POV Alister.
Shit!
Tanganku hendak mengangkat kepala Mila yang bersandar di dadaku, matanya terpejam seperti tidak ada dosa. Kepalaku terasa berat dan sakit, ini seperti dipukul dengan besi kuat. Tunggu! Apa yang kulakukan di kamar ini dengan Mila? Aku mabuk... ya aku ingat semalam berjalan ke Bar di dekat hotel ini.
Pikiranku sulit menjadi normal karena membayangkan Mila dan keparat selingkuhannya berbuat aneh-aneh di kamarnya. Sialan! Belum pernah ada wanita yang menginjak-injak harga diriku seperti ini. Saat aku membuka pintu kamar Mila--pemandangan yang kulihat adalah mereka berciuman. Keparat itu menindih Mila-ku. Dan wanita di sampingku ini membiarkannya.
Aku ingin mendorong Mila menjauh dari tubuhku, rasa jijik dan kesal memandangnya. Tetapi, kuurungkan niatku melihat bibir Mila yang bengkak... ingatanku kembali pada--Demi Tuhan! Apa yang kulakukan? Aku sama saja
POV MilaDi hadapanku ada seorang pria yang menatapku dengan tatapan pembunuh. Sekalipun seluruh orang di sekitarnya menjelaskan pada Alister, dia hanya mempercayai apa yang dilihatnya. Nyatanya aku sudah terluka di buatnya namun dia sama sekali tidak meminta maaf padaku."Kamu gak usah banyak gerak nanti malah jadi sakit." Suara lirih Alister terdengar khawatir. Namun tetap saja pandangan matanya dingin saat melihat mataku. Kakiku terbuka agar dia bisa mengoles saleb ke selangkanganku."Gak sakit lagi kok Mas, udah baikan. Cuma masih--""Aku gak minta kamu jawab." Aku terluka dengan caranya bicara. "Kamu yang marah aku tidur sama yang lain. Kamu juga yang malah berlibur dengan pria lain. Udah gede ya ternyata kamu." Ucapannya seperti pisau yang mengiris hatiku. Sangat memalukan rasanya di sangka selingkuh."Kita stay di Bali dulu sampe bekas luka kamu mendingan."
"Perfeck!" Puji Jovanka puas dengan dress pilihannya menempel di tubuh Mila. "Kamu seksi banget Mila. Padat lagi kayak anak gadis." Komentarnya meraba bokong Mila."Aduh Mbak, aku gak pede pakai baju begini." Mila menatap keseluruhan dirinya dalam pantulan cermin. Dress di atas lutut berwarna hitam blink-blink terlihat mencolok di tubuh Mila. Di tambah lagi hak tinggi-nya yang membantu tinggi badannya sejajar dengan Jovanka yang memakai sepatu lepek. Sekertaris Alister itu tubuhnya tinggi dan ramping."Di sana nanti banyak wanita cantik yang seksi. Kamu harus lebih menonjol--semua orang harus tahu siapa istri Alister Bagaskara."Mila terkekeh geli saat Jovanka memontokkan bagian dadanya dengan sumpelan. "Kenapa kamu pakai itu Mbak? Padahal punya Mbak udah bagus itu." Puji Mila menatap milik Jovanka."Aku harus mendapatkan Agreva malam ini. Dia susah sekali ditaklukkan... aku gak mau jadi jom
Alister menyadari keanehan pada istrinya. Dia melepaskan tangan Kezia dari lehernya lalu berjalan ke tempat Mila, Jovanka, dan Agreva duduk. Baru saja Alister hendak menyentuh kepala Mila yang tergeletak di meja--Alister pikir Mila tertidur. Sedangkan Jovanka dan Agreva tampak menikmati minuman mereka sambil mengobrol."Dia gak minum kan?" Alister mengintimidasi Jovanka dan Agreva bergantian. Kedua orang itu meneguk ludah susah payah."Sepertinya Pak." Hanya itu jawaban Jovanka."Sepertinya gimana maksud kamu?!" Alister sepertinya tidak terima Mila datang untuk tidur, dia ingin membuat Mila cemburu. Merasakan apa yang dia rasakan.Jovanka menoleh ke kiri pada Agreva untuk meminta bantuan. Sayangnya, mereka tidak mempunyai jawaban yang bisa memuaskan Alister. Baru sedetik tadi Mila merancau tidak jelas hingga akhirnya kepalanya terbenam di atas meja.Kezia menyusul Alister, dia
