POV Mila.
"Kamu kenapa? Kok bengong gitu."
Bahkan dia tidak menunjukkan kemarahannya setelah perbuatanku saat mabuk kemarin malam. Dia tampak tenang menatapku, kami masih di atas ranjang tanpa busana.
"Tidur lagi sini."
Matanya memintaku untuk mendekat, aku tidak tahu apa yang dia rencanakan. Tapi aku sudah ingat, aku membuat wajahnya bergaris merah. Aku memukul kepalanya saat dia menggendongku. Bahkan aku menyebutnya tukang selingkuh.
"Badan kamu sakit? Apa aku terlalu kasar?"
Aku meneguk ludahku susah payah. Apa aku harus bilang yang semalam itu luar biasa banget rasanya? Tapi aku malu. "Gak sa--kiit."
"Jangan bohong. Kalau sakit bilang, biar aku tahu."
Aku menggeleng. Kenapa sikap Bapak Alister ini membuatku ambigu. Aku meruntuk dalam hati, dengan bermalas-malasan aku mendekat dalam pelukannya agar dia tidak bawel. Dia langsung menarik
POV Mila."Mas."Lily tersentak mundur, membuat air di tangannya tumpah. Kenapa dia kaget? Lily sudah selesai menyiapkan sarapan di meja. Tapi aku dari tadi melihatnya mundar-mandir di sekitar suamiku. Dan bajunya, makin hari dia semakin meniru cara berpenampilanku. Lama-lama kesal juga."Kamu kenapa Ly? Aku manggil suami aku, kok kamu yang kaget.""Gak pa-pa Bu. Saya kira ada kucing."Kucing? Sejak kapan keluarga Alister memelihara kucing. Lagian suaraku tidak mengeong meniru suara kucing. Lily masih berdiri di samping Alister yang sedang menikmati makanannya."Kamu manggil kenapa? Pagi-pagi jangan ribut gara-gara kucing gak jelas."Aku melirik suamiku kesal, aku kan hanya memperjelas yang tidak jelas. Sudah gitu kenapa dia masakin sarapan pagi Mas Alister tanpa sepengetahuan aku. Ini kan kebiasaan pagiku."Mas sejak kapan doyan diperhati
Apa arti pernikahan untuk Alister? Apakah hanya untuk tidur dengan Mila? Wanita itu berpikir sambil memandang wajah Alister yang melihat Jeha tanpa berkedip, tapi Mila menahan perasaan penasarannya, dia tahu mereka sedang ingin bicara serius."Aku mengajak Jeha karena kamu terlalu posesif dengan Mila. Jadi lebih baik membawa wanita untuk membuatmu nyaman Mila ditanyai." Ujar Sam menjelaskan. Jeha adalah ditektif satu tempat dengannya. Wanita itu juga mengenal baik Alister.Kesinisan Alister bukan tidak beralasan, Alister pernah menjadi pengacara salah satu tahanan yang ditangani Jeha. Hubungan mereka tidak cukup baik karena selalu tidak sepaham. Tapi dia akui Jeha wanita cantik yang tegas di matanya. Mendengar penjelasan Sam kesinisan Alister pada Jeha sedikit berkurang."Kira-kira berapa umur Mila? Kelihatannya kamu sangat muda." Ucap Jeha tiba-tiba. Alister merasa pertanyaan itu tidak ada hubungannya dengan apa yang akan
POV Alister.Karmila--- untuk kesekian kalinya bikin jantungku berhenti bernafas. Mang Udin menelponku, katanya Mila menyuruhnya pulang duluan membawa belanjaannya, wanita itu shopping di mall setelah itu pergi entah kemana. Tapi sampai jam segini dia belum memberikan kabar. Aku dengan segala kepanikanku membawa orang bayaranku untuk mencari Mila. Busway, angkot, jalanan. Dia tidak ketemu."Cari sekarang! Saya gak mau tahu apa pun alasan kalian. Istri saya harus ketemu sekarang!""Maaf Pak, kami sudah cari kemana-kemana.""Okeh! Kalo gitu kalian terima akibatnya." Itu adalah ancaman tegas dariku. Karena Mila lebih berharga dibanding apa pun untukku."Baik, kami mengerti." Lima orang berbadan tegap dengan pakaian hitam bubar dari hadapanku. Sialan! Agreva masih dalam masa cuti, dia lebih bisa diandalkan. Otaknya jalan dan tukang pukul yang profesional."Ni
