Agreva tampak frontal memukuli Adam sampai babak belur, Meira menjerit ketakutan... biar bagaimanapun yang dipukul Agreva adalah ayah dari anaknya, untunglah anaknya tidak melihat. Sedangkan Mila berjongkok dengan tubuh gemetar sangking takutnya, dia melirik sedikit ke arah Agreva. Mila menutup matanya, jantungnya tidak tenang memikirkan Alister.
Tiba-tiba tubuh Mila terangkat, membuat matanya terbuka lalu menatap mata Alister yang sekarang sedang menggendongnya tanpa ekspresi dan tidak bersuara, pria itu meletakkan Mila ke tempat yang aman untuk duduk agar tidak melihat adegan berbahaya itu.
"Tutup mata diam di sini." Kata Alister pelan. Mila reflek mengangguk.
Setelah membuat Mila aman. Alister berjalan ke arah Agreva, menendang dada Adam tanpa ampun membuat Adam tersungkur di lantai, lalu tangan kokohnya melayangkan tinju ke arah wajah Adam hingga cairan berwarna merah keluar dari pelipisnya.
Adam tidak
Pagi hari yang tenang dan damai tiba-tiba dikejutkan dengan teriakkan Lily yang kaget menatap tubuh mungil Mila tanpa pakaian dipenuhi Kiss Mark di bagian tubuh sensitifnya. Keranjang yang dia bawa berisi pakaian terjatuh di depannya. Luar biasa pemandangan yang ada di atas ranjang."Lily pagi-pagi udah ngagetin aja sih." Mila mengucek matanya, dia buru-buru menyelimuti punggung Alister yang juga tidak berpakaian karena mata Lily mengarah pada suaminya."Maaf Bu, saya bawain pakaian yang udah di gosok.""Biasanya kan aku yang ngambil kebawah, kenapa capek-capek kamu anter ke atas." Ucap Mila yang merasa tidak nyaman karena dia dan suaminya masih sangat berantakan karena semalam mereka melakukan ritual sebelum tidur mereka."Ada apa sayang." Alister mengerang memeluk istrinya. Mila memberi kode dengan matanya agar Lily keluar dari kamar.Bukannya pergi, Lily sempat-sempatnya memandang kesel
Lily mengelilingi pandangannya kepada pakaian di lemari Mila. Ini sih surga dunia, dari bahannya saja sudah terasa pakaian bermerk. Alister benar-benar memanjakan Mila, ini baru di rumah nenek Alister belum lagi di apartemen Alister pasti lebih banyak lagi pakaian Mila.Kemudian matanya melihat ke arah sepatu-sepatu di rak milik Mila, belum lagi parfum-parfum mahal yang bertengger di meja khusus parfum mereka. Jangan tanya kenapa Lily bisa menebak dimana parfum itu berada, di bawah parfum milik Alister. Dengan kurang sopannya dia pernah menyemprot parfum Alister ke udara, menghirup dalam-dalam wangi parfum itu.Dia begitu sangat memuja Alister.Wanita dengan model rambut yang sama dengan Mila itu kembali menengok pakaian Mila, dia bukan bingung mana yang bagus karena semuanya bagus-bagus. Tapi dia ingin mencari gaun mana yang disukai Alister saat Mila memakainya."Lily. Kok diem aja, ay
POV Mila.Ini pertama kalinya aku menjemput Safa di sekolahnya. Rasanya senang sekali sampai aku tidak henti tersenyum pada ibu-ibu di sekelilingku, dengan bangga aku bergabung berdiri bersama ibu lain yang menunggu anaknya.Ibu mana yang tidak sedih tidak pernah menemani anaknya ke sekolah, menemaninya jalan-jalan ke taman. Hal itu jauh lebih penting dari pada di kamar terus dengan Mas Alister.Tunggu! Penting banget sih, sama-sama penting.Mungkin Mas Alister itu tidak pernah membayangkan jadi aku--jadi seorang ibu. Mana Mas Alister enak banget lagi nyuruh jangan keluar rumah termasuk nemenin Safa ke sekolah.Dan sekarang aku sangat bahagia, berasa jadi seorang ibu sungguhan. Untung Tante Nandia ada urusan dengan suaminya jadi aku punya waktu menjadi seorang ibu yang sesungguhnya.Tapi kalau sampai Mas Alister tahu aku keluar rumah, pasti tanduknya keluar. Ya Tuhan, aku