POV MilaDan aku mencoba untuk lari, tapi tidak bisa. Kemana pun aku pergi dia selalu dapat menemukanku. Aku tidak ingin mengingat hal buruk, tapi kenangan seperti bayangan yang selalu mengikutiku.Aku setengah terjaga mendengar suara orang bicara. Kepalaku sakit seperti di seret di aspal... mataku yang tertutup pelan-pelan terbuka. Aku melihat Alister duduk di kursi, matanya berkilat-kilat sambil bicara. Mataku masih buram tapi aku tahu ada dua orang berdiri di depannya tertunduk.Yang kulakukan adalah duduk di atas kasur, untuk beberapa saat aku diam mendengarkan obrolan mereka. Kewarasanku belum sepenuhnya pulih. Aku tidak ingat apapun."Kalau kalian tanya apa aku puas dengan pekerjaan kalian. Jawabannya Fifty-Fifty... kalian berdua tahu kan yang Mila minum alkohol? Gimana kalo malam itu terjadi sesuatu?"Jantungku berdegup kencang. Apa aku melakukan kesalahan tadi malam? Aku m
POV Alister.Aku menarik nafas, bahan makanan ada di depanku tapi aku tidak tahu cara meraciknya. Aku belum pernah sama sekali memegang alat masakan. Shitt! ini semua karena Jovanka. Aku menyuruhnya mempersiapkan makan malam romantis untuk aku dan Mila. Tapi yang dia sediakan adalah makanan kesukaannya. Makanan ala Jepang yang mentah. Makanan yang tidak aku dan Mila sukai. Untungnya ada mie dan telur di kulkas."Mas biar aku aja yang masak gak-papa." Mila tertawa di bangkunya. Aku menggeleng melihatnya."Ini hanya masak mie bukan ujian PNS." Ucapku sepele. Aku mengambil tempat masak untuk rebus air lalu memasukkan telur ke dalam air... oh, shit kulitnya masuk ke dalam air."Aduh Mas, airnya kan belum mendidih! Udah aku aja yang masak." Dia datang menggeser pinggulku dengan pinggulnya. "Udah 20 menit Mila tungguin lho tapi gak masak-masak. Kulit telur juga kenapa di masak juga toh?" o
POV Mila.Sikapnya benar-benar berubah, apakah ada yang kukatakan malam itu saat aku mabuk? Dia terus mengelus kepalaku sampai dia tertidur... setelah sejam lalu kami selesai bercinta dengan berkali-kali pelepasan. Dia tetap bersikap manis seperti ini. Benar, dia adalah si pemegang kendali. Keputusan selalu di tangannya.Apa yang terjadi malam itu? Aku hanya mengingat dia bersama Kezia yang membuatku marah, lalu aku minum. Setelah itu aku lupa. Aku memiringkan tubuhku, satu tangan menopang kepalaku menatap wajah Alister yang tertidur. Dia seperti bayi yang tidak berdosa jika sedang tertidur.Alisnya yang tebal menyatu, jika tidak memakai pomade poni rambutnya terbiar ke depan. Namun, masih terlihat tampan. Andaikan aku bisa pamer suami setampan ini di kampungku. Pasti mereka terkejut. Jariku menyentuh kulit wajahnya membentuk melingkar, di bawah matanya ada bekas cakaran kecil. Bukan hanya satu ada dua.Ma
