kan?” bujuk Adskhan seraya menatap Caliana lekat. Caliana menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. “Kenapa?” tanyanya bingung.“Aku gak mau diabaikan lagi.” Ucap Caliana dengan nada merajuk.Seketika Adskhan menegang. “Sayang, kamu tahu kalau itu gak benar. Kan tadi aku udah bilang kalau aku gak sengaja mengabaikan kamu. Itu karena aku gak tahu kalau kamu kerja.” Ucapnya lagi. Caliana terkekeh. Kedua tangannya merangkum wajah Adskhan yang masih menunjukkan ekspresi merajuk. Dengan sengaja gadis itu menekan kedua pipi Adskhan hingga mau tak mau bibir Adskhan mengerucut ke depan dan membuat Caliana semakin terkekeh karenanya. “Lagipula, kalau kamu ngundurin diri gitu aja, kamu harus bayar pinalti. Emang kamu gak sayang? Adskhan masih berusaha membujuk. Namun Caliana melepaskan tangannya seraya mengedikkan bahunya dengan ekspresi tak acuh. 
Caliana kembali menyalakan ponselnya setelah Adskhan pergi. Tentu saja dia tidak terkejut melihat banyaknya panggilan dan pesan dari ibunya. Adskhan mengingatkannya bahwa sampai hari pertunangan mereka tiba, mereka harus berakting seolah Caliana berhubungan baik dengan mantan calon tunangan pilihan ibunya. Meskipun Caliana sebenarnya tidak memiliki kontak pria itu, tapi Adskhan dan juga Gilang memberitahunya bahwa dia harus bersikap bahwa dia dan pria itu memiliki hubungan baik dan Caliana harus tampak antusias dengan pertunangan mereka kelak. Gilang bahkan menyarankan supaya Caliana mengganti nama Adskhan dengan nama mantan calon tunangannya. Adskhan tentu saja tak rela. Namun mengingat mereka tak boleh tampak mencurigakan, jadi ia menerima saran itu begitu saja.Setelah membalas pesan dari ibunya, Caliana langsung mematikan kembali ponselnya. dia berjanji pada ibunya bahwa dia akan datang besok siang ke rumahnya untuk mempersiapkan kebaya yang akan mereka guna
H-1 PertunanganSuara hiruk pikuk di kediaman Caliana membuat jantung gadis itu berdebar sendiri tak beraturan. Jika para calon pengantin pada umumnya antusias di hari menjelang pertunangan mereka. Maka Caliana merasakan was-was.Dia bahagia, tentu saja. Siapa yang tidak jika pada akhirnya dia akan dipinang oleh seseorang yang dia inginkan dan menginginkannya. Namun rasa takut akan penolakan yang akan ibunya lakukan besok setelah melihat siapa yang datang menggantikan calon menantu pilihannya membuat Caliana mau tak mau merasa takut.Apa yang akan terjadi besok?Bagaimana jika ibunya menolak Adskhan dan keluarganya?Ia dan kakak kembarnya kini lebih memilih untuk bersembunyi.Bukan Gilang sebenarnya yang bersembunyi. Tapi Caliana. Mengingat ibunya memaksa kembarannya itu untuk pulang dan membantu, akhirnya kembarannya itu menunjukkan wajahnya
Sabtu PagiHiruk pikuk di kediaman Rafka kembali dimulai. Semua orang tampak mulai menyiapkan semua hal sesuai dengan pekerjaan mereka. Kursi yang semalam masih berupa tumpukan kini sudah dijajarkan dengan rapid an dibungkus dengan kain pembungkus yang indah yang disesuaikan dengan warna dekorasi.Meja makanan sudah ditata, meskipun bagian catering masih akan datang beberapa jam kemudian. Dan diantara semua keramaian itu—lagi—Caliana memilih untuk tinggal diam di kamar Gilang sementara kakak kembarnya itu baru saja datang.“Mestinya gue bisa tidur sampe siang. Malem ini gue dapet jadwal malem lagi. Loe gak kasihan kalo kegantengan paripurna gue mesti ilang karena kantung mata akibat begadang?” gerutu Gilang pada Caliana karena kembarannya itu terus menerus menghubunginya memerintahkannya untuk segera datang padahal waktu pertunangan mas
Nyonya Nurma jelas memandang anak-anaknya dengan tatapan tajam. Semua orang berkonspirasi melawannya. Sekarang dia bisa apa? Bahkan si sulung yang biasanya menurut saja kini sudah mengikuti tingkah adik-adiknya.Matanya juga memandang para tamu undangan yang tampak memandang ke arah mereka. Meskipun tidak saling berbisik, jelas sekali tatapan mereka mengandung tanya. Dan Nyonya Nurma merasa dirinya sudah kalah. Telak!Sebuah senyum penuh kepura-puraan yang ditemani dengan antusiasme yang juga sama hanya sekedar sandiwara terpaksa ia tunjukan. Wanita itu mengulurkan tangannya pada pasangan tertua Levent dan mempersilahkan mereka untuk masuk ke bagian dalam rumah dimana kursi-kursi yang tadinya disiapkan untuk calon menantu pilihannya dan calon besannya kini akan dikuasai oleh keluarga Levent.Sementara keluarga Adskhan yang dibimbing Rafka dan istrinya menuju kursi mereka. Nyonya Nurma menarik lengan Caliana dengan
Acara selesai dengan cepat. Setelah penukaran cincin, sisanya dilakukan dengan berbasa-basi sampai semua tamu undangan bubar dan kembali ke kediaman masing-masing. Hanya tersisa keluarga inti di kediaman Caliana dan keluarga Adskhan juga semuanya sudah kembali ke rumah mereka masing-masing. Kini, Adskhan dan kedua kakak laki-laki Caliana sedang berbincang serius mengenai masalah bisnis. Sementara Gilang sudah kembali ke kediamannya karena nanti malam dia harus bekerja, dan ibunya? Wanita itu kini sedang merajuk dengan bersembunyi di kamarnya.Caliana bukannya ingin menjadi anak durhaka dan membiarkan ibunya marah terus menerus. Tapi dia hanya ingin memberikan dirinya dan juga ibunya waktu. Waktu bagi dirinya untuk merangkai kata demi meminta pengampunan ibunya. dan waktu bagi ibunya untuk tahu bahwa sudah waktunya dia membiarkan Caliana memilih pilihannya sendiri.Saat waktu hendak beranjak magrib, Adskhan memilih untuk mengundurkan diri. Tak ingin berdiam diri di ruma
Waktu berlalu begitu saja. Disela waktunya mengurus café, Caliana disibukkan dengan persiapan pernikahannya yang bisa dikatakan teramat singkat. Jika normalnya semua urusan pernikahan menjadi urusan keluarga wanita. Berbeda dengan Caliana. Dia lebih banyak membicarakan urusan pernikahan dengan ibu dan tante Adskhan. Karena sampai saat ini, ibunya masih saja menjaga jarak dan bersikap dingin padanya.Sejak saat pertunangan mereka, Caliana juga tidak pernah kembali ke kediaman Rafka. Dia lebih memilih untuk tinggal di rumahnya sendiri dan menghabiskan waktunya lebih banyak dengan Gilang, Carina dan juga Syaquilla yang belakangan lebih sering menginap di kediamannya. Sementara untuk penjembatan urusan pernikahan dilakukan oleh Gilang.Seperti saat ini. Saat Caliana, Adskhan, Carina dan Syaquilla baru saja selesai makan malam. Kakak kembarnya itu datang dengan sebuah buku catatan yang ia gulung dan ia masukkan kedalam saku celananya. Pria itu memberikan buku i