POV AlisterAku bernafas lega, menyelusuri kulitnya yang mulus dengan telapak tanganku yang kasar. Menangkup kedua gundukan yang terasa pas di tanganku. Seolah miliknya tercipta hanya untukku. Begitu lembut dan kenyal, begitu harum dan memabukkan. Mulutnya yang terngaga kecil sangat seksi seolah memintaku untuk menghisap ke dalam mulutnya. Mila sangat sempurna untuk menjadi wanitaku. Aku menyukai segalanya tentang istriku, kecuali pembangkangnya. Aku tahu dia ingin bebas seperti burung di udara. Tapi aku tidak ingin mengambil resiko dengan kehilangan Mila. Tidak ada wanita yang bisa membuatku merasakan getaran seperti yang kurasakan padanya."Mas..." Suara Mila terdengar kehabisan nafas. "Kenap-a... gak marah..."Aku mengelus bagian dadanya yang cantik, dia mahkluk seksi yang malang karena aku tidak pernah bosan dengan tubuhnya. "Menurutmu?" tanyaku. Wanita ini terkadang aneh, saat emosiku mel
POV AlisterMungkin aku terlalu percaya pada polisi, menyepelekan masalah ini. Jadi akibatnya seperti ini. Aku tidak memberitahuku masalah ini pada keluargaku, karena itu akan membuat mereka panik dan mungkin saja Tante Nandia akan mengusulkan kami untuk pindah negara. Aku tidak berpikir akan terjadi hal ini, bukan aku ingin meloloskan pelakunya. Tapi karena aku seorang pengacara yang lebih tahu tentang hukum. Aku bisa saja menggerakkan bodyguardku mencari pelakunya lalu membantainya, bila perlu mutilasi... tapi aku tidak ingin Mila jadi janda di usia muda. Jadi aku harus mengikuti proses hukum.Mobilku telah terparkir di rumah sakit. Kenapa aku ke sini? Kalian akan tahu nanti. Aku harus tenang... pikiranku harus fokus. Tapi tetap saja Mila membuatku khawatir. Apa dia sekarang sudah bangun? Aku menyimpan handphone-nya agar dia tidak mengamuk menelponku. Jangan anggap aku keterlaluan, ini untuk kepentingan Mila."Dia pengas
Malam itu Diva duduk didekat jendela, menatap langit yang bertabur bintang. Dan malam ini juga terang bulan membuat langit semakin cantik, tapi suasana hatinya tidak juga semakin membaik. Jam dinding menunjukkan pukul sepuluh malam, belum ada tanda-tanda kepulangan Alister.Kelopak matanya menurun melihat gerbang masih sunyi. Mila menghela nafas karena bosan dan kesal.Sudah tiga hari ini Alister mengurungnya seperti tahanan. Ia pikir hanya satu hari saja nyatanya masih berlanjut hukuman Alister ini. Sesekali Sena datang membawa makanan, dia tidak mau membuat Sena kena masalah jadi tidak memberontak pada pelayan itu. Good girl.Tidak lama ia melihat gerbang terbuka. Mobil mewah sedang meluncur di pekarangan rumah. Dengan cepat Mila berlari ke arah ranjang pura-pura tertidur."Lihat saja siapa yang kalah." Gumam Mila menarik selimutnya hingga ke atas dada.Dengan jantung berdebar M