POV Mila."Kamu kenapa? Kok bengong gitu."Bahkan dia tidak menunjukkan kemarahannya setelah perbuatanku saat mabuk kemarin malam. Dia tampak tenang menatapku, kami masih di atas ranjang tanpa busana."Tidur lagi sini."Matanya memintaku untuk mendekat, aku tidak tahu apa yang dia rencanakan. Tapi aku sudah ingat, aku membuat wajahnya bergaris merah. Aku memukul kepalanya saat dia menggendongku. Bahkan aku menyebutnya tukang selingkuh."Badan kamu sakit? Apa aku terlalu kasar?"Aku meneguk ludahku susah payah. Apa aku harus bilang yang semalam itu luar biasa banget rasanya? Tapi aku malu. "Gak sa--kiit.""Jangan bohong. Kalau sakit bilang, biar aku tahu."Aku menggeleng. Kenapa sikap Bapak Alister ini membuatku ambigu. Aku meruntuk dalam hati, dengan bermalas-malasan aku mendekat dalam pelukannya agar dia tidak bawel. Dia langsung menarik
POV Mila."Mas."Lily tersentak mundur, membuat air di tangannya tumpah. Kenapa dia kaget? Lily sudah selesai menyiapkan sarapan di meja. Tapi aku dari tadi melihatnya mundar-mandir di sekitar suamiku. Dan bajunya, makin hari dia semakin meniru cara berpenampilanku. Lama-lama kesal juga."Kamu kenapa Ly? Aku manggil suami aku, kok kamu yang kaget.""Gak pa-pa Bu. Saya kira ada kucing."Kucing? Sejak kapan keluarga Alister memelihara kucing. Lagian suaraku tidak mengeong meniru suara kucing. Lily masih berdiri di samping Alister yang sedang menikmati makanannya."Kamu manggil kenapa? Pagi-pagi jangan ribut gara-gara kucing gak jelas."Aku melirik suamiku kesal, aku kan hanya memperjelas yang tidak jelas. Sudah gitu kenapa dia masakin sarapan pagi Mas Alister tanpa sepengetahuan aku. Ini kan kebiasaan pagiku."Mas sejak kapan doyan diperhati
POV Mila.Aku duduk di depan meja rias sambil menyisir rambut panjangku, gaun tidur yang kupakai berwarna cream sangat ramping di tubuhku. Aku mengamati Alister dari kaca dia duduk di atas tempat tidur dengan laptopnya. "Mas, apa Elkana sudah mendapatkan hukuman?" tanyaku.Rasa ngeri masih terasa jika mengingat kejadian itu. Mas Alister mundar-mandir ke persidangan Elkana untuk membuat Elkana tidak bisa keluar dari penjara. Aku hanya diminta jadi saksi dalam satu kali persidangan, Alister pasti tidak ingin aku melihat Elkana."Aku menuntutnya dengan tuduhan pembunuhan Lily dan pencobaan pembunuhan Mang Udin." Dia menatapku dengan rambut yang masih basah karena tadi sepulang kerja dia langsung mandi. "Elkana dihukum mati setelah dia dinyatakan bersalah."Tubuhku menggigil karena mendengar itu, lalu dia kembali berucap. "Ini adalah moment paling mengerikan yang pernah kita hadapi. Tolong sayang... selama sis
Pekerjaan yang paling sia-sia di dunia ini adalah menasehati orang yang sedang jatuh cinta. Kedatangan Alister ke Singapore malah menghidupkan kembali perasaan Kezia pada Alister. Kezia bicara tentang perasaan yang dia rasakan untuk Alister, menceritakan tentang waktu yang ia habiskan bersama Alister di Singapure. Padahal Alister sangat profesional karena pekerjaan.Mila merasa wanita itu sedang berada di alam lain.Mila mencoba memberikan nasehat agar Kezia tenang tapi ia malah menerima tamparan lagi. Agreva kembali mundur karena pisau Kezia di leher Mila bisa membuat wanita itu nekad tanpa sadar."Kenapa kamu ngambil posisiku?" kata Kezia dengan mata dinginnya. "Kamu bikin aku marah... Aku akan menggantungmu... lalu bermain-main dengan mayatmu pakai pisau." Tubuh Mila gemetar, rasa takut membuatnya tidak berani bergerak."Kalau terus begini wanita itu akan nekad membunuh." Suara satpam berbis