POV Mila."Mila? Kok mau dateng gak bilang-bilang." Meira bersuara setelah membuka pintu, melihat wajahnya polos tanpa make-up entahlah aku begitu saja memeluknya prihatin. "Kenapa Mila?""Kenapa, Mei?" Tanyaku kecewa pada Meira. "Aku masih temen kamu kan? Kenapa gak cerita tentang suami kamu yang masih mukulin kamu?" Aku sekarang berada di rumah Meira, perkataan Kezia mengganggu pikiranku. Hatiku tergerak untuk berkunjung ke rumahnya."Aku gak papa, Mila."Aku mengamati wajah Meira sejenak. Dia semakin kurus, bawah matanya hitam karena tidur tidak teratur. Aku khawatir dengan keadaan Meira, terakhir kami bertemu katanya dia akan menyelesaikan masalahnya dengan baik-baik."Gak papa gimana? Kamu kurusan begini." Aku menyentuh bibirnya yang bengkak. Kuangkat kepalaku agar ai mataku tidak turun. "Seberapa sering dia mukulin kamu?"Meira mengangkat kepalanya. "Gak-
Agreva tampak frontal memukuli Adam sampai babak belur, Meira menjerit ketakutan... biar bagaimanapun yang dipukul Agreva adalah ayah dari anaknya, untunglah anaknya tidak melihat. Sedangkan Mila berjongkok dengan tubuh gemetar sangking takutnya, dia melirik sedikit ke arah Agreva. Mila menutup matanya, jantungnya tidak tenang memikirkan Alister.Tiba-tiba tubuh Mila terangkat, membuat matanya terbuka lalu menatap mata Alister yang sekarang sedang menggendongnya tanpa ekspresi dan tidak bersuara, pria itu meletakkan Mila ke tempat yang aman untuk duduk agar tidak melihat adegan berbahaya itu."Tutup mata diam di sini." Kata Alister pelan. Mila reflek mengangguk.Setelah membuat Mila aman. Alister berjalan ke arah Agreva, menendang dada Adam tanpa ampun membuat Adam tersungkur di lantai, lalu tangan kokohnya melayangkan tinju ke arah wajah Adam hingga cairan berwarna merah keluar dari pelipisnya.Adam tidak
Pagi hari yang tenang dan damai tiba-tiba dikejutkan dengan teriakkan Lily yang kaget menatap tubuh mungil Mila tanpa pakaian dipenuhi Kiss Mark di bagian tubuh sensitifnya. Keranjang yang dia bawa berisi pakaian terjatuh di depannya. Luar biasa pemandangan yang ada di atas ranjang."Lily pagi-pagi udah ngagetin aja sih." Mila mengucek matanya, dia buru-buru menyelimuti punggung Alister yang juga tidak berpakaian karena mata Lily mengarah pada suaminya."Maaf Bu, saya bawain pakaian yang udah di gosok.""Biasanya kan aku yang ngambil kebawah, kenapa capek-capek kamu anter ke atas." Ucap Mila yang merasa tidak nyaman karena dia dan suaminya masih sangat berantakan karena semalam mereka melakukan ritual sebelum tidur mereka."Ada apa sayang." Alister mengerang memeluk istrinya. Mila memberi kode dengan matanya agar Lily keluar dari kamar.Bukannya pergi, Lily sempat-sempatnya memandang kesel