Perlahan mata Alister terbuka, dia terdiam sejenak kesadarannya belum penuh. Saat menoleh ke samping wajah Mila tampak pulas dalam tidurnya. Alister tersenyum, memiringkan tubuhnya, menatap Mila dengan menopang kepalanya pada tangannya.Jemarinya menyelusuri kulit lengan Mila, wanita itu bergerak merespon sentuhannya. Lalu tangannya mengelus pipi istrinya sambil memperhatikan bulu mata lentik Mila yang turun, dari pipi pindah ke bibir bawah Mila. Baginya Mila paling cantik dan seksi, Mila menggeliat dan memeluk pinggangnya."I love you, sayang."Setelah mencium kening Mila Alister turun dari tempat tidur lalu berjalan ke kamar mandi. Selesai mandi ia mendapati istrinya sudah bangun dan duduk di tepi ranjang menunggunya. Padahal dia sengaja bangun pelan-pelan agar tidak membangunkan Mila-nya."Mau kerja Mas sayang?" satu alis Alister naik mendengar sebutan 'Mas sayang' Alister hanya menganggu
POV Alister.Setelah aku menyewa orang untuk menyelidiki kasus Lily diam-diam tidak banyak yang kudapat. Mereka melaporkan kegiatan Lily sehari-hari sewaktu hidup. Membawa Safa bermain ke taman, dia ke kampus, setiap jam tujuh pagi dia membuang sampah ke luar. Mereka juga mengirimi CCTV di sekitar Apartemen. Tidak ada tanda-tanda Lily mempunyai musuh, yang aneh adalah cara berpakaian Lily yang terkesan selalu mengikuti style Mila. Dalam CCTV tertangkap Lily selalu terdiam menatap Mila.Bukti autopsi pun tidak mengarah pada pelaku siapa pun selain membuktikan Lily mengalami penganiayaan hingga merenggut nyawanya.Jadi aku menyelidiki kasus ini dimulai dari Lily. Aku sudah ke rumah sakit tapi Mang Udin belum juga siuman, dia bernafas dibantu dengan tabung oksigen."Mas ngerjain apa?" Mila mundar-mandir dibelakangku dan sesekali dia melirik ke arah laptopku."Ga-gak. Ini lagi liat berkas kasu
POV Mila.Aku duduk di depan meja rias sambil menyisir rambut panjangku, gaun tidur yang kupakai berwarna cream sangat ramping di tubuhku. Aku mengamati Alister dari kaca dia duduk di atas tempat tidur dengan laptopnya. "Mas, apa Elkana sudah mendapatkan hukuman?" tanyaku.Rasa ngeri masih terasa jika mengingat kejadian itu. Mas Alister mundar-mandir ke persidangan Elkana untuk membuat Elkana tidak bisa keluar dari penjara. Aku hanya diminta jadi saksi dalam satu kali persidangan, Alister pasti tidak ingin aku melihat Elkana."Aku menuntutnya dengan tuduhan pembunuhan Lily dan pencobaan pembunuhan Mang Udin." Dia menatapku dengan rambut yang masih basah karena tadi sepulang kerja dia langsung mandi. "Elkana dihukum mati setelah dia dinyatakan bersalah."Tubuhku menggigil karena mendengar itu, lalu dia kembali berucap. "Ini adalah moment paling mengerikan yang pernah kita hadapi. Tolong sayang... selama sis
Pekerjaan yang paling sia-sia di dunia ini adalah menasehati orang yang sedang jatuh cinta. Kedatangan Alister ke Singapore malah menghidupkan kembali perasaan Kezia pada Alister. Kezia bicara tentang perasaan yang dia rasakan untuk Alister, menceritakan tentang waktu yang ia habiskan bersama Alister di Singapure. Padahal Alister sangat profesional karena pekerjaan.Mila merasa wanita itu sedang berada di alam lain.Mila mencoba memberikan nasehat agar Kezia tenang tapi ia malah menerima tamparan lagi. Agreva kembali mundur karena pisau Kezia di leher Mila bisa membuat wanita itu nekad tanpa sadar."Kenapa kamu ngambil posisiku?" kata Kezia dengan mata dinginnya. "Kamu bikin aku marah... Aku akan menggantungmu... lalu bermain-main dengan mayatmu pakai pisau." Tubuh Mila gemetar, rasa takut membuatnya tidak berani bergerak."Kalau terus begini wanita itu akan nekad membunuh." Suara satpam berbis