Alister menendang pintu kuat hingga Jeha dan seorang laki-laki itu terkejut. Alister menduga pria itu adalah penculik Mila dan juga psikopat yang membunuh Lily. Dia tidak akan membiarkan pria ini kabur meski nyawa taruhannya.Mang Udin masih berbaring tak sadarkan diri. Dibantu alat pernafasan. Bukan hanya itu yang membuat Alister kaget, pria itu membuka maskernya. Ternyata pria disebelah Jeha adalah Elkana. Sudah ia duga Elkana juga terlibat sayangnya mereka terlalu fokus pada Kezia."Kalian ingin membunuh Mang Udin? Kalian juga kan yang membunuh Lily?" Suara Alister penuh emosi, saat ia ingin mendekat tangan Jeha memegang alat pernafasan Mang Udin."Berhenti, atau saya nekad," ucap wanita berambut pendek itu.Alister mundur selangkah dengan tangan ke atas. Elkana tertawa melihat wajah takut Alister. Sangat puas Alister bisa ia kendalikan. Tangan Jeha didekat kepala Mang Udin berjaga-jaga kalau Alister melawan.Alister menatap penuh kebencia
Malam itu Agreva melajukan kecepatan mobilnya. Wajah panik Alister terlihat jelas di wajahnya, bibirnya gemetar menahan emosi dan cemas campur aduk. Salah seorang pelayannya menelpon agar dia cepat pulang karena Kezia mengamuk di rumahnya. Keadaan berbahaya.Alister melirik ke luar kaca dengan dengan geram, begitu juga Agreva yang menjadi supirnya, keadaaan genting begini jalanan macet. Kalau saja dia bisa menabrak mobil yang ada di depannya agar cepat sampai."LEBIH CEPAT LAGI!" Ujar Alister emosi, ketika jalanan mulai longgar.Alister ingat beberapa tahun lalu Kezia memukul Mila di kampus. Meskipun banyak orang di sekelilingnya Kezia tidak takut memukul Mila. Dia wanita paling nekad."LEBIH CEPAT LAGI AGREVA!""Baik Pak." Ucap Agreva menyetir dengan kecepatan penuh.Zia, sebaiknya jaga sikapmu. Tangannya terkepal di atas
POV Mila.Alister dijemput Agreva sejam lalu, mereka pergi menemui orang yang ditangkap polisi. Dia menyerahkan diri begitu saja. Itu hal yang mengejutkan bagi kami. Aku menunggu Alister di dalam kamar, begitu saja aku terpikir untuk mencari berkas tentang perceraian Kezia.Aku melangkah keluar lalu turun ke lantai bawah masuk ke ruang kerja di rumah itu.Aku menemukan di dalam lemari berkas itu, semuanya tersusun rapi. Data kesehatan Kezia, data pribadi suami Kezia juga ada. Pria itu orang Indonesia yang tinggal di Singapure.Maps coklat aku buka, ada foto-foto Kezia berpose dengan percaya diri. Tapi, aku juga menemukan ada foto-foto Kezia yang penuh dengan luka lebam. Ini sama dengan yang pernah Meira alami. Tampak gambar Kezia di wajahnya ada perban yang membelit ke atas kepala. Jantungku bergetar.Aku membuka laptop, mencari data Kezia yang disimpan Alister. Pasti dia menyimpan banyak
POV Mila.Dia memintaku untuk tenang, tapi aku merasakan dari tangannya Alister sedang khawatir. Hidup kami berubah seperti film horor tapi tak berhantu.Beberapa polisi yang kami lewati menatap Alister dengan bermacam-macam ekspresi, aku tebak Alister sering berkunjung ke kantor polisi untuk dimintai keterangan. Ada yang menatapnya sinis ada juga yang ramah, mengingat Alister orang yang tempramental aku bisa mengerti kenapa mereka tidak suka melihat suamiku.Tiba-tiba suara seseorang memanggil kami, tepatnya memanggil Alister. Lebih dulu Agreva yang menoleh pada orang itu."Selaginya istrimu di sini biarkan kami meminta keterangannya." Aku tahu polisi ini, Wisnu orang yang membuat Alister pernah di tahan. Jovanka yang menceritakan. Tangan Alister menggenggam erat tanganku. "Kuharap kalian lebih menurut untuk diajak kerja sama.""Silahkan Pak, aku bersedia. Apa ini soal Lily atau penculikanku?" kataku dengan nada menantangnya."H...." Polisi