Lily mengelilingi pandangannya kepada pakaian di lemari Mila. Ini sih surga dunia, dari bahannya saja sudah terasa pakaian bermerk. Alister benar-benar memanjakan Mila, ini baru di rumah nenek Alister belum lagi di apartemen Alister pasti lebih banyak lagi pakaian Mila.Kemudian matanya melihat ke arah sepatu-sepatu di rak milik Mila, belum lagi parfum-parfum mahal yang bertengger di meja khusus parfum mereka. Jangan tanya kenapa Lily bisa menebak dimana parfum itu berada, di bawah parfum milik Alister. Dengan kurang sopannya dia pernah menyemprot parfum Alister ke udara, menghirup dalam-dalam wangi parfum itu.Dia begitu sangat memuja Alister.Wanita dengan model rambut yang sama dengan Mila itu kembali menengok pakaian Mila, dia bukan bingung mana yang bagus karena semuanya bagus-bagus. Tapi dia ingin mencari gaun mana yang disukai Alister saat Mila memakainya."Lily. Kok diem aja, ay
POV Mila.Ini pertama kalinya aku menjemput Safa di sekolahnya. Rasanya senang sekali sampai aku tidak henti tersenyum pada ibu-ibu di sekelilingku, dengan bangga aku bergabung berdiri bersama ibu lain yang menunggu anaknya.Ibu mana yang tidak sedih tidak pernah menemani anaknya ke sekolah, menemaninya jalan-jalan ke taman. Hal itu jauh lebih penting dari pada di kamar terus dengan Mas Alister.Tunggu! Penting banget sih, sama-sama penting.Mungkin Mas Alister itu tidak pernah membayangkan jadi aku--jadi seorang ibu. Mana Mas Alister enak banget lagi nyuruh jangan keluar rumah termasuk nemenin Safa ke sekolah.Dan sekarang aku sangat bahagia, berasa jadi seorang ibu sungguhan. Untung Tante Nandia ada urusan dengan suaminya jadi aku punya waktu menjadi seorang ibu yang sesungguhnya.Tapi kalau sampai Mas Alister tahu aku keluar rumah, pasti tanduknya keluar. Ya Tuhan, aku
POV Mila.Aku duduk di depan meja rias sambil menyisir rambut panjangku, gaun tidur yang kupakai berwarna cream sangat ramping di tubuhku. Aku mengamati Alister dari kaca dia duduk di atas tempat tidur dengan laptopnya. "Mas, apa Elkana sudah mendapatkan hukuman?" tanyaku.Rasa ngeri masih terasa jika mengingat kejadian itu. Mas Alister mundar-mandir ke persidangan Elkana untuk membuat Elkana tidak bisa keluar dari penjara. Aku hanya diminta jadi saksi dalam satu kali persidangan, Alister pasti tidak ingin aku melihat Elkana."Aku menuntutnya dengan tuduhan pembunuhan Lily dan pencobaan pembunuhan Mang Udin." Dia menatapku dengan rambut yang masih basah karena tadi sepulang kerja dia langsung mandi. "Elkana dihukum mati setelah dia dinyatakan bersalah."Tubuhku menggigil karena mendengar itu, lalu dia kembali berucap. "Ini adalah moment paling mengerikan yang pernah kita hadapi. Tolong sayang... selama sis
Pekerjaan yang paling sia-sia di dunia ini adalah menasehati orang yang sedang jatuh cinta. Kedatangan Alister ke Singapore malah menghidupkan kembali perasaan Kezia pada Alister. Kezia bicara tentang perasaan yang dia rasakan untuk Alister, menceritakan tentang waktu yang ia habiskan bersama Alister di Singapure. Padahal Alister sangat profesional karena pekerjaan.Mila merasa wanita itu sedang berada di alam lain.Mila mencoba memberikan nasehat agar Kezia tenang tapi ia malah menerima tamparan lagi. Agreva kembali mundur karena pisau Kezia di leher Mila bisa membuat wanita itu nekad tanpa sadar."Kenapa kamu ngambil posisiku?" kata Kezia dengan mata dinginnya. "Kamu bikin aku marah... Aku akan menggantungmu... lalu bermain-main dengan mayatmu pakai pisau." Tubuh Mila gemetar, rasa takut membuatnya tidak berani bergerak."Kalau terus begini wanita itu akan nekad membunuh." Suara satpam berbis