Alister menendang pintu kuat hingga Jeha dan seorang laki-laki itu terkejut. Alister menduga pria itu adalah penculik Mila dan juga psikopat yang membunuh Lily. Dia tidak akan membiarkan pria ini kabur meski nyawa taruhannya.Mang Udin masih berbaring tak sadarkan diri. Dibantu alat pernafasan. Bukan hanya itu yang membuat Alister kaget, pria itu membuka maskernya. Ternyata pria disebelah Jeha adalah Elkana. Sudah ia duga Elkana juga terlibat sayangnya mereka terlalu fokus pada Kezia."Kalian ingin membunuh Mang Udin? Kalian juga kan yang membunuh Lily?" Suara Alister penuh emosi, saat ia ingin mendekat tangan Jeha memegang alat pernafasan Mang Udin."Berhenti, atau saya nekad," ucap wanita berambut pendek itu.Alister mundur selangkah dengan tangan ke atas. Elkana tertawa melihat wajah takut Alister. Sangat puas Alister bisa ia kendalikan. Tangan Jeha didekat kepala Mang Udin berjaga-jaga kalau Alister melawan.Alister menatap penuh kebencia
Malam itu Agreva melajukan kecepatan mobilnya. Wajah panik Alister terlihat jelas di wajahnya, bibirnya gemetar menahan emosi dan cemas campur aduk. Salah seorang pelayannya menelpon agar dia cepat pulang karena Kezia mengamuk di rumahnya. Keadaan berbahaya.Alister melirik ke luar kaca dengan dengan geram, begitu juga Agreva yang menjadi supirnya, keadaaan genting begini jalanan macet. Kalau saja dia bisa menabrak mobil yang ada di depannya agar cepat sampai."LEBIH CEPAT LAGI!" Ujar Alister emosi, ketika jalanan mulai longgar.Alister ingat beberapa tahun lalu Kezia memukul Mila di kampus. Meskipun banyak orang di sekelilingnya Kezia tidak takut memukul Mila. Dia wanita paling nekad."LEBIH CEPAT LAGI AGREVA!""Baik Pak." Ucap Agreva menyetir dengan kecepatan penuh.Zia, sebaiknya jaga sikapmu. Tangannya terkepal di atas
POV Mila.Alister dijemput Agreva sejam lalu, mereka pergi menemui orang yang ditangkap polisi. Dia menyerahkan diri begitu saja. Itu hal yang mengejutkan bagi kami. Aku menunggu Alister di dalam kamar, begitu saja aku terpikir untuk mencari berkas tentang perceraian Kezia.Aku melangkah keluar lalu turun ke lantai bawah masuk ke ruang kerja di rumah itu.Aku menemukan di dalam lemari berkas itu, semuanya tersusun rapi. Data kesehatan Kezia, data pribadi suami Kezia juga ada. Pria itu orang Indonesia yang tinggal di Singapure.Maps coklat aku buka, ada foto-foto Kezia berpose dengan percaya diri. Tapi, aku juga menemukan ada foto-foto Kezia yang penuh dengan luka lebam. Ini sama dengan yang pernah Meira alami. Tampak gambar Kezia di wajahnya ada perban yang membelit ke atas kepala. Jantungku bergetar.Aku membuka laptop, mencari data Kezia yang disimpan Alister. Pasti dia menyimpan banyak