POV MilaHal yang terbersit di benakku adalah kejadian aku di culik. Aku bahkan masih ingat dengan orang yang duduk di sebelahku berbisik seperti setan mengancamku. Aku menatap suamiku dengan ekspresi panik. "Mas, siapa pelakunya? Siapa yang ingin mencelakai aku?"pertanyaan itu kuulangi lagi.Alister bergeming.Aku menatap ketiga polisi itu bergantian dengan perasaan takut. Mereka hanya membalas tatapanku tapi tidak menjawab pertanyaanku."Jadi memang ada yang berniat membunuh aku? Tolong ceritakan apa yang terjadi."Yang Sam katakan, "Mobil yang di bawa Mang Udin tiba-tiba rem-nya tidak berfungsi. Mobil itu berhenti di persimpangan. Menurut keterangan ada mobil di belakang mereka dan menabrak bemper sebelah kiri mobil Mang Udin. Mobilnya menabrak pohon besar." Dalam beberapa detik aku terdiam mendengar itu.Kata-kata polisi itu membuatku frustasi. Aku menatap buku catatan yang dibuka Sam. Aku rasa itu ada
POV Mila.Meira menelponku saat aku sedang sendirian, kebetulan sekali aku sangat jenuh sekali di rumah. Sudah jam segini Alister belum juga pulang, mungkin dia banyak pekerjaan jadi terlambat pulang. Obrolan kami seputar kehidupan sehari-hari dan juga tentang penculikanku, dia tahu kasus itu karena masuk berita. Harusnya polisi malu beritanya sudah tersiar tapi pelakunya belum tertangkap."Alister ingin aku pergi entah kemana dia ingin menyembunyikan aku. Mungkin keluar negeri. Idenya bagus banget kebetulan aku belum pernah ke sana." Jawabku pada pertanyaan Meira, nada bicaraku sok tenang padahal aku sangat marah sewaktu Alister bicara itu."Oya? Memangnya dia akan tahan kalau kamu pergi? Kayak gak tahu aja suami kamu gimana, Mila." Tanggapan Meira sama dengan yang kupikirkan. Tapi, detik kemudian dia berubah pendapat. "Tapi, kalau aku boleh saran... aku rasa Alister mengambil keputusan itu untuk kebaikan kamu. Dia itu ga
Setelah Alister selesai dengan pekerjaannya dia menyuruh Agreva dan Jovanka masuk ke ruangannya. Tentu saja hal itu berhubungan dengan penyelidikan mereka. Ekspresi Alister yang serius membuat Agreva dan Jovanka tegang, salahkan kenapa mereka menjadi kepercayaan Alister hingga semua-semuanya melalui mereka."Pak, polisi beberapa hari ini datang ke kantor menanyai para staf." Jovanka melaporkan, dia menceritakan detail dan padat saat polisi-polisi itu mendatangi kantor dengan seragam polisi mereka. Dahi Alister mengerut sempurna. "Saya bilang selagi Bapak tidak masuk seluruh staf dilarang memberikan keterangan.""Sialan! Memangnya mereka siapa berani mencurigai aku. Karena Oma meninggal dan aku beberapa hari tidak bergerak di rumah lantas mereka suka hati bertindak." Kata Alister penuh emosi.Agreva juga melaporkan kelima pria yang yang mereka sewa untuk membantu penyelidikan ini. Sayangnya Alister tidak berjumpa deng