Alister menendang pintu kuat hingga Jeha dan seorang laki-laki itu terkejut. Alister menduga pria itu adalah penculik Mila dan juga psikopat yang membunuh Lily. Dia tidak akan membiarkan pria ini kabur meski nyawa taruhannya.Mang Udin masih berbaring tak sadarkan diri. Dibantu alat pernafasan. Bukan hanya itu yang membuat Alister kaget, pria itu membuka maskernya. Ternyata pria disebelah Jeha adalah Elkana. Sudah ia duga Elkana juga terlibat sayangnya mereka terlalu fokus pada Kezia."Kalian ingin membunuh Mang Udin? Kalian juga kan yang membunuh Lily?" Suara Alister penuh emosi, saat ia ingin mendekat tangan Jeha memegang alat pernafasan Mang Udin."Berhenti, atau saya nekad," ucap wanita berambut pendek itu.Alister mundur selangkah dengan tangan ke atas. Elkana tertawa melihat wajah takut Alister. Sangat puas Alister bisa ia kendalikan. Tangan Jeha didekat kepala Mang Udin berjaga-jaga kalau Alister melawan.Alister menatap penuh kebencia
Malam itu Agreva melajukan kecepatan mobilnya. Wajah panik Alister terlihat jelas di wajahnya, bibirnya gemetar menahan emosi dan cemas campur aduk. Salah seorang pelayannya menelpon agar dia cepat pulang karena Kezia mengamuk di rumahnya. Keadaan berbahaya.Alister melirik ke luar kaca dengan dengan geram, begitu juga Agreva yang menjadi supirnya, keadaaan genting begini jalanan macet. Kalau saja dia bisa menabrak mobil yang ada di depannya agar cepat sampai."LEBIH CEPAT LAGI!" Ujar Alister emosi, ketika jalanan mulai longgar.Alister ingat beberapa tahun lalu Kezia memukul Mila di kampus. Meskipun banyak orang di sekelilingnya Kezia tidak takut memukul Mila. Dia wanita paling nekad."LEBIH CEPAT LAGI AGREVA!""Baik Pak." Ucap Agreva menyetir dengan kecepatan penuh.Zia, sebaiknya jaga sikapmu. Tangannya terkepal di atas
POV Mila.Alister dijemput Agreva sejam lalu, mereka pergi menemui orang yang ditangkap polisi. Dia menyerahkan diri begitu saja. Itu hal yang mengejutkan bagi kami. Aku menunggu Alister di dalam kamar, begitu saja aku terpikir untuk mencari berkas tentang perceraian Kezia.Aku melangkah keluar lalu turun ke lantai bawah masuk ke ruang kerja di rumah itu.Aku menemukan di dalam lemari berkas itu, semuanya tersusun rapi. Data kesehatan Kezia, data pribadi suami Kezia juga ada. Pria itu orang Indonesia yang tinggal di Singapure.Maps coklat aku buka, ada foto-foto Kezia berpose dengan percaya diri. Tapi, aku juga menemukan ada foto-foto Kezia yang penuh dengan luka lebam. Ini sama dengan yang pernah Meira alami. Tampak gambar Kezia di wajahnya ada perban yang membelit ke atas kepala. Jantungku bergetar.Aku membuka laptop, mencari data Kezia yang disimpan Alister. Pasti dia menyimpan banyak
POV Mila.Dia memintaku untuk tenang, tapi aku merasakan dari tangannya Alister sedang khawatir. Hidup kami berubah seperti film horor tapi tak berhantu.Beberapa polisi yang kami lewati menatap Alister dengan bermacam-macam ekspresi, aku tebak Alister sering berkunjung ke kantor polisi untuk dimintai keterangan. Ada yang menatapnya sinis ada juga yang ramah, mengingat Alister orang yang tempramental aku bisa mengerti kenapa mereka tidak suka melihat suamiku.Tiba-tiba suara seseorang memanggil kami, tepatnya memanggil Alister. Lebih dulu Agreva yang menoleh pada orang itu."Selaginya istrimu di sini biarkan kami meminta keterangannya." Aku tahu polisi ini, Wisnu orang yang membuat Alister pernah di tahan. Jovanka yang menceritakan. Tangan Alister menggenggam erat tanganku. "Kuharap kalian lebih menurut untuk diajak kerja sama.""Silahkan Pak, aku bersedia. Apa ini soal Lily atau penculikanku?" kataku dengan nada menantangnya."H...." Polisi