POV Mila.Dia memintaku untuk tenang, tapi aku merasakan dari tangannya Alister sedang khawatir. Hidup kami berubah seperti film horor tapi tak berhantu.Beberapa polisi yang kami lewati menatap Alister dengan bermacam-macam ekspresi, aku tebak Alister sering berkunjung ke kantor polisi untuk dimintai keterangan. Ada yang menatapnya sinis ada juga yang ramah, mengingat Alister orang yang tempramental aku bisa mengerti kenapa mereka tidak suka melihat suamiku.Tiba-tiba suara seseorang memanggil kami, tepatnya memanggil Alister. Lebih dulu Agreva yang menoleh pada orang itu."Selaginya istrimu di sini biarkan kami meminta keterangannya." Aku tahu polisi ini, Wisnu orang yang membuat Alister pernah di tahan. Jovanka yang menceritakan. Tangan Alister menggenggam erat tanganku. "Kuharap kalian lebih menurut untuk diajak kerja sama.""Silahkan Pak, aku bersedia. Apa ini soal Lily atau penculikanku?" kataku dengan nada menantangnya."H...." Polisi
POV MilaHal yang terbersit di benakku adalah kejadian aku di culik. Aku bahkan masih ingat dengan orang yang duduk di sebelahku berbisik seperti setan mengancamku. Aku menatap suamiku dengan ekspresi panik. "Mas, siapa pelakunya? Siapa yang ingin mencelakai aku?"pertanyaan itu kuulangi lagi.Alister bergeming.Aku menatap ketiga polisi itu bergantian dengan perasaan takut. Mereka hanya membalas tatapanku tapi tidak menjawab pertanyaanku."Jadi memang ada yang berniat membunuh aku? Tolong ceritakan apa yang terjadi."Yang Sam katakan, "Mobil yang di bawa Mang Udin tiba-tiba rem-nya tidak berfungsi. Mobil itu berhenti di persimpangan. Menurut keterangan ada mobil di belakang mereka dan menabrak bemper sebelah kiri mobil Mang Udin. Mobilnya menabrak pohon besar." Dalam beberapa detik aku terdiam mendengar itu.Kata-kata polisi itu membuatku frustasi. Aku menatap buku catatan yang dibuka Sam. Aku rasa itu ada
POV Mila.Meira menelponku saat aku sedang sendirian, kebetulan sekali aku sangat jenuh sekali di rumah. Sudah jam segini Alister belum juga pulang, mungkin dia banyak pekerjaan jadi terlambat pulang. Obrolan kami seputar kehidupan sehari-hari dan juga tentang penculikanku, dia tahu kasus itu karena masuk berita. Harusnya polisi malu beritanya sudah tersiar tapi pelakunya belum tertangkap."Alister ingin aku pergi entah kemana dia ingin menyembunyikan aku. Mungkin keluar negeri. Idenya bagus banget kebetulan aku belum pernah ke sana." Jawabku pada pertanyaan Meira, nada bicaraku sok tenang padahal aku sangat marah sewaktu Alister bicara itu."Oya? Memangnya dia akan tahan kalau kamu pergi? Kayak gak tahu aja suami kamu gimana, Mila." Tanggapan Meira sama dengan yang kupikirkan. Tapi, detik kemudian dia berubah pendapat. "Tapi, kalau aku boleh saran... aku rasa Alister mengambil keputusan itu untuk kebaikan kamu. Dia itu ga
Setelah Alister selesai dengan pekerjaannya dia menyuruh Agreva dan Jovanka masuk ke ruangannya. Tentu saja hal itu berhubungan dengan penyelidikan mereka. Ekspresi Alister yang serius membuat Agreva dan Jovanka tegang, salahkan kenapa mereka menjadi kepercayaan Alister hingga semua-semuanya melalui mereka."Pak, polisi beberapa hari ini datang ke kantor menanyai para staf." Jovanka melaporkan, dia menceritakan detail dan padat saat polisi-polisi itu mendatangi kantor dengan seragam polisi mereka. Dahi Alister mengerut sempurna. "Saya bilang selagi Bapak tidak masuk seluruh staf dilarang memberikan keterangan.""Sialan! Memangnya mereka siapa berani mencurigai aku. Karena Oma meninggal dan aku beberapa hari tidak bergerak di rumah lantas mereka suka hati bertindak." Kata Alister penuh emosi.Agreva juga melaporkan kelima pria yang yang mereka sewa untuk membantu penyelidikan ini. Sayangnya Alister tidak berjumpa deng