POV MilaHal yang terbersit di benakku adalah kejadian aku di culik. Aku bahkan masih ingat dengan orang yang duduk di sebelahku berbisik seperti setan mengancamku. Aku menatap suamiku dengan ekspresi panik. "Mas, siapa pelakunya? Siapa yang ingin mencelakai aku?"pertanyaan itu kuulangi lagi.Alister bergeming.Aku menatap ketiga polisi itu bergantian dengan perasaan takut. Mereka hanya membalas tatapanku tapi tidak menjawab pertanyaanku."Jadi memang ada yang berniat membunuh aku? Tolong ceritakan apa yang terjadi."Yang Sam katakan, "Mobil yang di bawa Mang Udin tiba-tiba rem-nya tidak berfungsi. Mobil itu berhenti di persimpangan. Menurut keterangan ada mobil di belakang mereka dan menabrak bemper sebelah kiri mobil Mang Udin. Mobilnya menabrak pohon besar." Dalam beberapa detik aku terdiam mendengar itu.Kata-kata polisi itu membuatku frustasi. Aku menatap buku catatan yang dibuka Sam. Aku rasa itu ada
POV Mila.Meira menelponku saat aku sedang sendirian, kebetulan sekali aku sangat jenuh sekali di rumah. Sudah jam segini Alister belum juga pulang, mungkin dia banyak pekerjaan jadi terlambat pulang. Obrolan kami seputar kehidupan sehari-hari dan juga tentang penculikanku, dia tahu kasus itu karena masuk berita. Harusnya polisi malu beritanya sudah tersiar tapi pelakunya belum tertangkap."Alister ingin aku pergi entah kemana dia ingin menyembunyikan aku. Mungkin keluar negeri. Idenya bagus banget kebetulan aku belum pernah ke sana." Jawabku pada pertanyaan Meira, nada bicaraku sok tenang padahal aku sangat marah sewaktu Alister bicara itu."Oya? Memangnya dia akan tahan kalau kamu pergi? Kayak gak tahu aja suami kamu gimana, Mila." Tanggapan Meira sama dengan yang kupikirkan. Tapi, detik kemudian dia berubah pendapat. "Tapi, kalau aku boleh saran... aku rasa Alister mengambil keputusan itu untuk kebaikan kamu. Dia itu ga
Setelah Alister selesai dengan pekerjaannya dia menyuruh Agreva dan Jovanka masuk ke ruangannya. Tentu saja hal itu berhubungan dengan penyelidikan mereka. Ekspresi Alister yang serius membuat Agreva dan Jovanka tegang, salahkan kenapa mereka menjadi kepercayaan Alister hingga semua-semuanya melalui mereka."Pak, polisi beberapa hari ini datang ke kantor menanyai para staf." Jovanka melaporkan, dia menceritakan detail dan padat saat polisi-polisi itu mendatangi kantor dengan seragam polisi mereka. Dahi Alister mengerut sempurna. "Saya bilang selagi Bapak tidak masuk seluruh staf dilarang memberikan keterangan.""Sialan! Memangnya mereka siapa berani mencurigai aku. Karena Oma meninggal dan aku beberapa hari tidak bergerak di rumah lantas mereka suka hati bertindak." Kata Alister penuh emosi.Agreva juga melaporkan kelima pria yang yang mereka sewa untuk membantu penyelidikan ini. Sayangnya Alister tidak berjumpa deng